You are on page 1of 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIV

1.1. PENGERTIAN HIV

HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus (HIV)


merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia
(terutama CD4 positif T-sel dan makrofag– komponen-komponen utama sistem
kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya ( Jawet, 2006).

1.2. STRUKTUR HIV

Virion HIV berbentuk sferis dan memiliki inti berbentuk kerucut, dikelilingi
oleh selubung lipid yang berasal dari membran sel hospes. Inti virus mengandung
protein kapsid terbesar yaitu p24, protein nukleokapsid p7/p9, dua kopi RNA
genom, dan tiga enzim virus yaitu protease, reverse transcriptase dan integrase .
Protein p24 adalah antigen virus yang cepat terdeteksi dan merupakan target
antibodi dalam tes screening HIV. Inti virus dikelilingi oleh matriks protein
dinamakan p17, yang merupakan lapisan di bawah selubung lipid. Sedangkan
selubung lipid virus mengandung dua glikoprotein yang sangat penting dalam
proses infeksi HIV dalam sel yaitu gp120 dan gp41. Genom virus yang berisi gen
gag, pol, dan env yang akan mengkode protein virus. Hasil translasi berupa
protein prekursor yang besar dan harus dipotong oleh protease menjadi protein
mature ( Jawet, 2006).

1.3. ETILOGI

HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau
virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili
lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam
deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2
adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS
diseluruh dunia.

Laporan Pendahuluan HIV_ 1


Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek
siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan
yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya
diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular)
dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan
meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam serum
dari para perempuan Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985, menyebabkan
penyakit klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1
(Sylvia, 2005)

1.4. KLASIFIKASI

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan kelompok virus RNA :

a. Famili : Retroviridae
b. Sub famili : Lentivirinae
c. Genus : Lentivirus
d. Spesies : Human Immunodeficiency Virus 1 (HIV-1), Human
Immunodeficiency Virus 2 (HIV-2)
HIV menunjukkan banyak gambaran khas fisikokimia dari familinya.
Terdapat dua tipe yang berbeda dari virus AIDS manusia, yaitu HIV-1 dan HIV-2.
Kedua tipe dibedakan berdasarkan susunan genom dan hubungan filogenetik
(evolusioner) dengan lentivirus primata lainnya. Berdasarkan pada deretan gen
env, HIV-1 meliputi tiga kelompok virus yang berbeda yaitu M (main), N (New
atau non-M, non-O) dan O (Outlier). Kelompok M yang dominan terdiri dari 11
subtipe atau clades (A-K). Telah teridentifikasi 6 subtipe HIV-2 yaitu sub tipe A-F
(Jawetz, 2006).

1.5. SIKLUS HIV


Virus memasuki tubuh terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul
protein CD4. Kelompok sel terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah
limfosit T. Sel target lain adalah monosit, makrofag, sel dendrite, sel langerhans
dan sel microglia (Price, 1992). Ketika HIV masuk tubuh, glycoprotein (gp 120)
terluar pada virus melekatkan diri pada reseptor CD4 (cluster of differentiation 4),

Laporan Pendahuluan HIV_ 2


protein pada limfosit T-helper, monosit, makrofag, sel dendritik dan mikroglia
otak. Glikoprotein terdiri dari dua sub-unit gp120 dan gp41. Sub unit 120
mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor CD4 dan bertanggung jawab untuk
ikatan awal virus pada sel. Perlekatan ini menginduksi perubahan konformasi
yang memicu perlekatan kedua pada koreseptor. Dua reseptor kemokin utama
yang digunakan oleh HIV adalah CCR5 dan CXCR4. Ikatan dengan kemoreseptor
ini menginduksi perubahan konformasi pada sub unit glikoprotein 41 (gp41) yang
mendorong masuknya sekuens peptida gp41 ke dalam membran target yang
memfasilitasi fusi virus.
Setelah terjadinya fusi, virus tidak berselubung mempersiapkan untuk
mengadakan replikasi. Material genetik virus adalah RNA single stand-sense
positif (ssRNA), virus harus mentranskripsi RNA ini dalam DNA secara optimal
pada replikasi sel manusia (transkripsi normal terjadi dari DNA ke RNA, HIV
bekerja mundur sehingga diberi nama retrovirus). Untuk melakukannya HIV
dilengkapi dengan enzim unik RNA-dependent DNA polymerase
(reversetranscriptase). Reverse transcriptase pertama membentuk rantai DNA
komplementer, menggunakan RNA virus sebagai templet. Hasil sintesa lengkap
molekul double-strand DNA (dsDNA) dipindahkan ke dalam inti dan berintegrasi
ke dalam kromoson sel tuan rumah oleh enzim integrase. Integrasi ini
menimbulkan beberapa masalah, pertama HIV dapat menyebabkan infeksi kronik
dan persisten, umumnya dalam sel sistem imun yang berumur panjang seperti
Tlimfosit memori. Kedua, pengintegrasian acak menyebabkan kesulitan target.
Selanjutnya integrasi acak pada HIV ini menyebabkan kelainan seluler dan
mempengaruhi apoptosis.
Gabungan DNA virus dan DNA sel inang akan mengalami replikasi,
transkripsi dan translasi. DNA polimerase mencatat dan mengintegrasi provirus
DNA ke mRNA, dan mentranslasikan pada mRNA sehingga terjadi pembentukan
protein virus. Pertama, transkripsi dan translasi dilakukan dalam tingkat rendah
menghasilkan berbagai protein virus seperti Tat, Nef dan Rev. Protein Tat sangat
berperan untuk ekspresi gen HIV, mengikat pada bagian DNA spesifik yang
memulai dan menstabilkan perpanjangan transkripsi. Belum ada fungsi yang jelas
dari protein Nef. Protein Rev mengatur aktivitas post transkripsional dan sangat

Laporan Pendahuluan HIV_ 3


dibutuhkan untuk reflikasi HIV. Perakitan partikel virion baru dimulai dengan
penyatuan protein HIV dalam sel inang. Nukleokapsid yang sudah terbentuk oleh
ssRNA virus disusun dalam satu kompleks. Kompleks nukleoprotein ini kemudian
dibungkus dengan membran pembungkus dan dilepaskan dari sel pejamu melalui
proses ”budding” dari membran plasma. Kecepatan produksi virus dapat sangat
tinggi dan menyebabkan kematian sel inang (Dipiro, 2005).

1.6. PATOGENESIS
Perjalanan khas infeksi HIV yang tidak diobati, berjangka waktu sekitar
satu dekade. Tahap-tahapnya meliputi infeksi primer, penyebaran virus ke organ
limfoid, latensi klinis, peningkatan ekspresi HIV, penyakit klinis dan kematian.
Durasi antara infeksi primer dan progresi menjadi penyakit klinis rata-rata sekitar
10 tahun. Pada kasus yang tidak diobati, kematian biasanya terjadi dalam 2 tahun
setelah onset gejala. Setelah infeksi primer, selama 4-11 hari masa antara infeksi
mukosa dan viremia permulaan, viremia dapat terdeteksi selama sekitar 8-12
minggu. Virus tersebar luas ke seluruh tubuh selama masa ini, dan menjangkiti
organ limfoid. Pada tahap ini terjadi penurunan jumlah sel –T CD4 yang beredar
secara signifikan.
Respon imun terhadap HIV terjadi selama 1 minggu sampai 3 bulan
setelah terinfeksi, viremia plasma menurun dan level sel CD4 kembali meningkat.
Tetapi respon imun tidak mampu menyingkirkan infeksi secara sempurna, dan
selsel yang terinfeksi HIV menetap dalam limfoid. Masa laten klinis ini dapat
berlangsung sampai 10 tahun, selama masa ini banyak terjadi replikasi virus.
Siklus hidup virus dari saat infeksi sel ke saat produksi keturunan baru yang
menginfeksi sel berikutnya rata-rata 2,6 hari. Limfosit T -CD4, merupakan target
utama yang bertanggung jawab memproduksi virus. Pasien akan menderita gejala-
gejala konstitusional dan gejala klinis yang nyata, seperti infeksi oportunistik atau
neoplasma. Level virus yang lebih tinggi dapat terdeteksi dalam plasma selama
tahap infeksi yang lebih lanjut. HIV yang ditemukan pada pasien dengan penyakit
tahap lanjut, biasanya jauh lebih virulen dan sitopatik dari pada strain virus yang
ditemukan pada awal infeksi (Jawetz, 2005).

1.7. PATOFISIOLOGI

Laporan Pendahuluan HIV_ 4


HIV tergolong dalam retro virus ini menyebabkan membawa genetic
dalam RNA ( Ribonukleat acid) bukan DNA ( Deoxiribonukleat acid). Virions
HIV( partikel virus yang lengkap dibungkus oleh selubung pelindung )
mengandung RNA dalam inti bentuk peluru yang terpancing dimana P24
merupakan komplikasi structural utama . Tombd(knod) yang menonjol lewat
dinding virus terdiri dari protein gp120 yang terkait pada procing p41. bagian
yang secara selektif berkaitan dengan sel CD4 positif (D4 + ) adalah gp 120 dari
HIV. Sel Cd4 mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper ( yang
dinamakan sel CD4 kalau dikaitkan dengan infeksi HIV), limfosit T4 helper
merupakan sel terbanyak, sesudah terikat dengan membrane sel T4 helper HIV
akan menginjeksikan dua utas bengan RNA yang identik kedalam sel T4 helper.
Dengan menggunakan enzim reverse transcriptase HIV melakukan pemograman
ulang materi genetic sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-strandet DNA (
DNA utas gonad.
DNA akan disatukan ke nukleus T4 sebagai sebuah pro virus dan terjadi
infeksi permanent siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang
terinfeksi diaktifkan. Aktivasi sel yang terinfeksi dilaksanakan antigen, mitogen
sitokin CTNF alfa atau interleukin V atau produk gen virus seperti :
cytomegalovirus (Cm V ), epsten Bam Virus, Herpes simplek atau hepatic,
akibatnya sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas
HIV terjadi sel T4 dapt dihancurkan HIV baru dibentuk dan dilepaskan dari darah
dan menginfeksi sel Cd4+ lainnya.

Infeksi monosit dan makrofag tampaknya berlangsung persisiten dan tidak


mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel ini menjadi reservoir HIV
sehingga virus dapat bersembunyi dan sisitem imun yang terangkut ke seluruh
tubuh lewat system ini dan menginfeksi jaringan tubuh. Sebagian besar jaringan
ini mengandung molekul CD4 + yang lain. Siitem imun pada infeksi HIV lebih
aktif dari yang diperkirakan sebelumnya dan terproduksikan sebesar 2 milyar
limfosit CD4+ yang lain. Keseluruhan populasi sel Cd4+ perifer akan mengalami
pergantian ( turn over) tiap 15 hari sekali.

Laporan Pendahuluan HIV_ 5


Kecepatan produksi HIV terkait dengan status kesehatan orang yang
terjangkit infeksi tersebut jika orang tersebut tidak sedang terperangi melawan
infeksi HIV lain, reproduksi HIV akan alambat. Reproduksi HIV akan dipercepat
kalau penderita sedang menghadapi infeksi lain/ system imun terstimulasi. Reaksi
ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan sebagian penderita yang
terinfeksi HIV simtomatik 10 tahun sesudah terinfeksi. Dalam respon imun,
limfosit T4 berperan penting mengenali antigen asing mengaktifkan limfosit B
yang memproduksi antibody, menstimulasi limfosit sitotoksik, memproduksi
limfokin pertahanan tubuh terhadap infeksi, T4 terganggu mikroorganisme yang
menimbulkan penyakit akan berkesempatan menginvasi dan menyebabakan sakit
seirus. Injeksi dan melignasi timbul akibat gangguan system imun ( infeksi
oportunistik ).

1.8. MANIFESTASI KLINIK


Gejala-gejala dari infeksi akut HIV tidak spesifik, meliputi kelelahan,
ruam kulit, nyeri kepala, mual dan berkeringat di malam hari. AIDS ditandai
dengan supresi yang nyata pada sitem imun dan perkembangan infeksi
oportunistik berat yang sangat bervariasi atau neoplasma yang tidak umum
(terutama sarcoma Kaposi). Gejala yang lebih serius pada orang dewasa seringkali
didahului oleh gejala prodormal (diare dan penurunan berat badan) meliputi
kelelahan, malaise, demam, napas pendek, diare kronis, bercak putih pada lidah
(kandidiasis oral) dan limfadenopati. Gejala-gejala penyakit pada saluran
pencernaan , dari esophagus sampai kolon merupakan penyebab utama
kelemahan. Tanpa pengobatan interval antara infeksi primer oleh HIV dan
timbulnya penyakit klinis pertama kali pada orang dewasa biasanya panjang, rata-
rata sekitar 10 tahun (Jawet, 2005). WHO menetapkan empat stadium klinik pada
pasien yang terinfeksi HIV/AIDS, sebagai berikut :
Tabel 1. Stadium Klinik Pasien HIV

Stadium 1 Asimtomatik

Tidak ada penurunan berat badan


Tidak ada gejala atau hanya Limfadenopati Generalisata Persisten

Laporan Pendahuluan HIV_ 6


Stadium 2 Sakit ringan

Penurunan berat badan 5-10%


ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Luka disekitar bibir (keilitis angularis)
Ulkus mulut berulang
Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo-PPE (Pruritic papular
eruption))
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur kuku

Stadium 3 Sakit sedang


Penurunan berat badan > 10%
Diare, demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan
Kandidosis oral atau vaginal
Oral hairy leukoplakia
TB Paru dalam 1 tahun terakhir
Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)
TB limfadenopati
Gingivitis/ Periodontitis ulseratif nekrotikan akut
Anemia (HB < 8 g%), netropenia (< 5000/ml), trombositopeni kronis
(<50.000/ml)
Stadium 4 Sakit berat (AIDS)
Sindroma wasting HIV
Pneumonia pnemosistis, pnemoni bacterial yang berat berulang
Herpes simpleks ulseratif lebih dari satu bulan
Kandidosis esophageal
TB Extraparu
Sarcoma Kaposi
Retinitis CMV (Cytomegalovirus)
Abses otak Toksoplasmosis
Encefalopati HIV
Meningitis Kriptokokus
Infeksi mikobakteria non-TB meluas
Lekoensefalopati multifocal progresif (PML)
Peniciliosis, kriptosporidosis kronis, isosporiasis kronis, mikosis
meluas, histoplasmosis ekstra paru, cocidiodomikosis)
Limfoma serebral atau B-cell, non-Hodgkin (gangguan fungsi
neurologis dan tidak sebab lain seringkali membaik dengan terapi
ARV)
Kanker serviks invasive
Leismaniasis atipik meluas
Gejala neuropati atau kardiomiopati terkait HIV
Sumber : WHO, 2008

Laporan Pendahuluan HIV_ 7


Tabel 2. Gejala dan tanda klinis yang patut di duga infeksi HIV

Keadaan Umum

Kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar


Demam (terus menerus atau intermiten, temperatur oral > 37,50 C) lebih dari
satu bulan
Diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih dari satu bulan
Limfadenofati meluas

Kulit

PPE* dan kulit kering yang luas merupakan dugaan kuat infeksi HIV.
Beberapa kelainan seperti kutil genital (genital warts), folikulitis dan psoriasis
sering terjadi pada ODHA tapi tidak selalu terkait dengan HIV

Infeksi
Infeksi jamur Kandidosis oral*
Dermatitis seboroik
Kandidosis

Infeksi viral Herpes zoster (berulang/melibatkan


lebih dari satu dermatom)*
Herpes genital (kambuhan)
Moluskum kontagiosum
Kondiloma
Gangguan Batuk lebih dari satu bulan
Pernafasan Sesak nafas
TB
Pnemoni kambuhan
Sinusitis kronis atau berulang
Gejala Nyeri kepala yang semakin parah
neurologis (terus menerus dan tidak jelas
penyebabnya)
Kejang demam
Menurunnya fungsi kognitif
Sumber: Dep Kes, 2007
1.9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Metode pemeriksaan laboratorium dasar untuk diagnosis infeksi HIV dibagi
dalam dua kelompok yaitu :
a. Uji Imunologi
Uji imunologi untuk menemukan respon antibody terhadap HIV-1 dan
digunakan sebagai test skrining, meliputi enzyme immunoassays atau enzyme –
linked immunosorbent assay (ELISAs) sebaik tes serologi cepat (rapid test). Uji
Western blot atau indirect immunofluorescence assay (IFA) digunakan untuk

Laporan Pendahuluan HIV_ 8


memperkuat hasil reaktif dari test krining. Uji yang menentukan perkiraan
abnormalitas sistem imun meliputi jumlah dan persentase CD4+ dan CD8+ T-
limfosit absolute. Uji ini sekarang tidak digunakan untuk diagnose HIV tetapi
digunakan untuk evaluasi.
b. Deteksi antibodi HIV
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang diduga telah terinfeksi HIV.
ELISA dengan hasil reaktif (positif) harus diulang dengan sampel darah yang
sama, dan hasilnya dikonfirmasikan dengan Western Blot atau IFA (Indirect
Immunofluorescence Assays). Sedangkan hasil yang negatif tidak memerlukan tes
konfirmasi lanjutan, walaupun pada pasien yang terinfeksi pada masa jendela
(window period), tetapi harus ditindak lanjuti dengan dilakukan uji virologi pada
tanggal berikutnya. Hasil negatif palsu dapat terjadi pada orang-orang yang
terinfeksi HIV-1 tetapi belum mengeluarkan antibodi melawan HIV-1 (yaitu,
dalam 6 (enam) minggu pertama dari infeksi, termasuk semua tanda-tanda klinik
dan gejala dari sindrom retroviral yang akut. Positif palsu dapat terjadi pada
individu yang telah diimunisasi atau kelainan autoimune, wanita hamil, dan
transfer maternal imunoglobulin G (IgG) antibodi anak baru lahir dari ibu yang
terinfeksi HIV-1. Oleh karena itu hasil positif ELISA pada seorang anak usia
kurang dari 18 bulan harus di konfirmasi melalui uji virologi (tes virus), sebelum
anak dianggap mengidap HIV-1.

c. Rapid test
Merupakan tes serologik yang cepat untuk mendeteksi IgG antibodi terhadap HIV-
1. Prinsip pengujian berdasarkan aglutinasi partikel, imunodot (dipstik),
imunofiltrasi atau imunokromatografi. ELISA tidak dapat digunakan untuk
mengkonfirmnm asi hasil rapid tes dan semua hasil rapid tes reaktif harus
dikonfirmasi dengan Western blot atau IFA.
d. Western blot
Digunakan untuk konfirmasi hasil reaktif ELISA atau hasil serologi rapid tes
sebagai hasil yang benar-benar positif. Uji Western blot menemukan keberadaan

Laporan Pendahuluan HIV_ 9


antibodi yang melawan protein HIV-1 spesifik (struktural dan enzimatik). Western
blot dilakukan hanya sebagai konfirmasi pada hasil skrining berulang (ELISA atau
rapid tes). Hasil negative Western blot menunjukkan bahwa hasil positif ELISA
atau rapid tes dinyatakan sebagai hasil positif palsu dan pasien tidak mempunyai
antibodi HIV
1. Hasil Western blot positif menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1 pada
individu dengan usia lebih dari 18 bulan.
e. Indirect Immunofluorescence Assays (IFA)
Uji ini sederhana untuk dilakukan dan waktu yang dibutuhkan lebih sedikit
dan sedikit lebih mahal dari uji Western blot. Antibodi Ig dilabel dengan
penambahan fluorokrom dan akan berikatan pada antibodi HIV jika berada pada
sampel. Jika slide menunjukkan fluoresen sitoplasma dianggap hasil positif
(reaktif), yang menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1.

f. Penurunan sistem imun


Progresi infeksi HIV ditandai dengan penurunan CD4+ T limfosit,
sebagian besar sel target HIV pada manusia. Kecepatan penurunan CD4 telah
terbukti dapat dipakai sebagai petunjuk perkembangan penyakit AIDS. Jumlah
CD4 menurun secara bertahap selama perjalanan penyakit. Kecepatan
penurunannya dari waktu ke waktu rata-rata 100 sel/tahun.

2). Uji Virologi


Tes virologi untuk diagnosis infeksi HIV-1 meliputi kultur virus, tes
amplifikasi asam nukleat / nucleic acid amplification test (NAATs) , test untuk
menemukan asam nukleat HIV-1 seperti DNA arau RNA HIV-1 dan test untuk
komponen virus (seperti uji untuk protein kapsid virus (antigen p24).
a. Kultur HIV
HIV dapat dibiakkan dari limfosit darah tepi, titer virus lebih tinggi dalam plasma
dan sel darah tepi penderita AIDS. Pertumbuhan virus terdeteksi dengan menguji

Laporan Pendahuluan HIV_ 10


cairan supernatan biakan setelah 7-14 hari untuk aktivitas reverse transcriptase
virus atau untuk antigen spesifik virus.
b. NAAT HIV-1 (Nucleic Acid Amplification Test)
Menemukan RNA virus atau DNA proviral yang banyak dilakukan untuk
diagnosis pada anak usia kurang dari 18 bulan. Karena asam nuklet virus mungkin
berada dalam jumlah yang sangat banyak dalam sampel. Pengujian RNA dan
DNA virus dengan amplifikasi PCR, menggunakan metode enzimatik untuk
mengamplifikasi RNA HIV-1. Level RNA HIV merupakan petanda prediktif
penting dari progresi penyakit dan menjadi alat bantu yang bernilai untuk
memantau efektivitas terapi antivirus.
c. Uji antigen p24
Protein virus p24 berada dalam bentuk terikat dengan antibodi p24 atau dalam
keadaan bebas dalam aliran darah indivudu yang terinfeksi HIV-1. Pada umumnya
uji antigen p24 jarang digunakan dibanding teknik amplifikasi RNA atau DNA
HIV karena kurang sensitif. Sensitivitas pengujian meningkat dengan peningkatan
teknik yang digunakan untuk memisahkan antigen p24 dari antibodianti-p24
(Read, 2007).

1.10. PENATALAKSANAAN
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human
Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :

a. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan


yang tidak terinfeksi.
b. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks
terakhir yang tidak terlindungi.
c. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas
status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
d. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
e. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.

Laporan Pendahuluan HIV_ 11


Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :
1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman
untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus
dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase.
AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT
tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif
asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
3. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.
Obat-obat ini adalah :
a. Didanosine
b. Ribavirin
c. Diedoxycytidine
d. Recombinant CD 4 dapat larut
e. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti
interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan
keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang
pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
a. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan
sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang
mengganggu fungsi imun.
b. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Laporan Pendahuluan HIV_ 12


1.11. KOMPLIKASI
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat
2. Neurologik
a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi social.
b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit
kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)

3. Gastrointestinal

a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma,
dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam
atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri
rectal, gatal-gatal dan siare.
4. Respirasi

Laporan Pendahuluan HIV_ 13


Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus,dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri,
hipoksia, keletihan, gagal nafas.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa
terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri.

Laporan Pendahuluan HIV_ 14


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIV
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan untuk penderita AIDS (Doenges, 1999) adalah
a. Aktivitas / istirahat. : Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap
aktivitas biasanya, malaise
b. Sirkulasi : Takikardia , perubahan TD postural, pucat dan sianosis.
c. Integritas ego: Alopesia , lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa,
depresi, marah, menangis.
d. Elimiinasi : Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal,
absesrektal.
e. Makanan / cairan: Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga
mulut, kesehatan gigi / gusi yang buruk, dan edema.
f. Neurosensori: Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk,
apatis, dan respon melambat.
g. Nyeri / kenyamanan : Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan
pada sendi, penurunan rentang gerak, dan gerak otot melindungi pada
bagian yangsakit.
h. Pernafasan : Batuk, Produktif / non produktif, takipnea, distres pernafasan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan ditandai dengan
keluhan nyeri, perubahan denyutnadi,kejang otot, ataksia, lemah otot dan
gelisah.
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan respon imunitas yang berkurang
( Immuno supresi).
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan cara pencegahan penularan HIV,
dan kebutuhan pengobatan
d. Isolasi social berhubungan dengan mudahnya transmisi atau proses penularan
penyakit
e. Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme
ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah atau berlebihan,
ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari, kelesuan, dan
ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi.

Laporan Pendahuluan HIV_ 15


Laporan Pendahuluan HIV_ 16
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Risiko infeksi NOC : NIC :


 Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko :  Knowledge : Infection control  Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif  Risk control  Cuci tangan setiap sebelum dan
- Kerusakan jaringan dan peningkatan Setelah dilakukan tindakan sesudah tindakan keperawatan
paparan lingkungan keperawatan selama…… pasien  Gunakan baju, sarung tangan sebagai
- Malnutrisi tidak mengalami infeksi dengan alat pelindung
- Peningkatan paparan lingkungan kriteria hasil:  Ganti letak IV perifer dan dressing
patogen  Klien bebas dari tanda dan sesuai dengan petunjuk umum
- Imonusupresi gejala infeksi  Gunakan kateter intermiten untuk
- Tidak adekuat pertahanan sekunder  Menunjukkan kemampuan menurunkan infeksi kandung kencing
(penurunan Hb, Leukopenia, untuk mencegah timbulnya  Tingkatkan intake nutrisi
penekanan respon inflamasi) infeksi  Berikan terapi
- Penyakit kronik  Jumlah leukosit dalam batas antibiotik:.................................
- Imunosupresi normal  Monitor tanda dan gejala infeksi
- Malnutrisi  Menunjukkan perilaku hidup sistemik dan lokal
- Pertahan primer tidak adekuat sehat  Pertahankan teknik isolasi k/p
(kerusakan kulit, trauma jaringan,  Status imun, gastrointestinal,  Inspeksi kulit dan membran mukosa
gangguan peristaltik) genitourinaria dalam batas terhadap kemerahan, panas, drainase
normal  Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan

Laporan Pendahuluan HIV_ 17


gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam

Laporan Pendahuluan HIV_ 18


Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


Berhubungan dengan :  Self Care : ADLs  Observasi adanya pembatasan klien dalam
 Tirah Baring atau imobilisasi  Toleransi aktivitas melakukan aktivitas
 Kelemahan menyeluruh  Konservasi eneergi  Kaji adanya faktor yang menyebabkan
 Ketidakseimbangan antara Setelah dilakukan tindakan kelelahan
suplei oksigen dengan keperawatan selama …. Pasien  Monitor nutrisi dan sumber energi yang
kebutuhan bertoleransi terhadap aktivitas adekuat
Gaya hidup yang dipertahankan. dengan Kriteria Hasil :  Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik
 Berpartisipasi dalam aktivitas dan emosi secara berlebihan
DS: fisik tanpa disertai peningkatan  Monitor respon kardivaskuler terhadap
 Melaporkan secara verbal tekanan darah, nadi dan RR aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas,
adanya kelelahan atau  Mampu melakukan aktivitas diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
kelemahan. sehari hari (ADLs) secara  Monitor pola tidur dan lamanya
 Adanya dyspneu atau mandiri tidur/istirahat pasien
ketidaknyamanan saat  Keseimbangan aktivitas dan  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
beraktivitas. istirahat Medik dalam merencanakan progran terapi
DO : yang tepat.
 Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
 Respon abnormal dari tekanan yang mampu dilakukan
darah atau nadi terhadap  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
aktifitas yang sesuai dengan kemampuan fisik,
 Perubahan ECG : aritmia, psikologi dan sosial
iskemia  Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan

Laporan Pendahuluan HIV_ 19


 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
 Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
 Monitor respon fisik, emosi, sosial dan
spiritual

Rencana keperawatan

Laporan Pendahuluan HIV_ 20


Diagnosa Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Masalah Kolaborasi

Kecemasan berhubungan NOC : NIC :


dengan - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
- Koping  Gunakan pendekatan yang menenangkan
Faktor keturunan, Krisis Setelah dilakukan asuhan  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
situasional, Stress, perubahan selama ……………klien pasien
status kesehatan, ancaman kecemasan teratasi dgn  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
kematian, perubahan konsep kriteria hasil: selama prosedur
diri, kurang pengetahuan dan  Klien mampu  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengidentifikasi dan mengurangi takut
hospitalisasi
mengungkapkan gejala  Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
cemas tindakan prognosis
 Mengidentifikasi,  Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
DO/DS: mengungkapkan dan
 Instruksikan pada pasien untuk menggunakan
- Insomnia menunjukkan tehnik
tehnik relaksasi
- Kontak mata kurang untuk mengontol cemas
 Dengarkan dengan penuh perhatian
- Kurang istirahat  Vital sign dalam batas
normal  Identifikasi tingkat kecemasan
- Berfokus pada diri sendiri
- Iritabilitas  Postur tubuh, ekspresi  Bantu pasien mengenal situasi yang
wajah, bahasa tubuh dan menimbulkan kecemasan
- Takut
tingkat aktivitas  Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
- Nyeri perut
menunjukkan ketakutan, persepsi
- Penurunan TD dan denyut
berkurangnya  Kelola pemberian obat anti cemas:........
nadi
- Diare, mual, kelelahan kecemasan
- Gangguan tidur
- Gemetar

Laporan Pendahuluan HIV_ 21


- Anoreksia, mulut kering
- Peningkatan TD, denyut nadi,
RR
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi

Laporan Pendahuluan HIV_ 22


Laporan Pendahuluan HIV_ 23

You might also like