You are on page 1of 44

PENDAHULUAN

(St.Hadrianti Hasmawi, Ramlah Massing)

Esofagus adalah saluran berongga yang secara keseluruhan merupakan otot,

dipisahkan oleh dua sfingter di antara faring di atas dan lambung di bawah. Fungsi

utamanya untuk membawa bahan yang dicerna dari mulut ke lambung tetapi esofagus

.1
tidak punya peran dalam pencernaan

Esophageal Atresia atau Atresia esofagus adalah kelainan pada esofagus yang

ditandai dengan tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus

bagian distal, esophagus bagian proksimal mengalami dilatasi yang kemudian

berakhir sebagai kantung dengan dinding muskuler yang mengalami hipertrofi yang

khas memanjang sampai pada tingkat vertebra torakal segmen 2-4. Bagian distal

esophagus merupakan bagian yang mengalami atresia dengan dinding muskuler yang

tipis dan berdiameter kecil. Keadaan ini meluas sampai diatas diafragma. Atresia

esophagus merupakan kelainan kongenital yang harus dicurigai sebagai salah satu

differential diagnosis bila terdapat neonatus yang mengalami kesulitan makan dan

bernapas dalam beberapa hari pertama lahir.2,3

Pada atresia esophagus, lebih dari 90% kasus ini berhubungan dengan fistula

trakeoesofageal (FTE). Fistula trakeoesofagus merupakan hubungan abnormal antara

trakea dan esofagus. Ketika terdapat hubungan dengan atresia esofagus, fistula sering

terjadi antara bagian distal segmen esofagus dan bagian trakea yang letaknya di atas

karina. Meskipun begitu, kedua kelainan ini dapat pula muncul pada beberapa tingkat
antara kartilago krikoid dan karina, fistula trakeoesofagus dapat juga berjalan oblik

pada bagian akhir proksimal trakea atau pada tingkat vertebra torakal segmen kedua.

Kelainan yang paling sering terjadi yaitu atresia esofagus dengan FTE di distal

(87%), atresia esofagus tanpa fistula (8%), fistula trakeoesofagus tanpa atresia

esofagus (4%), atresia esofagus dengan fistula di proksimal dan distal trakea (1%),
1,2
serta atresia esofagus dengan fistula di proksimal (1%).

INSIDEN & EPIDEMIOLOGI

Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang paling sering terjadi

dari esofagus. Atresia esofagus biasanya terjadi 1 dari 4.000 neonatus. Dari semua

kelainan ini > 90 % terdapat juga fistula trakeoesofagus. Dari semua tipe atresia

esofagus, atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus di bagian distal, serta ujung

proksimal esofagus yang mengalami dilatasilah yang paling sering terjadi 87 % dari

semua kasus. Berikut merupakan gambar dan prevalensi dari beberapa tipe atresia
1
esophagus.
Gambar 1. Frekuensi dari beberapa tipe Atresia Esofagus dengan atau tanpa Fistula
Trakeoesofagus, (a) Atresia Esofagus tanpa fistula 5-10% (b) Atresia Esofagus
dengan fistula trakeoesofagus di proximal 1% (c) Atresia Esofagus dengan fistula
trakeoesofagus di distal 80-90% (d) Atresia Esofagus dengan fistula trakeoesfogaus
di proximal dengan distal 2-3% (e) Fistula Trakeoesofagus tanpa atresia esofagus ( H-
4
Type ) 5-8%.

Sekitar 50 % dari anak yang mengalami atresia esofagus akan mempunyai

kelainan lain selama lahir, makanya setelah lahir harus segera dilakukan pemeriksaan

USG maupun X-ray untuk mengidentifikasi kelainannya. Biasanya dihubungkan

dengan

VACTERL syndrome (Vertebral, Anorectal, Cardiac, Tracheal, Esophageal, Renal,


5
Limb)

 V = Vertebral, biasanya tulang belakang terbentuk abnormal. Yang paling


5,6

sering terjadi ialah hemivertebrae dan abnormal sacrum

 A = Anorectal, kelainan yang sering terjadi ialah atresia ani atau anus
5
imperforate 


 C = Cardiac, kelainan yang sering terjadi adalah patent ductus arteriosus (


5,6
PDA) dan ventricle septal defect (VSD) 


 TE = Tracheoesophagus, kelainan dari esofagus sendiri ( atresia esofagus )


5

yang melibatkan fistel trakeoesofagus di bagian distal trakea

 R = Renal, melibatkan dari ginjal sampai ureter yang menuju ke vesica

urinaria. 
Kelainan yang sering terjadi ialah ureteral reflux, Unilateral


5,6
Agenesis dan 
Horseshoe Kidney. 


 L = Limb, yang sering terjadi ialah radial aplasia atau hypoplasia, abnormal
6

thumb, preaxial polydactyl dan syndactyl. 


EMBRIOLOGI 


Esofagus berkembang pertama kali dari postpharyngeal foregut dan dapat

dibedakan dari abdomen pada masa 4 minggu embrio berkembang. Dan di saat yang

bersamaan trakea mulai berkembang menonjol ke anterior dari esofagus yang sedang

berkembang; trakea terbentuk menjadi divertikulum ventral dari pharynx primitive

(bagian caudal dari foregut). Septum trakeoesofagus terbentuk pada tempat dimana

pembungkus trakeoesopagus longitudinal bergabung ke arah garis tengah dan

menyatu. Septum ini terbagi menjadi bagian ventral (tuba laringotrakheal) dan bagian

dorsal (esofagus), septum bagian ventral ini yang akan berkembang menjadi paru
1,3
paru. 


Adanya gangguan pada stadium ini dapat menyebabkan kelainan congenital

seperti atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus. Atresia esofagus terjadi jika

septum trakeoesofagus deviasi ke posterior. Deviasi ini membuat pemisahan esofagus

dari saluran laringotrakea tidak komplit sehingga terjadi fistula trakeoesofagus.

Panjang dari esofagus berkisar 8 – 10 cm setelah lahir, menjadi dua kali lipat saat
1
berumur 2-3 tahun, dan menjadi kurang lebih 25 cm saat dewasa.

Esofagus bagian abdominal pada masa 8 minggu embrio sebesar lambung

tetapi akan mengecil seiiring dengan waktu. Di lokasi intra abdominal ini, bagian
distal esofagus dengan LES ( Lower Esophageal Spinchter ) mempunyai peran

penting dalam anti refluks. Aktivitas menelan di esofagus dapat terlihat pada masa

gestasi 16-20 minggu, untuk membantu sirkulasi dari cairan amnion;

Polyhidramnion, merupakan tanda dari gangguan proses menelan dari esofagus atau

obstruksi traktus gastrointestinal bagian atas. Oleh karena itu polyhidramnion


1,5
merupakan salah satu tanda atau faktor resiko dari terjadinya atresia esophagus.

ANATOMI

7
Gambar 2. Anatomi Esofagus

 Posisi dan hubungan dengan organ sekitar

Esofagus merupakan organ memanjang seperti tabung yang menghubungkan

pharynx dan gaster. Sebagian besar esofagus terdapat di dalam rongga thorax dan

menembus diafragma untuk masuk ke dalam cavitas abdominalis beberapa

sentimeter, esofagus lalu mencapai gaster pada sisi kanannya. Di tempat peralihan ini

(dekat cardia), di sebelah kanan esofagus terdapat lobus hepatis sinister dan di

posteriornya terdapat crus sinistrum dari diafragma. Nervus vagus terdapat di anterior
dan posteriornya. Peralihan esofagus ke gaster berfungsi sebagai sphincter esofagus

bagian bawah. Makanan yang masuk akan tertahan sementara di sini dan sphincter ini
8
juga berguna untuk mencegah kembalinya isi gaster ke dalam esophagus.

 Pembuluh Darah


Suplai darah arteria untuk esofagus bagian atas, tengah dan bawah 
berturut-

turut oleh cabang dari arteria thyroidea inferior, arteria oesophagica, arteria

bronchialis dan cabang dari arteria gastric sinistra. Darah vena mengikuti arterinya

kecuali bagian tengah yang menuju vena azygos dan vena hemiazygos. Darah dari

bagian akhir esofagus akan mengalir ke vena portae hepatis melalui vena gastrica

sinistra. Plexus esofagus merupakan tempat penting untuk 
anastomosis antara


8
sistem vena azygos dan vena gastrica.

 Pembuluh Getah Bening


Pembuluh getah bening berjalan mengikuti perjalanan pembuluh darah 
dan

dapat menjadi jalan untuk penyebaran carcinoma esofagus menuju nodi


8

cervicales, nodi mediastinalis ( nodi juxtaoesophageales ) dan nodi coeliaci. 


 Persarafan Esofagus


Persarafan parasimpatis diurus oleh nervus vagus ( plexus esofagus ).


Persarafan simpatis oleh rami oesophagealis dari ganglia thoracica dan nervus
8
splanchnicus major.

ETIOLOGI & PATOFISIOLOGI

Meskipun kelainan ini sering dikaitkan dengan banyak kelainan kongenital

lainnya sehingga menunjukkan bahwa lesi ini timbul setelah adanya gangguan mayor

pada proses embriogenesis, penyebab pasti dari kelainan ini masih tidak diketahui.

Zat teratogen terlibat dalam terjadinya kelainan ini, tetapi hal ini belum dapat

dibuktikan hubungannya. Pada masa kehamilan 22-23 hari, esofagus dan trakea

terlihat seperti divertikulum usus. Perkembangan esofagus dan trakea menjadi

struktur yang tubuler terjadi pada minggu keempat dari perkembangan dan terbentuk

sempurna pada 34-36 hari. Meskipun terdapat beberapa teori embrionik yang

menjelaskan terbentuknya malformasi trakeoesofagus, tetapi tidak ada teori yang

dapat menjelaskan keseluruhan kelainan anatomi yang terjadi. Tingkat insiden pada

kejadian ini meningkat pada minggu keempat kehamilan dimana terjadi kerusakan

menyeluruh dari jaringan mesenchymal. 4

Beberapa teori menjelaskan bahwa masalah pada kelainan ini terletak pada

proses perkembangan esophagus. Trakea dan esophagus berasal dari perkembangan

embrio yang sama. Selama minggu keempat kehamilan, bagian mesodermal lateral

pada esophagus proksimal berkembang. Pembelahan foregut ini pada bagian tengah

memisahkan esophagus dari trakea pada hari ke- 26 masa gestasi. Kelainan dan

disinkronisasi mesenkim esophagus dan laju pertumbuhan epitel, keterlibatan sel

neural, serta pemisahan yang tidak sempurna dari septum trakeosofageal dihasilkan

dari gangguan proses apoptosis yang merupakan salah satu teori penyebab

embryogenesis atresia esophagus. Sebagai tambahan bahwa insufisiensi vaskuler,


faktor genetik, defisiensi vitamin, obat-obatan dan penggunaan alkohol serta

paparan virus dan bahan 
kimia juga berkontribusi pada perkembangan atresia

esophagus. Berdasarkan pada teori- teori tersebut, beberapa faktor muncul

menginduksi laju dan waktu pertumbuhan dan proliferasi sel pada proses embrionik

sebelumnya. Kejadian ini biasa terjadi sebelum 34 hari masa gestasi. Organ lainnya

seperti traktus intestinal, jantung, ginjal, ureter dan sistem muskuloskeletal, juga
2
berkembang pada waktu ini.

Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus sering ditemukan ketika bayi

memiliki kelainan kelahiran seperti :

 Trisomi 13, 18dan 21 


 Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia

duodenal, 
dan anus imperforata). 


 Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogi of Fallot, dan

patent 
ductus arteriosus). 


 Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau horseshoe
9
kidney, 
tidak adanya ginjal dan hipospadia). 


Atresia esofagus adalah kelainan yang terjadi pada awal gestasi (22 sampai 36


hari). Esofagus dan trakea berasal dari foregut primitive. Selama 4 sampai 5

minggu perkembangan embriologi , trakea terbentuk menjadi divertikulum ventral

dari pharynx primitive ( bagian caudal dari forgut ). Septum trakeoesofagus

terbentuk pada tempat dimana pembungkus trakeoesopagus longitudinal


bergabung ke arah garis tengah dan menyatu. Septum ini terbagi menjadi bagian

ventral ( tuba laringotrakheal ) dan bagian dorsal ( esofagus ). Atresia esofagus

terjadi jika septum trakeoesofagus deviasi ke posterior. Deviasi ini membuat

pemisahan esofagus dari saluran laringotrakea tidak komplit sehingga terjadi


2,3
fistula trakeoesofagus. 


3
Gambar 3. Patofisiologi Atresia Esofagus

Atresia esofagus ditandai oleh pembentukan esofagus yang tidak sempurna.

Karena terdapat diskontinuitas esofagus , bayi dengan atresia esofagus tidak dapat

menelan makanan maupun minuman yang diberikan padanya. Defek ini

menimbulkan pengeluaran air liur yang menetap, aspirasi atau regurgitasi makanan.

Atresia esofagus sering dihubungkan dengan fistula yang terletak antara trakea dan

esofagus. Fistula ini menyebabkan komplikasi tambahan sebagai akibat adanya

hubungan antara esofagus dan trakea. Ketika bayi dengan fistula trakeoesofagus

tegang, batuk atau menangis, udara masuk kedalam lambung melalui fistula.

Akibatnya, perut dan usus kecil berdilatasi yang akan mengangkat diafragma.

Keadaan ini akan membuat bayi kesulitan bernafas. Reflux makanan dan sekresi
lambung melalui fistula menuju trakeobronkus dan naik ke esofagus dapat juga

terjadi. Reflux ini dapat menyebabkan pneumonia dan atelektasis. Oleh karena itu,

pneumonia dan distress pernafasan merupakan komplikasi yang biasanya terjadi pada
2,3

fistula trakeoesofagus.

Pada atresia esofagus, kelainan juga terjadi pada trakea. Kelainan tersebut

terdiri atas defisiensi absolut cartilago trakea dan meningkatnya panjang muskulus

tranversus yang terletak di posterior dinding trakea. Pada kasus yang berat,

abnormalitas ini dapat menjadi tracheomalacia dengan kolaps trakea sekitar 1-2 cm
10
pada segmen sekitar fistula.

Klasifikasi original oleh Vogt pada tahun 1929 dan masih digunakan sampai

sekarang. Ladd ( 1944 ) dan Gross ( 1953 ) memodifikasi klasifikasinya, sementara

Kluth ( 1976 ) menerbitkan sebuah Atlas of Esophageal Atresia yang terdiri atas 10

tipe mayor, dengan masing-masing subtype berdasarkan pada klasifikasi Vogt yang

asli. Hal ini terlihat lebih mudah untuk menggambarkan kelainan anatomi dari atresia

esofagus tersebut. Adapun klasifikasi atresia esophagus menurut Vogt adalah sebagai
10
berikut :

 Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus distal ( 86%, Vogt 111b. Gross

C)


Ini merupakan jenis yang paling sering terjadi. Esofagus bagian proksimal

berdilatasi dan dinding muscular akan menebal dan berujung pada mediastinum

superior setinggi vertebra thoracis III sampai IV. Esofagus distal (Fistel), yang
mana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding posterior trakea setinggi carina

atau 1-2 cm diatasnya. Jarak antara esophagus proksimal yang buntu dan fistula

trakheaesofagus 
distal bervariasi mulai dari bagian yang berpapasan hingga


10
yang berjarak jauh. 


 Atresia esofagus terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogt 11, Gross A ) 


Esofagus distal dan proksimal benar-benar berakhir tanpa hubungan

dengan segmen esophagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan

biasanya berakhir setinggi mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II.

Esofagus distal sangat 
pendek dan berakhir pada jarak yang bervariasi
10
diatas diagframa. 


 Fistula trakeoesofagus tanpa atresia ( 4%, Gross E ) 


Terdapat hubungan fistula antara esophagus yang secara anatomi

cukup intak dengan trachea. Traktus yang mempunyai fistula seperti ini biasa

sangat tipis dengan diameter 3-5 mm dan umumnya berlokasi pada daerah

servikal paling bawah. 
Biasanya fistulanya hanya satu tapi pernah


10
ditemukan dua atau tiga fistula. 


 Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal (2%, Vogt III,

Gross B ) 


Kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis

terisolasi. 
Fistula bukan pada ujung distal esofagus tapi berlokasi 1-2 cm
10
diatas dinding depan 
esofagus. 

 Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal dan distal ( <1%,

Vogt 
IIIa, Gross D )


Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan

diterapi 
sebagai atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi

saluran pernapasan berulang. Jika fistula bagian proximal tidak teridentifikasi

sebelum operasi, diagnosisnya seharusnya dicurigai dari kebocoran gas banyak keluar
10
dari kantong atas selama membuat anastomosis dari esofagus.

DIAGNOSIS & MANIFESTASI KLINIS

Tanda pertama dari atresia esofagus pada fetus biasanya berupa

polyhidramnion pada ibu bayi, meskipun penyebab polyhidramnion luas termasuk

atresia usus halus, hernia diaphragmatica maupun lesi intrathoracal. Akan tetapi tidak

ditemukannya gelembung perut ( bubble stomach ) pada bayi masa gestasti 18

minggu dengan ibu yang polyhidramnion kemungkinan besar oleh karena atresia

esofagus. Secara keseluruhan sensifitas dari USG sekitar 42 %. Polihidraminon

sendiri merupakan indikasi yang lemah dari atresia esofagus (insiden 1%).

Polihidramnion merupakan keadaan dimana terdapat jumlah cairan amnion yang

sangat banyak. Tanda ini bukanlah diagnosa pasti, tetapi jika ditemukan harus

dipikirkan kemungkinan atresia esofagus. Cairan amnion secara normal mengalami

proses sirkulasi dengan cara ditelan, dikeluarkan melalui urine. Pada atresia esofagus

/fistula atresia esofagus, cairan amnion yang ditelan dikeluarkan kembali karena

menumpuknya cairan pada kantong esofagus sehingga meningkatkan jumlah cairan


amnion. Akhirnya terjadilah polihidramion. Pemeriksaan penunjang yang lain yang

dapat digunakan untuk meningkatkan keakuratan diagnosa ialah USG pada leher

janin untuk melihat kantong esofagus yang buntu di proximal dan untuk mengamati

proses menelan pada janon. Serta MRI dapat digunakan untuk membantu
3,10

diagnosa.

Secara umum atresia esofagus harus dicurigai pada pasien dengan :

 Kasus Ibu dengan Polyhidramnion 


 Jika kateter yang digunakan untuk resusitasi pada waktu lahir tidak bisa


dimasukkan ke dalam lambung 


 Jika bayi yang baru lahir timbul sesak nafas yang disertai sekresi mulut yang


berlebihan 


 Jika tersendak, sianosis, atau batuk pada waktu berupaya menelan makanan
2,9

karena aspirasi cairan ke dalam jalan nafas


Bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion dapat dites dengan nasogastric

tube 
yang dapat masuk sampai ke lambung setelah kelahiran untuk menyingkirkan

kemungkinan adanya atresia esofagus. Bayi dengan Atresia Esofagus tidak mampu

menelan saliva dan ditandai dengan saliva yang banyak, sering batuk dan

memerlukan suction berulang oleh karena atresia esofagus yang menyebabkan isinya

tertumpuk di bagian proximal esofagus. Pada Atresia Esofagus, kateter tidak bisa

lewat melebihi 9-10 cm dari hidung ke gaster. Rongent dada dan abdomen

memperlihatkan ujung kateter tertahan. Disuperior mediatinum (T2-4), sementara gas


pada perut & usus menunjukkan adanya fistula trakheoesofagus distal. Tidak adanya
1,3
gas gastro intestinal menunjukkan atresia esofagus yang terisolasi

Umumnya Atresia Esofagus mempunyai gambaran klinis terdapat banyak

gelembung mukus yang berbusa, dan putih di mulut bayi, serta kadang kadang pada

hidung. Bayi juga mengalami pernapasan yang tersedak disertai episode batuk dan

muntah serta sianosis. Episode ini biasanya bertambah berat pada saat janin di beri

ASI. Jika terdapat fistula pada trakeoesofagus maka akan tampak berkembang
6,11,19
distensi abdomen oleh karena adanya gas pada saluran pencernaan.

Gejala-gejala kelainan atresia esofagus ini bervariasi tergantung dari tipe

kelainan fistula trakeoesofagus yang ada. Pada bayi yang dengan hanya atresia,

diagnosis biasanya dibuat setelah kelahiran. Saliva tidak bisa terletak secara mengisi

mulut dan nostril kemudian mengalami regurgitasi. Bayi dengan fistula pada bagian

proksimal menghambat pernafasan, distress, dan sianosis selama makan. Pada bayi

dengan atresia dan fistula distula, saliva yang banyak dan regurgitasi muncul

bersamaan dengan sianosis dan pneumonia sekunder yang terjadi akibat refluks dari

isi lambung. Selain itu, udara biasanya masuk keperut, sehingga perut menjadi

timpani dan mungkin menjadi begitu kembung sehingga mengganggu pernapasan.

Jika kedua fistula proksimal dan distal ada, biasanya fistula proksimal yang

memberikan gejala. Tipe yang berikutnya merupakan tipe fistula trakeoesofagus

tanpa atresia atau fistula tipe-H, akan menimbulkan gejala batuk dan tersedak

sewaktu makan, pneumonia berulang dan distensi abdomen intermitten. Pada


beberapa kasus yang jarang, kelainan dapat diagnosis pada masa kanak-kanak.

Sedangkan pada pasien dewasa biasanya muncul dengan pneumonia rekuren dan
1,3
bronkiektasis

Pada neonatus dengan atresia esofagus atau tracheasofageal fistual, trachea juga akan

mengalami gangguan yang dikenali sebagai tracheomalacia. Tracheomalacia berarti

trakea menjadi lebih lunak dan rigiditasi lebih rendah dibanding normal.

Tracheomalacia ini mungkin bervariasi pada beberapa anak. Trahceaomalacia dapat

menyebabkan “barking cough”. Hal ini berpengaruh pada pertumbuhan. Terkadang


5
tracheomalacia lebih berat dan butuh penanganan tambahan

GAMBARAN RADIOLOGI

Terdapat beberapa pemeriksaan radiologi yang dapat menunjang diagnosis

atresia esofagus. :

Foto Thorax

Untuk mendiagnosis atresia esofagus maka dibutuhkan foto thorax

posteroanterior dan lateral dengan menampilkan tabung nasogastrik pada kantung


11
esofagus proximal.

Foto thoraks (Aspirasi pneumonia)

Gambar 4.Foto thoraks aspirasi pneumonia.11


Gambar di bawah ini menunjukkan atresia esofagus dengan tabung melingkar

di esofagus dan terdapat fistula trakeoesofagus karena terdapat udara di lambung dan

12
duodenum.

Gambar 5.Foto abdomen.12

Gambar di bawah ini menunjukkan atresia trakeoesofagus tipe H (kiri) dan atresia
13
esofagus tanpa udara dalam usus.

Gambar 6.Foto abdomen .13

Gambar di bawah ini menunjukkan sebuah tabung melingkar di daerah

proximal/ mid esofagus di mediastinum superior dan didiagnosis atresia esofagus.

Terdapat udara di loop usus sehingga menunjukkan fistula trakeoesofagus dengan


14
atresia esofagus.
Gambar 7.Foto abdomen (atresia esofagus) .14

2. Foto kontras

Gambar 8. Foto lateral dengan bahan kontras. Terlihat adanya fistula yang
mnghubungkan oesofagus dan trakea foto toraks dan abdomen akan menunjukkan
adanya gas pada lambung bila terdapat fistula trakeo-oesofagus. tidak adanya gas
pada lambung mengindikasikan adanya atresia oesofagus tanpa fistula. Endoskopi
43,44
trakea dan oesofagus dapat dilakukan untuk melihat adanya fistula .
Pemeriksaan ekokardiografi dapat dilakukan untuk mengesampingkan adanya
kelainan jantung dan untuk menentukan letak arkus aorta. Ultrasonografi renal
dilakukan pada bayi dengan anuria untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
42
agenesis ginjal bilateral .
Foto polos toraks dan abdomen bisa menunjukkan selang nasogastrik yang

melingkar di kantong atas esofagus (gambar 9). Jika atresia esofagus berkaitan

dengan fistula trakeoesofagus, akan tampak usus dan gaster yang terisi udara di

bagian bawah diafragma. Kadang, selang nasogastrik dapat menggulung di dalam

esofagus proksimal. Pada atresia esofagus tersendiri, gambaran foto usus dapat tanpa
27
gas.

Gambar 9 Lekukan selang nasogastrik di esofagus bagian


atas dan gelembung udara gaster mengonfirmasi fistula
trakeoesofagus

Pada foto polos, penandanya ialah pipa nasogastrik yang melingkar dalam

kantong retrotrakeal yang berisi udara. Kantong tersebut dapat menyebabkan

kompresi dan deviasi trakea. Gambaran abdomen tanpa gas menunjukkan atresia

esophagus tanpa stula esofagus atau atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus

proksimal. Gambaran gas dalam usus dapat terlihat pada 90% kasus (atresia esofagus

dengan fistula trakeoesofagus distal 82%, atresia esofagus dengan stula

trakeoesofagus distal dan proksimal 2%, dan atresia esofagus dengan fistula

trakeoesofagus distal tanpa atresia esofagus 6%). Aspirasi pneumonia tidak jarang

terjadi di lobus paru atas, terkait langsung baik karena fistula trakeoesofagus ataupun
karena peristaltik abnormal segmen esofagus yang lebih rendah dengan refluks
28
gastroesofageal.

Foto polos toraks frontal dan lateral dapat memperkirakan panjang kantong

dengan menunjukkan kateter atau pipa nasogastrik yang dimasukkan ke dalam

esofagus. Kelemahan utama modalitas radiografi ini adalah tidak mampu

menunjukkan distal esofagus pada kebanyakan kasus. Beberapa peneliti

merekomendasi gabungan dengan pemeriksaan endoskopi untuk memeriksa distal


27
esofagus, namun teknik ini bersifat invasif dengan resolusi rendah terutama pada
29
bronchoskopi kaku.

Foto Kontras

Foto dengan kontras dapat dilakukan dengan melewatkan kateter nomor 8 F

melalui hidung ke level atresia yang ditunjukkan dengan opasitas kontras untuk

mengkonfrmasi atresia esofagus dan fistula tracheoesfogeal proksimal, dan dapat

membantu menentukan sisi lengkung aorta terkena. Hanya diperlukan 1 sampai 2 mL

larutan barium. Pemeriksaan dilakukan pada posisi lateral dekubitus dengan kepala

sedikit lebih tinggi. Posisi ini memungkinkan untuk melihat dasar kantong dan lokasi

ventral fistula.

Dugaan fistula trakeoesofagus tanpa atresia esofagus pada bayi sebaiknya

diperiksa dengan level kepala sedikit rendah. Posisi prone dengan kepala lebih rendah

dibutuhkan untuk melihat jalannya saluran tersebut pada varian stula jenis H.

Komplikasi dapat terjadi selama pemeriksaan dan setelah koreksi bedah. Bahan
kontras kadang teraspirasi ke dalam paru. Barium bersifat inert tetapi dapat

menghasilkan gambaran opasitas berkepanjangan dalam parenkim paru. Jika barium

teraspirasi bersama isi lambung dapat mengakibatkan pneumonia aspirasi. Media

kontras hipertonik yang larut dalam air, seperti meglumine diatrizoate, tidak boleh

digunakan untuk mendiagnosis stula karena jika teraspirasi ke dalam paru, akan
28
menyebabkan pneumonitis kimia, kadang disertai dengan edema paru berat.

Menelan barium dimungkinkan jika pasien mampu duduk atau berdiri.


29
Kontras akan menunjukkan lesi pada 70% kasus. Situs, lebar, panjang dan arah

fistula trakeoesofagus dapat diidentifikasi (Gambar 10).

Gambar 10 Kontras barium menunjukkan esofagus


yang melebar dan stula trakeoesofagus dengan
gambaran kontras yang dihasilkan dari trakea dan
cabang bronkial

Pemeriksaan radiologik foto thoraks dilakukan dengan memasukkan sonde

lambung ke dalam esofagus, kalau perlu kateter diisi kontras non ionic. Penampakan

radiografi pada kasus atresia esofagus tergantung dari tipe atresia esofagus itu sendiri,

apakah terdapat fistula trakeoesfagus atau tidak beserta letak dari fistula itu sendiri.

Atresia esofagus sendiri terdapat beberapa tipe, berikut tipe dari atresia esofagus
19
tersebut beserta gambaran radiologisnya :

1. Atresia Esofagus dengan fistula trakeoesofagus pada bagian distal


Distensi gas pada bagian perut dan usus halus (disebabkan udara


melewati fistula kemungkinan akan ditemukan. Foto akan memperlihatkan

gambaran udara yang sedikit jika fistula okolusi. Sejumlah udara akan terlihat

pada esofagus, meskipun biasanya udara dalam esofagus pada neonatus dan
2,19
anak-anak normal, selain itu akan tampak gas pada abdomen. 


Gambar 11. Gambaran Atresia esofagus dengan fistula


trakeoesofagus di bagian distal. Tampak orogastric
tube di bagian proximal esophagus serta terlihat gas
15
pada usus di abdomen. 


Gambar 12. Pada gambaran thorax dan abdomen tampak

depan neonatus memperlihatkan saluran di kantung

proksimal pada pasien dengan AE ini. Adanya gas pada

bagian perut menunjukkan adanya fistula trakeoesofagus


15
distal. Kelainan ini yang paling sering terjadi. 


2. Atresia Esofagus Tanpa Fistula Trakeoesofagus


Dilatasi dari kantong proksimal esofagus yang berisi udara, akan



menyebabkan trakea maju ke bagian depan. Abdomen tidak akan

memperlihatkan penampakan gas. Kantung esofagus bagian bawah dapat


2,19
dilihat dengan menggunakan pemasukan barium dengan gastrostonomi 


Gambar 13. Gambaran Atresia esophagus tanpa


adanya fistula trakeoesofagus di bagian distal
maupun proximal esofagus. Tampak abdomen tidak
15
memperlihatkan gas sama sekali.

Gambar 14. Esophageal Atresia. Tampak ujung


kateter yang tidak mencapai abdomen, serta tidak
4
adanya gas yang tampak pada daerah abdomen.

Gambar 15. Pada pemeriksaan barium meal posisi


pronasi oblik menunjukkan aspirasi pada paru kanan
16
akibat adanya fistula trakeoesofagus proximal.
3. Atresia Esofagus dengan fistula trakeoesofagus pada bagian proximal


Pada gambaran radiografi, tanda-tandanya sama dengan yang didapatkan

pada atresia esofagus tanpa fistul. Pemeriksaan dengan menggunakan barium

mungkin akan mengalami kegagalan dalam pemeriksaan ini. Gambaran fistula

membutuhkan pemeriksaan videofluoroskopi selama pengisian pada kantung


2
proksimal.

4. Fistula Trakeoesofagus tanpa atresia esofagus ( H-Type )


Pneumonia rekuren mungkin akan terlihat, dengan bentuk pneumonia

secara umum. Penggambaran fistula sulit dilakukan. Sejumlah udara akan terlihat

pada esophagus. Pemeriksaan dengan kontras merupakan pemeriksaan pilihan

untuk diagnosis. Kontrak non-ionik merupakan pilihan kontras; dilusi barium

dapat digunakan sebagai kontras alternatif. Jika pasien diintubasi atau dengan foto

kontas menunjukkan trakea tanpa gambaran fistula, maka esofagram sebaiknya


2
dilakukan pada pasien ini.
Gambar 16. Foto Sebelah Kanan : Fistula trakeoesofagus tanpa atresia. Pada
pemeriksaan esofagogram menunjukkan adanya fistula ( tanda panah) dari bagian
anterior esofagus (e) menuju bagian posterior trakea (t). Foto Sebelah Kiri : H-Type
4,17
Fistula Trakeoesofagus.

CT-SCAN

Pemeriksaan CT-Scan sangat jarang dilakukan untuk mendiagnosa atresia

esofagus. Biasanya pemeriksaan ini digunakan pada pasien yang lebih dewasa.

Gambar CT-scan penampakan aksial sulit untuk diindefikasi; fistula kemungkinan

hanya terlihat sebagian, tidak nampak seluruhnya. Pemeriksaan CT penampakan

sagital selalu digunakan untuk mendiagnosis atresia esofagus pada neonatus secara

akurat. Metode ini dapat memperlihatkan gambar panjang esofagus, lengkap dengan

atresia, fistula dan batas-batasnya. Pemeriksaan ini jika dikombinasikan dengan

endoskopi akan lebih memberi keuntungan, sebagai tambahan untuk membantu


2
diagnosis atresia esofagus.

Gambar 17. Gambaran CT pada neonatus perempuan yang berumur 1 hari dengan
esophageal atresia. Pada gambaran CT helical tranversal menunjukkan adanya
distensi udara pada esofagus proksimal ( tanda panah ). Adanya volume yang
berkurang berhubungan dengan opasifikasi cairan yang menipis pada hemithorax
kanan, berdilatasi, esofagus distal yang terisi cairan yang menunjukkan aplasia yang
18
berdekatan pada paru paru kanan.

CT-Scan tidak biasanya digunakan dalam evaluasi atresia esofagus dan fistula

trakeoesofagus. Potongan axial pada CT-Scan dapat sulit untuk dinilai.Teknik

potongan sagital telah digunakan pada bayi baru lahir dan secara akurat mampu

mendiagnosis EA dan TEF. Metode ini memungkinkan untuk memvisualisasi seluruh


11
panjang esophagus disertai dengan atresia, fistula, dan gap length.

Gambar 18. CT-Scan bayi perempuan


berumur 1 tahun. 18

Pada gambar CT-scan tampak udara mengisi bagian proksimal dari esofagus

(tanda panah). Terdapat volume yang hilang di daerah hemitoraks kanan

menyebabkan dilatasi dan terisinya cairan pada distal esofagus, yang menyebabkan
18
aplasia dari paru kanan.


Banyak metode diagnostik invasif telah digunakan dan secara tradisional

bronchoskopi merupakan referensi standar. Namun, beberapa modalitas diagnostik


34
tidak sepenuhnya dapat diandalkan. Kateterisasi pada fistula trakeoesofagus tipe H
32
memiliki kelemahan karena invasif namun tingkat komplikasinya rendah. CT scan

beresolusi tinggi merupakan modalitas non-invasif alternatif dalam situasi klinis.

Berbeda dari bronchoskopi konvensional atau kateterisasi, CT scan tidak memerlukan


33
anestesi umum.

Peningkatan resolusi spasial dan temporal scanner generasi baru

meningkatkan kualitas hasil, sehingga memudahkan penilaian lesi kecil seperti stula
31
trakeoesofagus. Aspek teknik tertentu memungkinkan visualisasi stula tersebut,

seperti pemaparan udara ke trakea atau ke esofagus selama pemeriksaan. Manuver

tersebut bertujuan mengoptimalkan visualisasi stula yang dapat tertutup seluruhnya

atau sebagian oleh ap mukosa (gambar 9).

Pemeriksaan CT dengan 64 irisan pada bayi dengan dugaan stula

trakeoesofagus tipe H mencakup 2 tujuan, selain kon rmasi diagnosis, juga untuk

akurasi lokalisasi topogra lesi stula yang penting karena mempengaruhi pendekatan

bedah. Operasi dapat dengan insisi kecil di sisi kanan toraks yang dipandu dengan
32
hasil CT.

CT heliks dapat merekonstruksi 3 dimensi cabang tracheobronchial (gambar


33
10), tetapi laporan pada neonatus dan anak-anak masih terbatas. Ukuran kecil jalan

napas memberikan gambaran resolusi yang lemah, tetapi dapat dikompensasi dengan
31
memilih bidang pandang yang kecil.
Saat rekonstruksi bronchoskopi maya, gerakan jantung dan saluran pernafasan
33
menghasilkan artefak di dinding saluran nafas. Artefak ini tidak menjadi perhatian

khusus karena tidak mengganggu visualisasi lubang stula. Perbaikan kualitas gambar

potongan koronal dan sagital dapat membantu mengidenti kasi artefak tersebut.

Tempat masuk fistula letak rendah ke cabang tracheobronchial sangat


34
bervariasi, situs yang paling umum adalah 0,5-1 cm di atas carina. Meskipun jumlah

pasiennya terbatas, CT mungkin memiliki peran diagnostik pelengkap pada atresia

esofagus dan stula trakeoesofagus bawaan. Gambaran permukaan CT scan 3 dimensi

dapat memperjelas anomali anatomi yang kompleks bagi dokter bedah,


31
memungkinkan orientasi yang lebih baik sebelum operasi.

Gambar 19 Gambaran bronchoskopi pada fistula


trakeoesofagus besar (F = fistula)
Gambar 20 CT toraks dengan 64 irisan
A dan B: Bagian aksial dan koronal toraks menunjukkan stula (panah), perhatikan
distensi esofagus karena berhubungan dengan insu asi udara sehingga memperjelas
fistula

C: Bronchoskopi maya menunjukkan stula di dinding posterolateral kanan trakea
(panah)

Gambar 21 Neonatus perempuan preterm usia 4 hari dengan kesulitan menelan


A Gambaran permukaan anteroinferior 3 dimensi menunjukkan bagian proksimal
atresia esofagus (panah hitam) dan segmen distal timbul dari karina (panah putih)

B Gambaran eksternal posterior trakea yang menunjukkan lesi stula esofagus distal
pada dinding posterior carina

C Gambar bronchoscopic maya dari carina yang menunjukkan lubang stula (panah
tebal) dari ori cium posterior bronkus principalis (panah tipis)

USG

USG merupakan pemeriksaan yang tidak rutin dilakukan untuk mendiagnosis

atresia esofagus setelah kelahiran, akan tetapi dapat digunakan sebelum kelahiran.

Pada pemeriksaan ini ditemukan adanya gelembung udara pada perut fetus yang

dikombinasikan dengan polihidramnion pada ibu, yang mengarah ke diagnosis atresia

esofagus. Kecurigaan akan meningkat jika terdapat area anehoik pada bagian tengah

leher fetus, tanda ini membedakan atresia esofagus dengan penyakit-penyakit

gangguan menelan. Terdapatnya dilatasi kantung esofagus yang buntu pada

pemeriksaan ini dapat merujuk ke atresia esofagus. Tanda kantung ini telah
didapatkan secara langsung pada usia 26 minggu masa gestasi, tetapi onsetnya

diperkirakan paling cepat 22 minggu. Kemungkinan hubungan antara peningkatan

tranlusens nuchal didapatkan pada trimester pertama dan atresia esofagus telah

2
ditemukan

Gambar 22. Pada ultrasound sagittal sisi kiri


fetus menunjukkan jantung, polihidramion dan
tidak adanya gambaran lambung.19

Gambar 23. Ultrasound (potongan axial).21

Gambar 24. Ultrasound (potongan axial).21


MRI

Seperti pemeriksaan USG, MRI tidak disarankan untuk diagnosa atresia

esofagus pada bayi setelah kelahiran. Meskipun begitu, MRI memberikan gambar

esofagus dan sekitarnya pada posisi sagital dan karonal, dan resolusi kontrasnya lebih

baik dibandingkan CT-scan. MRI sangat jarang digunakan untuk menjelaskan lokasi

arkus aorta, tetapi sering digunakan untuk diagnosa molformasi congenital. Tidak

seperti USG, pemeriksaan MRI pada prenatal memberikan gambar lesi sekitar

esofagus dan hubungan dan hubungan anatomi. MRI pada fetus memberikan bukti

akurat untuk diagnosis atresia esofagus pada anak dengan resiko tinggi berdasarkan

penemuan USG. Akan tetapi, pemeriksaan MRI sulit untuk dilakukan pada kasus
2
polihidramnion karena kualitas gambar jelek

MRI tidak memiliki peran dalam mendiagnosis atresia esofagus dan TEF

ketika masa postnatal. Namun MRI mampu untuk melihat seluruh bagian esofagus

baik pada potongan sagital dan koroner serta resolusi kontrasnya lebih tinggi dari CT.

MRI jarang digunakan untuk menentukan lokasi arkus aorta, tetapi akhir-akhir ini
11
MRI digunakan untuk mendiagnosis kelainan kongenital pada masa prenatal.

Berikut gambaran MRI dari atresia esofagus, dimana terlihat cairan pada
21
kantung esofagus.

Gambar 25. MRI (Sagital T2). 21


Gambar 26. MRI (Sagital T2).21

Gambar 27. MRI (Axial T2) pada thoraks dan


abdomen.21

Gambar 28. MRI (Axial T2) pada thoraks dan


abdomen.21

Gambar 29. MRI (Coronal T2).21


MRI saat prenatal memungkinkan visualisasi seluruh lesi dan hubungan

anatominya (gambar 11). MRI fetus terbukti akurat menetapkan atau

mengesampingkan diagnosis prenatal atresia esofagus dengan atau tanpa fistula

trakeoesofagus pada bayi berisiko tinggi berdasarkan temuan ultrasonogra . Namun

MRI fetus tidak akurat pada kasus polyhydramnion. Penilaian MRI antenatal masih
41
terbatas dengan tingkat positif palsu hingga 64%.

Gambar 30 Citra T2 MRI axial dan sagittal tertimbang menunjukkan fistula antara
trakea dan esofagus (panah)

Endoskopi

Endoskopi adalah metode diagnostik terbaik, baik untuk pasien sadar maupun

tersedasi. Esophagoskopi dapat mendiagnosis fistula (gambar 29) dan tumor,

sekaligus untuk biopsi. Fistula trakeoesofagus berukuran kecil mungkin dapat

tertutup dalam lipatan esofagus, penggunaan metilen biru dapat membantu

menunjukkan lokasi tepat stula. Pada bronchoskopi, juga dapat dilakukan broncho-

alveolar lavage dan penggunaan antibiotik sebagai terapi target, terbukti


33
menunjukkan hasil lebih baik.
Gambar. 31

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

 Akalasia

Akalasia adalah suatu keadaan khas yang ditandai dengan peristaltisnya

corpus esofagus dan kegagalan relaksasi SEB saat menelan makanan. Gangguan ini

menyebabkan obstruksi fungsional pada gastroesophageal junction (GEJ) dan

selanjutnya akan timbul pelebaran esophagus. Keadaan ini akan menimbulkan gejala

dan komplikasi tergantung dari berat dan lamanya kelainan yang terjadi. Studi selama

ini mengenai penyebab akalasia akhirnya mengelompokkan akalasia menjadi dua

berdasarkan etiologinya, yaitu akalasia primer (idiopatik) dan akalasia sekunder.14

Gambar 32. Foto Akalasia.14


 Esophageal stricture


Ditandai dengan penyempitan lumen esofagus yang disebabkan

karena proses penyakit yang intrinsik dan ekstrinsik. Striktur esofagus kongenital

biasanya terlihat setelah bayi baru lahir dengan cara yang sama dengan esophageal
22
webs.

Gambar berikut merupakan foto esophagography yang memperlihatkan

mukosa yang ireguler dan ulserasi yang menyebabkan obstruksi dan dilatasi
14
proksimal esofagus.

Gambar 33.Foto Esophagography .14

Gambar berikut merupakan gambaran CT-scan dari esophageal stricture,

dimana terlihat perforasi iatrogenik esofagus setelah pemasangan baloon pada daerah
23
distal esofagus.
Gambar 34. CT-scan dari esophageal stricture .23

 Esophageal divertikulum


Menyerupai kantong atau karung yang berasal dari esofagus.Esofagus

divertikula dapat timbul pada waktu lahir tetapi lebih sering memberikan gejala

ketika masa dewasa. Gejalanya yaitu riwayat dysphagia, nyeri dada, muntah, kadang
22
pneumonia aspirasi.

Pada gambar berikut terlihat penonjolan dari lapisan mukosa dan submukosa

dari dinding posterior trianguler di antara bagian horizontal dan oblik dari muskulus
24
cricopharyngeus.

Gambar 35. Foto thorax, eophagography dan CT scan dari esophageal diverticulum.24
PENGOBATAN

Sekali diagnosis atresia esofagus dibuat, persiapan harus dibuat untuk koreksi

pembedahan. Orofaring dibersihkan, dan french tube di pasang untuk suction

kontinus dari kantung atas esofagus, kepala bayi harus elevasi. Cairan IntraVena

(10% dextrose) dapat diberikan, O2 digunakan sebagai kebutuhan untuk

pemeliharaan saturasi O2 normal. Pada janin dengan kegagalan respirasi, endotrakeal

intubasi harus dilakukan. Ventilasi bag-mask tidak dibutuhkan oleh karena dapat
3

menyebabkan distensi lambung akut yang membutuhkan gastrotomi emergensi.

Jika diduga terjadi spesis atau infeksi pulmonal, antibiotik spekrum luas

(seperti ampicilin+gentamicyn) harus diberikan. Beberapa sumber

merekomendasikan memulai antibiotik intra vera secara empiris karena peningkatan


3

resiko aspirasi. Bayi harus dipindahkan ke senter tersier yang memiliki NICU.

Sebelum pembedahan, bayi dievaluasi untuk mengetahui abnormal kongenital

yang lain. Foto thoraks dapat mengevaluasi abnormalitas skeletal, malformasi

kordiovaskular, pneumonia dan lengkung aorta kanan. Foto abdomen bertujuan

mengevaluasi abnormalitas skeletal, obstruksi intestinal dan malrotasi. Foto thoraks

dan abdomen biasanya sudah mencukupi, penggunaan kontras tidak terlaku sering

dibutuhkan untuk mengevaluasi atresia esofagus. Echocardiogram dan renal


3
ultrasonogram mungkin dapat membantu.
Gastrotomi untuk dekompresi lambung digunakan pada pasien dengan

pnemonia signifikan atau atelektasis untuk mencegah refluk isi lambung melewati

fistel dan menuju trakea. Bayi yang sehat tanpa komplikasi pulmonal atau anomali

mayor yang lain biasanya menjalani perbaikan primer pada beberapa hari kehidupan,
3
rata-rata harapan hidup pada pasien kelompok ini hampir 100%. 


Pembedahan ditunda pada bayi dengan berat badan lahir rendah, pneumonia

atau anomali mayor yang lain. Bayi prematur dengan BBLR dan bayi dengan

malformasi mayor yang bersamaan diterapi dengan nutrisi parenteral, gastrotomi dan

suction kantong atau sampai mereka dapat dioperasi. Rata-rata harapan hidup

keluarga ini antara 80-95% anomali jantung khususnya merupakan penyebab


3
kematian pada kasus yang lebih kompleks.

Gambar 36. Tampak esofagus anak yang telah menjalani operasi perbaikan dari
26
atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus.

PROGNOSIS

Tahun 1962, Waterson dkk membuat klasifikasi bayi yang lahir dengan

Atresia Esofagus menjadi 3 grup " dengan harapan hidup yang berbeda" Klasifikasi
menurut BB lahir, kelainan lain yang berhubungan & adanya pneumonia :

 Grup A : 
> 5 1⁄2 lb (1800 – 2500 gr ) dan baik


 Grup B : 1. BB Lahir 4-5 (1800-2500 gr) & baik


2. BB lahir >tinggi, pneumonia moderat & kelainan congenital

 
Grup C : 
1. BB lahir < 4 lb (1800gr)


2. BB lahir > tinggi & pneumonia berat & kelainan kongenital

berat.

Klasifikasi ini merujuk pada 113 kasus yang ditangani dari RS Great Ormond

Street dari 1951-1959. 38 bayi di grup A, hampir semua selamat (95%) hanya 2 yang

tidak. Dari 43 bayi di grup B, 29 selamat (68%) sementara hanya 2 bayi dari 32 yang

slamat di grup C.10

Selama 40 tahun telah terjadi peningkatan angka survival rate berkaitan

dengan diagnosis dan terapi pada kelainan lain yang berhubungan. Kemajuan di

bidang tekhnik anastesi dan intensive care bagi neonatus cukup memuaskan.

Klasifikasi Waterson berdasarkan 357 bayi dengan atresia esofagus yang dirawat di

Rumah sakit dari 1980- 1992 :

 
 Grup A. 153 dari 154 selamat (99%)

 Grup B. 72 dari 76 selamat (95% )

 Grup C. 101 dari 142 selamat (71%)


Jelaslah bahwa sistem klasifikasi berdasarkan resiko baru diperlukan sesuai era

yang sudah modern. Klasifikasi berdasarkan resiko, baru meliputi berat badan lahir

dan malfomasi jantung yang bertanggung jawab pada sebagian besar kematian.
Kalsifikasi menurut Spitz terhadap keselamatan pada Atresia Esofagus :

 Grup I : BB lahir > 1500 gr tanpa kelainan jantung mayor (utama)

 Grup II : BB lahir < 1500 atau dengan kelainan jantung mayor

 GrupIII : BB lahir < 1500 + kelainan jantung mayor

Kelainan jantung mayor didefinisikan sebagai kelainan jantung kongenital

sianotik yang memerlukan terapi paliatif atau lebih atau kelainan jantung kongenital

cyanotic yang memerlukan bedah untuk gagal jantung. Berdasarkan klasifikasi

Scheme, angka keselamatan di grup I 96 %, grup II 59 % dan grup III 22 % pada

tahun 1980, tetapi sudah meningkat menjadi 98 %, 82% dan 58 % pada saat ini.

Penelitian dari montreal mengidentifikasikan hanya preoperative yang tergantung


10
ventilator dan kelainan penyerta yang berat dengan prognosis signifikan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Nelson EW. Nelson textbook of pediatrics. Ed.18. Edited by Robert M. Kliegman,


Hal B. Jenson, Richard E. Behrman and Bonita F. Stanton. Saunders Elsevier.
Amerika Serikat. 2007. Chapter 315 Page 1541 & Chapter 316 Page 1543-1544. 

2. Kronemer Keith A. and Warwick AS. Imaging in esophageal atresia and
tracheosophageal fistula. (Online) Updated 25 May 2011. Available from URL :
http://emedicine.medscape.com/article/414368-overview 


3. Clark, Dwayne C. Esophagealatresia and tracheosophageal fistula. Available from


URL : http://www.aafp.org/afp/910/html 


4. Bambini DA. Tracheoesophageal fistula and esophageal atresia. Pediatric surgery.


th
1 Edition .USA: Landes Bioscience; 2000. p.318-323. 

5. Hardy, Maryann And Stephen Boynes. Paediatric radiography. Blackwell Science.
University of Bradford. Australia. 2003. Page 109-110. 

6. University Of Michigan Health System, Departement Of Surgery. Esophageal atresia.
AvailablefromURL:http://surgery.med.umich.edu/pediatric/clinical/patient_content/a
m/esophageal_atresia_patient.shtml 

7. Barksdale, Edward M in Basil J. Zitelli and Holly W. Davis. Atlas of pediatric
physical diagnosis fifth edition. Elvesier Health. Philadelphia. 2007. Chapter 2 Page
28 & Chapter 7 Page 623-628. 

8. Putz, R. and R. Pabst, Atlas anatomi manusia sobotta jilid 2. ECG. Indonesia.

2007. Hal. 104. 

9. Wibowo, Daniel S. dan Widjaja Paryana. Anatomi tubuh manusia. Graha Ilmu.

Indoneisa. 2009. Hal. 324-325. 

10. Lucile Packard Children’s fistula Hospital. Tracheosophageal and esophageal

atresia. Stanford University of Medicine. California. Available from URL :

http://www.lpch.org/DiseaseHealthInfo/HealthLibrary/digest/tracheo.html 

11. Spitz, Lewis. Oesophageal atresia. Orphanet Journal of Rare Disease. Bio Med
Central. 11 May 2007.
12. Kronemer KA. Imaging in esophageal atresia and tracheoesophageal fistula[online].
2011 [cited on 2011 Nov 8]. Available from:
URL:http://emedicine.medscape.com/article/414368-overview#a01
th
13. Haller JO, Slovis TL, Joshi A. Abdominal imaging. Pediatric radiology.3 Edition.
New York: Springer; 2005. p.105.
14. Hardy M, Boynes S. Radiographic technique for the abdomen and related anatomy.
th
Pediatric radiography.1 Edition. USA: Blackwell Science; 2003. p.122. 

th
15. Chan MS, Wong KT, Yuen EH. Paediatric. Case studies in medical imaging.1
Edition. New York: Cambridge; 2006. p.271,430.
16. Devos, A.S. and J.G.Blickmann. Radiological imaging of the digestive tract in infants
and children. Springer. Netherland. 2008. Page 86-87. 

17. Tamay, Zeynep dkk. A congenital proximal tracheoesophageal fistula 14 years after
surgical repair of esophageal atresia with distal tracheoesophageal fistula. The
Turkish Jurnal of Pediatrics. 2008. 

18. American Journal of Roentgenology. Esophageal atresia. United States. Available
from URL :http://www.ajronline.org/cgi/content/full/181/5/1391/FIG6 

19. Callahan MJ, Taylor GA. CT of the pediatric esophagus. American journal of
roentgenology. Available from:
URL:http://www.ajronline.org/content/181/5/1391/F6.expansion.html
20. Rasad, Sjahriar. Radiologi diagnostik FKUI. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009.
Page 405.
21. Imaging Consult. Atresia esophageal. Available from URL :
http://imaging.consult.com/image/case/dx/Obstetrics%20and%20Gynecology?
title=Atresia,%20Esophageal&image=fig1&locator=gr1&pii=S1933-
0332(08)70523-8
22. Werner H, Fazecas T. Esophageal atresia[online]. 2011 [cited on 2011 Nov 9].
Available from: URL:http://www.sonoworld.com/fetus/page.aspx?id=2217
23. Scott DA. Esophageal atresia/tracheoesophageal fistula overview [online]. 2011
[cited on 2011 Nov 8]. Available from:
URL:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK5192/?report=printable
24. Young CA, Menias CO, Bhalla S et al. CT features of esophageal
emergencies[online]. 2011 [cited on 2011 Nov 14]. Available from:
URL:http://radiographics.rsna.org/content/28/6/1541/F22.expansion
25. Demos TC, Posniak HV, Nagamine W et al. Esophagus I : anatomy, function, hiatus
hernia, esophagitis[online]. 2011 [cited on 2011 Nov 14]. Available from:
URL:http://www.radiologyassistant.nl/en/472458f15c55a#a473c026321a0 a 

26. Javors, Bruce R. and Ellen L. Wolf. Radiology of the postoperative GI tract.
Springer-Verlang. New York. 2003. Page 71 

27. Javors, Bruce R. and Ellen L. Wolf. Radiology of the postoperative GI tract.
Springer-Verlang. New York. 2003. Page 71 

28. Nagaraj HS. Bronchoscopy in newborns. In: Puri P, ed. Newborn surgery, 1st ed.
Oxford, United Kingdom: Butterworth-Heinemann, 1996:221–3. 

29. Dahnert W: Radiology review manual. 2nd ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1993:
507-8,540-1. 

30. Caffarena PE, Mattioli G, Bisio G, Martucciello G, Ivani G, Jasonni V. Long-gap
esophageal atresia: a combined endoscopic and radiologic evaluation. Eur J Pediatr
Surg 1994;4:67–9. 

31. Gopal M, Woodward M. Potential hazards of contrast study diagnosis of esophageal
atresia. J Pediatr Surg 2007;42:E9–10. 

32. Ca arena PE, Mattioli G, Bisio G, Martucciello G, Ivani G, Jasonni V. Long-gap
esophageal atresia: a combined endoscopic and radiologic evaluation. Eur J Pediatr
Surg 1994;4:67–9. 

33. McLennan MK, Margolis M: Radiology rounds. Canadian Family Physician 1995;
41575-84. 

34. Couraud L, Ballester ML, Delaisement C. Acquired tracheoesophageal stula and its
management. Semin Thorac Cardiovasc Surg 1998; 8: 392–9. 

35. Couraud L, Ballester ML, Delaisement C. Acquired tracheoesophageal stula and its
management. Semin Thorac Cardiovasc Surg 1998; 8: 392–9. 

36. Ng J, Antao B, Bartram J, Raghavan A, Shawis R. Diagnostic di culties in the
management of H-type tracheoesophageal stula. Acta Radiol. 2006;47:801-5. 

37. Blanco-Rodriguez G, Penchyna-Grub J, Trujillo-Ponce A, Nava-Ocampo AA.
Preoperative catheterization of H-type tracheoesophageal stula to facilitate its
localization and surgical 
correction. Eur J Pediatr Surg. 2006;16:14-7. 

38. Ou P, Seror E, Layouss W. De nitive diagnosis and surgical planning of H-type
tracheoesophageal stula in a critically ill neonate: First experience using air distension
of the esophagus 
during high-resolution computed tomography acquisition. J
Thorac Cardiovasc Surg 2007;133:1116-7. 

39. Fitoz S, Atasoy C, Yagmurlu A, Akyar S, Erden A, Dindar H. Threedimensional CT
of congenital esophageal atresia and distal tracheoesophageal stula in neonates:
preliminary results. AJR 
Am J Roentgenol. 2000;175:1403-7. 

40. Crabbe DC. Isolated tracheo-oesophageal stula. Paediatr Respir Rev. 2003;4:74-8.
41. Konen E, Katz M, Rozenman J, Ben-Shlush A, Itzchak Y, Szeinberg A. Virtual
bronchoscopy in children: early clinical experience. AJR 1998;171:1699–702. 

Cudmore RE. Oesophageal atresia and tracheooesophageal stula. In: Lister J, Irving
IM, eds. Neonatal surgery, 3rd ed. London: Butterworths, 1990:231–59 

42. Levine D. Magnetic resonance imaging in prenatal diagnosis. Curr Opin Pediatr
2001;13:572–8. 

43. Neonatal Handbook Editorial Board, 2005, Tracheo-Oesophageal Fistula And
Oesophageal Atresia, http://www.netsvic.org.

44. The Children's Hospital at Westmead, 2003, Oesophageal Atresia And/Or Tracheo-
Oesophageal Fistula, http://www.chw.edu.
45. UCL Institute of Child Health, 2005, Oesophageal atresia & tracheo-oesophageal
fistula, http://www.ich.ucl.ac.uk.
46. Al – Quran dan Terjemahan, Departement negara RI, 2012., penerbit diponegoro,

Bandung

47. Kasir ibnu , 2002, Tafsir Ibnu Kasir, jilid 3, Tafsir Al Surah Al-An’am Ayat 17, Al-

Baqarah Ayat 195, Al-Qoshosh Ayat 77, Ar Ra'du Ayat 11,Dat Toyibah, Riyadh

TINJAUAN PUSTAKA

You might also like