Professional Documents
Culture Documents
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik
serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Referat Riwayat Alamiah Penyakit dan
Five Level of Prevention pada kepaniteraan ilmu kedokteran komunitas Universitas YARSI.
Kami mengucapkan terimakasih kepada dr. Dian Mardhiyah, MKK selaku pembimbing
di kepaniteraan Kedokteran Komunitas. Serta kami ucapkan terimakasih kepada Orang tua dan
keluarga yang terus memberikan dukungan moril dan imoril sehingga kami dapat menyelesaikan
Referat dengan baik.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu semua
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan ini.
Semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Penulis
1
BAB I
Pendahuluan
Kesehatan telah menjadi kebutuhan utama bagi setiap manusia di dunia dalam
menjalankan aktivitas hidup. Berdasarkan pengertiannya bahwa keadaan sehat merupakan
kondisi dimana seorang, sejahtera secara fisik, mental dan sosial yang memungkinkan hidup
produktif secara sosial dan ekonomi. Artinya apabila salah satu dari ketiga unsur tersebut tidak
dalam kondisi yang baik (dengan kata lain sehat) maka akan timbul suatu masalah atau gangguan
kesehatan. Hal ini akan sangat merugikan penderita karena akan menurunkan produktifitas
terhadap kehidupan pribadi dan negaranya. Dengan demikian perlu adanya suatu usaha-usaha
untuk meningkatkan derajat kesehatan.
Pada bidang epidemiologi lebih fokus pada pencegahan dan pengendalian penyakit bukan
pada teknik pengobatan sekunder dan tersier yang ada dalam ilmu pengobatan tradisional.
Pengertian pencegahan secara umum adalah mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum
terhadinya penyakit. Dalam mengambil langkah-langkah pencegahan, harus berdasarkan data
atau keterangan yang bersumber dari hasil analisis epidemiologi. Pencegahan penyakit
berkembang secara terus menerus dan pencegahan tidak hanya ditujukan pada penyakit infeksi
saja, tetapi pencegahan penyakit non-infeksi. Bahkan pada saat ini pencegahan dilakukan pada
fenomena non-penyakit seperti pencegahan terhadap ledakan penduduk dengan program
keluarga berencana.
Usaha pencegahan penyakit secara umum dikenal berbagai strategi pelaksanaan yang
tergantung pada jenis, sasaran serta tingkat pencegahan. Dalam strategi penerapan ilmu
kesehatan masyarakat dengan prinsip tingkat pencegahan seperti tersebut di atas, sasaran
kegiatan diutamakan pada peningkatan derajat kesehatan individu dan masyarakat, perlindungan
terhadap ancaman dan gangguan kesehatan, penanganan dan pengurangan gangguan serta
masalah kesehatan, serta usaha rehabilisasi lingkungan.
2
BAB II
Tinjauan Pustaka
3
Riwayat alamiah suatu penyakit adalah perkembangan penyakit tanpa campur tangan
medis atau bentuk intervensi lainnya sehingga suatu penyakit berlangsung secara natural.
Riwayat alamiah penyakit perlu dipelajari. Pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit sama
pentingnya dengan kausa penyakit untuk upaya pencegahan dan pengendalian penyakit. Dengan
mengetahui perilaku dan karakteristik masing-masing penyakit maka bisa dikembangkan
intervensi yang tepat untuk mengidentifikasi maupun mengatasi problem penyakit tersebut.
4
Gambar 2. Riwayat Alamiah Penyakit
Perjalanan penyakit dimulai dengan terpaparnya individu sebagai penjamu yang rentan
(suseptibel) oleh agen kausal. Paparan (exposure) adalah kontak atau kedekatan (proximity)
dengan sumber agen penyakit. Konsep paparan berlaku untuk penyakit infeksi maupun non-
infeksi. Contoh, paparan virus hepatitis B (HBV) dapat menginduksi terjadinya hepatitis B,
paparan stres terus-menerus dapat menginduksi terjadinya neurosis, paparan radiasi menginduksi
terjadinya mutasi DNA dan menyebabkan kanker, dan sebagainya. Arti “induksi” itu sendiri
merupakan aksi yang mempengaruhi terjadinya tahap awal suatu hasil, dalam hal ini
mempengaruhi awal terjadinya proses patologis. Jika terdapat tempat penempelan (attachment)
dan jalan masuk sel (cell entry) yang tepat maka paparan agen infeksi dapat menyebabkan invasi
agen infeksi dan terjadi infeksi. Agen infeksi melakukan multiplikasi yang mendorong terjadinya
proses perubahan patologis, tanpa penjamu menyadarinya.
5
Periode waktu sejak infeksi hingga terdeteksinya infeksi melalui tes laboratorium atau
skrining disebut “window period”. Dalam “window period” individu telah terinfeksi, sehingga
dapat menularkan penyakit, meskipun infeksi tersebut belum terdeteksi oleh tes laboratorium.
Implikasinya, tes laboratorium hendaknya tidak dilakukan selama “window period”, sebab
infeksi tidak akan terdeteksi. Contoh, antibodi HIV (human immuno-deficiency virus) hanya
akan muncul 3 minggu hingga 6 bulan setelah infeksi. Jika tes HIV dilakukan dalam “window
period”, maka sebagian besar orang tidak akan menunjukkan hasil positif, sebab dalam tubuhnya
belum diproduksi antibodi.
Karena itu tes HIV hendaknya ditunda hingga paling sedikit 12 minggu (3 bulan) sejak
waktu perkiraan paparan. Jika seorang telah terpapar oleh virus tetapi hasil tes negatif, maka
perlu dipertimbangkan tes ulang 6 bulan kemudian. Selanjutnya berlangsung proses promosi
pada tahap preklinis, yaitu keadaan patologis yang ireversibel dan asimtomatis ditingkatkan
derajatnya menjadi keadaan dengan manifestasi klinis. Melalui proses promosi agen kausal akan
meningkatkan aktivitasnya, masuk dalam formasi tubuh, menyebabkan transformasi sel atau
disfungsi sel, sehingga penyakit menunjukkan tanda dan gejala klinis. Dewasa ini telah
dikembangkan sejumlah tes skrining atau tes laboratorium untuk mendeteksi keberadaan tahap
preklinis penyakit.
Waktu sejak penyakit terdeteksi oleh skrining hingga timbul manifestasi klinik, disebut
“sojourn time”, atau detectable preclinical period. Makin panjang sojourn time, makin berguna
melakukan skrining, sebab makin panjang tenggang waktu untuk melakukan pengobatan dini
(prompt treatment) agar proses patologis tidak termanifestasi klinis. Kofaktor yang mempercepat
progresi menuju penyakit secara klinis pada sojourn time (detectable preclinical period) disebut
akselerator atau progresor. Waktu yang diperlukan mulai dari paparan agen kausal hingga
timbulnya manifestasi klinis disebut masa inkubasi (penyakit infeksi) atau masa laten (penyakit
kronis). Pada fase ini penyakit belum menampakkan tanda dan gejala klinis, disebut penyakit
subklinis (asimtomatis). Masa inkubasi bisa berlangsung dalam hitungan detik pada reaksi toksik
atau hipersentivitas. Contoh, gejala kolera timbul beberapa jam hingga 2-3 hari sejak paparan
dengan Vibrio cholera yang toksigenik. Pada penyakit kronis masa inkubasi (masa laten) bisa
berlangsung sampai beberapa dekade. Kovariat yang berperan dalam masa laten (masa inkubasi),
yakni faktor yang meningkatkan risiko terjadinya penyakit secara klinis, disebut faktor risiko.
6
Sebaliknya, faktor yang menurunkan risiko terjadinya penyakit secara klinis disebut
faktor protektif. Selanjutnya terjadi inisiasi penyakit klinis. Pada saat ini mulai timbul tanda
(sign) dan gejala (symptom) penyakit secara klinis, dan penjamu yang mengalami manifestasi
klinis disebut kasus klinis. Gejala klinis paling awal disebut gejala prodromal. Selama tahap
klinis, manifestasi klinis akan diekspresikan hingga terjadi hasil akhir atau resolusi penyakit,
baik sembuh, remisi, perubahan beratnya penyakit, komplikasi, rekurens, relaps, sekuelae,
disfungsi sisa, cacat, atau kematian.
Periode waktu untuk mengekspresikan penyakit klinis hingga terjadi hasil akhir penyakit
disebut durasi penyakit. Kovariat yang mempengaruhi progresi ke arah hasil akhir penyakit,
disebut faktor prognostik. Penyakit penyerta yang mempengaruhi fungsi individu, akibat
penyakit, kelangsungan hidup, alias prognosis penyakit, disebut ko-morbiditas. Contoh, TB
dapat menjadi ko-morbiditas HIV atau AIDS yang meningkatkan risiko kematian karena AIDS
pada wanita dengan HIV/AIDS.
1. Untuk diagnostik : masa inkubasi dapat dipakai pedoman penentuan jenis penyakit, misal
dalam KLB (Kejadian Luar Biasa)
2. Untuk Pencegahan : dengan mengetahui rantai perjalanan penyakit dapat dengan mudah
dicari titik potong yang penting dalam upaya pencegahan penyakit.
3. Untuk terapi : terapi biasanya diarahkan ke fase paling awal. Pada tahap perjalanan awal
penyakit, adalah waktu yang tepat untuk pemberian terapi, lebih awal terapi akan lebih baik
hasil yang diharapkan.
7
Pada tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini
masih diluar tubuh manusia, dalam arti bibit penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum
masuk kedalam tubuh pejamu. Pada keadaan ini belum ditemukan adanya tanda – tanda penyakit
dan daya tahan tubuh pejamu masih kuat dan dapat menolak penyakit. Keadaan ini disebut sehat.
Jika interaksi Host, Agent dan Environment berubah → Host jadi lebih rentan atau Agent jadi
lebih virulen → Agent masuk ke Host (memasuki tahap patogenesis). Contoh kolesterol LDL
(low density lipoprotein) yang tinggi meningkatkan kemungkinan kejadian penyakit jantung
koroner (PJK), kebiasaan merokok meningkatkan probabilitas kejadian Ca paru, dan sebagainya.
2. Tahap Patogenesa
8
yang datang berobat umumnya tidak memerlukan perawatan, karena penyakit masih
dapat diatasi dengan berobat jalan.
Tahap penyakit dini ini sering menjadi masalah besar dalam kesehatan masyarakat,
terutama jika tingkat pendidikan penduduk rendah, karena tubuh masih kuat mereka tidak
datang berobat, yang akan mendatangkan masalah lanjutan, yaitu telah parahnya penyakit
yang di derita, sehingga saat datang berobat sering talah terlambat.
Apabila penyakit makin bertambah hebat, penyakit masuk dalam tahap penyakit lanjut. Pada
tahap ini penderita telah tidak dapat lagi melakukan pekerjaan dan jika datang berobat, umumnya
telah memerlukan perawatan.
9
Meninggal dunia : terhentinya perjalanan penyakit disini, bukan karena sembuh, tetapi
karena pejamu meninggal dunia. Keadaan seperti ini bukanlah tujuan dari setiap tindakan
kedokteran dan keperawatan.
Suatu penyakit (menular) tidak hanya selesai setelah membuat sesorang sakit, tetapi
cenderung untuk menyebar. Setelah menyelesaikan riwayatnya pada suatu rangkaian kejadian
sehingga seorang jatuh sakit, pada saat yang sama penyakit bersama kumannya dapat berpindah
dan menyebar kepada orang lain atau masyarakat. Dalam proses perjalanan penyakit, kuman
memulai aksinya dengan memasuki pintu masuk (portal of entry) calon penderita baru dan
kemudian jika ingin berpindah ke penderita baru lainnya akan keluar melalui pintu tertentu pula
(portal of exit).
Kuman penyakit tidak masuk atau keluar begitu saja tetapi harus melalui “pintu” tubuh
tertentu sesuai dengan jenis penyakit, misalnya : kulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan
atau saluran kemih. Ada yang masuk melalui mulut (oral) dan keluar melalui dubur (saluran
pencernaan) seperti cacingan. tetapi ada juga yang masuk melalui kulit dan keluar melalui dubur
seperti cacing ankylostoma. Pengetahuan mengenai jalan masuk ini penting untuk epidemiologi
karena pengetahuan itu dapatr dilakukan pencegahan perjalanan kuman masuk kedalam tubuh
manusia. Cacing yang masuk mulut dapat dicegah dengan upaya cuci tangan sebelum makan.
Pengetahuan mengenai jalan keluar bermanfaat untuk menemukan kuman itu untuk tujuan
indentifikasi atau diagnostik. Misalnya kuman TBC keluar melalui batuk atau dahak maka
penemuan kuman TBC dilakukan dengan pemeriksaan dahak.
Karakteristik Agen
Pada epidemiologi penyakit infeksi, individu yang terpapar belum tentu terinfeksi. Hanya
jika agen kausal penyakit infeksi terpapar pada individu lalu memasuki tubuh dan sel (cell entry),
lalu melakukan multiplikasi dan maturasi, dan menimbulkan perubahan patologis yang dapat
dideteksi secara laboratoris atau terwujud secara klinis, maka individu tersebut dikatakan
mengalami infeksi.
10
Pada riwayat alamiah penyakit infeksi, proses terjadinya infeksi, penyakit klinis, maupun
kematian dari suatu penyakit tergantung dari berbagai determinan, baik intrinsik maupun
ekstrinsik, yang mempengaruhi penjamu maupun agen kausal. Tergantung tingkat kerentanan
(atau imunitas), individu sebagai penjamu yang terpapar oleh agen kausal dapat tetap sehat, atau
mengalami infeksi (jika penyakit infeksi) dan mengalami perubahan patologi yang ireversibel.
Ukuran yang menunjukkan kemampuan agen penyakit untuk mempengaruhi riwayat alamiah
penyakit sebagai berikut: (1) infektivitas, (2) patogenesitas, dan (3) virulensi.
1. Infektivitas : kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan terjadinya infeksi. Dihitung dari
jumlah individu yang terinfeksi dibagi dengan jumlah individu yang terpapar.
2. Patogenesitas : kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan penyakit klinis. Dihitung dari
jumlah kasus klinis dibagi dengan jumlah individu yang terinfeksi.
Fenomena Gunung Es
11
Gambar 3. Fenomena gunung es
Upaya Pencegahan
Pencegahan adalah mengambil suatu tindakan yang diambil terlebih dahulu sebelum kejadian,
dengan didasarkan pada data atau keterangan yang bersumber dari hasil analisis epidemiologi
atau hasil pengamatan atau penelitian epidemiologi. Pencegahan merupakan komponen yang
paling penting karena berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung untuk kesehatan.
Konsep pencegahan adalah suatu bentuk upaya sosial untuk promosi, melindungi, dan
mempertahankan kesehatan pada suatu populasi tertentu.
Salah satu kegunaan riwayat alamiah penyakit adalah untuk melakukan upaya pencegahan,
antara lain :
12
f. Istirahat cukup
g. Olah raga teratur
4. Tertiary Prevention
a. Mencegah penyakit agar tidak bertambah parah
b. Mencegah: kematian, kecacatan
c. Rehabilitasi: fisik, mental, sosial
13
Misalnya melakukan pendidikan
Specific protection kesehatan, imunisasi, kontrol
lingkungan/sanitasi
Secondary prevention (pencegahan
Early diagnosis and promp
kedua) berupa screening, pemberian
treatment
pengobatan sejak dini
Patogenesis Disability limitation Tertiary prevention (pencegahan
tingkat ketiga/pasca-sakit) misalnya
rehabilitasi
Rehabilitation
Pada tingkat ini dilakukan tindakan umum untuk menjaga keseimbangan proses bibit penyakit-
pejamu-lingkungan, sehingga dapat menguntungkan manusia dengan cara meningkatkan daya
tahan tubuh dan memperbaiki lingkungan. Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat.
Contoh :
Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air bersih, pembuangan
sampah, pembuangan tinja dan limbah.
14
2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu (general and
specific protection)
Merupakan tindakan yang masih dimaksudkan untuk mencegah penyakit, menghentikan proses
interaksi bibit penyakit-pejamu-lingkungan dalam tahap prepatogenesis, tetapi sudah terarah
pada penyakit tertentu. Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat tetapi memiliki risiko
terkena penyakit tertentu.
Contoh :
Memberikan immunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah penyakit dengan
adanya kegiatan Pekan Imunisasi Nasional (PIN)
Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat umum maupun tempat kerja dengan
menggunakan alat perlindungan diri.
3. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (early
diagnosis and prompt treatment)
Contoh :
15
Pada ibu hamil yang sudah terdapat tanda – tanda anemia diberikan tablet Fe dan
dianjurkan untuk makan makanan yang mengandung zat besi.
Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan penderita penyakit menular
(contact person) untuk diawasi agar bila penyakitnya timbul dapat segera diberikan
pengobatan.
Merupakan tindakan penatalaksanaan terapi yang adekuat pada pasien dengan penyakit yang
telah lanjut untuk mencegah penyakit menjadi lebih berat, menyembuhkan pasien, serta
mengurangi kemungkinan terjadinya kecacatan yang akan timbul.
Contoh :
Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh dan tak terjadi
komplikasi, misalnya menggunakan tongkat untuk kaki yang cacat
Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan dengan cara tidak melakukan gerakan –
gerakan yang berat atau gerakan yang dipaksakan pada kaki yang cacat.
Contoh :
16
Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi dengan mengikutsertakan masyarakat.
Misalnya, lembaga untuk rehabilitasi mantan PSK, mantan pemakai NAPZA dan lain-
lain.
Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutan yang harus tetap dilakukan seseorang setelah ia
sembuh dari suatu penyakit.
BAB IV
KESIMPULAN
17
umum dikenal berbagai strategi pelaksanaan yang tergantung pada jenis, sasaran serta tingkat
pencegahan
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan akan sesuai dengan perkembangan patologis
penyakit itu dari waktu ke waktu, sehingga upaya pencegahan itu di bagi atas berbagai tingkat
sesuai dengan perjalanan penyakit.
Penanggulangan penyakit menular (control) adalah upaya untuk menekan peristiwa
penyakit menular dalam masyarakat serendah mungkin sehingga tidak merupakan gangguan
kesehatan bagi masyarakat tersebut. Penanggulangan penyakit menular dapat pula dikelompokan
pada tiga kelompok sesuai dengan sasaran utamanya yang meliputi: sasaran langsung melawan
sumber penularan atau reservoir, sasaran ditunjukan pada cara penularan penyakit, dan sasaran
yang ditunjukan terhadap pejamu dengan menurunkan kepekaan pejamu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Azwar, Azrul. 1997. Pengantar Epidemiologi. Edisi Revisi. Binarupa Aksara. Jakarta.
2. Budiarto, Eko A, Dewi. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. EGC. Jakarta.
3. M.N. Buston. 1997. Pengantar Epidemiologi. Rineka Cipta. Jakarta.
4. M.N Buston. 1997. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta. Jakarta.
5. Noor Nasri N. 1997. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Rineka Cipta. Jakarta.
18
6. Noor Nasri N. 1997. Dasar Epidemiologi. Rineka Cipta. Jakarta.
7. Timmreck, Thomas C, dkk. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar Edisi 2. EGC. Jakarta.
19