You are on page 1of 24

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS

2 DM merupakan penyakit multisistem kronik yang berhubungan dengan abnormalitas produksi


insulin, gangguan pemanfaatan insulin atau keduanya. Kontrol glikemik dapat menurunkan
komplikasi DM. Pengobatan hipertensi dan hiperlipidemia penting untuk mencegah komplikasi
diabetes

3 Klasifikasi DM DM tipe 1 Kerusakan sel beta pankreas menyebabkan defisiensi insulin DM


tipe 2 Resistensi insulin dengan defisiensi insulin atau penurunan sekresi insulin disertai
resistensi insulin DM gestasional Intoleransi karbohidrat yang dialami selama kehamilan Bayi
dari ibu GDM berisiko mengalami kematian, cacat kongenital atau makrosomia Anak dari ibu
GDM berisiko obesitas dan gangguan toleransi glukosa pada remaja Diagnosis Glukosa plasma :
puasa 92 mg/dL (5.1 mmol/L) ; 1 jam: 180 mg/dL (10.0 mmol/L) ; 2 jam: 153 mg/dL (8.5
mmol/L)

4 DM tipe lain Kelainan genetik fungsi sel beta Kelainan genetik dalam pemanfaatan insulin
Penyakit eksokrin pankreas : pankreatitis, trauma, neoplasia Endokrinopati : akromegali,
hipertiroid Pengaruh obat-obatan Infeksi; dll

5 Etiologi dan faktor risiko


DM tipe 1 : gangguan autoimmun akibat kerusakan sel beta pankreas Etiologi : infeksi virus
Umur umumnya dibawah 30 tahun

6 DM tipe 2 disebabkan oleh resistensi insulin di hepar dan otot skeletal, peningkatan produksi
glukosa di hepar, produksi asam lemak bebas berlebihan oleh sel lemak dan defisiensi insulin
relatif. Sekresi insulin berkurang dengan kegagalan bertahap dari sel beta Penurunan kadar
glukosa darah dapat dicapai dengan perubahan intake makanan dan pola aktivitas fisik. Obat
oral/injeksi insulin pada akhirnya diperlukan.

8 Patogenesis DM tipe 2

9 Patofisiologi DM.pdf

10 Komplikasi Akut Diabetic ketoacidosis.


Hiperglycemia-hyperosmolar-nonketotic syndrome (HHNS) Hipoglikemia

11 Komplikasi Kronik Makrovascular : Mikrovascular :


Cardiovascular disease Serebrovascular disease Mikrovascular : Nefropathy Neuropathy
Retinopathy

12 Komplikasi vaskular terjadi akibat :


Hiperglikemik kronik menyebabkan perubahan struktural irreversibel penipisan membran dan
kerusakan organ Toksisitas glukosa secara langsung mempengaruhi fungsi sel Iskemik kronik
pada cabang mikrosirkulasi menyebabkan hipoksia jaringan dan mikroiskemia
13 Treatment Terapi penurun glukosa (OHO)
Cara terbaik untuk mengobati DM tipe 2 yaitu mencegah komplikasi jangka panjang
hiperglikemia, hipertensi dan dislipidemia. Treatment berfokus pada menemukan metode paling
efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah termasuk modifikasi gaya hidup, terapi
oral/insulin atau kombinasi.

15 lifestyle changes Terapi nutrisi bertujuan untuk Aktivitas fisik


mempertahankan BB, mengontrol glukosa, TD dan lipid Mencegah atau menghambat komplikasi
Aktivitas fisik ≥150 menit/minggu aktivitas aerobik sedang , dengan pengaturan ≥3 hari/minggu
dan tidak lebih 2 hari tanpa aktivitas.

16 Pengkajian Riwayat Kesehatan Tanyakan tentang factor risiko dan gejala yang berhubungan
dengan diabetes : Usia Pada perempuan tanyakan apakah ada riwayat DM gestasional atau
intoleransi glukosa selama hamil. Pengkajian BB dan perubahan berat badan fatigue, polyuria
dan polidipsi. Tanyakan pada pasien tentang riwayat infeksi mayor atau minor, trauma kecil pada
kulit yang mengalami infeksi atau lambat sembuh. Tanyakan apakah ada riwayat keluarga (orang
tua, saudara) yang mengalami diabetes dan pastikan apakah menggunakan insulin atau kontrol
penyakit dengan diet, exercise atau obat hipoglikemik oral.

17 Pengkajian Laboratorium
Pemeriksaan darah, glukosa darah puasa, test toleransi glukosa oral dan glycosylated hemoglobin
assay, glycosylated serum protein dan albumin.

18 Glukosa puasa ≥126 mg/dl (7.0 mmol/L).


Kriteria Diagnosis Diabetes Glukosa puasa ≥126 mg/dl (7.0 mmol/L). Puasa : tidak ada intake
kalori minimal 8 jam ATAU Glukosa darah 2 jam setelah makan ≥200 mg/dl (11.1 mmol/L)
test toleransi glukosa oral A1C ≥6.5% (48 mmol/mol). Pemeriksaan harus dilakukan dengan
metode yang terstandar Pasien dengan gejala hiperglikemia atau krisis hiperglikemia, dengan
pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl (11.1 mmol/L)

19 Pemeriksaan glukosa urine.


Pemeriksaan Urine Pemeriksaan Ketonuria. Keton merupakan sampah metabolic lemak. Adanya
keton dalam urine mengindikasikan ketoasidosis. Pemeriksaan ketonuria dilakukan selama fase
akut atau stress ketika glukosa darah >300 mg/dl, selama kehamilan atau ketika ada gejala
ketoasidosis. Pemeriksaan Fungsi Renal. Adanya protein tanpa gejala renal mengindikasikan
perubahan mikrovaskular di ginjal. Ekskresi albumin urine 30 – 300 mg/jam mengindikasikan
mikroalbuminuria. Jika terdapat gejala proteinuria perlu pemeriksaan GFR dan creatinine
clearance test. Pasien yang mengalami nefropati mengalami peningkatan serum kreatinin
berhubungan dengan kontrol glukosa darah yang jelek dan hipertensi. Pemeriksaan glukosa
urine.

20 DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien : Risiko cedera Risiko pelambatan
pemulihan pasca bedah Nyeri kronik Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah Risiko
kekurangan volume cairan Faktor risiko : kehilangan cairan melalui rute normal Risiko gangguan
fungsi kardiovaskular Risiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal Risiko ketidakefektifan
perfusi ginjal Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan jantung Ketidakefektifan [risiko] perfusi
jaringan perifer

21 Planning dan Implementasi


NOC NIC Keseimbangan cairan Manajemen cairan/elektrolit Kadar glukosa darah Diabetes-self
management Manajemen hyperglikemia Endurance Manajemen energi Pengetahuan :
manajemen diabetes Pengajaran : proses penyakit Pengajaran : diet Pengajaran : aktivitas ??
Tugas :Masing-masing mahasiswa membuat 1 diagnosis keperawatan pada kasus DM (lihat
NANDA), tentukan tujuan (NOC beserta indikator) dan Intervensi (NIC dan aktivitas).
ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN NANDA, NOC,
NIC

I. PENGERTIAN
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis dan John
(2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan
hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau
berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.

II. KLASIFIKASI

Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group: Classification and Diagnosis of
Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:

1. Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Mellitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami obesitas , dan
DMTTI dengan obesitas)
b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c. Diabetes Kehamilan (GDM)
2. Klasifikasi risiko statistik
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel β pancreas yang secara normal menghasilkan hormon insulin
dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk
mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang
biasanya terjadi pada usia 30 tahun. Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas
terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.

III. ETIOLOGI
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi
atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu.
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun
lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal
dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar
yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.
Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-
mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan
DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar
glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus
tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang
merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama
dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etni

IV. PATOFISIOLOGI
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel
yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan
baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari.
Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme
sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi
lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin.
Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan
sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah
meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang
batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak
bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula
yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria.
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria.
Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga
pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut
polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel
sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa
lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang
dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah
meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha
mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau
aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma
yang disebut koma diabetik (Price,1995).

V. GEJALA KLINIS
Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Mellitus apabila
menderita dua dari tiga gejala yaitu
1. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
2. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
3. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus
adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus
menurun, Bisul/luka, Keputihan.

VI. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah
1. Akut
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia
b. Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner
(cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
c. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.
d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastro
intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).
2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
a. Neuropati diabetik
b. Retinopati diabetik
c. Nefropati diabetik
d. Proteinuria
e. Kelainan koroner
f. Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1) Grade 0 : tidak ada luka
2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III : terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

VII. PENEGAKKAN DIAGNOSTIK


Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa darah yang
meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang besarnya di atas 140
mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu diatas 200 mg/dl pada satu kali pemeriksaan atau lebih
merupakan criteria diagnostik penyakit DM.

VIII. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah
dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada
setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VIII: 2500 kalori

Keterangan :
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
 JI : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
 J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
 J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita,
penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat
badan normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) – 100

Kurus (underweight)

 Kurus (underweight) : BBR < 90 %


 Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
 Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
 Obesitas, apabila : BBR > 120 %
 Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
 Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
 Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
 Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja
biasa adalah:
 kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
 Normal : BB X 30 kalori sehari
 Gemuk : BB X 20 kalori sehari
 Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau
menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan
glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak
menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk
penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya:
leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
OAD (Oral Antidiabetes)
1). Mekanisme kerja sulfanilurea
 kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
 kerja OAD tingkat reseptor
2). Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat
meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
(a) Biguanida pada tingkat prereseptor  ekstra pankreatik
 Menghambat absorpsi karbohidrat
 Menghambat glukoneogenesis di hati
 Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(c) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3) DM kehamilan
4) DM dan gangguan faal hati yang berat
5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DM
8) DM operasi
9) DM patah tulang
10) DM dan underweight
11) DM dan penyakit Graves
Beberapa cara pemberian insulin
1). Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan
absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:
ntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam
memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat
suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
h latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan
insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
2). Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
3). Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.
 Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler
akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.
 Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi
apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.
4). Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan
degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk
terapi koma diabetik.

KAKI DIABETES

I. Pengertian
Kaki diabetes adalah kelainan pada ekstrimitas bawah yang merupakan komplikasi kronik DM.
manifestasi kelaianan kaki diabetes dapat berupa: dermopati, selulitis, ulkus, osteomilitis dan
gangrene.

II. Faktor Penyebab Kaki DM


1. Faktor endogen:
 Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori nyeri, panas,
tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan
peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
 Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
 Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada pembuluh darah besar
tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus
akan memperberat timbulnya gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
 Adanya hormone aterogenik
 Merokok
 Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
 Kaki dingin, Nyeri nocturnal, Tidak terabanya denyut nadi, Adanya pemucatan ekstrimitas inferior,
Kulit mengkilap, Hilangnya rambut dari jari kaki, Penebalan kuku, Gangrene kecil atau luas.
2. Faktor eksogen : Trauma, Infeksi
Terdapat lima grade ulkus diabetikum/kaki diabetes antara lain:
 Grade 0 : tidak ada luka
 Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
 Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
 Grade III : terjadi abses
 Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
 Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

III. Pedoman evaluasi kaki diabetes


1. Evaluasi vaskuler, meliputi:
 palpasi pulsus perifer
 ukur waktu pengisian pembuluh darah vena dengan cara mengangkat kaki kemudian diturunkan,
waktu lebih dari 20 detik berarti terdapat iskemia atau kaki pucat waktu diangkat.
 Ukur capillary reffile normal 3 detik atau kurang.
2. Evaluasi neurologik, meliputi pemeriksaan sensorik dan motorik
3. Evaluasi muskuloskeletal, meliputi pengukuran luas pergerakan pergelangan kaki dan
abnormalitas tulang.

IV. Pendidikan kesehatan perawatan kaki


1. Hiegene kaki:
 Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan, jangan digosok
 Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan gesekan yang berlebih
 Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong
 Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit
 Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit
 Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki direndam dalam air hangat
sekitar 10 menit kemudian gosok dengan handuk atau dikikir jangan dikelupas.
2. Alas kaki yang tepat
3. Mencegah trauma kaki
4. Berhenti merokok
5. Segera bertindak jika ada masalah

V. Prinsip Penanganan Ulkus Kaki Diabetes

1. perawatan luka
2. Antibiotika
3. Pemeriksaan radiologis
4. Perbaikan sirkulasi dan nutrisi
5. Meminimalkan berat badan

IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik


2. PK : Infeksi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
4. PK: Hipo / Hiperglikemi
5. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi,
imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas,
penurunan kekuatan otot
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber
informasi.
8. Kelelahan berhubungan dengan status penyakit
9. Sindrom deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya

RENPRA DM

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan askep Manajemen nyeri :
injuri fisik …. jam tingkat Kaji tingkat nyeri secara
kenyamanan dg KH: komprehensif termasuk lokasi,
 Klien mengatakan nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
berkurang (skala 2-3) kualitas
 ekspresi wajah tenang  Observasi reaksi nonverbal dari
 v/s dbn (TD 120/80 ketidaknyamanan.
mmHg, N: 60-100 Gunakan teknik komunikasi
x/mnt, RR: 16-20x/mnt) terapeutik untuk mengetahui
 Klien dapat istirahat dan pengalaman nyeri klien
tidur sebelumnya.
 Kontrol lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan.
 Kurangi presipitasi nyeri.
 Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologis/non
farmakologis)..
 Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
 Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
 Kolaborasi dengan dokter bila
ada komplain tentang pemberian
analgetik tidak berhasil.
 Monitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :.
 Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
 Cek riwayat alergi..
 Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
 Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgetik.
 Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
 Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.
2 PK : Infeksi Setelah dilakukan askep  Pantau tanda dan gejala infeksi
… jam perawat akan primer & sekunder
menangani / mengurangi  Bersihkan lingkungan setelah
komplikasi defsiensi dipakai pasien lain.
imun  Batasi pengunjung bila perlu.
 Intruksikan kepada keluarga
untuk mencuci tangan saat kontak
dan sesudahnya.
 Gunakan sabun anti miroba untuk
mencuci tangan.
 Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
 Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
 Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
 Lakukan perawatan luka dan
dresing infus setiap hari.
 Amati keadaan luka dan
sekitarnya dari tanda – tanda
meluasnya infeksi
 Tingkatkan intake nutrisi.dan
cairan
 Berikan antibiotik sesuai
program.
 Monitor hitung granulosit dan
WBC.
 Ambil kultur jika perlu dan
laporkan bila hasilnya positip.
 Dorong istirahat yang cukup.
 Dorong peningkatan mobilitas
dan latihan.
 Ajarkan keluarga/klien tentang
tanda dan gejala infeksi.
3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan askep Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari …. jam klien kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh menunjukan status Kaji adanya alergi makanan.
b/d intake nutrisi in nutrisi adekuat Kaji makanan yang disukai oleh
adekuat dibuktikan dengan BB klien.
stabil tidak terjadi mal Kolaborasi dg ahli gizi untuk
nutrisi, tingkat energi penyediaan nutrisi terpilih sesuai
adekuat, masukan nutrisi dengan kebutuhan klien.
adekuat  Anjurkan klien untuk
meningkatkan asupan nutrisinya.
 Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
 Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi dan pentingnya
bagi tubuh klien.

Monitor Nutrisi
 Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
 Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.
 Monitor lingkungan selama
makan.
 Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan dengan
waktu klien makan.
 Monitor adanya mual muntah.
 Monitor adanya gangguan dalam
proses mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan, bengkak
dsb.
 Monitor intake nutrisi dan kalori.
4 PK: Hipo / Setelah dilakukan askep Managemen Hipoglikemia:
Hiperglikemi …… jam diharapkan Monitor tingkat gula darah sesuai
perawat akan menangani indikasi
dan meminimalkan Monitor tanda dan gejala
episode hipo / hipoglikemi ; kadar gula darah <
hiperglikemia. 70 mg/dl, kulit dingin, lembab
pucat, tachikardi, peka rangsang,
gelisah, tidak sadar , bingung,
ngantuk.
 Jika klien dapat menelan berikan
jus jeruk / sejenis jahe setiap 15
menit sampai kadar gula darah >
69 mg/dl
 Berikan glukosa 50 % dalam IV
sesuai protokol
 K/P kolaborasi dengan ahli gizi
untuk dietnya.
Managemen Hiperglikemia
 Monitor GDR sesuai indikasi
 Monitor tanda dan gejala diabetik
ketoasidosis ; gula darah > 300
mg/dl, pernafasan bau aseton,
sakit kepala, pernafasan kusmaul,
anoreksia, mual dan muntah,
tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan,
pandangan kabur atau kadar
Na,K,Po4 menurun.
 Monitor v/s :TD dan nadi sesuai
indikasi
 Berikan insulin sesuai order
 Pertahankan akses IV
 Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
 Konsultasi dengan dokter jika
tanda dan gejala Hiperglikemia
menetap atau memburuk
 Dampingi/ Bantu ambulasi jika
terjadi hipotensi
 Batasi latihan ketika gula darah
>250 mg/dl khususnya adanya
keton pada urine
 Pantau jantung dan sirkulasi (
frekuensi & irama, warna kulit,
waktu pengisian kapiler, nadi
perifer dan kalium
 Anjurkan banyak minum
 Monitor status cairan I/O sesuai
kebutuhan
4 Kerusakan Setelah dilakukan askep Wound care
integritas jaringan .... jam Wound healing Catat karakteristik luka:tentukan
faktor mekanik: meningkat: ukuran dan kedalaman luka, dan
perubahan Dengan criteria klasifikasi pengaruh ulcers
sirkulasi, imobilitas Luka mengecil dalam Catat karakteristik cairan secret
dan penurunan ukuran dan peningkatan yang keluar
sensabilitas granulasi jaringan  Bersihkan dengan cairan anti
(neuropati) bakteri
 Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
 Lakukan nekrotomi K/P
 Lakukan tampon yang sesuai
 Dressing dengan kasa steril
sesuai kebutuhan
 Lakukan pembalutan
 Pertahankan tehnik dressing steril
ketika melakukan perawatan luka
 Amati setiap perubahan pada
balutan
 Bandingkan dan catat setiap
adanya perubahan pada luka
 Berikan posisi terhindar dari
tekanan
5 Kerusakan Setelah dilakukan Askep Terapi Exercise : Pergerakan
mobilitas fisik b/d .... jam dapat sendi
nyeri, intoleransi teridentifikasi Mobility Pastikan keterbatasan gerak sendi
aktifitas, penurunan level yang dialami
kekuatan otot Joint movement: aktif.  Kolaborasi dengan fisioterapi
Self care:ADLs  Pastikan motivasi klien untuk
Dengan criteria hasil: mempertahankan pergerakan
 Aktivitas fisik sendi
meningkat  Pastikan klien untuk
 ROM normal mempertahankan pergerakan
 Melaporkan perasaan sendi
peningkatan kekuatan Pastikan klien bebas dari nyeri
kemampuan dalam sebelum diberikan latihan
bergerak  Anjurkan ROM Exercise aktif:
 Klien bisa melakukan jadual; keteraturan, Latih ROM
aktivitas pasif.
 Kebersihan diri klien Exercise promotion
terpenuhi walaupun Bantu identifikasi program
dibantu oleh perawat latihan yang sesuai
atau keluarga  Diskusikan dan instruksikan pada
klien mengenai latihan yang tepat
 Exercise terapi ambulasi
 Anjurkan dan Bantu klien duduk
di tempat tidur sesuai toleransi
 Atur posisi setiap 2 jam atau
sesuai toleransi
 Fasilitasi penggunaan alat Bantu

Self care assistance:


 Bathing/hygiene, dressing,
feeding and toileting.
 Dorong keluarga untuk
berpartisipasi untuk kegiatan
mandi dan kebersihan diri,
berpakaian, makan dan toileting
klien
 Berikan bantuan kebutuhan
sehari – hari sampai klien dapat
merawat secara mandiri
 Monitor kebersihan kuku, kulit,
berpakaian , dietnya dan pola
eliminasinya.
 Monitor kemampuan perawatan
diri klien dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari
 Dorong klien melakukan
aktivitas normal keseharian sesuai
kemampuan
 Promosi aktivitas sesuai usia
6 Kurang Setelah dilakukan askep Teaching : Dissease Process
pengetahuan .... jam jam,  Kaji tingkat pengetahuan klien
tentang penyakit pengetahuan klien dan keluarga tentang proses
dan perawatan nya meningkat penyakit
b/d kurang paparan Dg KH:  Jelaskan tentang patofisiologi
terhadap informasi, Klien / keluarga mampu penyakit, tanda dan gejala serta
terbatasnya kognitifmenjelaskan kembali penyebab yang mungkin
apa yang telah dijelaskan Sediakan informasi tentang
 Klien /keluarga kondisi klien
kooperatif saat Siapkan keluarga atau orang-
dilakukan tindakan orang yang berarti dengan
informasi tentang perkembangan
klien
 Sediakan informasi tentang
diagnosa klien
 Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau
kontrol proses penyakit
 Diskusikan tentang pilihan
tentang terapi atau pengobatan
 Jelaskan alasan dilaksanakannya
tindakan atau terapi
 Gambarkan komplikasi yang
mungkin terjadi
 Anjurkan klien untuk mencegah
efek samping dari penyakit
 Gali sumber-sumber atau
dukungan yang ada
 Anjurkan klien untuk melaporkan
tanda dan gejala yang muncul
pada petugas kesehatan
 kolaborasi dg tim yang lain.
7 Sindrom defisit self Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri
care b/d kelemahan asuhan keperawatan … Monitor kemampuan pasien
jam klien mampu terhadap perawatan diri
Perawatan diri  Monitor kebutuhan akan personal
Self care :Activity Daly hygiene, berpakaian, toileting dan
Living (ADL) dengan makan
indicator :  Beri bantuan sampai klien
 Pasien dapat melakukan mempunyai kemapuan untuk
aktivitas sehari-hari merawat diri
(makan, berpakaian, Bantu klien dalam memenuhi
kebersihan, toileting, kebutuhannya.
ambulasi)  Anjurkan klien untuk melakukan
 Kebersihan diri pasien aktivitas sehari-hari sesuai
terpenuhi kemampuannya
 Pertahankan aktivitas perawatan
diri secara rutin
 Evaluasi kemampuan klien dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
 Berikan reinforcement atas usaha
yang dilakukan dalam melakukan
perawatan diri sehari hari.
 Patofisiologi Diabetes IDDM (Tipe I)

Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi
glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan yang
tidak dapat disimpan dalam hati, meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan).

Jika konsentarsi darah yang mengandung glukosa terlalu tinggi, ginjal tidak mampu menyarap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresi ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dianamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebih, pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).

Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang dapat menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat
menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan.

Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang


disimpan) glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi
lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu akan terjadi pemecahan lemak
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.

Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-
tanda dan gejala seperti nteri abdomen, mual-muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton, dan
bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian (Brunner
dan Suddarth, 2002).

 Patofisiologi Diabetes NIDDM (Tipe II)

Merupakan bentuk diabetes Melitus yang ringan, kadang-kadang asimtomatik dengan awitan
puncak setelah usia 40 tahun. Cadangan insulin pankreas berkurang, tetapi selalu cukup untuk
mencegah ketoasidosis diabetic dan pengawasan diet biasanya aktif (Dorland, 1998).

Pada Diabetes Melitus tipe II ini, terdapat dua per


masalahan utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus
terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa yang
terganggu, keadaan in terjadi akibat dipertahankan pada tingkat yng normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel – sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun
masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi bahan keton yang menyertainya, oleh karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi
pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan “sindrom hiperglikemik hiperosmolar non
ketotik(HHNK)”.

(Brunner dan Suddarth, 2002).

You might also like