Peningkatan prevalensi pasien skizoprenia disebabkan Aktivitas motor yang berlebihan,
Negativism yang ekstrim, Gerakan-gerakan yang khas dan tidak terkendali dan kurangnya komunikasi dan pengetahuan keluarga. Keluarga yang baik akan berpengaruh positif dan keluarga yang kurang baik akan berpengaruh negatif, misalnya keluarga yang melakukan perannya, maka akan muncul rasa percaya diri pada penderita. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik keluarga dengan tingkat kekambuhan skizoprenia. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian anggota keluarga dari pasien skizoprenia di UPT Puskesmas Teja Kabupaten Pamekasan. Sampel sebanyak 44 orang dengan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Analisis data menggunakan spearman rank. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden berusia 30-40 tahun sebanyak 22 orang (50,0%) dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 34 orang (77,3%) dengan tingkat pendidikan SMA sebanyak 29 orang (65,9%). Mayoritas responden cukup berperan dalam membantu pasien yaitu 21 orang (47,7%) dengan kekambuhan skizoprenianya kadang-kadang yaitu 28 orang (63,6%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan komunikas terapeutik keluarga dengan tingkat kekambuhan skizoprenia (r = -0,451 dan p value 0,002) sehingga secara statistik signifikan. Nilai koefisien korelasi berada diantara (0,400 – 0,599) sehingga hubungan komunikasi terapeutik keluarga dengan tingkat kekambuhan skizoprenia adalah sedang. Kesimpulan penelitian yaitu ada hubungan komunikasi terapeutik keluarga dengan tingkat kekambuhan skizoprenia dimana semakin baik komunikasi terapeutik keluarga maka semakin menurunkan tingkat kekambuhan skizoprenia.
Kata Kunci : Komunikasi Terapeutik Keluarga Kekambuhan Skizoprenia