You are on page 1of 42

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang telah lama
menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Sejak tahun 1993, penyakit ini telah
dideklarasikan sebagai Global Health Emergency oleh World Health Organization
(WHO). Sekitar 6 juta orang setiap tahunnnya meninggal karena HIV/AIDS, TB dan
malaria, dan kira-kira 2 jutanya meninggal karena TB. TB bisa diobati, tetapi
membunuh 5000 orang setiap harinya. Jika dibiarkan saja tanpa pengobatan, dalam 20
tahun kedepan TB akan membunuh lebih kurang 35 juta orang.
Satu dari sepuluh orang yang terinfeksi TB basiler akan menjadi TB aktif. TB
penyakit menular yang menularkan melalui udara, dan setiap tahunnya akan menular
ke 10-15 orang .
Berdasarkan data WHO tahun 2017 Indonesia menduduki peringkat ke 3
tertinggi penderita TB. Dari data P2P 2016, Jawa barat merupakan provinsi tertinggi
dengan kasus TB paru, sedangkan provinsi Riau masuk 15 besar di Indonesia, dengan
jumlah temuan kasus 5.737 penderi TB paru. Dan menurut data RISKESDAS terbaru
2013 penyakit TB paru ditanyakan pada responden untuk kurun waktu ≤1 tahun
berdasarkan diagnosis yang ditegakkan oleh tenaga kesehatan melalui pemeriksaan
dahak, foto toraks atau keduanya. Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis
TB paru oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0.4 persen. Lima provinsi dengan
TB paru tertinggi adalah Jawa Barat (0.7%), Papua (0.6%), DKI Jakarta (0.6%),
Gorontalo (0.5%), Banten (0.4%) dan Papua Barat (0.4%). Sedangkan Riau memiliki
prevalensi 0.1% penderita yang terdiagnosis TB paru.
Berdasarkan data Puskesmas Duri kota pada tahun 2017 terdapat 1011 orang
yang melakukan pengecekan dahak untuk pemeriksaan BTA suspect TB Paru. Dari
jumlah tersebut terdapat 84 orang yang hasil pemeriksaan BTA positif. Berdasarkan
data yang diterima, sasaran pemeriksaan sputum BTA di Puskesmas Duri Kota
sebanyak 2180 orang dengan total jumlah penduduk 136.076 orang, 75 % target yang
harus dicapai yaitu 1635 orang memeriksakan dahaknya ke puskesmas setiap
tahunnya. Sehingga pada tahun 2017 persentase yang didapat 61,8%. Dari data
Tersebut, Penulis ingin melakukan upaya peningkatan penjaringan suspect TB paru di
kelurahan Babussalam, Air Jamban, dan Duri timur yang merupakan wilayah kerja

1
UPT PKM Duri kota untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat penyakit TB
Paru.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah adalah upaya peningkatan
penjaringan suspect TB paru di kelurahan Babussalam, Air Jamban, dan Duri timur
yang merupakan wilayah kerja UPT PKM Duri kota.

1.3 Tujuan Kegiatan


a. Untuk meningkatkan penjaringan Susp TB di kelurahan Babussalam, Air
Jamban, dan Duri timur yang merupakan wilayah kerja UPT PKM Duri Kota.
b. Mencegah terjadinya penularan TB paru khususnya di kelurahan Babussalam,
Air Jamban, dan Duri timur yang merupakan wilayah kerja UPT PKM Duri
kota.
c. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB Paru.
1.4 Manfaat Kegiatan
a. Meningkatkan pencapaian target penjaringan Susp TB di wilayah kerja UPT
Puskesmas Duri Kota.
b. Dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai TB paru.
c. Dapat menemukan lebih dini kasus TB paru, sehingga pengobatan dapat
dimulai lebih cepat.
d. Dapat meningkatkan angka kesembuhan.
e. Dapat mencegah penularan TB paru dari penderita ke orang sehat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis Paru


2.1.1 DEFINISI
Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi dari
kuman Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyebar melalui getah bening atau
pembuluh darah (Price, 2001) dan dapat ditularkan melalui inhalasi, kuman ini
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 /um dan tebal 0,3 – 0,6 /um.

2.1. 2 EPIDEMIOLOGI
Sekitar 6 juta orang setiap tahunnnya meninggal karena HIV/AIDS, TB dan
malaria, dan kira-kira 2 jutanya meninggal karena TB. TB bisa diobati, tetapi
membunuh 5000 orang setiap harinya. Jika dibiarkan saja tanpa pengobatan, dalam 20
tahun kedepan TB akan membunuh lebih kurang 35 juta orang.
Berdasarkan data WHO tahun 2017 Indonesia menduduki peringkat ke 3
tertinggi penderita TB. Dari data P2P 2016, Jawa barat merupakan provinsi tertinggi
dengan kasus TB paru, sedangkan provinsi Riau masuk 15 besar di Indonesia, dengan
jumlah temuan kasus 5.737 penderi TB paru. Dan menurut data RISKESDAS terbaru
2013 penyakit TB paru ditanyakan pada responden untuk kurun waktu ≤1 tahun
berdasarkan diagnosis yang ditegakkan oleh tenaga kesehatan melalui pemeriksaan
dahak, foto toraks atau keduanya. Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis
TB paru oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0.4 persen. Lima provinsi dengan
TB paru tertinggi adalah Jawa Barat (0.7%), Papua (0.6%), DKI Jakarta (0.6%),
Gorontalo (0.5%), Banten (0.4%) dan Papua Barat (0.4%). Sedangkan Riau memiliki
prevalensi 0.1% penderita yang terdiagnosis TB paru.

3
4
2.1.3 ETIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis termasuk bakteri gram positif dan berbentuk
batang. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam pada
pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis sehingga
disebut sebagai basil tahan asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis cepat mati
dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan

5
lembab.Kuman dapat dormant atau tertidur sampai beberapa tahun dalam jaringan
tubuh.
Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu
batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada
suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut
terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam
tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari
paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau
penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang
penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin
tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila
hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberculosis di tentukan oleh konsentrasi
droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III)
Secara klinis, tuberkulosis dapat terjadi melalui infeksi primer dan pasca
primer. Infeksi primer terjadi saat seseorang terkena kuman tuberkulosis untuk
pertama kalinya. Setelah terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, di dalam alveoli
(gelembung paru) terjadi peradangan. Hal ini disebabkan oleh kuman tuberkulosis
yang berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru. Waktu terjadinya infeksi
hingga pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu. Kelanjutan infeksi
primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan respon daya tahan tubuh
dapat menghentikan perkembangan kuman TB dengan cara menyelubungi kuman
dengan jaringan pengikat. Ada beberapa kuman yang menetap sebagai “persister”
atau “dormant”, sehingga daya tahan tubuh tidak dapat menghentikan
perkembangbiakan kuman, akibatnya yang bersangkutan akan menjadi penderita
tuberkulosis dalam beberapa bulan. Pada infeksi primer ini biasanya menjadi abses
(terselubung) dan berlangsung tanpa gejala, hanya batuk dan nafas berbunyi. Tetapi
pada orang-orang dengan sistem imun lemah dapat timbul radang paru hebat, ciri-
cirinya batuk kronik dan bersifat sangat menular. Infeksi pasca primer terjadi setelah
beberapa bulan atau tahun setelah infeksi primer. Ciri khas tuberkulosis pasca primer
adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya efusi pleura(Dongoran, 2012).

6
Risiko terinfeksi tuberkulosis sebagian besar adalah faktor risiko eksternal,
terutama adalah faktor lingkungan seperti rumah tak sehat, pemukiman padat dan
kumuh. Sedangkan risiko menjadi sakit tuberkulosis, sebagian besar adalah
faktorinternal dalam tubuh penderita sendiri yang disebabkan oleh terganggunya
sistem kekebalan dalam tubuh penderita seperti kurang gizi, infeksi HIV/AIDS, dan
pengobatan dengan immunosupresan(Dongoran, 2012).
Penderita tuberkulosis paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh
(BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan
dengan kasus kambuh.Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan obat antituberkulosis
(OAT) tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simtomatis. Resistensi
terhadap OAT terjadi umumnya karena penderita yang menggunakan obat tidak sesuai
atau patuh dengan jadwal atau dosisnya. Resistensi ini menyebabkan jenis obat yang
biasa dipakai sesuai pedoman pengobatan tidak lagi dapat membunuh kuman
(Dongoran, 2012).

2.1.4 KLASIFIKASI
Klasifikasi tuberculosis menurut Kementrian RI tahun 2014 :
1. Klasifikasi tuberkulosis berdasarkan organ tubuh yang terkena:
o Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput pleura) dan kelenjar
pada hilus.
o Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu :
o Tuberkulosis paru BTA positif
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif
 1 atau lebih specimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA

7
negative dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika
non OAT.

o Tuberkulosis paru BTA negatif


Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
o TB paru  BTA negatif, foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat
bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru
yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum
pasien buruk.
o TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
 TB ekstra-paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi,
dan kelenjar adrenal.
 TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, peritonitis,
pleuritis, eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB
saluran kemih, dan alat kelamin.

4. Tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe pasien yaitu (Kemenkes RI, 2014) :
o Kasus baru
Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu)
o Kasus kambuh (Relaps)
Pasien tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
o Kasus setelah putus berobat (Default)

8
Pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
o Kasus setelah gagal (failure)
Pasien yang hasil pemeriksaan dahkanya tetap positif.

2.1.5 PATOGENESIS
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB.Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapatmencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB
dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman
akanbereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang
biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni
kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limferegional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus
primer.Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer
terletak di lobus parubawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah
kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan
antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran
limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi
TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12
minggu.Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah
10,yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi

9
terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya
kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi.Hal tersebut
ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu
timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin.Selama masa inkubasi, uji tuberculin
masih negatif.Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap
TB telah terbentuk.Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi
baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti.Namun,
sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler
telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera
dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga
akanmengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi
dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru
dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi
nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui
bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe
hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi,
akanmembesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat
terganggu.Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat
menyebabkan ateletaksis.Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan
dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB
endobronkial atau membentuk fistula.Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi
komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis,
yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen.Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer.Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh

10
tubuh.Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai
penyakit sistemik.
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di
seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru
atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan
membentuk kolonikuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi
pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi
pertumbuhannya olehimunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk
dormant.Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi
berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi.Fokus potensial di apkes paru disebut
sebagai Fokus SIMON. Bertahun tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu
menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ
terkait, misalnya meningitis,TB tulang, dan lain-lain.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah
besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh.Hal ini
dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang
disebut TB diseminata.TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi
infeksi.Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang
beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.Tuberkulosis diseminata terjadi
karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB,
misalnya pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic
spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui
cara iniakan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari
gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed).
Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang
secara histologi merupakan granuloma.Bentuk penyebaran hematogen yang jarang
terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu
fokus perkijuan menyebar ke saluran vaskuler di dekatnya, sehingga sejumlah kuman
11
TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran
tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini
dapat terjadi secara berulang.

2.1.6 DIAGNOSIS
1. Anamnesa
 Gejala umum (Sistemik)
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan
demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul sehingga pasien
merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam, penurunan nafsu
makan dan berat badan, perasaan tidak enak (malaise), dan lemah.
 Gejala respiratori (Khas)
Gejala respiratori pada TB paru antara lain batuk-batuk selama
lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Sifat batuk dimulai dari
batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Gejala yang lain berupa sesak
napas, yang ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya
sudah meliputi setengah bagian paru-paru. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi
gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napas sehingga
timbul sensasi nyeri dada.
Pada TB ekstra paru, gejala yang timbul tergantung dari organ
tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan
suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak. Kalau ada cairan
dirongga pleura, dapat disertai dengan keluhan sakit dada. Bila mengenai
tulang, menyebabkan nyeri dan pembengkakan bagian yang sakit dan
bilamengenai tulang belakang dapat menyebabkan paraplegia.Kerusakan
pada tulang ini pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara
pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. Jika
bakteri M.tuberculosis masuk ke saluran pencernaan, dapat menyebabkan
nyeri perut dan sembelit, bahkan sampai menyebabkan obstruksi usus
besar. Pada anak-anak dapat mengenai lapisan pembungkus otak dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam

12
tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. Pada penderita
usia anak-anak apabila tidak menimbulkan gejala, maka TB dapat
terdeteksi jika diketahui adanya kontak dengan penderita TB dewasa.
Sekitar 30-50% anak-anak yang terjadi kontak dengan penderita TB paru
dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan –
5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TB paru dewasa dengan
BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
serologi/darah.

2. Pemeriksaan Fisik
 Pada paru ditemukan tanda-tanda infiltrat (redup, bronkial, ronki basah)
 Tanda-tanda penarikan paru, diafragma, mediastinum
 Sekret di saluran napas dan ronki
 Suara napas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung
dengan bronkus
 Pembesaran kelenjar pada limfadenitis TB

3. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan LED yang normal atau
meningkat dan limfositosis.
Pemeriksaan serologi :
 Tes PAP (peroksidase anti peroksida)
Prinsip dasar uji PAP adalah menemukan adanya antibodi IgG yang
spesifik terhadap antigen M.tuberculosae . hasil uji PAP dinyatakan
patologis bila pada titer 1:10.000 didapatkan hasil uji PAP positif.

 Uji Mycodot
Deteksi antibodi memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan
pada alat yang berbentuk sisir kemudian dicelupkan dalam serum
pasien. Bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka
warna sisir akan berubah.
 ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)
Deteksi respon humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.
 PCR (Polymerase Chain Reaction)
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam
berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1
mikroorganisme dalam spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya
resistensi.
 Pemeriksaan sputum

13
Pemeriksaan sputum berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.Pemeriksaan
sputum untuk penegakkan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang
berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). Interpretasi hasil
pemeriksaan sputum :
o Mikroskopik positif
- 3 x positif
- 2 x positif, 1 x negatif
-1 x positif, 2 x negatif ulang BTA 3 x, bila hasil 1 x positif, 2 x
negatif
o Mikroskopik negatif
- 3 x negatif
- 1 x positif, 2 x negatif ulang BTA 3 x, bila hasil 3 x negatif
Pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara BACTEC (Becton
Dickinson Diagnostic Instrument System) , dengan cara mendeteksi
growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam
lemak oleh M.tuberculosis. kuman sudah dapat terdeteksi dalam 7-10
hari.

14
 Tes tuberkulin
Tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D.
(Purified Protein Derivative) intrakutan dengan kekuatan 5 T.U. tes
tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang sedang atau pernah
mengalami infeksi M.tuberculosis, vaksinasi BCG atau Mycobacteria
lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah
48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi
kemerahan, interpretasi hasilnya :
- Indurasi 0-5 mm Mantoux negatif = golongan no sensitivity
- Indurasi 6-9 mm meragukan = golongan low sensitivity
- Indurasi 10-15 mm Mantoux positif = golongan normal sensitivity
- Indurasi >15 mm Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity

 Pemeriksaan radiologi
Standar pemeriksaan radiologi pada tuberkulosis adalah foto toraks PA
dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB yaitu :
o Bayangan lesi terletak dilapangan atas paru atau segmen apikal
lobus bawah
o Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
o Adanya kavitas, tunggal atau ganda
o Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru
o Adanya kalsifikasi
o Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
o Bayangan milier

2.1.7 TATALAKSANA

15
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT(PDPI, 2011).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif selama 2 bulan dan
tahap lanjutan selama 4 bulan.Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
2minggu.Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan(PDPI, 2011).
Jenis, sifat, dan dosis OAT
Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)

Harian 3xseminggu

Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10

Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10

Pyrazinamide(Z) Bakterisid 25 (20-30) 35

Streptomycin (S) Bakterisid 15 (15-18) 15

Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30

Untuk mencegah terjadinya resistensi, terapi tuberkulosis dilakukan dengan


memakai panduan obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid.
Yang termasuk obat lini pertama antara lain isoniazid, rifampisin, pirazinamid,
etambutol dan streptomisin. Sedangkan obat lini keduanya kanamisin, PAS (Para
Amino Salicylic Acid), tiasetazon, etionamid, sikloserin, amikasin, ofloksasin,
siprofloksasin(PDPI, 2011).
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan
Obat (PMO).
Resimen pengobatan tuberkulosis
Kategori Kriteria pasien Resimen pengobatan
pengobatan
Kategori 1 o Pasien baru BTA positif o 2HRZE/ 4H3R3
o Pasien TB paru BTA o 2HRZE/ 4HR
o 2HRZE/ 6HE
negatif foto thorax positif

16
o Pasien TB ekstra paru
yang berat
Kategori 2 o Pasien kambuh o 2HRZES/HRZE/
o Pasien gagal
5H3R3E3
o Pasien default o 2HRZES/ HRZE/ 5HRE

Hasil pengobatan TB
 Sembuh
Bila hasil hasil pem ulang dahak (follow up) paling sedikit 2 kali berturut-turut
negatif, salah satu diantaranya haruslah pemeriksaan pada akhir pengobatan.

 Pengobatan Lengkap
Penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap, tapi tidak ada
pemeriksaan ulang dahak, khususnya pada akhir pengobatan.
 Gagal
- Pasien yang pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali positif pada
akhir bulan ke-5 atau lebih selama pengobatan.
- Pasien yang pemeriksaan dahaknya negatif dan foto toraks positif menjadi
dahak positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.

 Defaulted atau drop-out


Penderita yang tidak mengambil/meminum obat 2 bulan berturut-turut atau
lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

Kategori 1

Kategori 2

17
18
2.1.8 KOMPLIKASI
Penyakit tuberkulosis bila tidak ditangani dengan tepat akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi terbagi atas :

19
a. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis
b. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas SOFT (sindrom obstruksi pasca
tuberkulosis), kerusakan parenkim berat  SOPT/fibrosis paru, kor
pulmonal, karsinoma paru, ARDS.

2.2 PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR (P2M)

2.2.1 Definisi Puskesmas


Definisi Puskesmas dalam KEPMENKES RI Nomor
279/MENKES/SK/IV/2006, Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas
kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskemas merupakan ujung tombak
penyelenggaraan UKM maupun UKP di strata pertama pelayanan kesehatan, dan
merupakan unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehtana Kabupaten/Kota yang
bertanggungjawab menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan di
Kabupaten/Kota. Upaya kesehatan yang dilakukan oleh Puskesmas ini meliputi upaya
kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan wajib terdiri
dari Promosi kesehatan, Kesehatan lingkungan, KIA/KB, P2M, Gizi dan Pengobatan.

2.2.2 Macam-macam dan Penularan Penyakit Menular


1. Penularan langsung dari manusia ke manusia

Penularan ini dapat terjadi karena tetesan-tetesan halus yang terhambur


dari batuk, berludah, atau bersin, misalnya pada penyakit tuberkulosis dan
bersentuh (persetubuhan), misalnya pada penyakit kelamin.
2. Penularan tidak langsung

a. Dengan perantara benda atau barang yang kotor (ada kumannya), biasanya
air, makanan dan susu segar. Penyakit-penyakit yang ditularkan dengan
cara ini antara lain ialah kolera dan disentri.

b. Dengan perantara serangga atau gigitan binatang. Orang digigit serangga


atau binatang yang membawa kuman penyakit dalam saluran
pencernaannya atau dalam ludahnya. Sebagai contoh: Malaria, Filariasis,
demam berdarah Dengue dan Rabies.

20
Jika diketahui cara bagaimana penyakit itu menular, maka dapat dijalankan
usaha-usaha yang jitu untuk menghilangkan sumber infeksi, dan memutuskan rantai
penularan penyakit. Dengan demikian Puskesmas dapat banyak sekali mengurangi
kejadian (incidence) penyakit menular.

Penyakit-penyakit menular yang dilaporkan


Penyakit-penyakit menular yang dilaporkan adalah penyakit-penyakit yang
memerlukan kewaspadaan ketat yaitu penyakit-penyakit wabah atau yang berpotensi
wabah/atau yang dapat menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Penyakit-penyakit
menular dikelompokkan sebagai berikut:
1) Penyakit karantina atau penyakit wabah penting: Kholera, Poliomyelitis,
Difteri.

2) Penyakit potensial wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat atau


mempunyai mortalitas tinggi, dan memerlukan tindakan segera: DHF,
Campak, Rabies, Diare, Pertusis.

3) Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting:


Malaria, Hepatitis, Enchephalitis, Frambosia, Typhus Abdominalis,Tetanus,
Influenza, Meningitis, Tetanus Neonatorum, Keracunan.

4) Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah, tetapi diprogramkan,


di tingkat kecamatan dilaporkan secara bulanan melalui RR terpadu
Puskesmas ke kabupaten, dan seterusnya. Penyakit-penyakit tersebut meliputi:
Cacing, Lepra, Tuberculosa, Syphilis, Gonorhoea dan filariasis, dan lain-lain.

Dari penyakit-penyakit diatas, pada keadaan tidak ada wabah secara rutin
hanya yang termasuk kelompok 1 dan kelompok 2 yang perlu dilaporkan secara
mingguan, sementara untuk penyakit kelompok 3 dan 4 secara rutin dilaporkan
bulanan.

2.2.3. Program Pemberantasan Penyakit Menular di Puskesmas


Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular merupakan program
pelayanan kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan mengendalikan penular
penyakit menular/infeksi (misalnya TB, DBD, Kusta dll). Tujuan dari program P2M
ini yaitu untuk menurunkan angka kesakitan, kematian, dan kecacatan akibat penyakit

21
menular. Prioritas penyakit menular yang akan ditanggulangi adalah Malaria, demam
berdarah dengue, diare, polio, filaria, kusta, tuberkulosis paru, HIV/AIDS,
pneumonia, dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Uraian
tugas umum untuk koordinator unit pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
yaitu menyusun perencanaan dan evaluasi kegiatan di unit P2M, mengkoordinir dan
berperan aktif terhadap kegiatan di unitnya, dan ikut serta aktif mencegah dan
mengawasi terjadinya peningkatan kasus penyakit menular serta menindaklanjuti
terjadinya KLB. Banyak sekali upaya yang dilakukan oleh puskesmas untuk
memberantas penyakit menular, setelah puskemas bekerja, kinerja P2M puskesmas
langsung dilaporkan kepada kepala dinas kesehatan daerah tingkat II.
Ruang Lingkup Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular yaitu
Surveilans epidemiologi, Imunisasi, TBC, Malaria, Kusta, DBD, Penanggulangan
KLB, H.ISPA/Pnemonia, Filariasis, Diare, Rabies/Gigitan Hewan Penular Rabies
(HPR), Kesehatan Matra (Haji dan P. Bencana), Frambusia, Leptospirosis,
HIV/AIDS.
Kegiatan pokok pemberantasan penyakit menular oleh puskesmas terdiri dari
pencegahan dan penanggulangan faktor risiko, peningkatan imunisasi, penemuan dan
tatalaksana penderita, Peningkatan surveilens epidemiologi dan penanggulangan
wabah, serta Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan
pemberantasan penyakit.
Selain kunjungan penderita ke puskesmas, puskesmas harus berperan aktif
dalam penemuan dan kunjungan terhadap penderita. Penemuan dan tatalaksana
penderita terdiri atas upaya bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan penemuan
dan tatalaksana penderita, serta meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian
penyakit untuk melaksanakan program penemuan dan tatalaksana penderita. Di dalam
upaya penemuan dan tatalaksana penderita dibutuhkan kerjasama antara masyarakat
dan puskesmas untuk saling bekerjasama sehingga dapat memabangun status
kesehatan pada masyarakat yang optimal dengan pemberantasan penyakit menular,
sebagai contoh seperti kasus TBC yang membutuhkan peran penting puskesmas.
Apabila pasien berhenti dalam masa pengobatan akibat halangan tertentu atau lalainya
pasien dalam kunjungan ke puskesmas untuk kontrol, maka puskesmas harus aktif
mengunjungi rumah penderita, sebab apabila pasien tersebut berhenti minum obat,
maka upaya pemberantasan TBC dikatakan gagal dan pasien harus mengulang tahap
pengobatan mulai dari awal. Serta apabila pasien terus-terusan memberhentikan
22
pengobatan di tengah-tangah masa pengobatan, maka akan terjadi resistensi dan hal
ini dapat menyebabkan kemungkinan penyebaran penyakit semakin besar. Itulah
sebabnya, puskesmas terdekat harus mengunjungi rumah pasien agar dapat
menjangkau pasien dan menyukseskan upaya P2M.
Surveilans epidemilogi penyakit menular juga merupakan salah satu upaya
pemberantasan penyakit menular yang penting, karena dengan surveilans
epidemiologi penyakit menular, puskesmas dapat mengetahui penyebaran dan
hubungannya dengan faktor risiko, surveilans epidemiologi ini dapat mendukung
pemberantasan penyakit menular dari data yang didapat oleh puskesmas itu sendiri.
Di dalam KEPMENKES RI NOMOR 1479/MENKES/SK/X/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit
Tidak Menular Terpadu, dinyatakan bahwa prioritas surveilans penyakit yang perlu
dikembangkan adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, penyakit yang
potensial menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa, penyakit menular dan
keracunan, demam berdarah dan demam berdarah dengue, malaria, penyakit-penyakit
zoonosis antara lain antraks, rabies, leptospirosis, filariasis serta tuberkulosis, diare,
tipus perut, kecacingan dan penyakit perut lainnya, kusta, frambusia, penyakit
HIV/AIDS, penyakit menular seksual, pneumonia, termasuk penyakit pneumonia akut
berat (severe acute respiratory syndrome), hipertensi, stroke dan penyakit jantung
koroner, diabetes mellitus, neoplasma, penyakit paru obstuksi menahun, gangguan
mental dan gangguan kesehatan akibat kecelakaan. Salah satu ruang lingkup
penyelenggaran surveilans terpadu penyakit yaitu surveilans terpadu penyakit
bersumber data Puskesmas, jenis penyakit menular yang termasuk di dalam surveilans
terpadu penyakit berbasis puskesmas meliputi kolera, tifus perut klinis, TBC paru
BTA (+), tersangka TBC paru, kusta PB, Kusta MB, campak, difteri, batuk rejan,
tetanus, hepatitis klinis, malaria klinis, malaria vivax, malaria falsifarum, malaria mix,
demam berdarah dengue, pneumonia, sifilis, gonorrhe, frambusia, filariasis, dan
influenza. Data-data surveilans terpadu penyakit didapatkan dari data harian
pelayanan yang disusun dalam sistem perekaman data puskesmas. Masing-masing
unit surveilans di Puskemas memiliki peran khusus dalam penyelenggaraan
Surveilans Terpadu Penyakit. Peran tersebut diformulasikan sebagai kegiatan teknis
surveilans yang saling mempengaruhi kinerja antara yang satu dengan unit surveilans
yang lain dalam jejaring surveilans. Peran puskesmas dalam STP penyakit menular
yaitu:
23
a. Pengumpulan dan pengolahan data

Unit surveilans puskesmas Unit surveilans Puskesmas mengumpulkan


dan mengolah data STP Puskesmas harian bersumber dari register rawat jalan
& register rawat inap di Puskesmas dan Puskesmas Pembantu, tidak termasuk
data dari unit pelayanan bukan puskesmas dan kader kesehatan. Pengumpulan
dan pengolahan data tersebut dimanfaatkan untuk bahan analisis dan
rekomendasi tindak lanjut serta distribusi data.

b. Analisis serta Rekomendasi Tindak Lanjut

Unit surveilans Puskesmas melaksanakan analisis bulanan terhadap


penyakit potensial KLB di daerahnya dalam bentuk tabel menurut
desa/kelurahan dan grafik kecenderungan penyakit mingguan, kemudian
menginformasikan hasilnya kepada Kepala Puskesmas, sebagai pelaksanaan
pemantauan wilayah setempat (PWS) atau sistem kewaspadaan dini penyakit
potensial KLB di Puskesmas. Apabila ditemukan adanya kecenderungan
peningkatan jumlah penderita penyakit potensial KLB tertentu. maka Kepala
Puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi dan menginformasikan ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Unit surveilans Puskesmas melaksanakan
analisis tahunan perkembangan penyakit dan menghubungkannya dengan
faktor risiko, perubahan lingkungan, serta perencanaan dan keberhasilan
program. Puskesmas memanfaatkan hasilnya sebagai bahan profil tahunan,
bahan perencanaan Puskesmas, informasi program dan sektor terkait serta
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

c. Umpan Balik

Unit surveilans Puskesmas mengirim umpan balik bulanan absensi


laporan dan permintaan perbaikan data ke Puskesmas Pembantu di daerah
kerjanya.

d. Laporan

Setiap minggu, Puskesmas mengirim data PWS penyakit potensial


KLB ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Setiap bulan, puskesmas mengirim

24
data STP Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan jenis
penyakit dan variabelnya.

Setelah upaya-upaya yang telah dijelaskan di atas tadi, Puskesmas juga


memiliki upaya untuk meningkatkan komunikasi, informasi, dan Edukasi untuk
pencegahan dan pemberantasan penyakit menular di suatu wilayah kerjanya. Upaya
ini bisa dilakukan dengan pengembangan media promosi kesehatan dan teknologi
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE); pengembangan upaya kesehatan bersumber
masyarakat, (seperti pos pelayanan terpadu, pondok bersalin desa, usaha kesehatan
sekolah dan generasi muda; serta peningkatan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat. Media promosi kesehatan terhadap masyarakat perlu ditingkatkan
terutama promosi tentang penyakit menular, cara penularan dan cara pencegahan agar
masyarakat bisa mengerti secara luas apa saja penyakit menular itu, bagaimana cara
mencegahnya dan bagaimana cara mengobatinya. Selain itu puskesmas juga bertugas
untuk mengajak masyarakat berperan aktif dalam pengembangan upaya kesehatan
misalnya pos pelayanan terpadu dan usaha kesehatan lain. Selain promosi kesehatan,
komunikasi dan informasi seputar penyakit menular untuk masyarakat juga
merupakan upaya puskesmas dalam pemberantasan penyakit menular. Informasi yang
diberikan terhadap puskesmas seperti penyuluhan harus dibuat semenarik mungkin
agar masyarakat tertarik terhadap acara yang diadakan. Upaya yang dapat dilakukan
selain promosi yaitu pemberdayaan masyarakat melalui pos kesehatan pada
puskesmas yang bersumberdayakan masyarakat. Pos kesehatan ini tetap dikelola oleh
puskesmas meskipun yang melaksanakan orang-orang yang ingin berpartisipasi di
dalamnya dengan dibimbing oleh dokter atau bidan setempat. Dengan adanya pos
kesehatan yang bersumberdayakan masyarakat, maka secara otomatis pengetahuan
masyakarakat akan bertambah.

Implementasi Pemberantasan Penyakit Menular TB Paru Pada Puskesmas


TB Paru merupakan penyakit menular yang bersifat menahun oleh kuman
Mycobacterium tubercolosis, penyakit ini menyerang paru paru.
Ciri khas dari penyakit ini yaitu:
 Biasanya ditemukan melalui pemeriksaan tuberculine test (hal yang penting bagi
anak dibawah 5 tahun) dan dengan sinar X.

25
 Tingkat lanjut ditemukan mycobacterium dalam dahak,gejala klinis: batuk,
terkadang darah dalam dahak, demam, BB menurun.

Tujuannya yaitu untuk mengurangi kesakitan tuberculosis paru serendah


mungkin dan mencegah penyebaran penyakit dengan BTA positif

Kegiatan yang dilakukan yaitu:


 Pengamatan epidemiologi dan tindakan pemberantasan

 Penderita TB paru yang ditemukan baik pada kunjungan dalam gedung maupun
luar gedung puskesmas harus dicatat dan dialporkan

 Penderita tersangka TB paru yang berumur 15 tahun ke atas harus diperiksa


dahaknya

 Bila dalam dahaknya ditemukan BTA, berikan penjelasan tentang pengobatan


yang harus dijalani

 Penyuluhan kesehatan

26
BAB III

METODE KEGIATAN

3.1 Jenis Kegiatan

Kegiatan ini dilakukan dengan mengambil sample dahak warga yang


tinggal dekat dengan fokus penderita. Selain pengambilan dahak tersebut
juga dilakukan penyuluhan untuk memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai TB Paru.

3.2 Waktu dan Tempat

Kegiatan ini dilakukan di kelurahan Babussalam, Air Jamban, dan


Duri timur yang merupakan wilayah kerja UPT Puskesmas Duri kota.
Pada bulan Januari-Februari 2018, dilanjutkan dengan pengolahan dan
analisis data.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi

Populasi kegiatan adalah masyarakat yang berdomisili di kelurahan


Babussalam, Air Jamban, dan Duri timur.

Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan pendekatan, dengan kriteria


inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

Kriteria inklusi

o Laki-laki dan perempuan usia remaja sampai lansia

o Yang bertempat tinggal di sekitar penderita yang positif TB paru

o Yang bersedia dan kooperatif dalam proses kegiatan

27
Kriteria eksklusi

o Tidak kooperatif.

o Menolak kegiatan.

3.4 Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel sesuai dengan kriteria inklusi, sampel yaitu


berupa dahak yang diambil pada pagi – sewaktu dengan
menggunakan pot dahak steril dan sebelumnya sudah dijelaskan
tentang cara mengeluarkan dahak yang benar. Kemudian pot dahak
dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan BTA.

3.5 Laporan Kegiatan

 Penyuluhan
Untuk upaya meningkatkan penjaringan suspek TB Paru di
kelurahan Babussalam, Air jamban dan Duri Timur yang
merupakan wilayah kerja UPT PKM Duri Kota,maka diberikan
penyuluhan tentang TB Paru. Adapun beberapa materi yang
disampaikan :
1. Definisi dan penyebab TB Paru
2. Bagaimana cara penularan TB paru
3. Bahaya yang dapat disebabkan oleh TB Paru
4. Cara pencegahan dan pengobatan TB Paru

Adapun Waktu dan Tempat Penyuluhan TB Paru sebagai berikut :


1. Hari / Tanggal : Rabu, 31 Januari 2018
Waktu : 08.30-11.45 WIB
Tempat : Kelurahan Duri Timur dan Babussalam
Materi : TB Paru
2. Hari / Tanggal : Kamis, 08 Februari 2018
Waktu : 07.50-08.30 WIB
28
Tempat : UPT PKM Duri Kota
Materi : TB Paru
3. Hari / Tanggal : Rabu, 7 Februari 2018
Waktu : 09.30-11.30 WIB
Tempat : Kelurahan Gajah Sakti
Materi : TB Paru

 Pengambilan Sputum
1. Hari / Tangga : Rabu, 24 Januari 2018
Waktu : 09.30-11.30 WIB
Tempat : Kelurahan Air Jamban
Sampel : Dahak
Jumlah Sampel: 20 Sampel

2. Hari / Tanggal : Jumat, 26 Januari 2018


Waktu : 09.30-11.30 WIB
Tempat : Kelurahan Babussalam
Sampel : Dahak
Jumlah sampel : 20 sampel

3. Hari / Tanggal : Selasa, 30 Januari 2018


Waktu : 09.30-11.30 WIB
Tempat : Kelurahan Duri Timur
Sampel : Dahak
Jumlah Sampel : 20 Sample.

BAB IV

HASIL

4.1 Data Geografis

4.1.1 Lokasi Puskesmas

UPT Puskesmas Duri Kota Kecamatan Mandau merupakan Puskesmas rawat


jalan yang berada ditengah kota Kecamatan Mandau, berlokasi di jalan Jendral
Sudirman yang merupakan jalan utama kota Duri. Berjarak ± 150 km dari ibukota
kabupaten Bengkalis dan ± 125 km dari ibukota provinsi Riau. Transportasi antar
wilayah dihubungkan dengan jalan darat. Jalan utama desa dan kelurahan sebagian
besar sudah beraspal dan mudah dijangkau dengan sarana transportasi.

29
4.1.2 Luas Wilayah

Luas Wilayah kerja UPT Puskesmas Duri Kota Kecamatan Mandau ± 12.576
km² yang terdiri dari dua desa dan 8 kelurahan.

4.1.3 Batas Wilayah

Wilayah kerja UPT Puskesmas Duri Kota Kecamatan Mandau merupakan daerah
dataran rendah ,dengan batas batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Wilayah kerja Puskesmas Sebangar

b. Sebelah Selatan : Wilayah Kecamatan Pinggir

c. Sebelah Barat : Pustu Tegar Desa Petani

d. Sebelah Timur :Puskesmas Balai Makam

4.2 Data Demografis

Jumlah penduduk di wilayah UPT Puskesmas Duri Kota Kecamatan Mandau Tahun
2015 sebanyak 136.074 dengan angka kepadatan penduduk rata-rata 10.73/km².
Jumlah penduduk jenis kelamin wanita sebanyak 65.225 ( 47.93% ) jiwa dan
penduduk laki-laki sebanyak 70.851 (50.06%) yang terbagi atas beberapa kelompok ,
yaitu :

1. Bayi : 2735 jiwa


2. Balita : 17.568 jiwa
3. Remaja : 19.051 jiwa
4. WUS : 18.263 jiwa
5. PUS : 23.079 jiwa
6. Bumil : 3.009 jiwa
7. Bulin : 2.836 jiwa
8. Busui : 2.836 jiwa
9. Usila : 10.206 jiwa

4.3 Sarana Pelayanan Kesehatan

30
4.3.1 Fasilitas Kesehatan

UPT Puskesmas Duri Kota Kecamatan Mandau merupakan Puskesmas rawat jalan,
yang melaksanakan program upaya kesehatan masyarakat (UKM) maupun upaya
kesehatan perseorangan (UKP). Untuk lebih jelasnya distribusi pelayanan kesehatan
yang ada di wilayah UPT Kesehatan Puskesmas Kecamatan Mandau.

Tabel 2.Distribusi fasilitas kesehatan di wilayah kerja UPT Puskesmas Duri Kota
Kecamatan Mandau Tahun 2016

No Jenis Pelayanan Jumlah

1. Puskesmas Pembantu (PUSTU) 1 buah

2. Pondok bersalin desa (Polindes) 3 buah

3. Posyandu Balita dan Lansia 87 buah

4. Puskesmas Keliling 1 buah

5. Ambulance 3 buah

31
4.3.2 Sumber Daya Manusia

Untuk upaya peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan, maka tenaga
kesehatan yang ada di UPT Kesehatan Puskesmas Kecamatan Mandau harus memadai
jumlahnya.

Tabel 3.Distribusi Tenaga Kesehatan Berdasarkan Tingkat pendidikan di Wilayah


Kerja UPT Puskesmas Duri Kota Kecamatan Mandau Tahun 2016

No Jenis Tenaga Jumlah

1. Dokter Umum 6 Orang

2. Dokter Gigi 2 Orang

3. Apoteker 1 Orang

4. S-1 Kesehatan masyarakat 4 Orang

5. D-III Keperawatan 9 Orang

6. D-III Kebidanan 12 Orang

7. D-III Gizi 1 Orang

8. D-III Farmasi 2 Orang

9. Sanitarian ( D1 Kesling ) 1 Orang

10. SPRG 2 Orang

11. Analis (SMAK) 1 Orang

12. SMA 3 Orang

13 SD 1Orang

Jumlah 42 Orang

32
4.4 Data Kesehatan Masyarakat

Data Posyandu di wilayah kerja UPTD Kesehatan Puskesmas Mandau adalah sebagai
berikut :

Tabel 4. Distribusi Posyandu di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Duri Kota


Kecamatan Mandau Tahun 2017

No Kelurahan Jumlah Posyandu

1. Air Jamban 18

2. Balik Alam 6

3. Babussalam 7

4. Talang Mandi 15

5. Harapan Baru 3

6. Duri Barat 8

7. Duri Timur 5

8. Gajah Sakti 9

9. Batang Serosa 3

10. Batin Betuah 3

Jumlah 77

4.5 Pelaksanaan Penyuluhan

Dari pengalaman saat penyuluhan, masyarakat terlihat sangat antusias


mendengarkan informasi yang disampaikan oleh kami. Pada saat penyuluhan
dipuskesmas keliling, bukan hanya masyarakat yang kebetulan sedang beraktifitas
saja yang menyimak informasi yang diberikan tetapi masyarakat yang sedang dalam
perjalanan pun ikut berhenti sejenak dilokasi penyuluhan tersebut.

Setelah informasi tentang TB Paru selesai disampaikan masuklah ke sesi tanya


jawab, dimana sesi ini diisi dengan banyaknya pertanyaan dari masyarakat awam
mengenai TB Paru. Banyak masyarakat mengaku mengetahui TB Paru merupakan
penyakit paru tetapi tidak mengetahui dengan jelas gejala dan bagaimana penularan

33
TB Paru. Antusias warga dengan informasi yang disampaikan bisa terlihat dari
banyaknnya dan bervariasinya pertanyaan yang diajukan.

Penyuluhan tersebut juga disisipkan informasi untuk melakukan pengecekan


dahak yang merupakan deteksi dini dari TB Paru, dimana karena banyaknya
masyarakat yang mengalami TB Paru dan mudahnya penularan penyakit TB Paru
masyarakat dihimbau agar lebih kooperatif bila seandainya tenaga kesehatan
menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan dahak dikemudian hari. Dan dikarenakan
informasi yang disampaikan masyarakat memahami tentang pentingnya pemeriksaan
dahak tersebut agar penyakit segera terdeteksi dan mencegah penularan terutama
kepada keluarga terdekat.

4.6 Data Pencapaian Pemeriksaan Sputum BTA Tahun 2017

Berdasarkan data Puskesmas Duri kota pada tahun 2017 terdapat 1011 orang
yang melakukan pengecekan dahak untuk pemeriksaan BTA suspect TB Paru. Dari
jumlah tersebut terdapat 84 orang yang hasil pemeriksaan BTA positif. Berdasarkan
data yang diterima, sasaran pemeriksaan sputum BTA di Puskesmas Duri Kota
sebanyak 2180 orang dengan total jumlah penduduk 136.076 orang, 75 % target yang
harus dicapai yaitu 1635 orang memeriksakan dahaknya ke puskesmas setiap
tahunnya.

Kelurahan Positif
Air Jamban 34

Babusalam 8

Duri Timur 6

Duri Barat 8

Balik Alam 6

Batang Serosa 3

Gajah Sakti 6

Talang Mandi 8

HB 3

34
BB 2

4.7 Hasil Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi variabel-variabel


yang diteliti, meliputi variabel terikat dan variabel bebas.

Tabel 5 Prevalensi kasus TB Paru pada subjek dari pemeriksaan sputum BTA
Variabel Perempuan Laki-laki Jumlah
n Presentase N Presentase N Presentase
BTA Negatif 16 53.3% 14 46.7% 30 100%
BTA Positif 0 0% 0 0% 0 0%
Jumlah 16 53.3% 14 46.7% 30 100%

Berdasarkan tabel 5 didapatkan jumlah subjek perempuan yang dengan


kooperatif memberikan dahaknya untuk diperiksa adalah 16 orang, dan jumlah subjek
laki-laki yang terlibat dalam project ini adalah 14 orang. Prevalensi kasus TB Paru
didapatkan sama untuk perempuan dan laki-laki yaitu 100% negatif dari hasil
pemeriksaan sputum BTA.
Pemegang program TB Paru di Puskesmas Duri Kota melaporkan, bahwa
sampai tanggal 20 Februari 2018 jumlah pasien yang memeriksakan sputum BTA
sebanyak 154 orang. Hasil tersebut sudah merupakan penggabungan dengan jumlah
subject kegiatan ini, yang mana target yang harus dicapai setiap tahunnya adalah 75%
yaitu sebanyak 1635 orang.

Tabel 6 Karakteristik demografi subjek


No Variabel Hasil
1. Usia (Tahun) 39 (24-75)
2. Jenis Kelamin
Perempuan 16 (53.3%)
Laki-laki 14 (46.7%)
3. Kelurahan
Air Jamban 33.3%
Babussalam 33.3%
Duri Timur 33.3%

35
Berdasarkan tabel 6 terdapat karakteristik subjek berdasarkan jenis kelamin,
sehingga dapat dilihat subjek terdiri dari 14 orang laki-laki dengan presentase 46.7%
dan 16 orang perempuan dengan presentase 53.3%, yang berasal dari 3 kelurahan
yang berbeda dengan jumlah prevalensi 33.3% setiap kelurahannya.

36
BAB V

DISKUSI

5.1 Penjaringan Suspect TB Paru

Dari hasil yang didapat, penulis melaporkan bahwa dibulan Januari didapatkan
117 orang yang melakukan pemeriksaan sputum BTA, sedangkan dibulan Februari
sampai tanggal 20 tercatat 37 orang yang memeriksaan dahaknya. Dari hasil tersebut
masih dibutuhkan peningkatan penjaringan untuk mencapai target 75 % pertahunnya.

Dari hasil kegiatan pemeriksaan Sputum BTA mendapat kesimpulan bahwa


seluruh pemeriksaan mendapat hasil negatif. Berdasarkan pemeriksaan tersebut ada
kemungkinan subject sudah terpapar tetapi dikarenakan imunitas yang masih baik
sehingga hasil yang didapat masih negatif namun masih memiliki kemungkinan
terjangkit TB paru dikemudian hari saat imunitasnya menurun. Pada saat pengambilan
sampel, subject tidak memiliki gejala TB Paru, sehingga ada kemungkinan subject
tidak memberikan dahak hanya air liur.

Dikarenakan hal tersebut, penulis menyampaikan bila suatu saat mengalami


gejala batuk, penurunan berat badan, dan gejala TB lainnya agar segera diperiksakan
ke puskesmas ataupun fasilitas kesehatan lainnya, untuk dilakukan pemeriksaan
dahak.

5.2 Penyuluhan

Dari pengalaman saat penyuluhan, masyarakat terlihat sangat antusias


mendengarkan informasi yang disampaikan oleh kami. Pada saat penyuluhan
dipuskesmas keliling, bukan hanya masyarakat yang kebetulan sedang beraktifitas
saja yang menyimak informasi yang diberikan tetapi masyarakat yang sedang dalam
perjalanan pun ikut berhenti sejenak dilokasi penyuluhan tersebut.

Setelah informasi tentang TB Paru selesai disampaikan masuklah ke sesi tanya


jawab, dimana sesi ini diisi dengan banyaknya pertanyaan dari masyarakat awam
mengenai TB Paru. Banyak masyarakat mengaku mengetahui TB Paru merupakan
penyakit paru tetapi tidak mengetahui dengan jelas gejala dan bagaimana penularan
TB Paru. Antusias warga dengan informasi yang disampaikan bisa terlihat dari
banyaknnya dan bervariasinya pertanyaan yang diajukan.

37
Penyuluhan tersebut juga disisipkan informasi untuk melakukan pengecekan
dahak yang merupakan deteksi dini dari TB Paru, dimana karena banyaknya
masyarakat yang mengalami TB Paru dan mudahnya penularan penyakit TB Paru
masyarakat dihimbau agar lebih kooperatif bila seandainya tenaga kesehatan
menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan dahak dikemudian hari. Dan dikarenakan
informasi yang disampaikan masyarakat memahami tentang pentingnya pemeriksaan
dahak tersebut agar penyakit segera terdeteksi dan mencegah penularan terutama
kepada keluarga terdekat.

38
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Setelah dilakukan upaya penjaringan suspek TB paru di Kelurahan Air


jamban, Babussalam, dan Duri timur periode Januari –Februari 2018 dapat
ditarik beberapa kesimpulan. :
a. Dari data yang diterima di Puskesmas, masyarakat yang sudah melakukan
pemeriksaan sputum BTA sampai tanggal 20 Februari 2018 berjumlah 154
orang, sedangkan target yang harus dicapai sebesar 75% yaitu 1635 orang.
b. Untuk melihat adanya penularan TB paru, penulis sudah melakukan
pengambilan sampel dan pemeriksaan sputum BTA terhadap masyarakat
sekitar penderita TB Paru aktif yang baru terdiagnosis. Berdasarkan dari
data yang didapatkan tidak terdapat hasil positif dalam pemeriksaan
tersebut, sehingga bisa dilihat bahwa tidak terdapat penularan dari pasien
baru TB paru.
c. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang TB Paru masih dirasakan
kurang, dalam proses penyuluhan banyak dari masyarakat kurang
memahami gejala, bahaya dan penularan dari TB Paru.

6.2 SARAN
a. Sebaiknya penjaringan ini dilakukan secara rutin dan berkala, oleh tenaga
kesehatan yang berwenang, agar dikemudian hari dapat memenuhi
pencapaian target.
b. Sebaiknya dilakukan lagi pendekatan secara personal kepada masyarakat-
masyarakat yang masih susah untuk di rangkul dalam program kesehatan
khususnya penjaringan suspect TB Paru ini.

39
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Pedoman Nasional Pengendalian


Tuberkulosis. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011. Tuberkulosis. Jakarta : PDPI
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 3 Edisi V. Jakarta : IPD FKUI
Price, Sylvia Anderson, 2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jeremy, et al. 2011. At a Glance Sistem Respirasi Edisi 2. Jakarta EMS
Werdhani, 2011. Patofisiologi, Diagnosis dan Klasifikasi Tuberkulosis. Departemen
Ilmu Kedokteran Komunitas Universitas Indonesia. [online]. Diakses tanggal
3 Mei 2015.
Menkes, 2006 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
279/MENKES/SK/IV/2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Upaya
Keperawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas, Jakarta
Menkes, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan
Masyarakat Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
MENKES, 2003, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1479/MENKES/SK/X/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Surveilans
Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu, Jakarta
Jaya, AD, P2M, viewed 10 november 2013,
<http://www.scribd.com/doc/165526531/P2M>
Dinas Kesehatan, viewed 10 november 2013,
<http://kalbarprov.go.id/file/dokumen/profil/RPJMD_msopddinkes.pdf>

40
LAMPIRAN

41
42

You might also like