Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
Stroke adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan
fungsi otak secara fokal maupun global, yang dapat menimbulkan kecacatan
menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular.
Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional akut otak fokal maupun
global akibat terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke
hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda
sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh
dengan cacat, atau kematian.1 Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal
maupun global akut, lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah
otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak dan bukan
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke
sekuder karena trauma maupun infeksi.2
Stroke hemoragik merupakan penyakit gangguan fungsional otak akut
maupun global akibat terhambatnya aliran darah ke otak yang disebabkan
oleh perdarahan suatu arteri serebralis. Darah yang keluar dari pembuluh
darah dapat masuk ke jaringan otak, sehingga terjadi hematom (usrin dkk,
2011). Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15-20% dari semua stroke
dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami rupture sehingga
terjadi perdarahan ke dalam ruang subakrakhnoid atau langsung ke dalam
jaringan otak (price & Wilson, 2007). Stroke hemoragik dapat berupa
perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid.2
Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama. Dengan
kombinasi seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan
ketiga penyebab utama kematian dan urutan pertama penyebab utama
disabilitas. Morbiditas yang lebih parah dan mortalitas yang lebih tinggi
terdapat pada stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20%
pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya.3
Diagnosis dari lesi vaskular pada stroke bergantung secara esensial
pada pengenalan dari sindrom stroke, dimana tanpa adanya bukti yang
mendukungnya, diagnosis tidak akan pernah pasti. Riwayat yang tidak
adekuat adalah penyebab kesalahan diagnosis paling banyak. Bila data
tersebut tidak dapat dipenuhi, maka profil stroke masih harus ditentukan
dengan memperpanjang periode observasi selama beberapa hari atau
minggu.4
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan
morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka
kecacatan. Salah satu upaya yang berperan penting untuk mencapai tujuan
tersebut adalah pengenalan gejala-gejala stroke dan penanganan stroke
secara dini dimulai dari penanganan pra rumah sakit yang cepat dan tepat.
Dengan penanganan yang benar-benar pada jam-jam pertama paling tidak
akan mengurangi kecacatan sebesar 30% pada penderita stroke. 5
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak
untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan
jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok
mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti bukan
perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi
trombosit akibat trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan
subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk
tingkat fibrinogen stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga
dan kelainan telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein C
system pembekuan serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease :
Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,
obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari
30% di atas rata-rata kontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit
pembuluh darah Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral
melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding
pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis
dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko
atau stroke di usia muda adalah 10-16%.
homosistinuria
Otak membutuhkan banyak oksigen. Berat otak hanya 2,5% dari berat
badan seluruhnya, namun oksigen yang dibutuhkan hampir mencapai 20%
dari kebutuhan badan seluruhnya. Oksigen ini diperoleh dari darah. Pada
keadaan normal, darah yangmengalir ke otak (CBF = cerebro blood flow)
adalah 50-60 ml/100 g otak/menit. Ada 3 selaput yang melapisi otak, yaitu
duramater, araknoid dan pia mater.6
Suplai darah ke otak melalui dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis
(kanan dan kiri) dan arteri karotis interna (kanan dan kiri). Arteri vertebralis
menyuplai darah ke area belakang dan area bawah dari otak, sampai di
tempurung kepala dan arteri karotis interna menyuplai darah ke area depan
dan area atas otak.8
Ada dua hemisfer serebri (belahan otak), yaitu hemisfer serebri sinistra
(kiri) dan hemisfer serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri sinistra (kiri)
berfungsi dalam mengendalikan gerakan sisi kanan tubuh, seperti berbicara,
berhitung dan menulis, sedangkan hemisfer serebri dextra (kanan) berfungsi
dalam mengendalikan gerakan sisi kiri tubuh, seperti perasaan, kemampuan
seni, keterampilan dan orientasi.8 Selain itu otak merupakan pusat gerakan atau
motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara
motorik, sebagai area Wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area
visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsisebagai pusat koordinasi serta
batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ.9
Gambar 4. Bagian Otak dan Fungsi Otak7
V. ETIOPATOGENESIS
Aneurisma intrakranial merupakan lesi yang didapatkan pada 1-6%
pemeriksaan postmortem. Sebagian besar aneurisma ini tidak ruptur dan
tetap tidak terdiagnosis. Sekitar 27.000 kasus perdarahan subarakhnoid baru
akibat ruptur aneurisma terjadi setiap tahun (sekitar 5-15%). Rupturnya
aneurisma ini tidak diketahui secara jelas, namun berhubungan dengan
hipertensi dan merokok. Merokok dan hipertensi diketahui menyebabkan
defek struktural dengan menginduksi perubahan endovaskular, terutama di
bagian tunika media, yang menyebabkan kelemahan fokal pada dinding
pembuluh darah yang menyebabkan aneurysmal ballooning pada bifurkasio
arteri.10
Gambar 5. Daerah Terjadi Perdarahan Intraserebral Paling Sering
VI. DIAGNOSIS
Anamnesis, gejala dan tanda
Tanda klinis pasen, gejala dan riwayat perkembangan gejala dan deficit yang
terjadi merupakan hal penting dan dapat menuntun dokter untuk menentukan
kausa yang paling mungkin dari stroke pasien. Anamnesis yang seyogyanya
mencakup:
1. Penjelasan tentang awitan dan gejala awal. Kejang pada awal kejadian
mengisyaratkan stroke embolus
2. Perkembangan gejala atau keluhan pasien atau keduanya
3. Riwayat TIA
4. Faktor resiko, terutama hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes, pemakaian
rokok dan alkohol
5. Pemakaian obat, terutama kokain
6. Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang baru dihentikan.
Sebagai contoh, penghentian mendadak obat antihipertensi klonidin
dapat menyebabkan hipertensi rebound yang berat.5
Teknik pencitraan
Kemajuan dalam teknologi CT dan MRI telah sangat meningkatkan
derajat keakuratan diagnosis stroke iskemik akut. Apabila dilakukan
kombinasi pemeriksaan CT perfusi dan angiografi CT dalam 24 jam setelah
awitan stroke, maka terjadi peningkatan derajat akurasi dalam penentuan
lokalisasi secara dini, lokalisasi vascular, dan diagnosis etiologi. Namun
perbedaan antara kausa emobolus dan thrombus pada stroke iskemik masih
sulit dilakukan.5
Diffusion-weighted imaging (DWI), yang didasarkan pada deteksi
gerakan acak proton dalam molekul air, adalah penyempurnaan teknologi
MRI. Pada stroke, saat jaringan saraf mengalami iskemia, integritas
membrane sel terganggu sehingga kebebasan molekul air bergerak menjadi
terbatas. Berdasarkan perubahan terhadap gerakan molekul ini jaringan saraf
yang mengalami cedera dapat dideteksi dengan DWI, yang memperlihatkan
daerah-daerah yang mengalami infark sebagai daerah putih terang. Teknik
ini sangat sensitif, dapat mengungkapkan kelainan perfusi pada lebih dari
95% pasien yang terbukti mengidap stroke. Teknik ini sangat bermanfaat
dalam identifikasi dini lesi-lesi akut sehingga jumlah, ukuran, lokasi dan
teritori vascular lesi otak dapat ditentukan. Terdapat banyak bukti bahwa
DWI juga bermanfaat dalam mendiagnosis stroke sekunder tipe lambat yang
mungkin tidak memperlihatkan kelainan pada pemeriksaan pencitraan yang
dilakukan dalam beberapa jam pertama setelah serangan klinis iskemik otak
akut.5
Perfusion-weighted imaging (PWI) adalah pemindaian sekuensial
selama 30 detik setelah penyuntikan gadolinium. Daerah-daerah otak yang
kurang mendapat perfusi akan lambat memperlihatkan pemunculan zat
warna kontras yang disuntikkan tersebut, dan aliran darah yang lambat
tampak putih. Pemindaian yang berlainan: reperfusi dini, reperfusi lambat,
dan defisit perfusi persisten.5
Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL, laju endap
darah (LED), panel metabolic dasar (natrium, kalium, klorida, bikarbonat,
glukosa, ureum, kreatinin), profil lemak serum, dan serologi untuk sifilis.
Pada pasien yang dicurigai mengalami stroke iskemik, panel laboratorium
yang mengevaluasi keadaan hiperkogulasi termasuk perawatan standar.
Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah prothrombin dengan rasio
normalisasi internasional (INR), waktu tromboplastin parsial, dan hitung
trombosit. 5
Pemeriksaaan radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang
yang penting pada pasien stroke. Hal ini penting agar dapat mendiagnosis
secara tepat stroke dan subtipenya, untuk strategi pengelolaan terbaik, serta
untuk menentukan kemajuan pengobatan. Pada stroke pemeriksaan radiologi
yang umum adalah CT scan dan MRI.2
a. CT Scan
Pada pasien dengan stroke memiliki gambaran scan yang tidak
normal yaitu perdarahan dan infark. CT membedakan perdarahan
infark setidaknya lima hari setelah stroke. Perdarahan baru memiliki
gambaran kepadatan tinggi (putih), biasanya bulat dan menempati
ruang. Infark biasanya kepadatam rendah (gelap) dan menduduki
wilayah vaskular denga swelling. Tidak ada wktu yang optimam
untuk pasien stroke dengan CT dala, menunjukkan infark yang pasti,
namun dilakukan sesegera mungkin
1. Stroke Non-hemoragik: CT-Scan14
a. Pada stadium awal sampai 6 jam pertama, tak tampak kelainan
pada CT-Scan. Kadang kadang sampai 3 hari belum tampak
gambaran yang jelas. Sesudah 4 hari tampak gambaran lesi
hipodens (warna hitam), batas tidak tegas.
b. Fase lanjut, densitas akan semakin turun, batas juga akan
semakin tegas, dan bentuk semakin sesuai dengan area arteri
yang tersumbat.
c. Fase akhir, terlihat sebagai daerah hipodens dengan densitas
sesuai dengan densitas liquordan berbatas tegas.
c. Angiogram Konvensional
Suatu angiogram adalah tes lain yang digunakan untuk melihat
pembuluh-pembuluh darah. Suatu tabung kateter yang panjang
dimasukkan kedalam suatu arteri (biasanya di area pangkal paha) dan
dye disuntikan ketika x-rays secara simultan diambil. Dimana suatu
angiogram memberikan beberapa dari gambar-gambar yang paling detil
dari anatomi pembuluh darah, ia juga adalah suatu prosedur invasif dan
digunakan hanya ketika diperlukan secara mutlak. Contohnya, suatu
angiogram dilakukan setelah suatu hemorrhage ketika sumber
perdarahan yang tepat perlu diidentifikasi. Ia juga adakalanya
dilaksanakan untuk secara akurat mengevaluasi kondisi dari suatu arteri
karotid ketika operasi untuk membuka halangan pembuluh darah itu
direnungkan.3,14
d. Carotid Doppler ultrasound
Suatu carotid Doppler ultrasound adalah suatu metode non-
invasif yang menggunakan gelombang-gelombang suara untuk
menyaring/melihat penyempitan-penyempitan dan pengurangan aliran
darah pada arteri karotid dan vertebralis untuk mengidentifikasi
stenosis ateromatosa atau diseksi.3,14
Gambar 12. Kasus pada wanita berusia 35 tahun yang mengalami sakit
kepala mendadak. (a) CT scan non kontras menunjukkan perdarahan
subarachnoid yang difus. (b) Konfirmasi adanya perdarahan subarachnoid
dengan FLAIR MRI. (c) CT angiografi, dilihat dari atas, memperlihatkan
adanya ruptur aneurisma pada arteri communicans posterior (panah), yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya perdarahan subarachnoid pada pasien
ini. (d) contoh perdarahan subarachnoid yang divisualisasi oleh FLAIR
MRI15
VIII. PENATALAKSANAAN
Terapi Umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma
>30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis
cenderung memburuk.2
Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau
15-20%, bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >30
mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantng,
tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian
dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300
mg; enalapril iv 0,625-1,25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per
oral.2
Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat, posisi kepala
dinaikkan 30˚, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian mannitol,
dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).2
Penatalaksanaan umumnya yaitu letakkan kepala pada posisi 30˚,
kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi
dimulai bertahap bila hemodinamik stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan
napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas
darah. Jika perlu, lakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh,
dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermitten).2
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonic, kristaloid atau koloid 1500-
2000 mL dan elektrolit sesuai dengan kebutuhan, hindari cairan mengandung
glukosa atau salin isotonic. Pemberian nutrisi per oral jika fungsi
menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran
menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik.2
Kadar gula darah > 150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah <60 mg% atau <80 mg% dengan
gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan
harus dicari penyebabnya.2
Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.
Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada
pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum
>3cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum,
dilakukan VP-shunting dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda
peningkatan tekanan intracranial akut dan ancaman herniasi. Pada
perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin)
atau tindakan bedah (ligase, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife)
jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arterivena (AVM).2
Stadium subakut
Tindakan mendis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan,
terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat
perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus
intensif pasca stroke di rumah sakit, dengan tujuan kemandirian pasien,
mengerti dan memahami dan melaksanakan program preventif primer dan
sekunder2
Terapi fase subakut:2
- Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya
- Penatalaksanaan komplikasi
- Restorasi/ rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi
wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi
- Prevensi sekunder
- Edukasi keluarga dan discharge planning
IX. PROGNOSIS
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang
paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri
sering mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal
juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari
hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis
dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan
mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah
stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke
sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen.3
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan
lokasi serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang
rendah berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang
lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan
dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome
fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi.
Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali
lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan
dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang
buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.3
Outcome untuk stroke hemoragik lebih buruk bila dibandingkan
dengan stroke iskemik dimana mortalitas hanya sekitar 10-30%. Prognosis
berhubungan dengan besarnya hematoma. Kalkulasi volume hematoma
adalah berdasarkan rumus: 4/3JI (A/2)(B/2) (C/2) atau yang lebih sederhana
dengan rumus ABC/2 (cm3). Buruk bila ukurannya volume >60 cm3 dan
GCS <9 (91 % meninggal dalam 30 hari), bila volume >30 cm3 hanya 1/70
yang selamat pada 30 hari. Adanya darah intraventrikuler memperburuk
prognosis. Bila volume <30 cm3 dan GCS lebih dari 9 atau lebih tinggi
keadaan lebih baik dan mortalitas pada 30 hari hanya 19%. Sampai 50%
asus, perdarahan akan meluas ke dalam ventrikel (intraventricular
haemorrhage) dan dihubungkan dengan terjadinya hidrosefalus obstruktif
dan memperburuk prognosis.16
BAB III
KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. N
Agama : Islam
ANAMNESIS:
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Tekanan Darah : 160/90 mmHg
Nadi : 65 kali/menit
Suhu : 37°C
Pernapasan : 20 kali/menit
Pemeriksaan Neurologi
GCS: E3V4M6
Parese N.VII & N.XII dextra
Kekuatan otot: 0 5
0 5
DIAGNOSIS KERJA : Hemiparese dextra ec. Susp. HS
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
CT – Scan:
Hasil CT Scan kepala tanpa kontras irisan axial, reformat sagital dan coronal:
Kesan:
- IVFD RL 20 tpm
- Neurosanbe 1 amp/ 24 jam/IV
- Piracetam 3gr/8 jam/ IV
- Citicholine 250 mg/12 jam/ IV
- Ranitidine 1 amp/12 jam/IV
DISKUSI