Professional Documents
Culture Documents
H
DENGAN DIABETIC FOOT
DI POLI KAKI RSUD DR H. MOCH ANSHARI SALEH BANJARMASIN
Disusun untuk memenuhi Praktik Keperawatan 3
Disusun Oleh:
Isma Azizah
(PO.62.20.1.15.127)
0
LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan Keperawatan Pada Ny.H Dengan Diabetic Foot Di Poli Kaki RSUD Dr H. Moch
Anshari Saleh Banjarmasin
Koordinator PK3,
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat limpahan karunia-Nya lah Saya dapat menuntaskan makalah ini, untuk memenuhi tugas
dalam mata kuliah Praktik Keperawatan 3. Saya ucapkan pula terima kasih kepada dosen
pembimbing ibu Ns. Ester Inung Sylvia, M.Kep., Sp.MB atas bimbingan dan arahannya.
Semoga apa yang Saya tulis dan paparkan dalam makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan
dapat membantu sebagai referensi pembelajaran.
Isma Azizah
2
DAFTAR ISI
3
E. Evaluasi ............................................................................................................................... 31
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kaki diabetik merupakan komplikasi dari diabetes melitus (DM) yang sampai
saat ini masih memberikan masalah berupa luka yang sulit sembuh dan risiko amputasi
yang tinggi. Adapun salah satu faktor risiko amputasi adalah adanya penyakit oklusi
arteri perifer/peripheral artery disease (PAD) yang merupakan salah satu bentuk
gangguan vaskular pada ulkus kaki diabetik yang sampai saat ini belum tertangani
secara optimal. Angiografi merupakan suatu langkah diagnostik untuk melihat
gambaran pembuluh darah, merencanakan tindakan terapi serta dapat memprediksi
prognosis yaitu terjadinya amputasi dengan memakai skor angiografi.
5
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari asuhan keperawatan ini yaitu untuk mengetahui pemenuhan
asuhan keperawatan pada Ny.H dengan diabetik foot.
2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui konsep dasar teori asuhan keperawatan dengan diabetik foot.
2) Untuk mengetahui pengkajian pada klien dengan diabetik foot.
3) Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada klien dengan diabetik foot.
4) Untuk mengetahui perencanaan tindakan keperawatan pada klien dengan
diabetik foot.
5) Untuk mengetahui implementasi keperawatan pada klien dengan diabetik
foot.Untuk mengetahui evaluasi keperawatan pada klien dengan fournier
gangren.
6) Untuk menyimpulkan dan membandingkan antara hasil pelaksanaan asuhan
keperawatan dengan teori pada klien dengan diabetik foot.
C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode
deskriptif dengan pendekatan studi kasus.
D. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah asuhan keperawatan pada Ny.H dengan fournier gangren ini disusun
dalam lima bab yang meliputi :
Bab I : Pendahuluan
Bab II : Tinjauan Teori
Bab III : Tinjauan Kasus
Bab IV : Pembahasan
Bab V : Penutup
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume
urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
2. Etiologi
Etiologi ulkus diabetik temasuk neuropati, penyakit pembuluh darah
(vaskulopati), tekanan dan deformitas pada kaki. Ada banyak faktor yang berpengaruh
dalam terjadinya kaki diabetik. Secara umum faktor-faktor tersebut dibagi menjadi :
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma
seperti kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin,
merokok, dan neuropati otonom.
2) Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati
motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang
lain (seperti mata kabur).
3) Neuropati sensorik pada kaki bisa menyebabkan terjadinya trauma yang tidak
disadari. Neuropati motorik juga menyebabkan otot intrinsik lemah ntuk
menampung berat badan seseorang dan seterusnya terjadilah trauma.
7
b. Faktor Presipitasi
1) Perlukaan di kulit (jamur).
2) Trauma.
3) Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.
c. Faktor Yang Memperlambat Penyembuhan Luka
1) Derajat luka.
2) Perawatan luka.
3) Pengendalian kadar gula darah.
3. Patofisiologi
Luka diabetes melitus terjadi karena kurangnya kontrol diabetes melitus selama
bertahun-tahun yang sering memicu terjadinya kerusakan syaraf atau masalah sirkulasi
yang serius yang dapat menimbulkan efek pembentukan luka diabetes melitus
(Maryunani, 2013).
Ada 2 tipe penyebab ulkus kaki diabetes secara umum yaitu:
a. Neuropati
Neuropati diabetik merupakan kelainan urat syaraf akibat diabetes melitus karena
kadar gula dalam darah yang tinggi yang bisa merusak urat syaraf penderita dan
menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila
penderita mengalami trauma kadang- kadang tidak terasa. Gejala- gejala neuropati
meliputi kesemutan, rasa panas, rasa tebal di telapak kaki, kram, badan sakit
semua terutama malam hari ( Maryunani,2013).
b. Angiopathy
Angiopathy diabetik adalah penyempitan pembuluh darah pada penderita diabetes.
Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang/ besar pada tungkai, maka
tungkai akan mudah mengalami gangren diabetik, yaitu luka pada kaki yang
merah kehitaman atau berbau busuk. Angiopathy menyebabkan asupan nutrisi,
oksigen serta antibiotik terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit sembuh.
(Maryunani, 2013).
Infeksi dapat dibagi menjadi tiga yaitu superfisial dan lokal, selulitis dan osteomyelitis.
Infeksi akut pada penderita yang belum mendapatkan antibiotik biasanya
monomikrobial sedangkan pasien dengan ulkus kronis, gangrene dan osteomyelitis
8
bersifat polimikrobial. Kuman yang paling sering dijumpai pada infeksi ringan adalah
Staphylococcus Aereus dan streptococcal serta isolation of Methycillin-resstant
Staphyalococcus aereus (MRSA). Jika penderita sudah mendapat antibiotik sebelumnya
atau pada ulkus kronis, biasanya dijumpai juga bakteri batang gram negatif
(Enterobactericeae, enterococcus, dan pseudomonas aeruginosa).(50,47).
Mekanisme kejadian kaki diabetik tergambar pada gambar 2.14 dibawah ini
5. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis kaki diabetik harus dilakukan secara teliti, diagnosis kaki diabetik ditegakkan
melalui riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
9
pemeriksaan penunjang. Diagnosa kaki diabetes melitus dapat ditegakkan melalui
beberapa tahap pemeriksaan sebagai berikut
a. Riwayat kesehatan pasien dan keluarga
1) Riwayat kesehatan pasien dan keluarga meliputi :
2) Lama diabetes
3) Managemen diabetes dan kepatuhan terhadap diet
4) Olahraga dan obat-obatan
5) Evaluasi dari jantung, ginjal dan mata
6) Alergi
7) Pola hidup
8) Medikasi terakhir
9) Kebiasaan merokok
10) Minum alkohol
selain itu, yang perlu diwawancara adalah tentang pemakaian alas kaki, pernah
terekspos dengan zat kimia, adanya kalus dan deformitas, gejala neuropati dan
gejala iskemi, riwayat luka atau ulkus. Pengkajian pernah adanya luka dan ulkus
meliputi lokasi, durasi, ukuran, dan kedalaman, penampakan ulkus, temperatur dan
bau.
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi meliputi kulit dan otot
Inspeksi pada kulit yaitu status kulit seperti warna, turgor kulit, pecahpecah;
berkeringat; adanya infeksi dan ulserasi; adanya kalus atau bula; bentuk
kuku; adanya rambut pada kaki. Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur
dari tungkai kaki; deformitas pada kaki membentuk claw toe atau charcot
joint; keterbatasan gerak sendi; tendon; cara berjalan; dan kekuatan kaki.
2) Pemeriksaan neurologis yang dapat menggunakan monofilament ditambah
dengan tunning fork 128-Hz, pinprick sensation, reflek kaki untuk mengukur
getaran, tekanan dan sensasi.
3) Pemeriksaan aliran darah dengan menggunakan palpasi denyut nadi pada
arteri kaki, capillary refiling time, perubahan warna, atropi kulit dan kuku
dan pengukuran ankle brachial index.
10
4) Pengukuran alas kaki meliputi bentuk alas kaki yang sesuai dan nyaman, tipe
sepatu dan ukurannya.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinis pasien,
yaitu: pemeriksaan glukosa darah baik glukosa darah puasa atau sewaktu,
glycohemoglobin (HbA1c), Complete Blood Count (CBC), urinalisis, dan lain-
lain.
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penunjang: X-ray, EMG (Electromyographi) dan pemeriksaan
laboratorium untuk mengetahui apakah kaki diabetik menjadi infeksi dan
menentukan kuman penyebabnya.
Pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan untuk deteksi kaki diabetic adalah dengan
menilai Ankle Brachial Index (ABI) yaitu pemeriksaan sistolik brachial tangan kiri dan
kanan kemudian nilai sistolik yang paling tinggi dibandingkan dengan nilai sistolik yang
paling tinggi di tungkai. Nilai normalnya adalah O,9-1,3. Nilai dibawah 0,9 itu
diindikasikan bawah pasien penderita diabetes melitus memiliki penyakit kaki diabetic
dengan melihat gangguan aliran darah pada kaki. Alat pemeriksaan yang digunakan
ultrasonic doppler. Doppler dapat dikombinasikan dengan manset pneumatic standar
untuk mengukur tekanan darah ekstremitas bawah
6. Penatalaksanaan Medis
Manajemen kaki diabetik dilakukan secara komprehensif melalui upaya; mengatasi
penyakit (commorbidity), menghilangkan/mengurangi tekanan beban (offloading),
menjaga luka agar selalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen,
revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau emergensi. Penyakit
diabetes melitus melibatkan sistem multi organ yang akan mempengaruhi penyembuhan
luka. Hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia, gangguan kardiovaskular (stroke, penyakit
jantung koroner), gangguan fungsi ginjal, dan lainnya harus dikendalikan.
1. Debridement
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus kaki
diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda
asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih
didapatkan jaringan nekrotik, debris, kalus, fistula/rongga yang memungkinkan
11
kuman berkembang. Setelah dilakukan debridement luka harus diirigasi dengan
larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres).
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu debridemen mekanik,
enzimatik, autolitik, biologik, dan debridement bedah.(79,80) Debridemen
mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis, ultrasonic laser,
dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan nekrotik.
Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen
secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu
residu protein. Contohnya, kolagenasi akan melisikan kolagen dan elastin.
Beberapa jenis debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse dan
fibrinolisin. Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena
luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara
alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan
hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit
tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta
memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang disterilkan sering
digunakan untuk debridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim yang dapat
menghancurkan jaringan nekrotik. Debridemen bedah merupakan jenis
debridemen yang paling cepat dan efisien. Tujuan debridemen bedah adalah
untuk.
a. Mengevakuasi bakteri kontaminasi,
b. Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat
penyembuhan,
c. Menghilangkan jaringan kalus,
d. Mengurangi risiko infeksi local
2. Mengurangi Beban Tekanan (off loading)
Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang besar. Pada
penderita diabetes melitus yang mengalami neuropati permukaan plantar kaki
mudah mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh akibat tekanan beban
tubuh maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan. Salah satu hal yang sangat
penting namun sampai kini tidak mendapatkan perhatian dalam perawatan kaki
diabetik adalah mengurangi atau menghilangkan beban pada kaki (off loading).
12
Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat
kesembuhan ulkus. Metode off loading yang sering digunakan adalah:
mengurangi kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas
kaki, removable cast walker, total contact cast, walker, sepatu boot ambulatory.
Total contact cast merupakan metode off loading yang paling efektif
dibandingkan metode yang lain. Berdasarkan penelitian bahwa dapat
mengurangi tekanan pada luka secara signifikan dan memberikian kesembuhan
antara 73%-100%. TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan tungkai, dan
dirancang agar tekanan plantar kaki terdistribusi secara merata. Telapak kaki
bagian tengah diganjal dengan karet sehingga memberikan
permukaan rata dengan telapak kaki sisi depan dan belakang (tumit).
3. Perawatan Luka kaki Diabetes
Perawatan luka moderen menekankan metode moist wound healing atau
menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh
apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka
tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel
terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam
mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana
menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi
trauma dan risiko operasi. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan
dalam memilih dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya
eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada beberapa jenis
dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka, seperti: hydrocolloid,
hydrogel, calcium alginate, foam, kompres anti mikroba, dan sebagainya.
a. Kompres harus mampu memberikan lingkungan luka yang lembab
b. Gunakan penilaian klinis dalam memilih kompres untuk luka luka tertentu
yang akan diobati
c. Kompres yang digunakan mampu untuk menjaga tepi luka tetap kering
selama sambil tetap mempertahankan luka bersifat lembab
d. Kompres yang dipilih dapat mengendalikan eksudat dan tidak menyebabkan
maserasi pada luka
13
e. Kompres yang dipilih bersifat mudah digunakan dan yang bersifat tidak
sering diganti
f. Dalam menggunakan dressing, kompres dapat menjangkau rongga luka
sehingga dapat meminimalisasi invasi bakteri
g. Semua kompres yang digunakan harus dipantau secara tepat.
14
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit panas,
kering, dan kemerahan, bola mata cekung
3) Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen,
diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk
(infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun,
hiperaktif (diare)
5) Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet,
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih
dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen,
muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik
dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas
aseton)
6) Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada
otot, parestesi, gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut),
gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam
menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati h.
15
8) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen,
frekuensi pernapasan meningkat.
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah
sebagai berikut :
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
b. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
c. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
d. Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya
kadar gula darah.
e. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota
tubuh.
3. Perencanaan
a. Diagnosa no. 1
Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke
daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
1. Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
2. Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis - Kulit sekitar luka teraba hangat.
3. Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
4. Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi Rasional : dengan mobilisasi
meningkatkan sirkulasi darah.
16
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah: Tinggikan
kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ),
hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di
belakang lutut dan sebagainya. Rasional : meningkatkan melancarkan aliran
darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi
kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan
obat vasokontriksi. Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya
arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh
darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ). Rasional :
pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga
perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin
dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki
oksigenasi daerah ulkus/gangren.
b. Diagnosa no. 2
Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil .
1. Berkurangnya oedema sekitar luka.
2. pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan. Rasional : Pengkajian yang
tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan
tindakan selanjutnya.
2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada
luka dan nekrotomi jaringan yang mati. Rasional : merawat luka dengan teknik
aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak
17
jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat
proses granulasi.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik. Rasional : insulin akan
menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis
kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula
darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.
c. Diagnosa no. 3
Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
1. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau
mengurangi nyeri .
3. Pergerakan penderita bertambah luas.
4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0 C, N:
60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien. Rasional : untuk
mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri. Rasional : pemahaman
pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien
dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang. Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari
lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi. Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi
dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien. Rasional : Posisi
yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi
seoptimal mungkin.
18
6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka. Rasional :
massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC
sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik. Rasional : Obat –obat
analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
d. Diagnosa no. 4
Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar
gula darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil :
1. Tanda-tanda infeksi tidak ada.
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal (S : 36 – 37,50 C)
3. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
1. Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka. Rasional : Pengkajian yang
tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu menentukan
tindakan selanjutnya.
2. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama
perawatan. Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk
mencegah infeksi kuman.
3. Lakukan perawatan luka secara aseptik. Rasional : untuk mencegah kontaminasi
luka dan penyebaran infeksi.
4. Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya
tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga
memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin. Rasional :
Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar
gula dalam darah sehingga proses penyembuhan.
e. Diagnosa no. 5
Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota
tubuh.
19
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya
secara positif
Kriteria Hasil :
1. Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa malu dan
rendah diri.
2. Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan
dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal. Rasional
: Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien. Rasional :
Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien. Rasional : Pasien
akan merasa dirinya di hargai.
4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain. Rasional : dapat
meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan
menghilangkan perasaan terisolasi.
5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.
Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.
6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai
pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien. Rasional : Untuk meningkatkan
perilaku yang adiktif dari pasien.
7. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien
yang meliputi tindakan-tindakan yang telah direncanakan oleh perawat maupun hasil
kolaborasi dengan tim lain. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perencanaan
asuhan keperawatan antara lain fasilitas peralatan yang dibutuhkan, kerjasama antar
perawat dan kerja sama dengan tim kesehatan lain yang terkait serta kepatuhan pasien
terhadap pengendalian gula darah dan pengecekan luka kaki secara terkontrol
20
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan
tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
1. Berhasil : perilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan
dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang
diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
21
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 2 Desember 2017
Oleh : Isma Azizah
1. Identitas klien
Nama Klien : Ny.H
Usia : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Kayu Tangi
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SD
2. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Terdapat luka pada bagian pungguung kaki kanan klien grade 1.
3) Lama sakit DM
3 tahun sejak didiagnosa.
4) Edukasi
Klien tidak pernah mendapatkan edukasi mengenai diabetes sebelumnya.
22
3. Faktor Resiko
1) Riwayat keturunan
Klien memiliki riwayat keturunan keluarga yang menderita diabetes mellitus oleh
Ibunya.
2) Riwayat hipertensi
Klien memiliki riwayat hipertensi didiagnosa sejak tahun 2014
3) Riwayat merokok
Klien tidak memiliki riwayat merokok
4) Aktivitas olahraga
Klien tidak melakukan aktivitas olahraga.
4. Lokasi luka
Terdapat luka di punggung kaki kanan
23
5. Keadaan umum luka
Persepsi klien terhadap nyeri pada luka
Pre dressing 0
During dressing 3
Post dressing 0
Eksudat
Kering Basah Bocor
Lembab Jenuh
Warna eksudat
Normal Kuning/Coklat Susu
Pink/Red Hijau Abu-abu/ biru
Konsistensi eksudat
Viskositas Viskositas Normal
tinggi rendah
Bau eksudat
Tidak ada Berbau
Tepi luka
√ Maju Terowongan Epitelisasi
Rapuh Terputar/menon
Maserasi jol
Suhu kulit
√ Normal Sehat Bersisik
Hangat Tipis Exoriasi
Dingin Maserasi Edema
Panas Kering Eksima
24
Selulitis
Dasar luka I
√ Epitelisasi Hipergranulasi Nekrotik/ eskar
Granulasi Sloughy
Ukuran luka
Lebar : ± 4 cm, Panjang : ± 6 cm
Terapi obat
Glimepiride 4g 1-0-0
Glimepiride adalah obat untuk meningkatkan jumlah insulin yang dilepaskan oleh
pankreas dan mengatasi kadar gula darah yang tinggi pada penderita diabetes tipe 2.
Insulin berguna membantu mengendalikan kadar gula di dalam darah dan merupakan
sebuah hormon yang terbuat secara alami di dalam pankreas.
Acarbose 5 g 2x1
2
Acarbose merupakan kelompok obat antidiabetes terutama diabetes tipe 2, yang
berfungsi mengontrol kadar gula darah dengan cara memperlambat proses pencernaan
karbohidrat menjadi senyawa gula yang lebih sederhana. Obat ini membantu
menurunkan kadar gula dalam darah setelah makan. Selain mengubah pola konsumsi
makanan serta program olah gerak tubuh, para pengidap diabetes biasanya juga
diberikan acarbose sebagai obat tambahan.
Ramipril 2,5 mg 1x1
Ramipril adalah salah satu obat penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE
inhibitor)yang diresepkan untuk penderita gagal jantung dan hipertensi. Obat ini juga
bisa digunakan untuk mencegah kerusakan ginjal dan pembuluh darah, misalnya akibat
diabetes.
Analisa data
Data Fokus Kemungkinan
Masalah
(Subjektif dan Objektif) Penyebab
DS : Gangguan integritas Diabetes Mellitus
- Klien mengeluh terdapat luka kulit
pada bagian punggung kaki Trauma
kanan
DO :
- Terdapat luka pada punggung Neuropati
kaki kanan pasien
- Dasar luka epitelisasi
- Lebar luka : ± 4 cm Ulserasi Kaki diabetik
- Panjang luka : ± 6 cm
- GDP : 201 mg/dl Gangguan integritas
- GD2PP : 280 mg/dl kulit
B. Diagnosa
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi ditandai dengan luka
pada bagian punggung kaki kanan dengan dasar epitelisasi dan Lebar luka : ± 4 cm serta
Panjang luka : ± 6 cm.
28
C. Perencanaan
29
D. Implementasi dan Evaluasi
No Tanggal Nomor
Paraf/Nama
Diagnosa Pelaksanaan / Tindakan Keperawatan Evaluasi Tindakan/ Respons Klien
mhs
Keperawatan
2. 2 Desember Dx 1 1) Mengkaji luas dan keadaan luka serta S:
2017 proses penyembuhan Pasien mengatakan sudah merasa lebih tenang dan
nyaman setelah dilakukan perawatan luka
2) Melakukan perawatan luka dengan baik
dan benar O:
a. Posisi klien saat tindakan di tempat tidur - Terdapat luka pada punggung kaki kanan pasien
b. Waktu yang diperlukan ± 30 menit - Dasar luka epitelisasi
c. Jumlah staf perawatan 1 orang - Lebar luka : ± 4 cm
d. Tindakan objektif berupa debridement, - Panjang luka : ± 6 cm
kontrol nyeri
e. Jadwal penggantian balutan 2 kali /
minggu A : Masalah belum teratasi
f. Pencucian menggunakan NaCl
g. Metode pencucian dengan cara siram P : Intervensi dilanjutkan oleh klien dirumah oleh Isma Azizah
h. Primary dressing dengan kompres kassa pasien dan keluarga
lembab, ukuran ± 5 x 7 cm, diatas luka - Menjaga kebersihan luka dan menjaga bagian luka
i. Secondary dressing dengan kassa kering, agar tidak basah
ukuran ± 5 x 7 cm, diatas kassa lembab - Kontrol luka sesuai waktu yang sudah ditentukan
30
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini merupakan pembahasan dari asuhan keperawatan pada pasien dengan
Diabetic Foot di poli kaki RSUD DR H. Moch Anshari Saleh. Dalam bab ini, penulis akan
membahas meliputi segi pengkajian, diagnosa, perencanaan keperawatan, implementasi
keperawatan, dan evaluasi keperawatan mengenai kasus yang penulis angkat.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap pertama yang penulis lakukan di dalam proses perawatan.
Pengkajian ini dilakukan secara terfokus pada diabetic foot dalam berbentuk resume
meskipun tidak mengkesampingkan keluhan yang lain. Pengumpulan informasi atau data-
data ini diperoleh dari wawancara dengan pasien, melakukan observasi, catatan medis dan
pemeriksaan terfokus terhadap luka.
Berdasarkan hasil pengkajian Ny.H
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan merupakan suatu keputusan klinik yang diberikan kepada klien
mengenai respon individu untuk menjaga penurunan kesehatan, status, dan mencegah serta
merubah. Berdasarkan hal tersebut dalam
a. Nyeri akut berhubungan dengan ulkus fornier ditandai dengan klien mengeluh
nyeri saat perawatan luka.
Nyeri akut merupakan sensasi dan pengalaman yang tidak menyenangkan serta
muncul secara aktual maupun potensial terhadap kerusakan jaringan, dengan
rentang waktu nyeri kurang lebih setengah tahun dengan skala yang berbeda –
beda (NANDA,2013). Sebelum perawatan luka, klien tidak mengeluhkan nyeri.
Saat perawatan luka dilakukan klien mengeluhkan nyeri pada bagian skrotumnya
akibat lukanya yang dibersihkan dan apabila lukanya ditekan. Berdasarkan sata
33
inilah penulis mengangkat diagnosa berupa nyeri akut berhubungan dengan ulkus
fornier yang dialaminya.
Retensi urin menurut PPNI (2016) adalah pengosongan kandung kemih yang tidak
lengkap. Penulis tidak mengangkat diagnosa ini dikarenakan tidak ditemukan data-
data yang mendukung bahwa klien mengalami retensi urine seperti dysuria, anuria,
menetes, maupun distensi kandung kemih. Klien mengatakan bahwa tidak ada
gangguan dalam hal berkemih, hal ini dimungkinkan karena tidak adanya obstruksi
pada uretral klien.
34
b. Disfungsi seksual berhubungan dengan efek terapi sekunder terhadap Fournier
Gangren
Disfungsi seksual yang merupakan perubahan fungsi seksual selama fase respon
seksual berupa hasrat, teransang, orgasme, dan/atau relaksasi yang dirasa tidak
memuaskan, tidak bermakna atau tidak adekuat menurut PPNI (2016) adalah salah
satu diagnosa yang tidak ditegakkan. Hal ini dikarenakan data-data yang
mendukung dalam diagnosa ini tidak dapat di gali akibat keadaan lingkungan yang
tidak mendukung privasi klien. Sehingga penulis tidak mampu mendorong klien
dalam mengungkapkan riwayat seksual ataupun hal-hal yang dikeluhkan seputar
aktivitas, eksitasi, hubungan, peran, hasrat, fungsi ataupun perasaan nyeri saat
berhubungan seksual.
Menurut PPNI (2016) ansietas adalah kondisi emosi dan pengalaman subjektif
individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman. Melalui
hasil observasi penulis klien tidak menunjukkan sikap gelisah, tegang, merasa
binging atau khawatir dengan kondisinya sekarang yang merupakan data pendukung
diagnosa ini. Saat pengkajian klien menunjukkan sikap tenang dan menerima
terhadap tindakan yang dilakukan.
3. Perencanaan
Menurut UU perawat No. 38 Th. 2014, perencanaan merupakan semua rencana
tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan yang diberikan kepada
pasien. Perencanaan pada kasus asuhan fournier gangren dilakukan perdiagnosa.
a) Diagnosa yang pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan ulkus fornier ditandai
dengan klien mengeluh nyeri saat perawatan luka. Perencanaan yang dilakukan oleh
penulis pada diagnosa ini tidak jauh berbeda dengan tinjauan teori dengan beberapa
modifikasi dan pengurangan yaitu kaji tingkat, frekuensi dan reaksi nyeri yang dialami
pasien, jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri, ajarkan teknik
35
relaksasi nafas dalam dan atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Tujuan perencanaan ini adalah rasa nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria hasil
yang diharapkan yaitu klien secara verbal mengatakan nyeri berkurang atau hilang,
pergerakkan klien bertambah luas dan klien tidak meringis kesakitan.
b) Diagnosa yang kedua yaitu gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor
mekanis. Perencanaan yang dilakukan untuk diagnosa pertama ini yaitu kaji luas dan
keadaan luka serta proses penyembuhan, rawat luka dengan baik dan benar :
membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa
balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati, kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah
pemberian anti biotik. Berdasarkan perencanaan tersebut penulis juga melakukan
perencanaan yang tidak jauh berbeda dengan tinjauan teori yang ada dengan beberapa
tambahan yaitu anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan luka dan menghindari
dari keadaan basah pada luka dan libatkan klien dalam merawat luka sendiri dirumah.
Dengan tujuan berupa tercapainya proses penyembuhan luka dengan kriteria hasil pus
dan jaringan nekrotik / slough pada jaringan berkurang dan adanya jaringan granulasi
dengan modifikasi atau tambahan berupa keadaan luka utuh pada sekitar luka,luka
terlihat bersih, tumbuhnya jaringan epitalisasi, tidak ada hipergranulasi.
4. Implementasi
Implementasi merupakan suatu perwujudan dari perencanaan yang sudah disusun pada
tahap perencanaan sebelumnya (Nanda 2013). Berdasarkan hal tersebut penulis dalam
mengelola pasien dalam implementasi dengan diagnosa yang ditegakkan.
a. Nyeri akut berhubungan dengan ulkus fornier
Selama 1 x 30 menit penulis melakukan tindakan pada diagnosa ini berupa mengkaji
tingkat, frekuensi dan reaksi nyeri yang dialami pasien, dan didapatkan hasil subjektif
berupa klien mengeluhkan nyeri saat dilakukan perawatan luka dan saat luka ditekan,
ia mengatakan nyeri hanya saat lukanya dilakukan debridement pada daerah atas
skrotum seperti tergerus dengan intensitas sedang dengan skala 4 dan nyeri menghilang
36
saat perawatan luka dihentikan. Saat diobservasi ditemukan pula data klien memiliki
luka pada bagian skrotum dan klien tampak meringis kesakitan saat dilakukan tindakan.
Selanjutnya dilakukan tindakan menjelaskan pada pasien tentang sebab-sebab
timbulnya nyeri dan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam pada klien yang
diharapkan dapat meringankan atau mengurangi nyeri dimana klien mampu melakukan
teknik nafas dalam. Selain itu penulis mengatur posisi pasien senyaman mungkin sesuai
keinginan pasien
5. Evaluasi
37
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui setelah dilakukan tindakan untuk mengatasi
kerusakan integritas kulit tersebut tercapai atau tidak dan perlu atau tidaknya melanjutkan
intervensi.
a. Nyeri akut berhubungan dengan ulkus fornier
Untuk diagnosa ini, masalah nyeri akut yang dirasakan klien sudah teratasi karena
sesuai dengan tujuan yaitu rasa nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria hasil yang
diharapkan yaitu klien secara verbal mengatakan nyeri berkurang atau hilang,
pergerakkan klien bertambah luas dan klien tidak meringis kesakitan. Respon klien
sesuai dengan kriteria dan tujuan yang diharapkan yaitu klien mengatakan nyerinya
berkurang saat lukanya selesai dibersihkan, meskipun masih terasa di bagian skrotum
seperti tergerus dengan intensitas ringan dengan skala 2. Dan saat diobservasi klien
tidak tampak meringis saat perawatan luka selesai dan klien mampu melakukan teknik
nafas dalam dan juga luka diberi kompres kassa lembab untuk meningkatkan
kenyamanan. Maka dari itu intervensi dihentikan karena masalah teratasi.
38
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fournier's gangrene (FG) merupakan fasciitis nekrotikans yang progresif pada daerah
penis, skrotum, dan perineum. FG termasuk penyakit infeksi yang fatal namun jarang
terjadi. Dalam asuhan keperawatan pada Tn. S dengan fournier gangren di poli kaki
RSUD DR H. Moch Anshari Saleh penulis melakukan pengkajian dan hanya
menemukan keluhan berupa nyeri dan juga ulkus gangren. Terlebih dari itu pasien tidak
mengalami hal-hal yang lain seperti sianosis, indurasi, blister dan gejala-gejala seperti
demam, takikardia maupun hipotensi saat dilakukan pengkajian sesuai dengan tinjauan
39
teori. Diagnosa yang ditegakkan adalah nyeri akut berhubungan dengan ulkus fornier
ditandai dengan klien mengeluh nyeri saat perawatan luka dan gangguan integritas kulit
berhubungan dengan faktor mekanis ditandai dengan luka pada bagian skrotum dengan
perencanaan sesuai dengan teori dan beberapa tambahan. Implementasi dilakukan
sesuai dengan intervensi dengan beberapa modifikasi dan didapatkan evaluasi masalah
nyeri akut dapat teratasi dan intervensi dihentikan sedangkan masalah kerusakan
integritas kulit belum teratasi dimana evaluasi tidak sesuai yang diharapkan penulis
karena proses penyembuhan luka belum teratasi secara sempurna.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah asuhan keperawatan pada Tn. S dengan fournier gangren di
poli kaki RSUD DR H. Moch Anshari Saleh ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu saya meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah
yang dibuat dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
40