You are on page 1of 19

KATA PENGANTAR

. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“ATRAUMATIC CARE”, tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini juga merupakan penugasan dari mata kuliah
Keperawatan Anak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing dalam pembuatan makalah ini dan teman-teman yang telah
memberikan dukungan dan membantu dalam pembuatan makalah ini, serta rekan-
rekan lain yang membantu pembuatan makalah ini.

Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna memberikan sifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna mengingat penulis masih tahap belajar dan oleh karna itu
mohon maaf apabila masih banyak kesalahan dan kekurangan di dalam penulisan
makalah ini.

Ponorogo, 23 Juli 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Manfaat .................................................................................................................................... 3
1.4 Metode Penelitian ................................................................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Anak........................................................................................................................................ 4


2.1.1 Paradigma Kperawatan Anak ..................................................................................................... 4
2.1.2 Prinsip Perawatan Anak .............................................................................................................. 5
2.2 Perawatn Atraumatik Pada Anak ........................................................................................................ 6
2.2.1 Definisi Perawatan Atraumatik Pada Anak ................................................................................ 6
2.2.2 Prinsip Perawatan Atraumatik Pada Anak .................................................................................. 6
2.2.3 Penerapan atraumatic Care ......................................................................................................... 10
2.2.4 Tindakan Penyebab Trauma Pada Anak .................................................................................... 11
2.2.5 Pencegahan Kecelakaan Pada Anak ........................................................................................... 12
2.2.6 Tindakan Atraumatic Care .......................................................................................................... 13
2.2.7 Manfaat Penerapan Atraumatic Care .......................................................................................... 14

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................................................... 16


3.2 Saran .................................................................................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Atraumatic care atau asuhan yang tidak menimbulkan trauma pada anak
da keluarganya merupakan asuhan yang terapeutik karena bertujuan sebagai
terapi bagi anak. Dasar pemikiran pentingnya asuhan terapeutik ini adalah bahwa
walaupun ilmu pegetahuan dan teknologi di bidang pediatrik telah berkembang
pesat, tindakan yang dilakukan pada anak tetap menimbulkan trauma, rasa nyeri,
marah, cemas dan takut pada anak. Sangat disadari bahwa sampai saat ini belum
ada teknologi yang dapat mengatasi masalah yang timbul sebagai dampak
perawatan tersebut diatas. Hal ini memerlukan perhatian khusus dari tenaga
kesehatan, khususnya perawat dalam melaksanakan tindakan pada anak dan
orang tua (Supartini, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian, hasil pengambilan data penerapan Atraumatic care
dengan kuesioner kepada orang tua anak yang berjumlah 20 responden, maka
didapatkan hasil bahwa sebagian besar (60%) pelaksanaan penerapan
Atraumatic care cukup, kemudian (25%) penerapan Atraumatic care baik,
dan hanya (15%) penerapan Atraumatic care kurang. Berdasarkan data
tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pelayanan Atraumatic care di
paviliun melati RSU dr. H. Koesnadi Kabupaten Bondowoso telah
menerapkan pelayanan Atraumatic care yang cukup. (Marniaty, Ismanto, &
Onibala, Mei 2015)

1
Beberapa bukti penelitian menunjukkan bahwa lingkungan rumah sakit
yang dapat menimbulkan trauma bagi anak adalah lingkungan fisik rumah sakit,
tenaga kesehatan baik dari sikap maupun pakaian putih, alat-alat yang digunakan,
dan lingkunagan sosial antar sesama pasien. Dengan adanya stresor tersebut,
distres yang dapat dialami anak adalah gangguan tidur, pembatasan aktivitas,
perasaan nyeri, dan suara bising, sedangkan dostres psikologis mencakup
kecemasan, takut, marah, kecewa, sedih, malu, dan rasa bersalah (Supartini,
2004).
Pelayanan Atraumatic care memberdayakan kemampuan keluarga
baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikap dalam
melaksanakan perawatan anaknya di rumah sakit melakui interaksi yang
terapeutik dengan keluarga. Pendekatan psikologis yang dapat dilakukan yaitu
dengan prinsip Atraumatic care saat perawatan apada anak saat hospitalisasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, masalah yang dapat dirumuskan
adalah bagaimanakah teori atau sebuah konsep tentang atraumatic care itu?.

2
1.3 Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat pembuatan makalah adalah untuk melatih dan
menambah pengetahuan tentang konsep atraumatic care pada anak. Di samping itu
juga sebagai syarat dari tugas mata kuliah Keperawatan Anak.
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini digunakan metode penulisan yang berdasarkan
literatur atau metode pustaka.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Anak


2.1.1 Paradigma Keperawatan Anak
Paradigma keperawatan anak menurut (Supartini, 2004)
dikelompokkan 4 komponen yaitu:
a. Manusia (Anak)
Manusia sebagai klien dalam keperwatan anak adalah individu yang
berusia antara 0 sampai 18 tahun, yang sedang dalam proses tumbuh
kembang, mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologik, dan
spiritual) yang berbeda dengan orang dewasa.
b. Sehat
Sehat dalam keperawatan anak adalah sehat dalam rentang sehat-sakit.
Sehat adalah keadaan kesejahteraan optimal antara fisik, mental, dan
sosial yang harus dicapai sepanjang kehidupan anak dalam rangka
mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang optimal sesuai
dengan usianya.
c. Lingkungan
Lingkungan terdiri atas lingkungan interna dan lingkungan eksternal
yang dapat mempengaruhi kesehatan anak. Lingkungan interna, yaitu
genetik (keturunan), kematangan biologis, jenis kelamin, intelektual,
emosi, dan adanya predisposisi atau resistensi terhadap penyakit.
Lingkungan eksternal yaitu status nutrisi, orang tua, saudara sekandung
(sibling), masyarakat atau kelompok sekolah dan lain-lain.
d. Keperawatan
Untuk memperoleh pertumbuhan dan perkembangan yang optimal,
perawat dapat membantu anak dan keluarganya memenuhi kebutuhan
yang spesifik dengan cara membina hubungan terapeutik dengan anak
atau keluarga melalui perannya sebagai pembela, pemulih atau
pemelihara kesehatan, koordinator, kolabolator, pembuat keputusan etik
dan perencana kesehatan.

4
2.1.2 Prinsip-Prinsip Perawatan Anak
Prinsip-prinsip dalam asuhan keperawatan anak (Hidayat, 2005) yaitu:
1. Anak bukan miniature orang dewasa tetapi sebagai individu yang
unik. Prinsip ini mengandung arti bahwa tidak boleh memandang
anak dari ukuran fisik saja, karena anak mempunyai pola
pertumbuhan dan perkembangan menuju proses kematangan
2. Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan
sesuai dengan tahap perkembangan.
3. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan
penyakit dan peningkatan derajat kesehatan untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian.
4. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang
berfokus pada kesejahteraan anak sehingga perawat
bertanggungjawab komprehensif dalam memberikan asuhan
keperawatan anak misalnya anak tidak merasakan gangguan
psikologis, rasa cemas dan takut.
5. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan
keluarga untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi, dan
meningkatkan kesejahteraan hidup, dengan menggunakan proses
keperawatan yang sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek
hukum (legal).
6. Tujuan keperawatan anak dan remaja adalah untuk meningkatkan
maturasi atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sabagai
makhluk biopsikososial dan spiritual dalam konteks keluarga dan
masyarakat.
7. Pada masa yang akan datang kecendrungan keperawatan anak
berfokus pada ilmu tumbuh kembang (Hidayat, 2008)

5
2.2 Perawatan Atraumatik Pada Anak
2.2.1 Defenisi Perawatan Atraumatik Pada Anak
Menurut Hidayat (2005), atraumatik care adalah perawatan yang
tidak menimbulkan adanya trauma pada anak maupun keluarga. Perawatan
tersebut difokuskan dalam pencegahan terhadap trauma yang merupakan
bagian dalam keperawatan anak. Perhatian khusus kepada anak sebagai
individu yang masih dalam usia tumbuh kembang, sangat penting karena
masa anak merupakan proses menuju kematangan.
Dengan demikian, atraumatik care sebagai bentuk perawatan
terapeutik dapat diberikan kepada anak dan keluarga dengan mengurangi
dampak psikologis dari tindakan keperawatan yang diberikan seperti
memperhatikan dampak tindakan yang diberikan dengan melihat prosedur
tindakan atau aspek lain yang kemungkinan berdampak adanya trauma
(Hidayat, 2005).
Menurut (Whaley and Wong 1995) dalam Wong (2005) atraumatic
care merupakan sebagai ketetapan dan kepedulian dari tim pelayanan
kesehatan melalui intervensi yang meminimalkan atau meniadakan stressor
yang dialami oleh anak dan keluarga di rumah sakit baik fisik maupun
psikis. Perawatan atraumatik juga disebut dengan perawatan yang terapeutik
yang meliputi pada pencegahan trauma, hasil diagnosa, dan mengurangi
dampak kondisi-kondisi yang akut maupun kronis. Dan Wiggins (1994)
dalam (Wong, 2005) mengungkapkan bahwa stresor lingkungan yang sering
dialami oleh anak adalah lingkungan rumah sakit yang tidak nyaman bagi
mereka yang mengakibatkatkan anak stress selam dirawat dirumah sakit.

2.2.2 Prinsip Perawatan Atraumatik pada Anak


Pada umumnya anak yang dirawat di rumah sakit akan timbul rasa
takut baik pada dokter maupun perawat, apalagi jika anak telah mempunyai
pengalaman mendapatkan imunisasi. Dalam bayangannya, perawat atau
dokter akan menyakiti dan menyuntik. Selain itu anak juga merasa
terganggu hubungannya dengan orang tua dan saudaranya. Lingkungan di
rumah tentu berbeda bentuk dan suasananya dengan ruang perawatan.

6
Reaksi pertama selain ketakutan, tidak mau makan dan minum bahkan
menangis. Untuk mengatasi masalah tersebut adalah memberikan perawatan
atraumatik.
Ada beberapa prinsip perawatan atraumatik yang harus dimiliki oleh
perawat anak (Hidayat, 2005) yaitu:
1. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga.
Dampak perpisahan dari keluarga, anak akan mengalami gangguan
psikologis seperti kecemasan, ketakutan, kurangmya kasih sayang,
gangguan ini akan menghambat proses penyembuhan anak dan dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Bila anak dirawat di
rumah sakit dan selama itu tidak boleh berhubungan dengan orang tuanya,
maka ia akan merasa ditolak oleh keluarga dan mengakibatkan anak
cendrung emosi saat kembali pada keluarganya. Pada umumnya anak
bereaksi negatif waktu pulang ke rumah (Mc.Ghie, 1996) dalam Juli (2008).
Selama anak mengalami hospitalisasi, keluarga memainkan peran bersifat
dukungan moril seperti kasih sayang, perhatian, rasa aman, dan dukungan
materil berupa usaha keluarga untuk memenuhi kebutuhan anggota
keluarga. Jika dukungan tersebut tidak ada, maka keberhasilan untuk
penyembuhan sangat berkurang.
Untuk mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan dari keluarga
dapat dilakukan dengan cara melibatkan orang tua berperan aktif dalam
perawatan anak dengan cara membolehkan mereka untuk tinggal bersama
anak selama 24 jam (rooming in), jika tidak mungkin untuk rooming in, beri
kesempatan orang tua untuk melihat anak setiap saat dengan maksud
mempertahankan kontak antar mereka dan mempertahankan kontak dengan
kegiatan sekolah, diantaranya dengan memfasilitasi pertemuan dengan guru,
teman sekolah dan lain-lain (Supartini, 2004).
2. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan
pada anak.
Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak
mampu dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-hati dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal.

7
Serta pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam
mengawasi perawatan anak. Dan fokuskan intervensi keperawatan pada
upaya untuk mengurangi ketergantungan dengan cara memberi kesempatan
anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua.
3. Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak
psikologis)
Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam
keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri tidak bisa dihilangkan
secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya,
distraksi, relaksasi, imaginary. Apabila tindakan pencegahan tidak
dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak
sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
Untuk meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri
dilakukan dengan cara mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk
tindakan prosedur yang mnimbulkan rasa nyeri, yaitu dengan menjelaskan
apa yang akan dilakukan dan memberikan dukungan psikologis pada orang
tua. Lakukan permainan terlebih dahulu sebelum melakukan persiapan fisik
anak, misalnya dengan bercerita yang berkaitan dengan tindakan atau
prosedur yang akan dilakukan pada anak. Aktivitas bermain dilakukan
perawat pada anak akan memberikan keuntungan seperti meningkatkan
hubungan antara klien (anak dan keluarga dan perawat karena bermain
merupakan alat komunikasi yang efektif antara perawat dan klien, aktivitas
bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak,
dan bisa mengekspresikan perasaan anak. Pertimbangkan untuk
menghadirkan orang tua pada saat dilakukan atau prosedur yang
menimbulkan rasa nyeri apabila mereka tidak dapat menahan diri, bahkan
menangis bila melihatnya. Dalam kondisi ini, tawarkan pada anak dan orang
tua untuk mempercayakan kepada perawat sebagai pendamping anak.
Tunjukkan sikap empati sabagai pendekatan utama dalam mengurangi
rasa takut akibat prosedur yang menyakitkan. Pada tindakan pembedahan
elektif, lakukan persiapan khusus jauh hari sebelumnya apabila

8
memungkinkan. Misalnya, dengan mengorientasikan kamar bedah, tindakan
yang akan dilakukan dan lain-lain.
4. Tidak melakukan kekerasan pada anak
Secara umum kekerasan didefenisikan sebagai sutu tindakan yang
dilakukan oleh individu terhadap individu lain yang mengakibatkan
gangguan fisik dan psikis. Kekerasan pada anak adalah tindakan yang
dilakukan seseorang atau individu pada mereka yang belum genap berusia
18 tahun yang menyebabkan kondisi fisik dan psikis terganggu (Sugiarno,
2007).
Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang
sangat berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak
dalam proses tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan
akan terhambat, dengan demikian tindakan kekerasan pada anak sangat
tidak dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak seperti melakukan
tindakan keperawatan yang berulang-ulang (dalam pemasangan IVFD).
5. Modifikasi lingkungan fisik.
Melalui modifikasi lingkungan fisik rumah sakit yang bernuansa anak
dapat meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan
anak sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman di
lingkungannya. Modifikasi ruang perawatan dengan cara membuat situasi
ruang rawat seperti di rumah dan Ruangan tersebut memerlukan dekorasi
yang penuh dengan nuansa anak, seperti adanya gambar dinding berupa
gambar binatang, bunga, tirai dan sprei serta sarung bantal yang berwarna
dan bercorak binatang atau bunga, cat dinding yang berwarna, serta tangga
yang pegangannya berwarna ceria.
Wong (2005) mengungkapkan ada 3 prinsip perawatan atraumatik yang
harus dimiliki oleh tim kesehatan dalam merawat pasien anak yaitu
diantaranya adalah mencegah atau meiminimalkan stressor fisik dan psikis
yang meliputi prosedur yang menyakitkan seperti suntikan, kegelisahan,
ketidakberdayaan, tidur yang tidak nyaman, pengekangan, suara bising, bau
yang tidak sedap dan lain-lain, mencegah dampak perpisahan orang tua dan
anggota keluarga yang lain, bersikap empati kepada keluarga dan anak yang

9
sedang dirawat serta memberikan pendidikan kesehatan tentang kondisi
sakit yang dialami anak.
Menurut salah satu orang tua anak, kecemasan anak sering muncul
ketika perawat menghampiri anak. Anak tiba-tiba menangis saat melihat
perawat, memanggil orang tuanya dan tampak gugup seolah menolak
kehadiran perawat yang datang. Anak prasekolah menggambarkan
bahwa hospitalisasi sebagai hukuman dan perpisahan dengan orang tua
sebagai kehilangan kasih sayang. Hal ini yang menyebabkan anak
menganggap perawat yang data selalu melukainya dan kehadiran orang tua
akan memberikan perlindungan bagi diri anak. Kurangnya pengetahuan
perawat mengenai prinsip atraumatic care menjadi salah satu penyebab juga.
Contoh tindakan medis seperti menyuntik dan tindakan pemberian obat
dinilai anak sebagai tindakan kekerasan (Marniaty, Ismanto, & Onibala, Mei
2015)
2.2.3 Penerapan Atraumatic Care
Bermain merupakan suatu aktivitas bagi anak yang menyenangkan
dan merupakan suatu metode bagaimana mereka mengenal dunia. Bagi anak
bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak
seperti halnya makanan, perawatan, cinta kasih dan lain-lain. Anak-anak
memerlukan berbagai variasi permainan untuk kesehatan fisik, mental dan
perkembangan emosinya. Dengan bermain anak dapat menstimulasi
pertumbuhan otot-ototnya, kognitifnya dan juga emosinya karena mereka
bermain dengan seluruh emosinya, perasaannya dan pikirannya.
Elemen pokok dalam bermain adalah kesenangan dimana dengan
kesenangan ini mereka mengenal segala sesuatu yang ada disekitarnya
sehingga anak yang mendapat kesempatan cukup untuk bermain juga akan
mendapatkan kesempatan yang cukup untuk mengenal sekitarnya sehingga
ia akan menjadi orang dewasa yang lebih mudah berteman, kreatif dan
cerdas, bila dibandingkan dengan mereka yang masa kecilnya kurang
mendapat kesempatan bermain.
Macam – macam bermain :
1. Bermain aktif

10
Pada permainan ini anak berperan secara aktif, kesenangan diperoleh
dari apa yang diperbuat oleh mereka sendiri. Bermain aktif meliputi :
a. Bermain mengamati/menyelidiki (Exploratory Play)
Perhatian pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat
permainan tersebut, memperhatikan, mengocok-ocok apakah ada
bunyi, mencium, meraba, menekan dan kadang-kadang berusaha
membongkar.
b. Bermain konstruksi (Construction Play)
Pada anak umur 3 tahun dapat menyusun balok-balok menjadi
rumah-rumahan.
c. Bermain drama (Dramatic Play)
Misalnya bermain sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan
teman-temannya.
d. Bermain fisik
Misalnya bermain bola, bermain tali dan lain-lain. Untuk di
hospitalisasi bermain fisik harus disesuaikan dengan kemampuan
dan kesehatan anak saat itu.
2. Bermain pasif
Pada permainan ini anak bermain pasif antara lain dengan melihat dan
mendengar. Permainan ini cocok apabila anak sudah lelah bernmain
aktif dan membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan
keletihannya.
Contoh: Melihat gambar di buku/majalah ,mendengar cerita atau musik,
menonton televisi dan sebagainya.
Dalam kegiatan bermain kadang tidak dapat dicapai keseimbangan
dalam bermain, yaitu apabila terdapat hal-hal seperti dibawah ini :
a. Kesehatan anak menurun. Anak yang sakit tidak mempunyai
energi untuk aktif bermain.
b. Tidak ada variasi dari alat permainan.
c. Tidak ada kesempatan belajar dari alat permainannya.
d. Tidak mempunyai teman bermain.

11
2.2.4 Tindakan Penyebab Risiko Trauma pada Anak
1. Tindakan yang dinilai si anak sebagai tindakan kekerasan
2. Tidak adanya rasa empati yang ditunjukkan pada anak
3. Tidak memfasilitasi hubungan orang tua dengan si anak selama proses
hospitalisasi
4. Tidak menyediakan aktifitas bermain untuk mengeksprsikan ketakutan
(rahmah & agustina, februari 2016)
2.2.5 Pencegahan kecelakaan pada anak
Ada beberapa cara pencegahan kecelakaan terhadap anak sebagai
berikut
1. Jatuh dari tempat tidur
Hal ini merupakan kecelakaan yang umum terjadi pada anak-anak di
bangsal rumah sakit. Tempat tidur harus dirancang sehingga bagian
sisi tempat tidur dapat dikunci dan cukup tinggi sehingga anak yang
mulai berjalan tidak dapat memanjat keluar. Karena itu perawat harus
menjamin bahwa sisi tempat tidur terkunci setelah menyelesaikan
suatu tindakan.
2. Mandi
Tersiram air panas ataupun tenggelam merupakan konsekuensi dari
perencanaan dan prosedur yang sembrono. Oleh karena itu suhu air
harus aman bagi anak. Untuk mencegah tenggelam maka diperlukan
pengawasan yang konstan selama mandi. Tidak selalu memungkinkan
untuk mencegah anak masuk kamar mandi, karena hal ini sebagian
besar tergantung pada penataan bangsal.
3. Obat-obatan Penyimpanan
Obat-obatan secara aman merupakan ketentuan hukum yang mengikat
semua perawat. Selama pembagian obat harus dibawah pengawasan
perawat.
4. Peralatan (rumah sakit)
Setiap peralatan yang digunakan harus dalam keadaan dapat dipakai
dan secara mekanis dan listrik dalam keadaan aman seperti
termometer, mainan dari rumah sakit, spuit, dan lain-lain.

12
2.2.6 Tindakan Atraumatic Care

Fokus intervensi keperawatan adalah


1. Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress
Dapat dilakukan dengan cara :
 Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan
 Mencegah perasaan kehilangan kontrol
 Mengurangi / meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh
dan rasa nyeri
2. Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan
 Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak
 Modifikasi ruang perawatan
 Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah
 Surat menyurat, bertemu teman sekolah
3. Mencegah perasaan kehilangan kontrol:
 Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif.
 Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan
 Buat jadwal untuk prosedur terapi,latihan,bermain
 Memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan
orang tua dalam perencanaan kegiatan
4. Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri
 Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan
prosedur yang menimbulkan rasa nyeri
 Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak
 Menghadirkan orang tua bila memungkinkan
 Tunjukkan sikap empati
 Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan
yang dilakukan melalui cerita, gambar. Perlu dilakukan pengkajian
tentang kemampuan psikologis anak menerima informasi ini
dengan terbuka.
5. Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak

13
 Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang
tua untuk belajar .
 Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang
penyakit anak.
 Meningkatkan kemampuan kontrol diri.
 Memberi kesempatan untuk sosialisasi.
 Memberi support kepada anggota keluarga.
6. Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit
 Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia anak.
 Mengorientasikan situasi rumah sakit.
Pada hari pertama lakukan tindakan :
1) Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya.
2) Kenalkan pada pasien yang lain.
3) Berikan identitas pada anak.
4) Jelaskan aturan rumah sakit.
5) laksanakan pengkajian.
6) Lakukan pemeriksaan fisik.

2.2.7 Manfaat Penerapan Atraumatic Care


a. Pada Anak
Penerapan Atraumatic Care pada anak sangat membantu dalam
proses penyembuhan selama hospitalisasi. Kebutuhan psikologis
anak dapat terpenuhi. Anak tidak kehilangan kasih sayang dan
dukungan terhadap orang tua. Anak mendapatkan terapi bermain
meskipun selama proses hospitalisasi. Anak juga mendapatkan kasih
sayang rasa aman dan perhatian dari pihak tenaga medis maupun
dari orang tuanya sendiri. (wulandari, 1 FEBRUARI 2011)
b. Pada Orang Tua
Peran orang tua sangat berpengaruh pada penyembuhan trauma
pada anak. Disini, orang tua dapat megontrol perawatan pada anak.
Orang tua dapat mendampingi anak secara keseluruhan untuk
mengurangi trauma pada anak. Selain itu peran Ibu dalam

14
mendampingi si anak selama proses hospitalisasi mempermudah
perawat dalam melakukan tindakan medis. Keberhasilan pelayanan
atraumatic care dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor dari orang
tua salah satunya jenis kelamin orang tua sebagian besar perempuan
dengan jumlah 26 (74,3%). Ibu memiliki sifat yang positif terhadap
anak yang sedang dirawat. (Maghfuroh, April 2016)
c. Pada Perawat
Pada perawat sendiri mendapatkan pengetahuan tentang
Atraumatic Care untuk dapat secara optimal mengerjakan asuhan
keperawatan anak. Perawat juga secara optimal dapat mencegah atau
mengurangi injury pada psikologis anak. (Rahmah & Santoso,
September 2014)

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Atraumatic care merupakan asuhan keperawatan yang tidak
menimbulkan trauma pada anak dan keluarganya dan merupakan asuhan
yang teurapetik karena bertujuan sebagai therapi pada anak. Atraumatic
care merupakan bentuk perawatan teurapetik yang diberikan oleh tenaga
kesehatan dalam tatanan kesehatan anak, melalui penggunakan tindakan
yang dapat mengurangi stres fisik maupun stres psikologis yang dialami
anak maupun orang tuanya. Atraumatic car ebukan suatu bentuk intervensi
yang nyata terlihat, tetapi memberikan perhatian pada apa, siapa, dimana,
mengapa dan bagaimana prosedur dilakukan pada anak dengantujuan
mencegah dan mengurangi stres fisik maupun psikologis. Aktivitas bermain
merupakan salah satu stimulus bagi perkembangan anak. Sekarang banyak
dijual berbagai macam mainan anak-anak, jika orang tua tidak selektif
dalam memilih jenis permainan pada anaknya atau kurang memahami
fungsinya maka alat permainan tersebut yang sudah dibeli tidak akan
berfungsi secara efektif.
3.2 Saran
Diharapkan dengan adanya penjelasan mengenai perawatan
atraumatik, dapat menunjang kita dalam proses pembelajaran pada mata
kuliah Keperawatan Anak I serta menjadi bahan pembelajaran. Oleh karena
itu dengan adanya bahan materi ini diharapkan kita dapat mengaplikasikan
konsep ini saat praktek keperawatan anak di RS dan dalam melaksanakan
profesi kita sebagai perawat nantinya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. H. (2008). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2 cetakan 3 Jilid Ke 2. Jakarta:


Salemba Medika.

Maghfuroh, L. (April 2016). atraumatic care menurunkan kecemasan hospitalisasi pada


anak prasekolah di ruang anggrek RSUD dr. SOEGIRI Lamongan. SURYA , vol.08 no.01.

Marniaty, R., Ismanto, A. Y., & Onibala, F. (Mei 2015). PENGARUH PENERAPAN
ATRAUMATIC CARE TERHADAP RESPON KECEMASAN ANAK YANG MENGALAMI
HOSPITALISASI DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO DAN RSUP PROF
DR.R.D.KANDOU MANADO. eJournal Keperawatan (e-Kp) , volume 3 Nomor 2.

Rahmah, & Santoso, T. (September 2014). Pengetahuan Perawat Tentang atraumatic


Care di Rs PKU Muhammadiyah Bantul dan Yogjakarta. Magna Medica , vol. 1 No.1.

rahmah, s., & agustina, f. (februari 2016). HUBUNGAN PENERAPAN ATRAUMATIC CARE
DENGAN STRES HOSPITALISASI PADA ANAK DIRUANG ANAK DI TUMAH SAKIT CUT
MEUTIA KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2015. jurnal kesehatan almuslim , vol 1 no 2.

wulandari, r. (1 FEBRUARI 2011). Peran Perawat anak Terhadap Prinsip Perawatan


Atraumatic Care pada Anak. GASTER , Vol 8 no. 1.

Bets, Cecili Lynn.. 2009. Buku Saku : Keperawatan Pediatric Edisi 5 Cetakan Pertama.
Jakarta: EGC.

17

You might also like