You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan
distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau irrevesibel.
Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus
berupa destruksi elemen elastis, otot polos brokus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh
darah. Brokus yang terkena umumnya adalah bronkus ukuran sedang (medium size),
sedangkan bronkus besar umumnya jarang.1

Bronkiektasis bukan merupakan penyakit tunggal, dapat terjadi melalui berbagai cara
dan merupakan akibat dari beberapa keadaan yang mengenai dinding bronkial, baik secara
langsung maupun tidak, yang mengganggu sistem pertahanannya. Keadaan ini mungkin
menyebar luas, atau mungkin muncul di satu atau dua tempat.1,3

Anatomi

Gambar 1.
Anatomi saluran napas (dikutip dari kepustakaan 2)

Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari bronkus dextra dan
bronchus sinistra:Bronkus dextra, mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan
letaknya lebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh desakan dari

1
arcus aortae pada ujung caudal trachea ke arah kanan, sehingga benda-benda asing
mudah masuk ke dalam bronkus dextra. Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan masuk kedalam
hilus pulmonis setinggi vertebra thoracalis VI. Vena Azygos melengkung di sebelah
cranialnya. Ateria pulmonalis pada mulanya berada di sebelah inferior, kemudian berada
di sebelah ventralnya. Membentuk tiga cabang (bronkus sekunder), masing-masing
menuju ke lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Bronkus sekunder yang
menuju ke ke lobus superior letaknya di sebelah cranial a.pulmonalis dan disebut
bronkuseparterialis. Cabang bronkus yang menuju ke lobus medius dan lobus inferior
berada di sebelah caudal a.pulmonalis disebut bronkushyparterialis. Selanjutnya bronkus
sekunder tersebut mempercabangkan bronkus tertier yang menuju ke segmen pulmo.3

Bronkus sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya lebih
panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah caudal arcus aortae, menyilang di
sebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan aorta thoracalis. Pada mulanya berada
di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di sebelah dorsalnya dan akhirnya berada di
sebelah inferiornya sebelum bronkus bercabang menuju ke lobus superior dan lobus
inferior, disebut letak bronkus hyparterialis. Pada tepi lateral batas trachea dan bronkus
terdapat lymphonodus tracheobronchialis superior dan pada bifurcatio trachea (di sebelah
caudal) terdapat lymphonodus tracheobronchialis inferior. Bronkus memperoleh
vascularisasi dari a.thyroidea inferior. Innervasinya berasal dari N.vagus, n. Recurrens,
dan truncus sympathicus. 3

Dari gambar I dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan
bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan
terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi
bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung alveoli. Bronkiolus
terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh
kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh
saluran udara sampai pada tingkat ini disebut saluran penghantar udara karena fungsinya
menghantarkan udara ke tempat pertukaran gas terjadi. Setelah bronkiolus terdapat asinus
yang merupakan unit fungsional dari paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius,
duktus alveolaris dan sakkus alveolaris terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus

2
primer memiliki diameter 0,5 sampai 1 cm. Terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari
trakea sampai sakkus alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya
oleh septum. Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang memungkinkan
komunikasi antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja, namun jika seluruh alveolus
yang berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan akan seluas satu lapangan tenis. 3

Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi oleh kapiler-


kapiler darah. Batas antara cairan dengan gas akan membentuk suatu tegangan
permukaan yang cenderung mencegah ekspansi pada saat inspirasi dan cenderung kolaps
saat ekspirasi. Di sinilah letak peranan surfaktan sebagai lipoprotein yang mengurangi
tegangan permukaan dan mengurangi resistensi saat inspirasi sekaligus mencegah kolaps
saat ekspirasi. Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh
kematangan sel-sel alveolus, enzim biosintetik utamanya alfa anti tripsin, kecepatan
regenerasi, ventilasi yang adekuat serta perfusi ke dinding alveolus. Defisiensi surfaktan,
enzim biosintesis serta mekanisme inflamasi yang berjung pada pelepasan produk yang
mempengaruhi elastisitas paru menjadi dasar patogenesis emphysema, dan penyakit
lainnya.3

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian

Bronkiektasis (BE) adalah penyakit saluran napas kronik ditandai dengan dilatasi
abnormal yang permanen disertai rusaknya dinding bronkus. Biasanya pada daerah tersebut
ditemukan perubahan yang bervariasi termasuk di dalamnya inflamasi transmural, edema
mukosa (BE silindris), ulserasi (BE kistik) dengan neovaskularisasi dan timbul obstruksi
berulang karena infeksi sehingga terjadi perubahan arsitektur dinding bronkus serta
fungsinya.

2.2. Epidimiologi

Bronkiektasis adalah penyebab kematian yang sangat penting pada Negara-negara


berkembang. Di Negara maju seperti AS, bronkiektasis mengalami penurunan sesuai dengan
kemajuan pengobatan. Kekerapan bronkiektasis di perkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi.
Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan sosial ekonomi yang
rendah.

Di indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini.
Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan diklinik-klinik dan diderita oleh laki-laki
maupun perempuan. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak, bahkan dapat merupakan
kelainan kongenital.

2.3. Etiologi

Bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga bronkiektasis dapat
timbul secara kongenital maupun didapat.1,2

a. Kelainan congenital
Bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor genetik atau faktor
pertumbuhan dan perkembangan memegang peranan penting. Bronkiektasis yang timbul
kongenital biasanya mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua
bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya menyertai penyakit-penyakit

4
kongenital seperti Fibrosis kistik, Kertagener Syndrome, William Campbell syndrome,
Mounier-Kuhn Syndrome, dll.
b. Kelainan didapat
Bronkietasis yang didapat sering berkaitan dengan obstruksi bronkus. Dilatasi bronkus
mungkin disebabkan karena kelainan didapat dan kebanyakan merupakan akibat dari
proses berikut:
 Infeksi
Bronkiektasis sering terjadi sesudah seorang anak menderita pneumonia yang
sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia merupakan komplikasi pertusis
maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberkulosis paru, dan sebagainya.3
Kehadiran Staphylococcus aureus dikaitkan dengan fibrosis kistik atau
aspergillosis bronkopulmonalis alergi. Aspergillus fumigatus merupakan organisme
komensal. Aspergillosis bronkopulmonalis alergi adalah suatu keadaan yang
mempengaruhi pasien asma dan melibatkan kerusakan saluran napas yang disebabkan
oleh beberapa faktor. Bronkiektasis pada pasien dengan aspergillosis
bronkopulmonalis alergi ini disebabkan oleh reaksi imun pada aspergillus, kerja dari
mikotoksin, elastase dan interleukin-4 dan interleukin-5 dan pada tahap kemudian
terjadi invasi jamur secara langsung pada saluran napas. Sebuah laporan baru-baru ini
menunjukkan peningkatan dan penurunan fungsi paru dengan penggunaan
kortikosteroid setelah terapi itrakonazol menunjukkan organisme Aspergillus juga
mungkin menginfeksi. Tidak mengherankan bahwa bronkiektasis dapat digambarkan
pada pasien dengan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), menyebabkan
terjadinya infeksi saluran pernapasan berulang dan merusak respons host. Kebanyakan
pasien memiliki jumlah CD4 yang rendah, sebelumnya ada infeksi piogenik,
pneumocystic, dan infeksi mikobakteri, dan pneumonia interstisial limfositik (pada
anak). 1
 Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab seperti korpus
alienum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus.
Menurut penelitian para ahli diketahui bahwa infeksi ataupun obstruksi bronkus tidak
selalu nyata (automatis) menimbulkan bronkiektasis.

5
Gambar 4. Perbedaan gambaran paru-paru normal dengan paru-paru pengidap bronkiektasis8 (dikutip dari
kepustakaan 7)

2.4. Klasifikasi

Berdasarkan kelainan anatomis bronkiektasis, dibagi 3 variasi:1,4,5

1. Bronkiektasis tabung (tubular, silindris, fusiformis), merupakan bronkiektasis yang


paling ringan dan sering ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronchitis
kronik.
2. Bronkiektasis Kantong (saccular) merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik,
ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat irregular.
Bentuk ini kadang – kadang berbentuk kisata (cystic bronkiektasis).
3. Bronkiektasis varicose merupakan bentuk diantara bentuk tabung dan kantung. Istilah
ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus menyerupai varises pembuluh vena.

6
Gambar 3. Bermacam-macam tipe bronkiektasis (dikutip dari kepustakaan 3)

Klasifikasi Berdasarkan Berat – Ringannya Penyakit

Tingkatan beratnya penyakit bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat. Brewis
membagi tingkat beratnya bronkiektasi menjadi ringan sedang dan berat.1

a) Bronkiektasi Ringan.
Ciri klinis: batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam (ada
infeksi sekunder), produksi sputum terjadi dengan adanya perubahan posisi tubuh,
biasanya ada hemoptisis sangat ringan pasien tampak sehat dan fungsi paru normal.1
b) Bronkiektasi Sedang.
Ciri klinis: batuk-batuk produktif terjadi tiap saat, sputum timbul setiap saat
(umumnya warna hijau dan jarang mukoid, serta bauk mulut busuk), sering ada
hemoptisis, pasien umumnya tampak sehat dan fungsi paru normal, jarang terjadi jari
tabuh. Pada pemeriksaan fisis paru sering ditemukan ronki basah kasar pada daerah
paru yang terkena, gambaran foto dada boleh dikatakan masih normal.1
c) Bronkiektasi Berat.
Ciri klinis: batuk-batuk produktif dengan sputum banyak berwarna kotor dan berbau.
Sering ditemukan adanya peneumonia dengan hemoptisis dan nyeri pleura. Sering
ditemukan jari tabuh. Bila ada obstruksi saluran napas akan dapat ditemukan adanya
dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumnya pasien mempunyai keadaaan
umum kurang baik. Sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata dan
sebagainya. Pasien mudah timbul pneumonia, septikemia, abses metastasis, kadang-

7
kadang terjadi amiloidosis. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan ronki basah kasar
pada daerah yang terkena. Pada gambaran foto dada ditemukan kelainan: 1)
penambahan bronchovascular marking, 2) multiple cysts contai-ning fluid levels
(honey comb appea-rance).1

2.5. Patogenesis

Patogenesis bronkiektasis tergantung dari factor penyebabnya. Apabila bronkiektasis


timbul kongenital, patogenesisnya tidak diketahui, diduga erat hubungannya dengan faktor
genetik serta faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan. Pada
bronkiektasis didapat patogenesisnya diduga melalui beberapa mekanisme. Ada beberapa
faktor yang diduga ikut berperan antara lain:1,3

1) Faktor obstruksi bronkus.

2) Faktor infeksi pada bronkus atau paru.

3) Faktor adanya beberapa penyakit tertentu seperti fibrosis paru, astmatic pulmonary
eosinophilia,

4) faktor instrinsik dalam bronkus atau paru.

8
Gambar 5. Gambaran bronkus pada bronkiektasis (dikutip dari kepustakaan 9)

9
2.6. Gambaran klinis

Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas
dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidaknya komplikasi lanjut. Ciri
khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya
hemoptisis dan peneumonia berulang. Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus
atas sering dan memberikan gejala.1,3,5

a) Batuk.
Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung
kronik dan frekuens mirip seperti pada bronkitis kronik (bronkitis-like symptoms),
jumlah sputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak pada pagi hari sesudah ada
perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi sekunder
sputumnya mukoid, sedangkan apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen,
terjadi memberikan bau mulut yang tidak sedap (fetor ax ore). Pada kasus yang sudah
berat, misalnya pada saccular type bronchiectasis, sputum jumlahnya banyak sekali,
purulen dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 lapisan: 1)
Lapisan teratas agak keruh, terdiri atas mukus, 2) lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva
(ludah), 3) lapisan terbawah keruh, terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus
yang rusak (cellular debris).1,3

b) Hemoptisis
Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus bronkiektasis. Kelainan
ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah
(pecah) dan timbul perdarahan. Perdarahan yang terjadi bervariasi, mulai dari yang paling
ringan (streaks of blood) sampai perdarahan yang cukup banyak (masif) yaitu apabila
nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang
arteri bronkialis.1,5
Pada dry bronchiectasis (bronkiektasis kering), hemoptisis justru merupakan gejala
satu-satunya, karena bronkiektasis jenis ini letaknya di lobus atas paru, drainasenya baik,
sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan refleks batuk. Dapat diambil
pelajaran, bahwa apabila ditemukan kasus hemoptisis hebat tanpa adanya gejala-gejala

10
batuk sebelumnya atau tanpa kelainan fisis yang jelas hendaknya diingat dry
bronchiectasis ini.1
c) Sesak Napas (Dispnea)
Pada sebagian besar pasien (50% kasus) ditemukan keluhan sesak napas. Timbul dan
beratnya sesak napas tergantung pada seberapa luasnya bronkitis kronis yang terjadi serta
seberapa jauh timbulnya kolaps paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai
akibat infeksi berulang (ISPA), yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan empisema
yang menimbulkan sesak napas tadi. Kadang-kadang ditemukan pula suara mengi
(wheezing), akibat adanya obstruksi bronkus.1,3
d) Demam Berulang.
Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi
berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam (demam
berulang).1,3

2.7. Diagnosis

a. Anamnesis1,3
Pasien dengan bronkhiektasis biasanya mengalami batuk-batuk dengan sputum yang
banyak terutama pada pagi hari serta setelah tiduran dan berbaring. Jadi hal yang perlu
datanyakan adalah berapa lama mengalami batuk? Bercampur dengan dahak/darah?
Faktor yang meperberat atau yang memperingan penyakit? Disertai sesak napas atau
tidak? Dan lain sebagainya.
b. Pemeriksaan Fisik 1,3,9
 Inspeksi. Adanya batuk darah sering dijumpai pada sekitar 50% dari pasien dengan
bronkhiektasis. Batuk darah pada pasien dengan bronkhiektasis biasanya bersifat masif
karena sering melibatkan pecahnya pembuluh darah arteri yang meregang pada dinding
bronkhus dan melemahnya dinding bronkhus akibat stimulus batuk lama dapat
menyebabkan batuk darah masif. Clubbing Finger didapatkan pada 30-50% kasus.
 Palpasi. Pada palpasi, strem fremitus biasanya melemah.
 Perkusi. Pada perkusi, didapatkan suara sonor sampai hipersonor.
 Auskultasi. Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat
keparahan.

c. Pemeriksaan Penunjang

11
1. Pemeriksaan Laboratorium1,3,9

 Pemeriksaan darah tepi. Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang ditemukan
adanya leukositosis yang menunjukkan adanya supurasi aktif dan anemia yang
menunjukkan adanya infeksi menahun.

 Pemeriksaan urine. Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya


proteinuria yang bermakna dan disebabkan oleh amiloidosis. Namun imunoglobulin
serum biasanya dalam batas normal kadang bisa meningkat atau menurun.

2. Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum meliputi volume dan warna sputum serta sel-sel dan bakteri
yang ada dalam sputum. Bila terdapat infeksi maka volume sputum akan meningkat dan
menjadi purulen serta mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakkan sputum
dapat menghasilkan flora normal dari nasofaring seperti Streptokokus pneumoniae,
Hemofilus influenza, Staphylococcus aureus, Kleibsiela, Aerobacter, Amoeba proteus,
dan Pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau busuk berarti
menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.1,3

3. Spirometri
Pada spirometri sering menunjukkan keterbatasan aliran udara, dengan rasio
penurunan volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1) untuk memaksa volume
kapasitas paksa (FVC), FVC normal atau sedikit berkurang dan FEV 1 menurun.
Penurunan FVC menunjukkan bahwa saluran udara tertutup oleh lendir, dimana
saluran napas kolaps saat ekspirasi paksa atau adanya pneumonitis pada paru.
Merokok dapat memperburuk fungsi paru dan mempercepat kerusakan.
Hyperresponsiveness saluran napas dapat ditunjukkan, dimana 40 % pasien memiliki
15 % atau peningkatan yang lebih besar pada FEV1 setelah pemberian agonis beta-
adrenergik, dan 30 sampai 69 % pasien yang tidak memiliki terlihat penurunan FEV1
memiliki 20 % penurunan FEV1 setelah pemberian histamin atau methacholine. 1,2
4. Pemeriksaan radiologis1,6
 Rontgen thoraks
Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat ditemukan
gambaran seperti dibawah ini:4,5

12
a. Ring shadow. Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat
mencapai diameter 1 cm). Dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin
sehingga membentuk gambaran ‘honeycomb appearance’ atau ‘bounches of
grapes’ Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi pada
bronkus.4,6,8

Tampak multiple ring shadow yang banyak mengandung air fluid level di daerah lobus
bawah pada pasien cystic bronkiektasis (dikutip dari kepustakaan 4)

b. Tramline shadow dapa terlihat pada bagian perifer paru-paru. Bayangan ini
terdiri atas dua garis pararel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah
berwarna hitam. gambaran seperti ini sebenaryna normal diemukan pada daera
parahilus. Tramline shadow yang sebenarnya lebih tebal dan bukan pada daera
parahilus4,6

13
Bronkiektasis: tampak bayangan tramline yang berada dekat bayangan jantung (dikutip dari
kepustakaan 4)

Tampak dilatasi dari dinding bronkus pada kedua paru.terutama pada paru kanan. Pada lobus kanan
bawah terdapa penebalan dinding (dikutip dari kepustakaan 5)

14
Penebalan dinding bronkus yang membenuk pola tubular pada pasien bronkiekasis
(dikutip dari kepustakaan 11)

 Bronkografi
Merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras DIONOSIL ke
dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, Lateral, Oblik).
Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat
menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk silindris
(tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan varikosis.1,3,8

15
Gambar Bronkografi; kini teknik yang kuno namun elegan dapat menunjukkan bronkiektasis
silindris yang disertai dilatasi bronkus lobus bawah (dikutip dari kepustakaan 4)

 CT-Scan thorax
CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik untuk
mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari foto thorax dan melihat
letak kelainan jalan napas yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-
Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan spesifisitas sebesar
93%. CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan
penebalan dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana
yang terkena, terutama penting untuk menentukan apakah diperlukan
pembedahan.4,8,11
CT-Scan, terutama resolusi tinggi dapat menghasilkan gambar yang
menunjukan dilatasi saluran napas dengan ketebalan dengan ketebalan 1,0-1,55
mm. Sebagai konsekuensinya, saat ini pemeriksaan ini adalah teknik standar atau
untuk mengkonfirmasi diagnosis bronkiektasis.4,8,11

Gambar Pada CT resolusi tinggi menunjukan dilatasi saluran napas pada


kedua lobus dan lingula. Pada potongan melintang, dilatasi saluran napas
menunjukan ringlike appearance. (dikutip dari kepustakaan 12)

16
Gambaran paru dengan bronkiektasis menggunakan HRCT (High-Resolution Computed Tomographic). Panel A.
Dilatasi dan penebalan pada bronkus, panel B. Menunjukkan bahwa bronkus tidak mengalami pengecilan pada
perifer bronkiolus, panel C. Dilatasi pada jalan napas, panel D. Terbentuk kantong-kantong kista pada bronkiolus.
(dikutip dari kepustakaan 4,18,12).

2.8. Diagnosis Banding

Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau berhadapan dengan
bronkiektasis:

a. Bronkitis kronik (defenisi klinik bronkitis kronik).


b. Tuberkulosis paru (penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis paru berupa
bronkiektasis).
c. Abses paru (terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar).

17
d. Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya: karsinoma paru, adenoma paru, dan
sebagainya.
e. Fistula bronkopleural dengan emplema.

2.9. Komplikasi

a. Bronkitis Kronik
b. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis. Bronkiektasis sering mengalami infeksi
berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran napas bagian atas. Hal ini
sering terjadi pada mereka yang drainage sputumnya kurang baik.
c. Pleuritis
d. Efusi Pleura atau empiema (jarang).
e. Abses metastasis di otak. Mungkin akibat septikemia oleh kuman penyebab infeksi
supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian.
f. Hemoptisis. Terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis),
cabang arteri (arteri bronkialis) atau anastomosis pembuluh darah. Komplikasi hemoptisis
hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan bedah gawat darurat (indikasi
pembedahan). Sering pula hemoptisis masif yang sulit diatasi ini merupakan penyebab
kematian utama pasien bronkiektasis.
g. Sinusitis. Keadaan ini sering ditemukan dan merupakan bagian dari komplikasi
bronkiektasis pada saluran napas.
h. Kor pulmonal kronik (KPK). Komplikasi ini sering terjadi pada pasien bronkiektasis
yang berat dan lanjut atau mengenai beberapa bagian paru. Pada kasus ini bila terjadi
anastomosis cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus
(bronkiektasis), akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah,
timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi
hipertensi pulmonal, kor pulmonal kronik. Selanjutnya dapat terjadi gagal jantung kanan.
i. Kegagalan pernapasan. Merupakan komplikasi paling akhir yang timbul pada pasien
bronkiektasis yang berat dan luas.
j. Amiloidosis. Keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik
dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi amiloidosis sering ditemukan
pembesaran hati dan limpa serta proteinuria.1

2.10. Penatalaksanaan1,2,6,9
a. Pengelolaan Umum
Pengelolaan ini ditujukan terhadap semua pasien bronkiektasis, meliputi:

18
1. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien
Contohnya membuat ruangan hangat, udara ruangan kering, mencegah atau
menghentikan merokok, mencegah atau menghindari debu, asap dan sebagainya.
2. Memperbaiki drainase sekret bronkus
Melakukan drainase portural tindakan ini merupakan cara yang paling efektif
untuk mengurangi gejala, tetapi harus terjadi secara terus-menerus. Pasien diletakkan
dengan posisi tubuh sedemikaian rupa sehingga dapat dicapai drainase sputum secara
maksimal. Tiap kali melakukan drainase postural dikerjakan selama 10-20 menit samapi
sputum tidak keluar lagi dan tiap hari dikerjakan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase
postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum dengan bantuan gravitasi. Untuk
keperluan tersebut, posisi tubuh saat dilakukan drainase postural harus disesuaikan
dengan letak bronkiektasisnya. Tujuannya adalah untuk menggerakkan sputum dengan
pertolongan gaya gravitasi agar menuju ke hilus paru bahkan mengalir sampai
tenggorokan sehingga mudah dibatukkan keluar. Apabila dengan mengatur posisi tubuh
pasien seperti tersebut diatas belum diperoleh drainase sputum secara maksimal dapat
dibantu dengan tindakan memberikan ketukan dengan jari pada punggung pasien
(tabotage).

a. Pengelolaan khusus
1. Kemoterapi
Kemoterapi pada bronkiektasis dapat digunakan:1). Secara kontinyu untuk
mengontrol infeksi bronkus (ISPA), 2). Untuk pengobatan eksaserbasi infeksi akut pada
bronkus/paru, atau 3). Keduanya. Kemoterapi disini mengunakan obat antibiotik tertentu.
Pemilihan antibiotik mana yang harus dipakai sebaiknya berdasarkan hasil uji sensitivitas
kuman terhadap antibiotik. Antibiotik hanya diberikan kalau diperlukan saja, yaitu
apabila terdapat eksaserbasi infeksi akut. Antibiotik diberikan selama 7-10 hari, terapi
tunggal atau kombinasi beberapa antibiotik, samapai kuman penyebab infeksi terbasmi
atau sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi
mukoid (putih jernih). Selanjutnya ada dosis pemeliharaan. Ada yang berpendapat bahwa
kemoterapi dengan antibiotik ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk,
jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat ada eksaserbasi akut, tetapi keadaan
ini hanya bersifat sementara.3
2. Drainase sekret dengan bronkoskop

19
Cara ini penting dikerjakan terutama pada permulaan perawatan pasien.
Keperluannya antara lain adalah untuk 1). Menentukan darimana asal sekret, 2).
Mengidentifikasi lokali stenosis atau obstruksi bronkus, dan 3). Menghilangkan obstruksi
bronkus dengan sustion drainage daerah obstruksi tadi (misalnya pada pengobatan
atelektasis paru).
3. Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini hanya diberikan jika timbul gejala yang mungkin menganggu atau
membahayakan pasien.
a) Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal
paru (% VEP1 < 70%) dapat diberikan obat bronkodilator. Sebaiknya sewaktu
dilakukan uji faal paru dan diketahui adanya tanda obstruksi saluran napas sekaligus
dilakukan tes terhadap obat bronkodilator. Apabila hasil tes bronkodilator positif,
pasien perlu diberikan obat bronkodilator tersebut.
b) Pengobatan hipoksia
Pada pasien yang mengalami hipoksia (terutama pada waktu terjadinya
eksaserbasi akut) perlu diberikan oksigen. Apabila pada pasien telah terdapat
komplikasi bronkitis kronik, pemberian oksigen harus hati-hati, harus dengan aliran
rendah (cukup 1 liter/menit).
c) Pengobatan hemoptisis
Apabila perdarahan cukup banyak (masif), mungkin merupakan perdarahan
arterial yang memerlukan tidakan operatif segera untuk menghentikan perdarahannya,
dan sementara harus diberikan transfusi darah untuk menggantikan darah yang
hilang.3
Hemoptisis yang mengancam kehidupan (lebih dari 600 ml darah per hari) dapat
terjadi pada pasien dengan bronkiektasis. Setelah jalan napas telah dilindungi dengan
pasien berbaring di sisi tempat perdarahan yang dicurigai atau dengan intubasi
endotrakeal, bronkoskopi atau CT dari thoraks diyakinkan membantu menentukan
lobus atau sisi yang mengalami perdarahan. Jika intervensi radiologi tersedia,
aortography dan kanulasi dari arteri bronkial untuk memgambarkan lokasi
ekstravasasi darah atau neovaskularisasi sehingga embolisasi yang dapat ditunjukan.

20
Pembedahan mungkin masih diperlukan untuk direseksi daerah yang dicurigai
mengalami perdarahan.
d) Pengobatan demam
Pada pasien dengan eksaserbasi akut sering terdapat demam, terlebih jika
terjadi septikemia. Pada keadaan ini selain perlu diberikan antibiotik yang sesuai,
dosis cukup, perlu ditambahkan abat antipiretik lainnya.
e) Pembedahan
Peran pembedahan untuk bronkiektasis telah menurun tetapi tidak menghilang.
Tujuan dari operasi pengangkatan tumor termasuk menghilangkan tumor obstruktif
atau residu dari benda asing, pengangkatan segmen atau lobus yang paling rusak dan
diduga berkontribusi terhadap eksaserbasi akut, sekret yang sangat kental, impaksi
lendir. Pengambilan daerah yang memiliki perdarahan abnormal yang tidak
terkontrol, dan pengambilan dari paru rusak yang dicurigai menyembunyikan
organisme seperti M. MDR-TB atau avium M. complex. Tiga pusat bedah telah
menggambarkan pengalaman mereka dengan operasi tersebut selama dekade
terakhir, dengan rata-rata tindak lanjut empat sampai enam tahun. Mereka telah
mencatat perbaikan dalam gejala di lebih dari 90 % pasien, dengan mortalitas
perioperatif kurang dari 3 %. 1
Indikasi pembedahan berupa pasien bronkiektasis yang terbatas dan resektabel
yang tidak berespon terhadap tindakan konservatif yang adekuat, dan pasien
bronkiektasis yang terbatas tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis
masif. Kontraindikasi pembedahan berupa pasien bronkiektasis dengan PPOK,
pasien bronkiektasis berat dan pasien dengan komplikasi korpulmonum kronik
dekompensata.3
2.11. Prognosis
Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta luasnya
penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat
(konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit. Pada kasus yang
berat dan tidak diobati, prognosisnya buruk, survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun.
Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan,

21
hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi bronkitis kronik berat dan
difus biasanya disabilitasnya ringan.1,8

2.12. Pencegahan

Timbulnya bronkiektasis sebenarnya dapat dicegah kecuali pada bentuk kongenital.


Beberapa usaha untuk mencegah bronkiektasis antara lain :1,8

 Pengobatan dengan antibiotika dan terapi suportif lainnya secara tepat tehadap
semua bentuk pneumonia
 Tindakan vaksinasi pertusis, influenza dan pneumonia pada anak.

BAB III

KESIMPULAN

Bronkiektasis didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana terdapat dilatasi


irreversibel dari bronkus. Faktor penyebab utama kemungkinannya adalah obstruksi yang
menyebabkan dilatasi bronkial di bagian distal dan infeksi yang menyebabkan kerusakan
permanen dinding bronkus.Bronkiektasis juga dapat disebabkan oleh
kelainan kongenital yang dikenal sebagai sindrom Kartagener, yaitu suatu sindrom yang
terdiri atas bronkiektasis, sinusitis, dan dekstrokardia.Pada pasien ini kemungkinan
disebabkan oleh obstruksi pada bronkus di lihat dari faktor resiko yaiu pasien merupakan
perokok pasif dan di lihat dari usia pasien. Bronkiektasis pada pasien ini dapat
digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai
peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran
udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai
dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis.

22
Gambaran foto toraks pada pasien dengan bronkiektasis adalah tidak normal.
Kombinasi dari foto toraks dan gejala klinis sebenarnya sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis bronkiektasis.Gambaran radiologik yang dapat kita lihat pada bronkiektasis
berupa Honey-Comb Appearance, berbentuk sarang tawon ataupun bayangan cincin. Bila
bronkiektasis ini terdapat bersama-sama dengan bronkopneumonia maka akan tampak
bercak-bercak infilrat pada lapangan bawah paru-paru atau lapangan tengah paru-paru
disertai gambaran Honey-comb (sarang tawon). Gambaran seperti ini disebut infected
bronkiektasis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahmatullah P. 2009. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi
Kelima. Editor Aru W Sudoyo. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
2. Sherwood,L.2012.Fisiologi manusia dari sel ke sistem Edisi 6. Eitor Nella Yesdelita.
Jakarta. EGC
3. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Edisi 6. Jakarta. EGC
4. Sutton,david. 2003. Disease of the airway, textbook of radiology and
maging.volume 1.seven edition.London. British library and cataloging data.
5. Planner, Andrew dkk.2007.Bronkiektasis, A-Z chest radiologi. Newyork. cambridge
university press.
6. Gazali,rusdy.radiologi diagnostic.2008.pustaka cendikia press; Jakarta
7. Alfarab,M. Artikel kedokteran.Bronkiektasis.www.artikel kedokteran.com
8. Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik Edisi II. Jakarta : FK UI
9. Benditt, JO. Lung and Airway Disorder: Bronchiectasis. www.merckmanual.com

23
10. Emmons EE. imaging Bronchiectasis. Diakses pada tanggal 20 Maret 2015 dari
http://emedicine.medscape.com/article/296961-overview#showall.
11. Daffner, ricard.2014. clinical radiologi the essensial, fourth edition. Wolers klowers.
california
12. Brant,e William. 2007. Airway disease, fundamental of diagnostic radiology, 3rd
Edition.lipinco Williams and wilkin. California
13. James,M dkk.2011. Duke radiologi case review second edition.walters klawen.london
14. Khan,A.Thoracic aspergillosis imaging.Learning radioloy

24

You might also like