Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang telah lama
menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Sejak tahun 1993, penyakit ini telah
dideklarasikan sebagai Global Health Emergency oleh World Health Organization
(WHO). Sekitar 6 juta orang setiap tahunnnya meninggal karena HIV/AIDS, TB dan
malaria, dan kira-kira 2 jutanya meninggal karena TB. TB bisa diobati, tetapi
membunuh 5000 orang setiap harinya. Jika dibiarkan saja tanpa pengobatan, dalam 20
tahun kedepan TB akan membunuh lebih kurang 35 juta orang.
Satu dari sepuluh orang yang terinfeksi TB basiler akan menjadi TB aktif. TB
penyakit menular yang menularkan melalui udara, dan setiap tahunnya akan menular
ke 10-15 orang .
Berdasarkan data WHO tahun 2017 Indonesia menduduki peringkat ke 3
tertinggi penderita TB. Dari data P2P 2016, Jawa barat merupakan provinsi tertinggi
dengan kasus TB paru, sedangkan provinsi Riau masuk 15 besar di Indonesia, dengan
jumlah temuan kasus 5.737 penderi TB paru. Dan menurut data RISKESDAS terbaru
2013 penyakit TB paru ditanyakan pada responden untuk kurun waktu ≤1 tahun
berdasarkan diagnosis yang ditegakkan oleh tenaga kesehatan melalui pemeriksaan
dahak, foto toraks atau keduanya. Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis
TB paru oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0.4 persen. Lima provinsi dengan
TB paru tertinggi adalah Jawa Barat (0.7%), Papua (0.6%), DKI Jakarta (0.6%),
Gorontalo (0.5%), Banten (0.4%) dan Papua Barat (0.4%). Sedangkan Riau memiliki
prevalensi 0.1% penderita yang terdiagnosis TB paru.
Berdasarkan data Puskesmas Duri kota pada tahun 2017 terdapat 1011 orang
yang melakukan pengecekan dahak untuk pemeriksaan BTA suspect TB Paru. Dari
jumlah tersebut terdapat 84 orang yang hasil pemeriksaan BTA positif. Berdasarkan
data yang diterima, sasaran pemeriksaan sputum BTA di Puskesmas Duri Kota
sebanyak 2180 orang dengan total jumlah penduduk 136.076 orang, 75 % target yang
harus dicapai yaitu 1635 orang memeriksakan dahaknya ke puskesmas setiap
tahunnya. Sehingga pada tahun 2017 persentase yang didapat 61,8%. Dari data
Tersebut, Penulis ingin melakukan upaya peningkatan penjaringan suspect TB paru di
kelurahan Babussalam, Air Jamban, dan Duri timur yang merupakan wilayah kerja
1
UPT PKM Duri kota untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat penyakit TB
Paru.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. 2 EPIDEMIOLOGI
Sekitar 6 juta orang setiap tahunnnya meninggal karena HIV/AIDS, TB dan
malaria, dan kira-kira 2 jutanya meninggal karena TB. TB bisa diobati, tetapi
membunuh 5000 orang setiap harinya. Jika dibiarkan saja tanpa pengobatan, dalam 20
tahun kedepan TB akan membunuh lebih kurang 35 juta orang.
Berdasarkan data WHO tahun 2017 Indonesia menduduki peringkat ke 3
tertinggi penderita TB. Dari data P2P 2016, Jawa barat merupakan provinsi tertinggi
dengan kasus TB paru, sedangkan provinsi Riau masuk 15 besar di Indonesia, dengan
jumlah temuan kasus 5.737 penderi TB paru. Dan menurut data RISKESDAS terbaru
2013 penyakit TB paru ditanyakan pada responden untuk kurun waktu ≤1 tahun
berdasarkan diagnosis yang ditegakkan oleh tenaga kesehatan melalui pemeriksaan
dahak, foto toraks atau keduanya. Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis
TB paru oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0.4 persen. Lima provinsi dengan
TB paru tertinggi adalah Jawa Barat (0.7%), Papua (0.6%), DKI Jakarta (0.6%),
Gorontalo (0.5%), Banten (0.4%) dan Papua Barat (0.4%). Sedangkan Riau memiliki
prevalensi 0.1% penderita yang terdiagnosis TB paru.
3
4
2.1.3 ETIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis termasuk bakteri gram positif dan berbentuk
batang. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam pada
pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis sehingga
disebut sebagai basil tahan asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis cepat mati
dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan
5
lembab.Kuman dapat dormant atau tertidur sampai beberapa tahun dalam jaringan
tubuh.
Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu
batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada
suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut
terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam
tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari
paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau
penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang
penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin
tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila
hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberculosis di tentukan oleh konsentrasi
droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III)
Secara klinis, tuberkulosis dapat terjadi melalui infeksi primer dan pasca
primer. Infeksi primer terjadi saat seseorang terkena kuman tuberkulosis untuk
pertama kalinya. Setelah terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, di dalam alveoli
(gelembung paru) terjadi peradangan. Hal ini disebabkan oleh kuman tuberkulosis
yang berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru. Waktu terjadinya infeksi
hingga pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu. Kelanjutan infeksi
primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan respon daya tahan tubuh
dapat menghentikan perkembangan kuman TB dengan cara menyelubungi kuman
dengan jaringan pengikat. Ada beberapa kuman yang menetap sebagai “persister”
atau “dormant”, sehingga daya tahan tubuh tidak dapat menghentikan
perkembangbiakan kuman, akibatnya yang bersangkutan akan menjadi penderita
tuberkulosis dalam beberapa bulan. Pada infeksi primer ini biasanya menjadi abses
(terselubung) dan berlangsung tanpa gejala, hanya batuk dan nafas berbunyi. Tetapi
pada orang-orang dengan sistem imun lemah dapat timbul radang paru hebat, ciri-
cirinya batuk kronik dan bersifat sangat menular. Infeksi pasca primer terjadi setelah
beberapa bulan atau tahun setelah infeksi primer. Ciri khas tuberkulosis pasca primer
adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya efusi pleura(Dongoran, 2012).
6
Risiko terinfeksi tuberkulosis sebagian besar adalah faktor risiko eksternal,
terutama adalah faktor lingkungan seperti rumah tak sehat, pemukiman padat dan
kumuh. Sedangkan risiko menjadi sakit tuberkulosis, sebagian besar adalah
faktorinternal dalam tubuh penderita sendiri yang disebabkan oleh terganggunya
sistem kekebalan dalam tubuh penderita seperti kurang gizi, infeksi HIV/AIDS, dan
pengobatan dengan immunosupresan(Dongoran, 2012).
Penderita tuberkulosis paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh
(BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan
dengan kasus kambuh.Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan obat antituberkulosis
(OAT) tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simtomatis. Resistensi
terhadap OAT terjadi umumnya karena penderita yang menggunakan obat tidak sesuai
atau patuh dengan jadwal atau dosisnya. Resistensi ini menyebabkan jenis obat yang
biasa dipakai sesuai pedoman pengobatan tidak lagi dapat membunuh kuman
(Dongoran, 2012).
2.1.4 KLASIFIKASI
Klasifikasi tuberculosis menurut Kementrian RI tahun 2014 :
1. Klasifikasi tuberkulosis berdasarkan organ tubuh yang terkena:
o Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput pleura) dan kelenjar
pada hilus.
o Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu :
o Tuberkulosis paru BTA positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif
1 atau lebih specimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA
7
negative dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika
non OAT.
4. Tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe pasien yaitu (Kemenkes RI, 2014) :
o Kasus baru
Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu)
o Kasus kambuh (Relaps)
Pasien tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
o Kasus setelah putus berobat (Default)
8
Pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
o Kasus setelah gagal (failure)
Pasien yang hasil pemeriksaan dahkanya tetap positif.
2.1.5 PATOGENESIS
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB.Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapatmencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB
dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman
akanbereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang
biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni
kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limferegional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus
primer.Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer
terletak di lobus parubawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah
kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan
antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran
limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi
TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12
minggu.Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah
10,yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi
9
terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya
kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi.Hal tersebut
ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu
timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin.Selama masa inkubasi, uji tuberculin
masih negatif.Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap
TB telah terbentuk.Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi
baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti.Namun,
sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler
telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera
dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga
akanmengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi
dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru
dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi
nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui
bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe
hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi,
akanmembesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat
terganggu.Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat
menyebabkan ateletaksis.Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan
dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB
endobronkial atau membentuk fistula.Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi
komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis,
yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen.Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer.Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh
10
tubuh.Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai
penyakit sistemik.
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di
seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru
atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan
membentuk kolonikuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi
pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi
pertumbuhannya olehimunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk
dormant.Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi
berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi.Fokus potensial di apkes paru disebut
sebagai Fokus SIMON. Bertahun tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu
menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ
terkait, misalnya meningitis,TB tulang, dan lain-lain.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah
besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh.Hal ini
dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang
disebut TB diseminata.TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi
infeksi.Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang
beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.Tuberkulosis diseminata terjadi
karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB,
misalnya pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic
spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui
cara iniakan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari
gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed).
Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang
secara histologi merupakan granuloma.Bentuk penyebaran hematogen yang jarang
terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu
fokus perkijuan menyebar ke saluran vaskuler di dekatnya, sehingga sejumlah kuman
11
TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran
tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini
dapat terjadi secara berulang.
2.1.6 DIAGNOSIS
1. Anamnesa
Gejala umum (Sistemik)
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan
demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul sehingga pasien
merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam, penurunan nafsu
makan dan berat badan, perasaan tidak enak (malaise), dan lemah.
Gejala respiratori (Khas)
Gejala respiratori pada TB paru antara lain batuk-batuk selama
lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Sifat batuk dimulai dari
batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Gejala yang lain berupa sesak
napas, yang ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya
sudah meliputi setengah bagian paru-paru. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi
gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napas sehingga
timbul sensasi nyeri dada.
Pada TB ekstra paru, gejala yang timbul tergantung dari organ
tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan
suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak. Kalau ada cairan
dirongga pleura, dapat disertai dengan keluhan sakit dada. Bila mengenai
tulang, menyebabkan nyeri dan pembengkakan bagian yang sakit dan
bilamengenai tulang belakang dapat menyebabkan paraplegia.Kerusakan
pada tulang ini pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara
pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. Jika
bakteri M.tuberculosis masuk ke saluran pencernaan, dapat menyebabkan
nyeri perut dan sembelit, bahkan sampai menyebabkan obstruksi usus
besar. Pada anak-anak dapat mengenai lapisan pembungkus otak dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam
12
tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. Pada penderita
usia anak-anak apabila tidak menimbulkan gejala, maka TB dapat
terdeteksi jika diketahui adanya kontak dengan penderita TB dewasa.
Sekitar 30-50% anak-anak yang terjadi kontak dengan penderita TB paru
dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan –
5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TB paru dewasa dengan
BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
serologi/darah.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada paru ditemukan tanda-tanda infiltrat (redup, bronkial, ronki basah)
Tanda-tanda penarikan paru, diafragma, mediastinum
Sekret di saluran napas dan ronki
Suara napas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung
dengan bronkus
Pembesaran kelenjar pada limfadenitis TB
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan LED yang normal atau
meningkat dan limfositosis.
Pemeriksaan serologi :
Tes PAP (peroksidase anti peroksida)
Prinsip dasar uji PAP adalah menemukan adanya antibodi IgG yang
spesifik terhadap antigen M.tuberculosae . hasil uji PAP dinyatakan
patologis bila pada titer 1:10.000 didapatkan hasil uji PAP positif.
Uji Mycodot
Deteksi antibodi memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan
pada alat yang berbentuk sisir kemudian dicelupkan dalam serum
pasien. Bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka
warna sisir akan berubah.
ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)
Deteksi respon humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam
berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1
mikroorganisme dalam spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya
resistensi.
Pemeriksaan sputum
13
Pemeriksaan sputum berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.Pemeriksaan
sputum untuk penegakkan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang
berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). Interpretasi hasil
pemeriksaan sputum :
o Mikroskopik positif
- 3 x positif
- 2 x positif, 1 x negatif
-1 x positif, 2 x negatif ulang BTA 3 x, bila hasil 1 x positif, 2 x
negatif
o Mikroskopik negatif
- 3 x negatif
- 1 x positif, 2 x negatif ulang BTA 3 x, bila hasil 3 x negatif
Pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara BACTEC (Becton
Dickinson Diagnostic Instrument System) , dengan cara mendeteksi
growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam
lemak oleh M.tuberculosis. kuman sudah dapat terdeteksi dalam 7-10
hari.
14
Tes tuberkulin
Tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D.
(Purified Protein Derivative) intrakutan dengan kekuatan 5 T.U. tes
tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang sedang atau pernah
mengalami infeksi M.tuberculosis, vaksinasi BCG atau Mycobacteria
lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah
48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi
kemerahan, interpretasi hasilnya :
- Indurasi 0-5 mm Mantoux negatif = golongan no sensitivity
- Indurasi 6-9 mm meragukan = golongan low sensitivity
- Indurasi 10-15 mm Mantoux positif = golongan normal sensitivity
- Indurasi >15 mm Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity
Pemeriksaan radiologi
Standar pemeriksaan radiologi pada tuberkulosis adalah foto toraks PA
dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB yaitu :
o Bayangan lesi terletak dilapangan atas paru atau segmen apikal
lobus bawah
o Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
o Adanya kavitas, tunggal atau ganda
o Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru
o Adanya kalsifikasi
o Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
o Bayangan milier
2.1.7 TATALAKSANA
15
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT(PDPI, 2011).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif selama 2 bulan dan
tahap lanjutan selama 4 bulan.Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
2minggu.Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan(PDPI, 2011).
Jenis, sifat, dan dosis OAT
Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)
Harian 3xseminggu
16
o Pasien TB ekstra paru
yang berat
Kategori 2 o Pasien kambuh o 2HRZES/HRZE/
o Pasien gagal
5H3R3E3
o Pasien default o 2HRZES/ HRZE/ 5HRE
Hasil pengobatan TB
Sembuh
Bila hasil hasil pem ulang dahak (follow up) paling sedikit 2 kali berturut-turut
negatif, salah satu diantaranya haruslah pemeriksaan pada akhir pengobatan.
Pengobatan Lengkap
Penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap, tapi tidak ada
pemeriksaan ulang dahak, khususnya pada akhir pengobatan.
Gagal
- Pasien yang pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali positif pada
akhir bulan ke-5 atau lebih selama pengobatan.
- Pasien yang pemeriksaan dahaknya negatif dan foto toraks positif menjadi
dahak positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.
Kategori 1
Kategori 2
17
18
2.1.8 KOMPLIKASI
Penyakit tuberkulosis bila tidak ditangani dengan tepat akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi terbagi atas :
19
a. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis
b. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas SOFT (sindrom obstruksi pasca
tuberkulosis), kerusakan parenkim berat SOPT/fibrosis paru, kor
pulmonal, karsinoma paru, ARDS.
a. Dengan perantara benda atau barang yang kotor (ada kumannya), biasanya
air, makanan dan susu segar. Penyakit-penyakit yang ditularkan dengan
cara ini antara lain ialah kolera dan disentri.
20
Jika diketahui cara bagaimana penyakit itu menular, maka dapat dijalankan
usaha-usaha yang jitu untuk menghilangkan sumber infeksi, dan memutuskan rantai
penularan penyakit. Dengan demikian Puskesmas dapat banyak sekali mengurangi
kejadian (incidence) penyakit menular.
Dari penyakit-penyakit diatas, pada keadaan tidak ada wabah secara rutin
hanya yang termasuk kelompok 1 dan kelompok 2 yang perlu dilaporkan secara
mingguan, sementara untuk penyakit kelompok 3 dan 4 secara rutin dilaporkan
bulanan.
21
menular. Prioritas penyakit menular yang akan ditanggulangi adalah Malaria, demam
berdarah dengue, diare, polio, filaria, kusta, tuberkulosis paru, HIV/AIDS,
pneumonia, dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Uraian
tugas umum untuk koordinator unit pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
yaitu menyusun perencanaan dan evaluasi kegiatan di unit P2M, mengkoordinir dan
berperan aktif terhadap kegiatan di unitnya, dan ikut serta aktif mencegah dan
mengawasi terjadinya peningkatan kasus penyakit menular serta menindaklanjuti
terjadinya KLB. Banyak sekali upaya yang dilakukan oleh puskesmas untuk
memberantas penyakit menular, setelah puskemas bekerja, kinerja P2M puskesmas
langsung dilaporkan kepada kepala dinas kesehatan daerah tingkat II.
Ruang Lingkup Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular yaitu
Surveilans epidemiologi, Imunisasi, TBC, Malaria, Kusta, DBD, Penanggulangan
KLB, H.ISPA/Pnemonia, Filariasis, Diare, Rabies/Gigitan Hewan Penular Rabies
(HPR), Kesehatan Matra (Haji dan P. Bencana), Frambusia, Leptospirosis,
HIV/AIDS.
Kegiatan pokok pemberantasan penyakit menular oleh puskesmas terdiri dari
pencegahan dan penanggulangan faktor risiko, peningkatan imunisasi, penemuan dan
tatalaksana penderita, Peningkatan surveilens epidemiologi dan penanggulangan
wabah, serta Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan
pemberantasan penyakit.
Selain kunjungan penderita ke puskesmas, puskesmas harus berperan aktif
dalam penemuan dan kunjungan terhadap penderita. Penemuan dan tatalaksana
penderita terdiri atas upaya bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan penemuan
dan tatalaksana penderita, serta meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian
penyakit untuk melaksanakan program penemuan dan tatalaksana penderita. Di dalam
upaya penemuan dan tatalaksana penderita dibutuhkan kerjasama antara masyarakat
dan puskesmas untuk saling bekerjasama sehingga dapat memabangun status
kesehatan pada masyarakat yang optimal dengan pemberantasan penyakit menular,
sebagai contoh seperti kasus TBC yang membutuhkan peran penting puskesmas.
Apabila pasien berhenti dalam masa pengobatan akibat halangan tertentu atau lalainya
pasien dalam kunjungan ke puskesmas untuk kontrol, maka puskesmas harus aktif
mengunjungi rumah penderita, sebab apabila pasien tersebut berhenti minum obat,
maka upaya pemberantasan TBC dikatakan gagal dan pasien harus mengulang tahap
pengobatan mulai dari awal. Serta apabila pasien terus-terusan memberhentikan
22
pengobatan di tengah-tangah masa pengobatan, maka akan terjadi resistensi dan hal
ini dapat menyebabkan kemungkinan penyebaran penyakit semakin besar. Itulah
sebabnya, puskesmas terdekat harus mengunjungi rumah pasien agar dapat
menjangkau pasien dan menyukseskan upaya P2M.
Surveilans epidemilogi penyakit menular juga merupakan salah satu upaya
pemberantasan penyakit menular yang penting, karena dengan surveilans
epidemiologi penyakit menular, puskesmas dapat mengetahui penyebaran dan
hubungannya dengan faktor risiko, surveilans epidemiologi ini dapat mendukung
pemberantasan penyakit menular dari data yang didapat oleh puskesmas itu sendiri.
Di dalam KEPMENKES RI NOMOR 1479/MENKES/SK/X/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit
Tidak Menular Terpadu, dinyatakan bahwa prioritas surveilans penyakit yang perlu
dikembangkan adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, penyakit yang
potensial menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa, penyakit menular dan
keracunan, demam berdarah dan demam berdarah dengue, malaria, penyakit-penyakit
zoonosis antara lain antraks, rabies, leptospirosis, filariasis serta tuberkulosis, diare,
tipus perut, kecacingan dan penyakit perut lainnya, kusta, frambusia, penyakit
HIV/AIDS, penyakit menular seksual, pneumonia, termasuk penyakit pneumonia akut
berat (severe acute respiratory syndrome), hipertensi, stroke dan penyakit jantung
koroner, diabetes mellitus, neoplasma, penyakit paru obstuksi menahun, gangguan
mental dan gangguan kesehatan akibat kecelakaan. Salah satu ruang lingkup
penyelenggaran surveilans terpadu penyakit yaitu surveilans terpadu penyakit
bersumber data Puskesmas, jenis penyakit menular yang termasuk di dalam surveilans
terpadu penyakit berbasis puskesmas meliputi kolera, tifus perut klinis, TBC paru
BTA (+), tersangka TBC paru, kusta PB, Kusta MB, campak, difteri, batuk rejan,
tetanus, hepatitis klinis, malaria klinis, malaria vivax, malaria falsifarum, malaria mix,
demam berdarah dengue, pneumonia, sifilis, gonorrhe, frambusia, filariasis, dan
influenza. Data-data surveilans terpadu penyakit didapatkan dari data harian
pelayanan yang disusun dalam sistem perekaman data puskesmas. Masing-masing
unit surveilans di Puskemas memiliki peran khusus dalam penyelenggaraan
Surveilans Terpadu Penyakit. Peran tersebut diformulasikan sebagai kegiatan teknis
surveilans yang saling mempengaruhi kinerja antara yang satu dengan unit surveilans
yang lain dalam jejaring surveilans. Peran puskesmas dalam STP penyakit menular
yaitu:
23
a. Pengumpulan dan pengolahan data
c. Umpan Balik
d. Laporan
24
data STP Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan jenis
penyakit dan variabelnya.
25
Tingkat lanjut ditemukan mycobacterium dalam dahak,gejala klinis: batuk,
terkadang darah dalam dahak, demam, BB menurun.
Penderita TB paru yang ditemukan baik pada kunjungan dalam gedung maupun
luar gedung puskesmas harus dicatat dan dialporkan
Penyuluhan kesehatan
26
BAB III
METODE KEGIATAN
Populasi
Sampel
Kriteria inklusi
27
Kriteria eksklusi
o Tidak kooperatif.
o Menolak kegiatan.
Penyuluhan
Untuk upaya meningkatkan penjaringan suspek TB Paru di
kelurahan Babussalam, Air jamban dan Duri Timur yang
merupakan wilayah kerja UPT PKM Duri Kota,maka diberikan
penyuluhan tentang TB Paru. Adapun beberapa materi yang
disampaikan :
1. Definisi dan penyebab TB Paru
2. Bagaimana cara penularan TB paru
3. Bahaya yang dapat disebabkan oleh TB Paru
4. Cara pencegahan dan pengobatan TB Paru
Pengambilan Sputum
1. Hari / Tangga : Rabu, 24 Januari 2018
Waktu : 09.30-11.30 WIB
Tempat : Kelurahan Air Jamban
Sampel : Dahak
Jumlah Sampel: 20 Sampel
BAB IV
HASIL
29
4.1.2 Luas Wilayah
Luas Wilayah kerja UPT Puskesmas Duri Kota Kecamatan Mandau ± 12.576
km² yang terdiri dari dua desa dan 8 kelurahan.
Wilayah kerja UPT Puskesmas Duri Kota Kecamatan Mandau merupakan daerah
dataran rendah ,dengan batas batas wilayah sebagai berikut :
Jumlah penduduk di wilayah UPT Puskesmas Duri Kota Kecamatan Mandau Tahun
2015 sebanyak 136.074 dengan angka kepadatan penduduk rata-rata 10.73/km².
Jumlah penduduk jenis kelamin wanita sebanyak 65.225 ( 47.93% ) jiwa dan
penduduk laki-laki sebanyak 70.851 (50.06%) yang terbagi atas beberapa kelompok ,
yaitu :
30
4.3.1 Fasilitas Kesehatan
UPT Puskesmas Duri Kota Kecamatan Mandau merupakan Puskesmas rawat jalan,
yang melaksanakan program upaya kesehatan masyarakat (UKM) maupun upaya
kesehatan perseorangan (UKP). Untuk lebih jelasnya distribusi pelayanan kesehatan
yang ada di wilayah UPT Kesehatan Puskesmas Kecamatan Mandau.
Tabel 2.Distribusi fasilitas kesehatan di wilayah kerja UPT Puskesmas Duri Kota
Kecamatan Mandau Tahun 2016
5. Ambulance 3 buah
31
4.3.2 Sumber Daya Manusia
Untuk upaya peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan, maka tenaga
kesehatan yang ada di UPT Kesehatan Puskesmas Kecamatan Mandau harus memadai
jumlahnya.
3. Apoteker 1 Orang
13 SD 1Orang
Jumlah 42 Orang
32
4.4 Data Kesehatan Masyarakat
Data Posyandu di wilayah kerja UPTD Kesehatan Puskesmas Mandau adalah sebagai
berikut :
1. Air Jamban 18
2. Balik Alam 6
3. Babussalam 7
4. Talang Mandi 15
5. Harapan Baru 3
6. Duri Barat 8
7. Duri Timur 5
8. Gajah Sakti 9
9. Batang Serosa 3
Jumlah 77
33
TB Paru. Antusias warga dengan informasi yang disampaikan bisa terlihat dari
banyaknnya dan bervariasinya pertanyaan yang diajukan.
Berdasarkan data Puskesmas Duri kota pada tahun 2017 terdapat 1011 orang
yang melakukan pengecekan dahak untuk pemeriksaan BTA suspect TB Paru. Dari
jumlah tersebut terdapat 84 orang yang hasil pemeriksaan BTA positif. Berdasarkan
data yang diterima, sasaran pemeriksaan sputum BTA di Puskesmas Duri Kota
sebanyak 2180 orang dengan total jumlah penduduk 136.076 orang, 75 % target yang
harus dicapai yaitu 1635 orang memeriksakan dahaknya ke puskesmas setiap
tahunnya.
Kelurahan Positif
Air Jamban 34
Babusalam 8
Duri Timur 6
Duri Barat 8
Balik Alam 6
Batang Serosa 3
Gajah Sakti 6
Talang Mandi 8
HB 3
34
BB 2
Tabel 5 Prevalensi kasus TB Paru pada subjek dari pemeriksaan sputum BTA
Variabel Perempuan Laki-laki Jumlah
n Presentase N Presentase N Presentase
BTA Negatif 16 53.3% 14 46.7% 30 100%
BTA Positif 0 0% 0 0% 0 0%
Jumlah 16 53.3% 14 46.7% 30 100%
35
Berdasarkan tabel 6 terdapat karakteristik subjek berdasarkan jenis kelamin,
sehingga dapat dilihat subjek terdiri dari 14 orang laki-laki dengan presentase 46.7%
dan 16 orang perempuan dengan presentase 53.3%, yang berasal dari 3 kelurahan
yang berbeda dengan jumlah prevalensi 33.3% setiap kelurahannya.
36
BAB V
DISKUSI
Dari hasil yang didapat, penulis melaporkan bahwa dibulan Januari didapatkan
117 orang yang melakukan pemeriksaan sputum BTA, sedangkan dibulan Februari
sampai tanggal 20 tercatat 37 orang yang memeriksaan dahaknya. Dari hasil tersebut
masih dibutuhkan peningkatan penjaringan untuk mencapai target 75 % pertahunnya.
5.2 Penyuluhan
37
Penyuluhan tersebut juga disisipkan informasi untuk melakukan pengecekan
dahak yang merupakan deteksi dini dari TB Paru, dimana karena banyaknya
masyarakat yang mengalami TB Paru dan mudahnya penularan penyakit TB Paru
masyarakat dihimbau agar lebih kooperatif bila seandainya tenaga kesehatan
menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan dahak dikemudian hari. Dan dikarenakan
informasi yang disampaikan masyarakat memahami tentang pentingnya pemeriksaan
dahak tersebut agar penyakit segera terdeteksi dan mencegah penularan terutama
kepada keluarga terdekat.
38
BAB VI
6.1 KESIMPULAN
6.2 SARAN
a. Sebaiknya penjaringan ini dilakukan secara rutin dan berkala, oleh tenaga
kesehatan yang berwenang, agar dikemudian hari dapat memenuhi
pencapaian target.
b. Sebaiknya dilakukan lagi pendekatan secara personal kepada masyarakat-
masyarakat yang masih susah untuk di rangkul dalam program kesehatan
khususnya penjaringan suspect TB Paru ini.
39
DAFTAR PUSTAKA
40
LAMPIRAN
41
42