Professional Documents
Culture Documents
1. PENDAHULUAN
Abses hepar adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh
karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber
dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi
dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel
inflamasi atau sel darah didalam parenkim hati .1
1
II. INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI
2
III. ANATOMI
4
Gambar 1. Anatomi Hati
3
Gambar 2. Radioanatomi Hepar Ct Scan
3
Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar
1.500gr atau 2 % berat badan orang dewasa normal. Letaknya sebagian
besar di regio hipokondria dekstra, epigastrika, dan sebagian kecil di
hipokondria sinistra. Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri.
Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura
segmentalis kanan. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh
ligamentum falsiformis. Di bawah peritonium terdapat jaringan ikat padat yang
disebut kapsula Glisson yang meliputi seluruh permukaan hati. Setiap lobus hati
terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus, yang
merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ yang terdiri atas
lempeng-lempeng sel hepar dimana diantaranya terdapat sinusoid. Selain
sel-sel hati, sinusoid vena dilapisi oleh sel endotel khusus dan sel Kupffer
yang merupakan makrofag yang melapisi sinusoid dan mampu
memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus.
Hati memiliki suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta
hepatika dan dari aorta melalui arteria hepatika. 2,3,5
Struktur Mikroskopis
Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut
sebagai lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ.
Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-
lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena
sentralis yang mengalirkan darah dari lobulus. Hati manusia memiliki
maksimal 100.000 lobulus. Diantara lempengan sel hati terdapat kapiler-
kapiler yang disebut sebagai sinusoid, yang merupakan cabang vena porta
dan arteri hepatika. Tidak seperti kapiler lain, sinusoid dibatasi oleh sel
fagositik atau sel Kupffer. Sel Kuppfer merupakan sistem monosit-
makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing
lain dalam darah. Sejumlah 50 % dari semua makrofag dalam hati adalah
sel Kuppfer, sehingga hati merupakan salah satu organ penting dalam
pertahanan melawan invasi bakteri dan agen toksik. Selain cabang-cabang
vena porta dan arteria hepatika yang melingkari bagian perifer lobulus
4
hati, juga terdapat saluran empedu. Saluran empedu interlobular
membentuk kapiler empedu yang sangat kecil yang disebut sebagai
kanalikuli, yang berjalan ditengah lempengan sel hati. Empedu yang
dibentuk dalam hepatosit diekskresi ke dalam kanalikuli yang bersatu
membentuk saluran empedu yang makin lama makin besar hingga menjadi
duktus koledokus.5
5
Gambar 3.b Vaskularisasi dan innervasi Hepar 12
1. Vaskularisasi
6
2. Innervasi
7
Hepar mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Beberapa di antaranya
yaitu: ,4,5,6
Pembentukan dan ekskresi empedu
Dalam hal ini terjadi metabolisme pigmen dan garam empedu. Garam
empedu penting untuk pencernaan dan absopsi lemak serta vitamin larut-
lemak di dalam usus.
8
besi dalam sirkulasi cairan tubuh mencapai kadar rendah, maka ferritin
akan melepaskan besi.
Hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam
jumlah banyak
Zat-zat yang dibentuk di hati yang digunakan pada proses koagulasi
meliputi fibrinogen, protrombin, globulin akselerator, faktor VII, dan
beberapa faktor koagulasi lainnya. Vitamin K dibutuhkan oleh proses
metabolisme hati, untuk membentuk protrombin dan faktor VII, IX, dan
X.
Hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon, dan
zat lain
Medium kimia yang aktif dari hati dikenal kemampuannya dalam
melakukan detoksifikasi atau ekskresi berbagai obat-obatan meliputi
sulfonamid, penisilin, ampisilin, dan eritromisin ke dalam empedu.
Beberapa hormon yang disekresi oleh kelenjar endokrin diekskresi atau
dihambat secara kimia oleh hati meliputi tiroksin dan terutama semua
hormon steroid seperti estrogen, kortisol, dan aldosteron.
Hati berfungsi sebagai gudang darah dan filtrasi
Hati adalah organ venosa yang mampu bekerja sebagai tempat
penampungan darah yang bermakna saat volume darah berlebihan dan
mampu menyuplai darah ekstra di saat kekurangan volume darah. Sinusoid
hati merupakan depot darah yang mengalir kembali dari vena cava (gagal
jantung kanan). kerja fagositik sel Kupffer membuang bakteri dan debris
dari darah
.
IV. ETIOPATOGENESIS
1. Abses Hepar Amebik
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai parasit
non-patogen dalam mulut dan usus, tetapi hanya Entamoeba histolytica
yang dapat menyebabkan penyakit. Hanya sebagian kecil individu yang
terinfeksi Entamoeba histolytica yang memberikan gejala amebiasis
9
invasif, sehingga diduga ada 2 jenis Entamoeba histolytica yaitu strain
patogen dan non-patogen. Bervariasinya virulensi berbagai strain
Entamoeba histolytica ini berbeda berdasarkan kemampuannya
menimbulkan lesi pada hati. 2
Entamoeba histolytica adalah protozoa usus kelas Rhizopoda yang
mengadakan pergerakan menggunakan pseupodia/kaki semu. Terdapat
3 bentuk parasit, yaitu tropozoit yang aktif bergerak dan bersifat
invasif, mampu memasuki organ dan jaringan, bentuk kista yang tidak
aktif bergerak dan bentuk prakista yang merupakan bentuk antara kedua
stadium tersebut. Tropozoit adalah bentuk motil yang biasanya hidup
komensal di dalam usus. Dapat bermultiplikasi dengan cara membelah
diri menjadi 2 atau menjadi kista. Tumbuh dalam keadaan anaerob dan
hanya perlu bakteri atau jaringan untuk kebutuhan zat gizinya.
Tropozoit ini tidak penting untuk penularan karena dapat mati terpajan
hidroklorida atau enzim pencernaan. Jika terjadi diare, tropozoit dengan
ukuran 10-20 um yang berpseudopodia keluar, sampai yang ukuran 50
um.Tropozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit,
mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang
mampu mengakibatkan destruksi jaringan. Bentuk tropozoit ini akan
mati dalam suasana kering atau asam. Bila tidak diare/disentri tropozoit
akan membentuk kista sebelum keluar ke tinja. 2,8
Kista akan berinti 4 setelah melakukan 2 kali pembelahan dan
berperan dalam penularan karena tahan terhadap perubahan lingkungan,
tahan asam lambung dan enzim pencernaan. Kista infektif mempunyai 4
inti merupakan bentuk yang dapat ditularkan dari penderita atau karier
ke manusia lainnya. Kista berbentuk bulat dengan diameter 8-20 um,
dinding kaku. Pembentukan kista ini dipercepat dengan berkurangnya
bahan makanan atau perubahan osmolaritas media.2,8
Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista,
baik melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi atau transmisi
10
langsung pada orang dengan higiene yang buruk. Kasus yang jarang
terjadi adalah penularan melalui seks oral ataupun anal. 13
E.hystolitica dalam 2 bentuk, baik bentuk trofozoit yang
menyebabkan penyakit invasif maupun kista bentuk infektif yang dapat
ditemukan pada lumen usus. Bentuk kista tahan terhadap asam lambung
namun dindingnya akan diurai oleh tripsin dalam usus halus. Kemudian
kista pecah dan melepaskan trofozoit yang kemudian menginvasi lapisan
mukosa usus. Amuba ini dapat menjadi patogen dengan mensekresi
enzim cysteine protease, sehingga melisiskan jaringan maupun eritrosit
dan menyebar keseluruh organ secara hematogen dan perkontinuinatum.
Amoeba yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah, ikut dalam
aliran darah melalui vena porta ke hati. Di hati E.hystolitica mensekresi
enzim proteolitik yang melisis jaringan hati, dan membentuk abses. Di
hati terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis
dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu, dan granuloma
diganti dengan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis
seperti jaringan fibrosa. Lokasi yang sering adalah di lobus kanan (70%
- 90%) karena lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika
superior dan vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri
mesenterika inferior dan aliran limfatik. Dinding abses bervariasi
tebalnya,bergantung pada lamanya penyakit. Secara klasik, cairan abses
menyerupai ”achovy paste” dan berwarna coklat kemerahan, sebagai
akibat jaringan hepar serta sel darah merah yang dicerna.2,9
2. Abses Hepar Piogenik
Etiologi AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic
streptococci, anaerobic streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteriodes,
fusobacterium, staphylococcus aureus, staphylococcus milleri, candida
albicans, aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens, yersinia
enterolitica, salmonella typhi, brucella melitensis, dan fungal. Organisme
penyebab yang paling sering ditemukan adalah E.Coli, Klebsiella
pneumoniae, Proteus vulgaris, Enterobacter aerogenes dan spesies dari
11
bakteri anaerob ( contohnya Streptococcus Milleri ). Staphylococcus
aureus biasanya organisme penyebab pada pasien yang juga memiliki
penyakit granuloma yang kronik. Organisme yang jarang ditemukan
sebagai penyebabnya adalah Salmonella, Haemophillus, dan Yersinia.
Kebanyakan abses hati piogenik adalah infeksi sekunder di dalam
abdomen. Bakteri dapat mengivasi hati melalui :
1. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal atau bisa
menyebabkan fileplebitis porta
2. Arteri hepatika sehingga terjadi bakteremia sistemik
3. Komplikasi infeksi intra abdominal seperti divertikulitis,
peritonitis, dan infeksi post operasi
4. Komplikasi dari sistem biliaris, langsung dari kantong empedu atau
saluran-saluran empedu. Obstruksi bilier ekstrahepatik
menyebabkan kolangitis. Penyebab lainnya biasanya berhubungan
dengan choledocholithiasis, tumor jinak dan ganas atau
pascaoperasi striktur.
5. Trauma tusuk atau tumpul. Selain itu embolisasi transarterial dan
cryoablation massa hati sekarang diakui sebagai etiologi baru abses
piogenik.
Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada orang
lanjut usia. Namun insiden meningkat pada pasien dengan diabetes atau
kanker metastatik.1,10
12
sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut.
Bakteri piogenik dapat memperoleh akses ke hati dengan ekstensi
langsung dari organ-organ yang berdekatan atau melalui vena portal
atau arteri hepatika. Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi
obstruksi aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi
bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan
cabang-cabang dari vena portal dan limfatik sehingga akan terbentuk
formasi abses fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar
secara hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat
trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati
sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan
nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan terjadinya kebocoran saluran
empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan
kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi
pembentukan pus. Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP dibanding
lobus kiri, kal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan
menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal
sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior
dan aliran limfatik. 1,10
13
Gambar 4. Abces Hepar 11
V. DIAGNOSIS
- Gambaran Klinis
Demam internitten ( 38-40 oC)
a. Nyeri perut kanan atas, kadang nyeri epigastrium dan dapat
menjalar hingga bahu kanan dan daerah skapula
b. Anoreksia
c. Nausea
d. Vomitus
e. Keringat malam
f. Berat badan menurun
g. Batuk
h. Pembengkakan perut kanan atas
i. Ikterus
j. Buang air besar berdarah
k. Kadang ditemukan riwayat diare
l. Kadang terjadi cegukan (hiccup)
14
Gambaran klinis abses hepar piogenik menunjukkan manifestasi
sistemik yang lebih berat dari abses hati amuba.
- Pemeriksaan Radiologi
- Foto Thoraks 2,13,15
15
- USG2,3,15
- CT Scan 2,3
16
suram. Densitas cairan abses berkisar 10-20 H.U. Pasca kontras
tampak penyengatan pada dinding abses yang tebal. Septa terlihat
pada 30 % kasus. Penyengatan dinding terlihat baik pada fase porta.
17
- MRI 2
Karateristik abses pada pemeriksaan MRI adalah lesi dengan
penyengatan kontras yang berbentuk cincin dan bagian sentral yang
tidak tampak penyengatan.
18
V1I. DIAGNOSIS BANDING3,14
19
Kista Hepar Kista hepar adalah suatu
pertumbuhan jaringan
abnormalitas pada hepar.
USG :
20
VIII. PENATALAKSANAAN
21
dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari
selama 20 hari.
d. Aspirasi
Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut di
atas tidak berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel, atau pada
ancaman ruptur atau bila terapi dcngan metronidazol merupakan
kontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu dilakukan aspirasi.
Aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG.
e. Drainase Perkutan
Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman
ruptur atau diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi
campuran, letak abses dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda
perforasi dan abses pada lobus kiri hati. Selain itu, drainase perkutan
berguna juga pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan
perikardial.
f. Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak
berhasil mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif, kemudian
secara teknis susah dicapai dengan aspirasi biasa. Selain itu, drainase
bedah diindikasikan juga untuk perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi
mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses.
Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami
infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya
bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil Laparoskopi juga
dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi tcrjadinya
ruptur abses amuba intraperitoneal.
2. Abses hepar piogenik (1,2,10)
a. Terapi definitif
Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang adekuat dan
menghilangkan penyakit dasar seperti sepsis yang berasal dari
salurancerna. Pemberian antibiotika secara intravena sampai 3 gr/hari
22
selama 3 minggu diikuti pemberian oral selama 1-2 bulan. Antibiotik
ini yang diberikan terdiri dari: Penisilin atau sefalosporin untuk
coccus gram positif dan beberapa jenis bakteri gram negatif yang
sensitif. Misalnya sefalosporin generasi ketiga seperti cefoperazone 1-
2 gr/12jam/IV
Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk bakteri anaerob
terutama B. fragilis. Dosis metronidazole 500 mg/6 jam/IV
Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten.
Ampicilin-sulbaktam atau kombinasi klindamisin-metronidazole,
aminoglikosida dan siklosporin.
b. Drainase abses
Pengobatan pilihan untuk keberhasilan pengobatan adalah drainase
terbuka terutama pada kasus yang gagal dengan pengobatan
konservatif. Penatalaksanaan saat ini adalah dengan menggunakan
drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntunan abdomen
ultrasound atau tomografi komputer.
c. Drainase bedah
Drainase bedah dilakukan pada kegagalan terapi antibiotik, aspirasi
perkutan, drainase perkutan, serta adanya penyakit intra-abdomen
yang memerlukan manajemen operasi.
IX. KOMPLIKASI
23
hematogen sehingga terjadi infeksi parenkim. Fistula hepatobronkial
dapat menyebabkan batuk produktif dengan bahan nekrotik mengandung
amoeba. Fistula bronkopleural mungkin jarang terjadi. Komplikasi pada
jantung biasanya dikaitkan pecahnya abses pada lobus kiri hati dimana
ini dapat menimbulkan kematian. Pecah atau rupturnya abses dapat ke
organ-organ peritonium dan mediastinum. Kasus pseudoaneurysm arteri
hepatika telah dilaporkan terjadi sebagai komplikasi. (12,13,14)
2. Abses Hepar Piogenik
X. PROGNOSIS
24
IDENTITAS PASIEN
25
PEMERIKSAAN FISIK :
Tanda Vital :
TD = 110/70 mmHg; N = 92 x/i; P = 24 x/i; S = 36,9 oC
Kepala :
Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterus, bibir tidak sianosis
Mulut :
Tidak ditemukan bercak – bercak putih pada rongga mulut
Leher :
Tidak didapatkan massa tumor, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran
kelenjar.
Thoraks :
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, ikut gerak napas, bentuk normochest,
penggunaan otot bantu pernapasan (-)
Palpasi : Tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus
simetris kiri dan kanan.
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru, batas paru hepar sela iga V anterior
dextra.
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tampak di ICS V linea medioklavikularis sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea medioklavikularis sinistra
Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung kanan terletak
pada linea sternalis kanan, batas jantung kiri sesuai dengan ictus
cordis terletak pada sela iga 5 – 6 linea medioklavikularis kiri)
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, bunyi tambahan (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : MT (-) NT(+) regio hipochondrium dextra
Hepar teraba ± 2 jari di bawah arcus costa, konsistensi
kenyal, permukaan rata, tepi tumpul
26
Lien tidak teraba
Perkusi : Tympani
Ekstremitas : Edema (-)/(-)
Radiologi
27
USG Abdomen ( 19 Oktober 20117)
28
CT SCAN ( 21 Oktober2017)
29
Diagnosis:
Abses hepar
Bronchopneumonia
Efusi Pleura dextra
Penatalaksanaan
Diet lunak
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Metronidazole 0,5gr/8jam/IV
Cefusoxime 1gr /8 jam / iv
Sanmol / 8 jam/ drips (kp )
DISKUSI
Pasien masuk dengan keluhan utama nyeri di perut bagian kanan atas.
Banyak penyakit yang dapat menimbulkan nyeri perut kanan atas, antara lain
abses hepar, hepatoma, kolesistitis, dan lain – lain. Pada kasus ini, diketahui
bahwa pasien mengalami nyeri perut kanan atas seperti tertusuk-tusuk, tembus ke
belakang dan bertambah berat saat batuk atau ditekan. Nyeri dirasa berkurang
pada posisi membungkuk. Pasien juga mengalami demam 3 hari sebelum masuk
rumah sakit yang hilang timbul, menggigil (-) dan turun dengan obat penurun
panas. Semenjak sakit, nafsu makan pasien berkurang. Dari pemeriksaan fisis
didapatkan tanda vital: TD = 110/70 mmHg, nadi: 92x/menit, pernapasan:
24x/menit, suhu: 36,9 0C. Pada pemeriksaan kepala ditemukan konjungtiva
anemis. Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan kesan perut datar, ikut gerak
nafas, NT (+) di regio hipokondrium dextra, hepar teraba 2 jari di bawah arcus
costa ( konsistensi kenyal, permukaan rata, tepi tumpul ), dan peristaltik (+) kesan
normal.
Dari pemeriksaan USG Abdomen didapatkan hasil : Hepar ukuran
membesar, tampak massa hipoechoic, batas tegas tepi reguler, ukuran 6 x 6 cm
30
pada lobus kanan. Tidak tampak dilatasi vascular maupun bile duct.. Dan dari
hasil pemeriksaan foto thorax didapatkan adanya Bronchpneumonia disertai efusi
pleura dextra.Pada Ct Scan hepar membesar permukaan reguler. Tampak lesi
hipodens bentuk bulat, berdinding tebal berbatas tegas pada segment VIII dengan
ring ehance post kontras dengan ukuran 5,5 cm x 6,7 cm
Pasien dberikan terapi berupa diet hepar, IVFD NaCl 0,9% sebanyak 20
tpm karena pasien dalam keadaan demam, lemah, dan intake kurang sehingga
kemungkinan elektrolit kurang, metronidazole 0,5gr/8jam/IV, Sanmol / 8 jam/
drips (kp )dan cefusoxime 1 gr 8 jam / iv. Setelah diberikan terapi ini, demam
pada pasien mulai turun pada hari ke I perawatan dan nyeri perut kanan atas
dirasakan mulai berkurang .
Tujuan diet hepar pada pasien ini adalah mencapai dan mempertahankan
status gizi optimal tanpa memberatkan fungsi hati dengan cara meningkatkan
regenerasi hati dan mencegah kerusakan lebih lanjut dan/atau meningkatkan
fungsi jaringan hati yang tersisa, mencegah katabolisme protein, mencegah
penurunan berat badan atau meningkatkan berat badan bila kurang, mencegah atau
mengurangi asites, varises esofagus, dan hipertensi portal, serta mencegah koma
hepatik..(19)
31
DAFTAR PUSTAKA
32
from http:// abcess hepar. emedicine.medscape.com/article/193182-
overview#showall.
10. Nickloes, Todd A. Pyogenic liver abcesses. January 23th, 2009. November
1st, 2017. Available from http://emedicine.medscape.com/article/193182-
overview#showall.
11. Wuerz Terry, Jennifer. A review of amoebic liver abscess for clinicians
in a nonendemic setting. Can J Gastroenterol Vol 26. Oktober 10 th.
November 1st, 2017. Available from http://emedicine.kedokteran abses
hepar 2-overview#showall.
12. Junita,Arini. Widita,Haris. Soemohardjo,Soewignjo. Beberapa kasus abses
hati amuba. Dalam : Jurnal penyakit dalam vol. 7 nomor 2. Mei 2006. 1
November 2017. Diunduh dari :
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/beberapa%20kasus%20abses%20hati%2
0amuba%20(dr%20arini).pdf
13. Dutta, Anita. Management of Liver Abscess. Dalam : Jurnal penyakit
dalam vol. 22 nomor 2. juni 2012. 2 November 2017. Diunduh dari :
http://ejournal.unud.ac.id.jurnal kelainan hepar .abses hepar . .penelitian
20kasus%20abses%20hati%20amuba%20(dr%20arini).pdf
14. Kamella Telly. Abses Hepar dan Empiema dengan Fistula Hepatopleura.
Dalam : Jurnal critical and emergcy vol. 3 nomor 3 Septembei 20016. 1
November 2017. Diunduh dari :
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/beberapa%20kasus%20abses%20hati%2
0amuba%20(dr%20arini).pdf
15. Patel Pradip. Lecture Notes Radiologi. Edisi ke 2 : Jakarta;.Penerbit
Erlangga.2009
33