You are on page 1of 25

LAPORAN PENDAHULUAN TB PARU 1.

Pengertian Menurut (Niluh Gede Yasmin Asih, 2003), tuberkulosis adalah infeksi
penyakit menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, suatu basil aerobik tahan
asam, yang ditularkan melalui udara (airbone). Menurut (Imran Somantri, 2007) tuberkulosis
paru – paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru - paru yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini juga dapat menyebar ke bagian tubuh lain seperti
meningen, ginjal, tulang, dan nodus linfe. Menurut (Elizabeth J Corwin, 2009) tuberkulosis (TB)
merupakan contoh lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh
mikroorganisme Mycobacterium tuberkulosis, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi
percikan ludah (droplet), dari satu individu ke individu lainnya dan membentuk kolonisasi di
bronkiolus atau alveolus, kuman juga dapat masuk ketubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti
susu tercemar yang tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang melaui lesi kulit.

Menurut (Chris Brooker, 2009) tuberkulosis adalah infeksi granulomatosa kronik yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis (tipe manusia), suatu basil tahan asam (BTA).
Jenis lainnyameliputi M. Bovis (sapi) dan mikobakterium altipis misalnya M. Avium
intracellulare
dan M. Kansasii.

Menurut (Diane C. Baughman, 2000) tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang terutama
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosi.

2.Klasifikasi

a.Pembagian secara patologis :

•Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ).

•Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).

b.Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :

•Tuberkulosis Paru BTA positif.

•Tuberkulosis Paru BTA negative

c.Pembagian secara aktifitas radiologis :

•Tuberkulosis paru (Koch pulmonal) aktif.

•Tuberkulosis non aktif .

•Tuberkulosis quiesent (batuk aktif yang mulai sembuh)


d.Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )

•Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapitas pada satu
paru
maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.

•Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan diameter tidak lebih dari
4 cm,
jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar
tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru.

•For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang melebihi keadaan
pada moderateli advanced tuberculosis.

e.Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American Thorasic Society
memberikan klasifikasi baru:

•Kategori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak tidak
pernah, tes tuberculin negatif.

•Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya infeksi, disini riwayat
kontak positif, tes tuberkulin negatif.

•Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.

•Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit. f.

Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :

•Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan
batuk TB berat.

•Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan sputum BTA
positf.

•Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak
luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I.

•Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.


3.Etiologi

Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran


panjang 1 – 4 mm dengan tebal 0,3 – 0,6 mm. Sebagian besar komponen M.. Tuberkulosis
adalah berupa lemak / lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan
terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai
daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M. Tuberkulosis senang tinggal di daerah apeks
paru – paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif
untuk penyakit tuberkulosis.

Saluran pernafasan dari hidung sampai ke bronchiolus dilapisi oleh membran mukosa
bersilia, ketika udara masuk melalui rongga hidung, maka dari itu; disaring, dihangatkan,
dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari
epitel toraks bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus
yang disekresi oleh sel goblek dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat
disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus
akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam
rongga hidung, dan ke superior dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju ke faring. Dari
sinilah lapisan mukus akan tertelan atau di batukkan keluar. Air untuk kelembaban diberikan
untuk lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplay ke udara inspirasi berasal dari jaringan di
bawahnya yang kaya akan pembuluh darah. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedimikian
rupa sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh,
dan kelembabannya mencapai 100%. Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara.
Larynx merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan untuk otot dan
mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga yang bermuara ke
dalam trachea dan dinamakan glotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan
bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.

Meskipun laring merupakan dianggap berhubungan fungsi, tetapi fungsinya sebagai


organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas, penutupan
glotis dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dan epiglotis yang berbentuk daun, berperan
untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke dalam esofagus. Namun jika benda asing
masih mampu masuk melalui glotis, maka larynx yang mempunyai fungsi batuk akan membantu
menghalau benda asing dan sekret keluar dari saluran pernapasan bagian bawah. Trachea
disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentu seperti sepatu 5 inchi. Struktur kuda yang
panjangnya trachea dan bronchus dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu
dinamakan pohon tracheal bronchial. Tempat percabangan trachea menjadi cabang utama
bronchus kiri dan cabang utama bronchus kanan dinamakan Karina. Karena banyak mengandung
saraf dan dapat menimbulkan broncho spasme hebat dan batuk, kalau saraf-saraf terangsang.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak simetris. Bronchus kanan lebih pendek lebih
besar dan merupakan lanjutan trachea, yang arahnya hampir vertikal. Baliknya bronchus kiri
lebih panjang, lebih sempit dan merupakan lanjutan trachea yang dengan sudut yang lebih paten,
yang mudah masuk ke cabang utama bronchus kanan kalau udara tidak tertahan pada mulut atau
hidung. Kalau udara salah jalan, maka tidak masuk ke dalam paru-paru kiri, sehingga paru-paru
akan kolaps. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi segumen
bronchus. Percabangan ini terus menerus sampai pada cabang terkecil yang dinamakan
bronchioulus terminalis yang merupakan cabang saluran udara terkecil yang mengandung
alveolus.Semua saluran udara di bawah tingkat bronchiolus terminalis disbut saluran penghantar
udara ke tempat pertukaran gas-gas di luar bronchiolus terminalis. Terdapat asinus yang
merupakan unit fungsional paru-paru tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronchiulus
respiratorius yang kadang-kadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli yang berhasil dari
dinding mereka, puletus alviolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan saccus alveolus
hanya mempunyai satu lapisan sel saja yang tebal garis tengahnya lebih kecil dibandingkan
dengan tebal garis tengah sel darah merah. Dalam setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta
alveolus dengan luas permukaan seluas lapangan tenis. Tetapi alveolus dilapisi oleh zat
lipoprotein yang dinamakan surfakton, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan
mengurangi resistensi terhadap pengembangan inspirasi, mencegah kolaps pada alveolus pada
waktu ekspirasi. Paru-paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut yang terletak di dalam
rongga thoraks. Setiap paru-paru mempunyai apex dan basic. Pembuluh darah paru-paru dan
bronchial, syaraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan
membentuk akar paru-paru. Diantara pleura parietal dan pleura viceral, terdapat cairan pleura
seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain
selama respirasi, dan mencegah pemisahan thoraks dan paru-paru.
Paru- paru mempunyai 2 sumber suplay darah yaitu:

1.)Arteri bronkhialis.
2.)Arteri pulmonalis
5.Patofisiologi Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi terinfeksi.
Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana mereka terkumpul dan mulai
untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke
bagaian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru – paru lainnya (lobus atas).

Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan
makrofag) menelan banyak bakteri, limposit spesifik tuborkulosis melisis (menghancurkan) basil
dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli,
menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi dua sampai sepuluh minggu
setelah pemajanan.

Masa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang
masih hidup dan yang sudah mati di kelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif
granulomas diubah menjadi masa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari masa fibrosa ini di sebut
tuberkel ghon. Bahan (bakteri dan makropag) menjadi nekrotik, membentuk masa seperti keju.
Masa ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk sekar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman
tanpa perkembangan penyakit aktif.

Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau respon yang inadekuat dari respon sistem imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi
dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Bakteri kemudian menjadi tersebar diudara,
mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh tuberkel yang memecah, membentuk jaringan
parut. Paru – paru yang terinfeksi lebih membengkak mengakibatkan terjadinya
bronkopneumonia lebih lanjut.

Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah


kebawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses mungkin
berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti
dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10 % individu yang awalnya
terinfeksi mengalami penyakit aktif
F. Manifestasi Klinis

Menurut Soeparman (1996, p.718) mengemukakan bahwa keluhan yang dirasakan klien

tuberculosis dapat bermacam-macam, ada juga yang ditemukan tanpa keluhan sama sekali

dengan pemeriksaan kesehatan.

Keluhan yang tebanyak dari penderita tuberculosis adalah:

1. Demam

Biasanya subfebris menyerupai demam influenza tetapi kadang-kadang panas badan mencapai

40°C - 41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul

kembali.

2. Batuk/batuk darah

Batuk terjadi karena iritasi pada brochus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-

produk radang keluar. Karena terlibatnya bronchus pada setiap penyakit tidak sama. Sifat batuk

dimulai batuk kering (non produktif), kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif

(menghasilkan sputum). Keadaan lanjut berupa batuk berdarah yang disebabkan oleh pecahnya

pembuluh darah.

3. Sesak napas

Pada penyakit ringan / baru sesak napas belum terasa. Sesak napas akan ditemukan pada

penyakit yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

4. Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura, sehingga menimbulkan

pleuritis. Gesekan kedua pleura, terjadi saat inspirasi dan ekspirasi.

5. Malaise

Gejala malaise sering ditemukan berupa anorexia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun,

sakit kepala, nyeri otot, keringat di malam hari. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan

terjadi hilang timbul secara teratur.

G. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Alsagaff (2005, p.89), pemeriksaan penunjang untuk pasien tuberculosis adalah:

1. Pemeriksaan Radiologi

Macam-macam gambaran kelainan paru:

a. Pada tuberculosis paru menahun tampak gambaran fibrosis, kavitas, kelainan noduler

dengan bermacam-macam ukuran serta proses eksudatif pada segmen posterior atau apikal dari

lobus superior dari lobus inferior.

b. Kelainan akibat penyebaran hematogen, bersifat difus atau simetris kecil-kecil (milier),

jadi berbeda dengan penyebaran bronchogen yang tidak simetris dan setempat.

c. Tuberculosis paru akut dengan gambaran menyerupai proses pneumonia karena infeksi

yang tidak mudah sembuh jika tidak diberi terapi spesifik.

d. Ada konsolidasi homogen yang mengenai satu segmen/lobus, yang disebabkan oleh

obstruksi endobronkial.
2. Pemeriksaan Laboratorium

a. Dahak

Hasil pemeriksaan makrokopis dahak dapat membantu menegakkan diagnosis. Pemeriksaan

makrokopis dahak (baik dengan pengecatan maupun sitologi) sering dapat membantu

menemukan etiologi. Khusus pada tuberculosis paru, dahak yang mengandung basil tahan asam

merupakan satu-satunya pegangan diagnosis yang dipakai dalam program pemberantasan

penyakit tuberculosis paru.

Depkes RI (2001, p.23) berpendapat bahwa Mycobacterium tuberculosis sebagai penyebab

tuberculosis, berbentuk batang dan mempunyai sifat tahan terhadap penghilangan warna dengan

asam dan alkohol. Karena itu disebut Basil Tahan Asam (BTA), kuman baru dapat dilihat di

bawah mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam satu mili-liter dahak. Dahak

yang baik untuk diperiksa adalah dahak kental dan purulent (mucopurulent) berwarna hijau

kekuning-kuningan, dengan volume 3-5 ml tiap pengambilan.

b. Cairan pleura
Cairan diperoleh dengan melakukan fungsi percobaan pada kasus-kasus yang diduga

tuberculosis disertai dengan efusi pleura (dengan pemeriksaan fisik) dan dilakukan pemeriksaan

baik makrokopis maupun mikrokopis.

c. Darah

Pemeriksaan darah tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk menyokong diagnosa

tuberculosis paru, karena hasil pemeriksaan darah tidak menunjukkan gambaran yang khas.

Gambaran darah kadang-kadang dapat membantu menentukan aktivitas penyakit.

d. Laju Endap Darah

Laju Endap Darah sering meningkat pada proses aktif, tetapi Laju Endapan Darah yang

normal tidak dapat mengesampingkan proses tuberculosis aktif.

e. Leukosit

Jumlah leukosit dapat normal atau sedikit meningkat pada proses aktif.

f. Hemoglobin

Pada penyakit tuberculosis berat sering disertai dengan anemia derajat sedang, bersifat

normositik dan sering disebabkan defisiensi besi.

g. Uji Tuberculin

Uji Tuberculin merupakan pemeriksaan guna menunjukkan reaksi imunitas seluler yang

timbul setelah 4-6 minggu penderita mengalami infeksi pertama dengan basil tuberculosis.

Banyak cara yang dipakai, tapi yang paling sering adalah cara dari Mantoux.
Depkes RI (2001, p.15) berpendapat cara Mantoux (penyuntikan intra cutan) dengan semprit

tuberculin 1 cc jarum nomor 26. Tuberculin yang dipakai adalah tuberculin PPD (Purified

Protein Deriatif). Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Uji tuberculin positif

bila indurasi > 10 mm (pada gizi baik), atau > 5 mm (pada gizi buruk).

H. Pengkajian Fokus

Menurut Doenges (2000, p.240) pengkajian fokus pada tuberculosis adalah sebagai berikut:

1. Aktivitas/istirahat

Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, napas pendek kerena kerja silia. Kesulitan

tidur pada malam atau demam, menggigil dan atau berkeringat, mimpi buruk.

Tanda : Takikardia, takipnea, dyspnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan sesak tahap

lanjut.

2. Integritas ego

Gejala : Adanya/faktor stress lama, masalah keuangan, rumah. Perasaan tak berdaya/tak

ada harapan.

Tanda : Menyangkal (khususnya selama tahap dini), anxiety, ketakutan, mudah

tersinggung.

3. Makanan/cairan

Gejala : Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat badan.

Tanda : Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang lemak subcutan.

4. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.

5. Pernapasan

Gejala : Batuk produktif atau tak produktif, napas pendek, riwayat tuberculosis/terpajan

pada individu terinfeksi.

Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan, pengembangan pernapasan tak simetri,

perkusi pekak dan penurunan fremitus, bunyi napas menurun, krekels tercatat di apek paru

selama inspirasi cepat setelah batuk pendek, deviasi trakeal. Karakteristik sputum:

hijau/purulent, mukoid kuning, atau bercak darah.

6. Keamanan

Gejala : Adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS dan kanker, tes HIV positif.

Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut.

7. Interaksi sosial

Gejala : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa

dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.

8. Penyuluhan dan pembelajaran

Gejala : Riwayat keluarga tuberculosis, ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk,

gagal untuk membaik/kambuhnya tuberculosis, tidak berpartisipasi dalam terapi.


I. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi infeksi (penyebaran/infeksi ulang)

a. Definisi : Keadaan ketika seorang individu berisiko terserang oleh agens patogenik

atau oportunistik (virus, jamur, bakteri, protozoa, atau parasit lain) dari sumber-sumber

eksternal, sumber-sumber endogen atau eksogen (Carpenito, 2007, p.239).

b. Faktor risiko

Melemahnya daya tahan penjamu

Tempat masuknya organisme.

Kontak dengan agens yang menular.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas

a. Definisi : Suatu keadaan dimana seorang individu mengalami suatu ancaman yang

nyata/potensial pada status pernapasan sehubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara

efektif (Carpenito, 2007, p.381).

b. Batasan karakteristik

1) Mayor

Batuk tak efektif/tidak ada batuk


Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi jalan napas.

2) Minor

Bunyi napas abnormal.

Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan abnormal.

3. Ketidakefetifan pola napas

a. Definisi : Keadaan ketika seorang individu mengalami kehilangan ventilasi yang

aktual atau potensial yang berhubungan dengan perubahan pola pernapasan (Carpenito, 2007,

p.383).

b. Batasan karakteristik

1) Mayor

Perubahan dalam frekuensi atau pola pernapasan

Perubahan pada nadi (frekuensi, irama, kualitas)

2) Minor

Ortopnea

Takipnea, hiperpnea, hiperventilasi

Pernapasan disritmik, pernapasan sukar/hati-hati

4. Gangguan pertukaran gas

a. Definisi : Keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan jalannya gas

(oxygen dan carbondiocsida) yang aktual antara paru dan sistem vaskuler (Carpenito, 2007,

p.385).
b. Batasan karakteristik

1) Mayor

Dyspnea saat melakukan aktivitas.

2) Minor

Konfusi/agitasi

Kecenderungan untuk mengambil posisi 3 titik (duduk, satu tangan pada setiap lutut, condong

ke depan.

Bernapas dengan mulut dengan bibir dimonyongkan dengan fase ekspirasi yang lama.

Letargi dan keletihan

Peningkatan tekanan vascular pulmonal, penurunan motilitas lambung, pengosongan lambung

lama, penurunan isi oxygen, penurunan saturasi oxygen, peningkatan PCO2.

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

a. Definisi : Suatu keadaan dimana seorang individu yang tidak puasa mengalami

atau berisiko mengalami penurunan berat badan berhubungan dengan masukan yang tidak

adekuat/metabolisme nutrien yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik (Carpenito, 2007,

p.299).

b. Batasan karakteristik

1) Mayor

Individu yang tidak puasa melaporkan atau mengalmai masukan makanan yang tidak adekuat

kurang dari yang dianjurkan dengan atau tanpa penurunan berat badan atau kebutuhan metabolik

aktual/potensial dalam masukan yang berlebihan.

2) Minor
Berat badan 10% - 20 % atau lebih di bawah berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka

tubuh.

Lipatan kulit trisep, lingkar lengan tengah dan lingkar otot pertengahan. Lingkar kurang dari

60 % dari standar pengukuran.

Kelemahan otot dan nyeri tekan.

Penurunan albumin serum, penurunan tranferin serum atau penurunan kapasitas ikatan besi.

6. Intoleransi aktivitas

a. Definisi : Penurunan fisiologis untuk melakukan aktivitas sampai tingkat yang

diinginkan atau yang dibutuhkan (Carpenito, 2007, p.3).

b. Batasan karakteristik

1) Mayor

Selama aktivitas:

Kelelahan

Pusing

Dyspnea

Keletihan akibat aktivitas

Frekuensi pernapasan lebih dari 24, nadi lebih dari 95

2) Minor

Pucat/sianosis

Konfusi

Vertigo

7. Kurang pengetahuan
a. Definisi : Suatu keadaan dimana seorang individu atau kelompok mengalami

defisiensi pengetahuan kognitif atau ketrampilan psikomotor berkenaan dengan kondisi atau

rencana pengobatan (Carpenito, 2007, p.262).

b. Batasan karakteristik

1) Mayor

Mengungkapkan kurang pengetahuan atau ketrampilan atau permintaan informasi.

J. Fokus Intervensi

1. Risiko tinggi infeksi (penyebaran/infeksi ulang) berhubungan dengan pertahanan primer

tak adekuat, kerusakan jaringan/tambahan infeksi, penurunan pertahanan/penekanan proses

inflamasi (Doenges, 2000, p.242).

a. Kriteria hasil :

1) Tidak ada tanda-tanda penyebaran infeksi.

2) Menunjukkan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.

b. Intervensi :

1) Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama

batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa, menyanyi.

Rasional: Membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan

untuk mencegah pengaktifan berulang/komplikasi. Pemahaman bagaimana penyakit disebarkan

dan kesadaran kemungkinan transmisi membantu pasien/orang terdekat untuk mengambil

langkah untuk mencegah infeksi ke orang lain.

2) Identifikasi orang lain yang berisiko, contoh anggota rumah, sahabat karib/teman.
Rasional: Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah

penyebaran/terjadinya infeksi.

3) Anjurkan pasin untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tisu dan menghindari

meludah.

Rasional: Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi.

4) Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi sesuai indikasi.

Rasional: Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan membuang stigma sosial

sehubungan dengan penyakit menular.

5) Awasi suhu sesuai indikasi.

Rasional: Reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut.

6) Identifikasi faktor risiko individu terhadap pengaktifan berulang tuberculosis.

Rasional: Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola hidup dan

menghindari/menurunkan insiden eksaserbasi.

7) Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.

Rasional: Periode singkat berakhir 2 – 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya

rongga atau penyakit luas sedang, risiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.

8) Kolaborasi pemberian agen anti infeksi.

Rasional: Membantu menurunkan penyebaran infeksi.


2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekret kental, kelemahan,

upaya batuk buruk, edema trakeal (Doenges, 2000, p.244).

a. Kriteria hasil :

1) Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.

2) Mempertahankan jalan napas pasien.

b. Intervensi :

1) Kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi napas, kecepatan, irama dan kedalaman serta

penggunaan otot aksesori.

Rasional: Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan ateletaksis, ronkhi menunjukkan

akumulasi sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas yang dapat menimbulkan

penggunaan otot aksesori pernapasan dan peningkatan kerja pernapasan.

2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif.

Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal.

3) Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi.

Rasional: Membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan.


4) Bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam.

Rasional: Ventilasi maksimal membantu membuka area ateletaksis dan meningkatkan gerakan

sekret ke dalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.

5) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari kecuali kontraindikasi.

Rasional: Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret, membuatnya

mudah dikeluarkan.

6) Bersihkan sekret dari mulut dan trachea: penghisapan sesuai keperluan.

Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi.

7) Kolaborasi pemberian mukolitik dan bronkodilator.

Rasional: Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk

memudahkan pembersihan.

Bronkodilator meningkatkan ukuran lumen percabangan trakeobronkial, sehingga

menurunkan tahanan terhadap aliran udara.

3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat

akumulasi sekret (Doenges, 2000, p.197).

a. Kriteria hasil :

1) Menunjukkan pola pernapasan normal/efektif dengan GDA dalam batas normal.

2) Bebas sianosis dan tanda hypoxia.

b. Intervensi :

1) Identifikasi fungsi pernapasan, catat kecepatan/pernapasan serak, dyspnea, sianosis.


Rasional: Perubahan pada tanda vital dapat terjadi akibat stress fisiologi sehubungan dengan

hypoxia.

2) Auskultasi bunyi napas.

Rasional: Area ateletaksis tak ada bunyi napas dan sebagian area colaps menurun bunyinya.

3) Catat pengembangan dada.

Rasional: Pengembangan sama dengan ekspansi paru.

4) Kaji fremitus.

Rasional: Suara dan tactil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang terisi

cairan/konsolidasi.

5) Pertahankan posisi nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur.

Rasional: Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada

sisi yang tak sakit.

6) Kolaborasi pemberian oxygen tambahan melalui canulla/masker sesuai indikasi.

Rasional: Meningkatkan penghilangan distress respirasi dan sianosis sehubungan dengan

hypoksemia.

4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan elektif paru,

ateletaksis, sekret kental/tebal (Doenges, 2000, p.245).

a. Kriteria hasil :

1) Melaporkan tidak adanya/penurunan dyspnea.


2) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oxygenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam

rentang normal.

b. Intervensi :

1) Kaji dyspnea, takipnea, tak normal/menurunnya bunyi napas, peningkatan upaya

pernapasan, terbatasnya ekspansi dada dan kelemahan.

Rasional: Tuberculosis paru menyebabkan efek luas pada paru . efek pernapasan dapat dari

ringan sampai dyspnea berat sampai distress pernapasan.

2) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran. Catat sianosis.

Rasional: Akumulasi sekret dapat mengganggu oxygenasi organ vital dan jaringan.

3) Tunjukkan dorongan bernapas bibir selama ekshalasi.

Rasional: Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah colaps/penyempitan jalan

napas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan/menurunkan

beratnya gejala.

4) Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai

keperluan.

Rasional: Menurunkan konsumsi oxygen sehingga dapat menurunkan gejala.

5) Awasi GDA/nadi oksimetri.

Rasional: Penurunan kandungan oxygen dan saturasi atau peningkatan kandungan

carbondiocsida menunjukkan kebutuhan untuk intervensi program terapi.

6) Kolaborasi pemberian oxygen tamabhan yang sesuai.

Rasional: Memperbaiki hypoksemia.


5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan,

sering batuk/produksi sputum, dyspnea, anoreksia (Doenges, 2000, p.246).

a. Kriteria hasil :

1) Menunjukkan berat badan meningkat dan bebas tanda malnutrisi.

2) Melakukan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau

mempertahankan berat yang tepat.

b. Intervensi :

1) Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat badan, integritas

mucosa oral, kemampuan menelan, riwayat mula/muntah dan diare.

Rasional: Berguna dalam mendefinisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan intervensi yang

tepat.

2) Pastikan pola diet pasien, yang disukai/tak disukai.

Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan khusus.

3) Awasi masukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik.

Rasional: Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.

4) Selidiki anorexia, mual dan muntah.

Rasional: Mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan.

5) Dorong dan berikan periode istirahat sering.

Rasional: Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolik meningkat saat

demam.

6) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.

Rasional: Menurunkan rasa tak enak karena sisa sputum.

7) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang takperlu/kebutuhan energi

dari makan makanan banyak dan menurunkan iritasi gaster.

8) Rujuk ke ahli diet.

Rasional: Memberikan bantuan dalam pencernaan diet dengan nutrisi adekuat untuk

kebutuhan metabolik dan diet.

9) Awasi pemerikasaan laboratorium.

Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan menunjukkan kebutuhan

intervensi/perubahan program terapi.

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai dan kebutuhan

oxygen (Doenges, 2000, p.170).

a. Kriteria hasil :

Menunjukkan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dyspnea,

kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.

b. Intervensi :

1) Evaluasi reson pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea, peningkatan

kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.

Rasional: Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.

2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.

Rasional: Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.

3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan

aktivitas dan istirahat.

Rasional: Menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.

4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur.


Rasional: Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi, atau menunduk ke

depan meja dan bantal.

5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.

Rasional: Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan

oxygen.

6) Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.

Rasional: Membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oxygen.

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan pada/salah intepretasi

informasi, keterbatasan kognitif, tak akurat/tak lengkap informasi yang ada (Doenges, 2000,

p.247).

a. Kriteria hasil :

1) Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.

2) Melakukan perilaku/perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan umum dan

menurunkan risiko pengaktifan ulang tuberculosis.

b. Intervensi :

1) Kaji kemampuan pasien untuk belajar.

Rasional: Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan

individu.

2) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat, contoh hemoptysis, nyeri dada,

demam, kesulitan bernapas.

Rasional: Menunjukkan kemajuan, atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang

memerlukan evaluasi lanjut.

3) Tekankan pentingnya protein tinggi dan diet karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat.
Rasional: Memenuhi kebutuhan metabolik membantu meminimalkan kelemahan dan

meningkatkan penyembuhan. Cairan dapat mengencerkan/mengeluarkan sekret.

4) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan

lama.

Rasional: Meningkatkan kerja sama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian

obat sesuai perbaikan kondisi pasien.

5) Dorong untuk tidak merokok

DAFTAR PUSTAKA

Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003.


Keperawatan Medikal Bedah : Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta : EGC Baughman, Diane C. 2000.
Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku dari Brunner dan Suddart.
Jakarta : EGC Brooker Chris. 2009.
Ensiklopedia Keperawatan.
Jakarta : EGC Brunner & Suddarth, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,
Volume 1 & 2. Jakarta : Penerbit buku kedokteran : EGC. Corwin, Elizabeth J. 2009.
Patofisiologi : Buku Saku.
Jakarta : EGC Crofton, John. 2002. Pedoman penanggulangan Tuberkulosis, Widya Medika :
Jakarta. Departeman Kesehatan. Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta. Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid 1.
Jakarta : FKUI. Price, S., & Wilson. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses

Proses Penyakit, Edisi.2. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC

You might also like