Professional Documents
Culture Documents
4 DM tipe lain Kelainan genetik fungsi sel beta Kelainan genetik dalam pemanfaatan insulin
Penyakit eksokrin pankreas : pankreatitis, trauma, neoplasia Endokrinopati : akromegali,
hipertiroid Pengaruh obat-obatan Infeksi; dll
6 DM tipe 2 disebabkan oleh resistensi insulin di hepar dan otot skeletal, peningkatan produksi
glukosa di hepar, produksi asam lemak bebas berlebihan oleh sel lemak dan defisiensi insulin
relatif. Sekresi insulin berkurang dengan kegagalan bertahap dari sel beta Penurunan kadar
glukosa darah dapat dicapai dengan perubahan intake makanan dan pola aktivitas fisik. Obat
oral/injeksi insulin pada akhirnya diperlukan.
8 Patogenesis DM tipe 2
9 Patofisiologi DM.pdf
16 Pengkajian Riwayat Kesehatan Tanyakan tentang factor risiko dan gejala yang berhubungan
dengan diabetes : Usia Pada perempuan tanyakan apakah ada riwayat DM gestasional atau
intoleransi glukosa selama hamil. Pengkajian BB dan perubahan berat badan fatigue, polyuria
dan polidipsi. Tanyakan pada pasien tentang riwayat infeksi mayor atau minor, trauma kecil pada
kulit yang mengalami infeksi atau lambat sembuh. Tanyakan apakah ada riwayat keluarga (orang
tua, saudara) yang mengalami diabetes dan pastikan apakah menggunakan insulin atau kontrol
penyakit dengan diet, exercise atau obat hipoglikemik oral.
17 Pengkajian Laboratorium
Pemeriksaan darah, glukosa darah puasa, test toleransi glukosa oral dan glycosylated hemoglobin
assay, glycosylated serum protein dan albumin.
20 DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien : Risiko cedera Risiko pelambatan
pemulihan pasca bedah Nyeri kronik Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah Risiko
kekurangan volume cairan Faktor risiko : kehilangan cairan melalui rute normal Risiko gangguan
fungsi kardiovaskular Risiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal Risiko ketidakefektifan
perfusi ginjal Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan jantung Ketidakefektifan [risiko] perfusi
jaringan perifer
I. PENGERTIAN
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis dan John
(2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan
hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau
berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.
II. KLASIFIKASI
Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group: Classification and Diagnosis of
Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:
1. Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Mellitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami obesitas , dan
DMTTI dengan obesitas)
b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c. Diabetes Kehamilan (GDM)
2. Klasifikasi risiko statistik
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel β pancreas yang secara normal menghasilkan hormon insulin
dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk
mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang
biasanya terjadi pada usia 30 tahun. Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas
terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.
III. ETIOLOGI
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi
atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu.
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun
lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal
dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar
yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.
Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-
mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan
DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar
glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus
tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang
merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama
dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etni
IV. PATOFISIOLOGI
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel
yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan
baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari.
Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme
sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi
lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin.
Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan
sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah
meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang
batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak
bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula
yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria.
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria.
Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga
pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut
polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel
sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa
lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang
dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah
meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha
mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau
aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma
yang disebut koma diabetik (Price,1995).
V. GEJALA KLINIS
Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Mellitus apabila
menderita dua dari tiga gejala yaitu
1. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
2. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
3. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus
adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus
menurun, Bisul/luka, Keputihan.
VI. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah
1. Akut
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia
b. Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner
(cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
c. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.
d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastro
intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).
2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
a. Neuropati diabetik
b. Retinopati diabetik
c. Nefropati diabetik
d. Proteinuria
e. Kelainan koroner
f. Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1) Grade 0 : tidak ada luka
2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III : terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal
VIII. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah
dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada
setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VIII: 2500 kalori
Keterangan :
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
JI : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita,
penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat
badan normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) – 100
Kurus (underweight)
KAKI DIABETES
I. Pengertian
Kaki diabetes adalah kelainan pada ekstrimitas bawah yang merupakan komplikasi kronik DM.
manifestasi kelaianan kaki diabetes dapat berupa: dermopati, selulitis, ulkus, osteomilitis dan
gangrene.
1. perawatan luka
2. Antibiotika
3. Pemeriksaan radiologis
4. Perbaikan sirkulasi dan nutrisi
5. Meminimalkan berat badan
RENPRA DM
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgetik.
Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.
2 PK : Infeksi Setelah dilakukan askep Pantau tanda dan gejala infeksi
… jam perawat akan primer & sekunder
menangani / mengurangi Bersihkan lingkungan setelah
komplikasi defsiensi dipakai pasien lain.
imun Batasi pengunjung bila perlu.
Intruksikan kepada keluarga
untuk mencuci tangan saat kontak
dan sesudahnya.
Gunakan sabun anti miroba untuk
mencuci tangan.
Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
Lakukan perawatan luka dan
dresing infus setiap hari.
Amati keadaan luka dan
sekitarnya dari tanda – tanda
meluasnya infeksi
Tingkatkan intake nutrisi.dan
cairan
Berikan antibiotik sesuai
program.
Monitor hitung granulosit dan
WBC.
Ambil kultur jika perlu dan
laporkan bila hasilnya positip.
Dorong istirahat yang cukup.
Dorong peningkatan mobilitas
dan latihan.
Ajarkan keluarga/klien tentang
tanda dan gejala infeksi.
3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan askep Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari …. jam klien kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh menunjukan status Kaji adanya alergi makanan.
b/d intake nutrisi in nutrisi adekuat Kaji makanan yang disukai oleh
adekuat dibuktikan dengan BB klien.
stabil tidak terjadi mal Kolaborasi dg ahli gizi untuk
nutrisi, tingkat energi penyediaan nutrisi terpilih sesuai
adekuat, masukan nutrisi dengan kebutuhan klien.
adekuat Anjurkan klien untuk
meningkatkan asupan nutrisinya.
Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi dan pentingnya
bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.
Monitor lingkungan selama
makan.
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan dengan
waktu klien makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan dalam
proses mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan, bengkak
dsb.
Monitor intake nutrisi dan kalori.
4 PK: Hipo / Setelah dilakukan askep Managemen Hipoglikemia:
Hiperglikemi …… jam diharapkan Monitor tingkat gula darah sesuai
perawat akan menangani indikasi
dan meminimalkan Monitor tanda dan gejala
episode hipo / hipoglikemi ; kadar gula darah <
hiperglikemia. 70 mg/dl, kulit dingin, lembab
pucat, tachikardi, peka rangsang,
gelisah, tidak sadar , bingung,
ngantuk.
Jika klien dapat menelan berikan
jus jeruk / sejenis jahe setiap 15
menit sampai kadar gula darah >
69 mg/dl
Berikan glukosa 50 % dalam IV
sesuai protokol
K/P kolaborasi dengan ahli gizi
untuk dietnya.
Managemen Hiperglikemia
Monitor GDR sesuai indikasi
Monitor tanda dan gejala diabetik
ketoasidosis ; gula darah > 300
mg/dl, pernafasan bau aseton,
sakit kepala, pernafasan kusmaul,
anoreksia, mual dan muntah,
tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan,
pandangan kabur atau kadar
Na,K,Po4 menurun.
Monitor v/s :TD dan nadi sesuai
indikasi
Berikan insulin sesuai order
Pertahankan akses IV
Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
Konsultasi dengan dokter jika
tanda dan gejala Hiperglikemia
menetap atau memburuk
Dampingi/ Bantu ambulasi jika
terjadi hipotensi
Batasi latihan ketika gula darah
>250 mg/dl khususnya adanya
keton pada urine
Pantau jantung dan sirkulasi (
frekuensi & irama, warna kulit,
waktu pengisian kapiler, nadi
perifer dan kalium
Anjurkan banyak minum
Monitor status cairan I/O sesuai
kebutuhan
4 Kerusakan Setelah dilakukan askep Wound care
integritas jaringan .... jam Wound healing Catat karakteristik luka:tentukan
faktor mekanik: meningkat: ukuran dan kedalaman luka, dan
perubahan Dengan criteria klasifikasi pengaruh ulcers
sirkulasi, imobilitas Luka mengecil dalam Catat karakteristik cairan secret
dan penurunan ukuran dan peningkatan yang keluar
sensabilitas granulasi jaringan Bersihkan dengan cairan anti
(neuropati) bakteri
Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
Lakukan nekrotomi K/P
Lakukan tampon yang sesuai
Dressing dengan kasa steril
sesuai kebutuhan
Lakukan pembalutan
Pertahankan tehnik dressing steril
ketika melakukan perawatan luka
Amati setiap perubahan pada
balutan
Bandingkan dan catat setiap
adanya perubahan pada luka
Berikan posisi terhindar dari
tekanan
5 Kerusakan Setelah dilakukan Askep Terapi Exercise : Pergerakan
mobilitas fisik b/d .... jam dapat sendi
nyeri, intoleransi teridentifikasi Mobility Pastikan keterbatasan gerak sendi
aktifitas, penurunan level yang dialami
kekuatan otot Joint movement: aktif. Kolaborasi dengan fisioterapi
Self care:ADLs Pastikan motivasi klien untuk
Dengan criteria hasil: mempertahankan pergerakan
Aktivitas fisik sendi
meningkat Pastikan klien untuk
ROM normal mempertahankan pergerakan
Melaporkan perasaan sendi
peningkatan kekuatan Pastikan klien bebas dari nyeri
kemampuan dalam sebelum diberikan latihan
bergerak Anjurkan ROM Exercise aktif:
Klien bisa melakukan jadual; keteraturan, Latih ROM
aktivitas pasif.
Kebersihan diri klien Exercise promotion
terpenuhi walaupun Bantu identifikasi program
dibantu oleh perawat latihan yang sesuai
atau keluarga Diskusikan dan instruksikan pada
klien mengenai latihan yang tepat
Exercise terapi ambulasi
Anjurkan dan Bantu klien duduk
di tempat tidur sesuai toleransi
Atur posisi setiap 2 jam atau
sesuai toleransi
Fasilitasi penggunaan alat Bantu
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi
glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan yang
tidak dapat disimpan dalam hati, meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentarsi darah yang mengandung glukosa terlalu tinggi, ginjal tidak mampu menyarap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresi ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dianamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebih, pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang dapat menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat
menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan.
Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-
tanda dan gejala seperti nteri abdomen, mual-muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton, dan
bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian (Brunner
dan Suddarth, 2002).
Merupakan bentuk diabetes Melitus yang ringan, kadang-kadang asimtomatik dengan awitan
puncak setelah usia 40 tahun. Cadangan insulin pankreas berkurang, tetapi selalu cukup untuk
mencegah ketoasidosis diabetic dan pengawasan diet biasanya aktif (Dorland, 1998).
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun
masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi bahan keton yang menyertainya, oleh karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi
pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan “sindrom hiperglikemik hiperosmolar non
ketotik(HHNK)”.