You are on page 1of 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU

OBSTRUKSI KRONIS

A. KONSEP PENYAKIT

1. Pengertian

Penyakit paru okstruksi kronik ( PPOK ) adalah suatu istilah

yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang

berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap

aliran udara sebagai gambaran patologi utamanya ( Price, 2006 ; 784 ).

Yang termasuk dalam kelompok penyakit ini, yaitu bronkhitis kronis

dan emfisema, karena dalam fase lanjut kedua penyakit ini sering

menyebabkan obstruksi saluran nafas yang menetap ( Soemantri dalam

Suyono, dkk, 2001).

2. Klasifikasi PPOK

Menurut Soemantri dalam Suyono ( 2001 ), yang termasuk

dalam PPOK dikelompokkan menjadi

a. Bronkhitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai

oleh pembentukan mukus yang berlebihan dalam bronkus dan

bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukkan sputum

selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang – kurangnya

dalam dua tahun berturut – turut. ( Price, 2006 ; 784 )

b. Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim

paru yang ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris

Praktek Profesi Keperawatan Stase Keperawatan Medikal Bedah Page 1


yang tidak normal, serta destruksi dinding alveolar. ( Price, 2006 ;

784 )

3. Patofisiolgi dan Tanda - Gejala

Meskipun bronkhitis kronik dan emfisema paru merupakan

dua proses yang berbeda, tetapi kedua penyakit ini sering ditemukan

pada penderita PPOK. Temuan patologis yang utama pada bronkhitis

kronik adalah hipertrofi kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan

jumlah dan ukuran sel – sel goblet, dengan infiltrasi sel – sel radang

dan edema mukosa bronkus. Pembentukkan mukus yang meningkat

mengakibatkan gejala khas, yaitu batuk produktif yang kronik yang

akan mempengaruhi bronkhiolus kecil sehingga bronkhiolus tersebut

menjadi rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utamanya

adalah merokok dan polusi udara, sedangkan faktor genetik

merupakan suatu faktor predisposisi. Polusi udara yang terus –

menerus juga merupakan predisposisi infeksi rekuren karena polusi

memperlambat aktivitas silia dan fahositosis, sehingga timbunan

mukus meningkat sedangakan mekanisme pertahanannya sendiri

melemah ( Price, 2006 ; 785 – 786 ).

Emfisema paru dibagi menurut bentuk asinus yang terserang.

Ada dua bentuk emfisema yang paling penting sehubungan PPOK,

yaitu emfisema sentrilobuler ( CLE / Centri Lobuler Emfisema ) dan

emfisema Panlobuler ( PLE / Pan Lobuler Emfisema ) ( Price, 2006 ;

786 ).

Praktek Profesi Keperawatan Stase Keperawatan Medikal Bedah Page 2


Emfisema ssentrilobuler secara aktif janya menyerang bagian

bronkhoilus respiratorius dan duktus alveolaris. Dinding – dinding

mulai berlubang, membesar, bergabung dan cenderung menjadi satu

ruang sewaktu dinding - dinding mengalami integrasi. CLE lebih

banyak ditemukan pada wanita yang biasanya berhubungan dengan

bronkhitis kroniis dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak

merokok ( Price, 2006 ; 786 )

Emfisema pan lobuler merupakan bentuk morfologik yang

lebih jarang ditemukan. Alveolus yang terletak pada bagian distal dari

bronkhiolus mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata,

baik mengenai asinus yang sentral ataupun yang perifer. PLE

mempunyai gambaran khas, yaitu menyebar merata di seluruh paru,

meskipun bagian basal cenderung terseang lebioh parah. Kerusakan

serabut elastis dan serabut retikular paru yang disertai degan

menghilangnya kemampuan mengembangkan paru secara elastis di

duga akan mengakibatkan peregangan paru yang progresif ( Price,

2006 ; 786 – 787 )

Jika thorak pasien emfisema dibuka selam pembedahan atau

oyopsi, paru akan tampak sangat membesar, paru – paru tetap terisi

udara dan tidak kolaps. Seringkali terlihat bleb, yaitu rongga

subpleura yang terisi udara, serta bula, yaitu rongga parenkim paru

yang terisi udara dengan diameter lebih dari 1 cm. Selain itu rongga

pleura juga mengalami dilatasi yang merata. Bula biasanya timbul

Praktek Profesi Keperawatan Stase Keperawatan Medikal Bedah Page 3


akibat adanya penyumbatan pada katup pengatur bronkhiolus. Selama

inspirasi, lumen bronkhiolus melebar sehingga udara dapat melewati

penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mukus, tetapi

sewaktu ekspirasi, lumen brokhiolus tersebut kembali menyempit,

sehingga sumbatan tersebut dapat menghalangi keluarnya udara.

Hilangnya elastisitas dinding bronkhiolus pada emfisema dapat

menyebabkan terjadinya kolaps paru prematur. Dengan demikian

udara terperangkap dalam segmen paru yang terkena, berakibat

distensi berlebihan serta penggabungan bebrapa alveolus. Hal terjadi

karena fragmentasi jaringan elastrs interalveolar, disertai rusaknya

sekat interalveolar yang sudah menipis, sehingga akhirnya terbentuk

bula ( Price, 2006 ; 788 )

Pada emfisema dapat terbentuk satu atau banyak bula yang

dapat atau tidak saling berhubungan. Sedangkan bleb terbentuk akibat

ruftur alveoli. Bleb ini dapat pecah kedalam rongga pleura sehingga

menyebabkan terjadionya pneumothorak spontan sehingga akhirnya

terjadi kolaps paru. Perubahan – perubahan lain yang dapat terjadi

pada pasien PPOK adalah pengurangan jaringan kapiler dan bukti

histologik berupa adanya bronkhiolitis kronik ( Price, 2006 ; 788 )

Perjalanan klinis penderita PPOK terbentang darai keadaan

yang dikenal dengan istilah pink puffers sampai blue bloaters. Tanda

klinis pink puffers adalah timbulnya dispnea tanpa disertai batuk dan

produksi sputum yang berarti. Biasanya dispnea timbul pada usia 30

Praktek Profesi Keperawatan Stase Keperawatan Medikal Bedah Page 4


sampai 40 tahun dan semakin lama semakin berat. Pada stadium

lanjut, pasien mungkin begitu kehabisan nafas sehingga pasien sampai

tidak bisa makan karena sesak sehingga tubuhnya semakin kurus dan

tidak berotot. Pada perjalanan lebih lamjut, pink puffers dapat

berkembang menjadi bronkhitis kronik sekunder. Pada keadaan ini

tanda klinis yang muncul berupa dada pasien tampak seperti tong,

diafrgma terletak rendah dan tidak dapat bergerak lancar. Tanda

polisitemia, sianosis, komplikasi korpulmonal jarang ditemukan

sebelum penyaklit mencapai tahap akhir. Gangguan keseimbangan

ventilasi dan perfusi pada pasien pink puffer bersifat minimal,

sehingga dengan hiperventilasi pasien pink puffers biasanya dapat

mempertahnankan gas- gas darah dalam batas normal. Paru biasanya

membesar sehingga kapasitas paru total dan volume residu meningkat

( Price, 2006 ; 788 – 789 )

Pada keadaan PPOK yang ekstrem yang lain didapatkan

pasien – pasien blue bloaters. Pasien ini biasanya menderita batuk

produktif dan berulang mengalami infeksi saluran pernafasan yang

dapat berlangsung selama bertahun – tahun sebelum tampak ganguan

fungsi. Akan tetapi, akhirnya timbul gejala dispnea pada waktu pasien

melakukan kegiatan fisik. Pasien – pasien ini memperlihatkan gejala

berkurangnya dorongan untuk bernafas dalam artian pasien

mengalami keadaan hipoventilasi dan menjadi hiposia serta

hiperkapnia. Rasio ventilasi / perfusi juga tampak sangat berkurang

Praktek Profesi Keperawatan Stase Keperawatan Medikal Bedah Page 5


( Price, 2006 ; 789 ). Menurut Price, 2006 ; 766, pada penderita

PPOK, kenyataannya secara sadar akan mengadakan hiperventilasi

yang bertujuan untuk mengeluarkan lebih banyak karbondioksida dan

meningkatkan PaO2, tetapi yang terjadi malah peningkatan PCO2

akibat peningkatan produksi CO2 sebagai dampak dari peningkatan

mekanik pernafasan. Berdasarkan kurva disosiasi oksihaemoglobin

memperlihatakan adanya hubungan SaO2 dengan PaO2. Pada pasien

PPOK akan terjadi penurunan saturasi oksigen dan terjadi

vasokonstriksi pembuluh darah paru ( Soemantri ES, 2001 ; 878 ).

Hipoksia yang kronik pada pasien blue bloaters akan merangsang

ginjal untuk memproduksi eritropoetin yang akan menyebabkan

terjadinya peningkatan pembentukan sel – sel darah merah sehingga

menyebabkan terjadinya poliositermia sekunder. Kadar hemoglobin

dapat mencapai 20 mg/100 ml atau lebih dan sianosis mudah tampak

karena hemoglobin mudah tereduksi sampai mencapai kadar 5

mg/100ml. Akibat keadaan inilah pada pasien ini dikenal dengan

istilah blue bloaters. Pasien – pasien ini tidak mengalami dispnea saat

istirahat sehingga merteka tampak sehat. Biasanya berat tubuh tidak

menurun dan bentuk tubuh tampak normal.Kapasitas volume total

mungkin normal, dan diafragma berada dalam posisi normal.

Kematian pada pasien blue bloaters biasanya terjadi karena

komplikasi kor pulmonal ( Price, 2006 ; 789 ). Pathway seperti pada

gambar berikut

Praktek Profesi Keperawatan Stase Keperawatan Medikal Bedah Page 6


Web Of Caution Penyakit Paru Obstruksi Kronik

Etiologi : factor genetic, factor iritant ( merokok dan polusi


udara )

Bronchitis Kronis Emfisema

Hipertrofi kelenjar
mukosa dan
peningkatan jumlah Penurunan kemampuan Duktus alveolaris
serta ukuran sel goblet untuk bekerja berlubang dan
beritegrasi

Produksi mucus Koping individu Serabut elastis dan


meningkat tidak efektif reticular paru rusak

Peregangan paru yang


Bersihan jalan nafas Nausea dan progresif
tidak efektif vomiting

Ekspansi paru menurun


Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Ventilasi dan perfusi Pola nafas tidak


tidak seimbang efektif

Keletihan Oksihaemoglobine
menurun

Intoleransi Deficit Kerusakan


aktivitas perawatan diri pertukaran gas

Praktek Profesi Keperawatan Stase Keperawatan Medikal Bedah Page 7


4. Pemeriksaan Penunjang

a. Analisa gas darah

b. Rontgen dada

c. Pemeriksaan fungsi paru

d. Pemeriksaan terhadap haemoglobin dan haematokrit

5. Pengobatan

Pengobatan pada pasien PPOK bertujuan untuk

menghilangkan obstruksi pada saluran pernafasan kecil. Meskipun

kolap paru bersifat irreversible, tetapi retensi sekret, bronkospasme dan

odema mukosa dalam derajat tertentu masih dapat ditanggualangi

dengan pengobatan yang sesuai. Yang terpenting adalah berhenti

merokok dan menghindari bentuk polusi udara atau allergen yang dapat

memperberat gejala yang dialami. Iinfeksi yang terjadi harus diobati

dengan pewmberian antibiotika profilaksis. Semua pasien harus

mendapatkan vaksin influensa dan pneumokokus ( Price, 2006 ; 789 ).

Tindakan lain untuk mengurangi obstruksi saluran pernafasan

adalah dengan memberikan hiodrasi yang adekuat untuk mengecerkan

sekret bronkus. Ekspektoran dan bronkodilator diberikan untuk

meredakan bronkospasme otot polos saluaran pernafasan. Obat – obat

ini biasanya diberikan dalam bentuk inhalasi. Pemberian obat inhalasi

ini ( nebulizer ) hanya mengurangi bronkospasme, menurunkan edema

mukosa dan mengencerkan sekresi bronkhial ( Smeltzer C.S, 2002 ;

604 ). Untuk itu pengobatan tambahan yang penting adalah dengan

Praktek Profesi Keperawatan Stase Keperawatan Medikal Bedah Page 8


pemberian oksigen dengan aliran rendah ( 24 % sampai 28 % ).

Beberapa studi telah membuktikan keuntungan efek pemberian oksigen

secara terus menerus selama 19 jam daripada hanya memberikan

oksigen selama 12 jam ( Soemantri E.S, 2001 ; 880 ). Beberapa efek

yang terpenting adalah meringankan hipertensi pulmonal dan

korpulmonal serta meningkatkan toleransi kerja fisik ( hipoksemia

menyebabkan vasokonstriksi paru yang akan mengarah ke hipertensi

pulmonal dan korpulmonal ). Pengobatan oksigen juga akan

menurunkan frekuensi polisitemia. ( Price, 2006 ; 790 ). Tindakan

nebulizer dengan oksigen dapat diberikan untuk diberikan untuk

memperbaiki saturasi oksigen darah arteri dan membantu mereduksi

kandungan karbondioksida sehingga membantu menghilangkan

hipoksia dan memberikan peredaan besar akibat keletihan pernafasan

yang konstan. Tetapi tindakan ini perlu kehati – hatian terutama pada

pasien PPOK dengan kenaikan tekanan karbondioksida yang kronis dan

pada pasien yang bernafas pada stimuli hipoksia ( Smeltzer C.S, 2002 ;

605 )

Pengobatan pengganti dengan alfa 1 antitripsin dapat juga

diberikan pada penderita defisiensi ATT familial dan pengobatan ini

masih dalam penelitian. Pengobatan yang lain adalah dengan

pembedahan. Ada dua tekhnik pembedahan yaitu : bedah reduksi

volume paru dan bedah transflantasi paru. Pengobatan yang terakhir

adalah dengan ventilasi mekanis yang bertujuan untuk

Praktek Profesi Keperawatan Stase Keperawatan Medikal Bedah Page 9


mempertahankan penerimaan gas – gas darah saat timbul gagal nafas

akut ( Price, 2006 ; 791 ).

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-
gejala terakhir juga manifestasi penyakit sebelumnya.

Data Subyektif :
a. Pasien mengeluh sesak nafas tanpa disertai batuk dan produksi
sputum yang berarti ( pada tahap awal perjalanan penyakit )
b. Kesulitan pernafasan terutama dirasakan saat mengeluarkan nafas
c. Pasien mengatakan sesak timbul pada usia 30 sampai 40 tahun dan
semakin lama semakin berat.
d. Pasien mengatakan kehabisan nafas sehingga pasien sampai tidak
bisa makan karena sesak
e. Pasien biasanya menderita batuk produktif dan berulang
mengalami infeksi saluran pernafasan ( pada tahap lanjut
perkembangan penyakit )
f. Timbul gejala sesak pada waktu pasien melakukan kegiatan fisik
g. Keadaan ini berlangsung selama bertahun – tahun

Data Obyektif
a. Pasien – pasien ini memperlihatkan gejala berkurangnya dorongan
untuk bernafas.
b. Rasio ventilasi / perfusi juga tampak sangat berkurang.
c. Tubuhnya semakin kurus dan tidak berotot.
d. Dada pasien tampak seperti tong
e. Diafrgma terletak rendah dan tidak dapat bergerak lancar

Praktek Profesi Keperawatan Stase Keperawatan Medikal Bedah Page


10
f. Hasil laboratorium analisa gas darah : peningkatan PCO2 dan
penurunan PO2
g. Kadar hemoglobin dapat mencapai 20 mg/100 ml atau lebih
h. Pasien tampak sianosis
i. Hemoglobin mudah tereduksi sampai mencapai kadar 5
mg/100ml.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungann dengan
bronkokontriksi, peningkatan pembentukan mucus, batuk yang
tidak efektif, dan infeksi brokopulmonal
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru, bronkokonstriksi dan iritan jalan nafas.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan nausea, vomiting
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder
akibat peningkatan upaya pernafasan dan insufisiensi ventilasi dan
oksigenasi
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, hipoksemia
g. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang
sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas yang rendah dan
ketidakmampuan untuk bekerja.

3. Intervensi Perawatan
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
Tujuan perawatan : terjadi perbaikan dalam pertukaran gas,
dengan criteria : melaporkan penurunan
dispea, melaporkan perbaikan dalam laju

Praktek Profesi Keperawatan Stase Keperawatan Medikal Bedah Page


11
aliran ekspirasi, memperagakan penrnafasan
dan batuk yang efektif.

Intervensi Perawatan :
1) Berikan bronkodilator sesuai yang diindikasikan yang
diberikan secara intra vena, rectal atau inhalasi
Rasional : mendilatasikan jalan nafas dan membantu
menghilangkan udema dan spasme saluran pernafasan
2) Evaluasi efektifitas tindakan nebulizer dengan mengkaji
suaran nafas, dan tanda – tanda vital
Rasional : memudahkan dalam penentuan tindakan
perawatan selanjutnya
3) Instruksikan dan ajarkan pada pasien untuk melakukan
pernafasan diafragma dan batuk efektif
Rasional : memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan
nafas dan membersihkan jalan nafas dari sputum sehingga
pertukaran gas diperbaiki.
4) Berikan oksigen dengan aliran rendah ( 1 – 2 liter / menit/24-
28 %)
Rasional : memperbaiki keadaan hipoksemia.

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungann dengan


bronkokontriksi, peningkatan pembentukan mucus, batuk yang
tidak efektif, dan infeksi brokopulmonal
Tujuan perawatan : tercapainya klirens jalan nafas, dengan
criteria evaluasi : batuk berkurang,
memperagakan tekhnik pernafasan
diafragma dan batuk efektif
Intervensi Perawatan
1) Berikan hidrasi 6 sampai 8 gelas per 24 jam, kecuali ada
komplikasi korpulmonal.

Praktek Profesi Keperawatan Stase Keperawatan Medikal Bedah Page


12
Rasional : menjaga sekresi tetap lembab dan memudahkan
untuk dikeluarkan
2) Ajarkan tekhnik batuk yang efektif
Rasional : menghasilkan sekresi tanpa menyebabkan sesak
nafas dan keletihan
3) Lakukan drainase postural dengan perkusi dan vibrasi
Rasional : mengguanakan gaya gravitasi untuk
membangkitkan sekresi sehingga lebih mudah
mengeluarkannnya.
4) Instruksikan pasien untuk menghindari iritan, seperti asap
rokok
Rasional : menghindari kekambuhan berupa bronkospasme
yang akan menggangu klirens jalan nafas.
5) Ajarkan tentang taanda – tanda dini infeksi
Rasional : pengenalan dini akan membantu individu dalam
melaporkan perkembangan penyakitnnya sehingga
memudahkan dalam pemberian intervensi
6) Kolaborasi dalam pemberian antibiotika yang sesuai
Rasional : mencegah dan mengatasi infeksi

c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi


paru, bronkokonstriksi dan iritan jalan nafas.
Tujuan Perawatan : terjadi perbaikan dala pola pernafasan
pasien dengan kriteria evaluasi : pasien
memperlihatkan tanda – tanda penurunan
upaya bernafas dan membuat jarak dalam
beraktivitas, menggunakan pelatihan otot –
otot inspirasi
Intervensi Perawatan :
1) Ajarkan pasien tentang pernafasan diafragma dan pernafasan
puls lips breathing.

Praktek Profesi Keperawatan Stase Keperawatan Medikal Bedah Page


13
Rasional : membantu memperpanjang waktu ekspirasi, dan
membantu pasien untuk bernafas secara efisien dan efektif
2) Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode
istirahat
Rasional : memungkinkannpasien untuk melakukan aktivitas
tanpa distres berlebihan.
3) Berikan dorongan untuk pelatihan pengguanaan otot – otot
pernafasan
Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot – otot
pernafasan.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan nausea, vomiting, produksi sputum, efek
samping obat, kelemahan, dispnea
Tujuan Perawatan : terjadi keseimbangan dalam nutrisi dengan
kriteria evaluasi : pasien makan dan minum
sesuai diet, tidak terjadi penurunan berat
badan, hasil laboratorium yang
mengindikasikan status nutrisi tidak
mengalami perubahan/tidak menurun
Intervensi Perawatan
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini dan evalusi
berat badan
Rasional : mengetahui ststus nutrisi pasien sehingga
membantu dalam penetapan intervesi perawatan selanjutnya.
2) Lakukan perawatan oral secara periodik
Rasional : meningkatkan rasa nyaman sehingga asupan
nutrisi meningkat
3) Berikan porsi makan kecil tapi sering
Rasional : asuapan kecil tapi sering akan menghindari
peningkatan asam lambung secara signifikan sehingga mual
dapat berkurang dan asupan nutrisi menjadi adekuat

Praktek Profesi Keperawatan Stase Keperawatan Medikal Bedah Page


14
4) Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat
Rasional : menghindari produksi gas lambung berlebihan
5) Hindari makanan yang sangat panas dan sangat dingin
Rasional : melindungi mukosa lambung dari perubahan suhu
makanan yang ekstrem sehingga menghindari iritasi pada
lambung
6) Konsultasi dengan ahli gizi untuk memberikan makanan
rendah karbohidrat dan mudah dicerna
Rasional : diet rendah karbohidrat akan menghindari
pembentukan CO2 sehingga sessak berkurang
7) Kaji pemeriksaan laboratorium seperti albumin serum
Rasional : albumin serum menandakan perubahan status
nutrisi pasien.
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder
akibat peningkatan upaya pernafasan dan insufisiensi ventilasi
dan oksigenasi
Tujuan Perawatan : pasien mandiri dalam aktivitas perawatan
diri, dengan kriteria evaluasi : pasien
mampu melakukan perawatan diri secara
mandiri, membuat jadual anata waktu
istirahat dan aktivitas.
Intervensi Perawatan :
1) Ajarkan pasien untuk mengkoordinasikan antara pernafasan
diafragmatik dengan aktivitas
Rasional : memungkinkan pasien untuk lebih aktif dan
menghindari keletihan yang berlebihan.
2) Berikan pasien dorongan untuk mulai mandi sendiri,
berpakaian sendiri, berjalan sendiri dan makan serta minum
sendiri
Rasional : menghindari ketergantungan pasien pada perawat
ataupun keluarga

Praktek Profesi Keperawatan Stase Keperawatan Medikal Bedah Page


15
3) Ajarkan pasien untuk melakukan postural drainase.
Rasional : melibatkan peran serta pasien dalam perawatan
dirinya dan meningkatkan harga diri pasien

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, hipoksemia


Tujuan Perawatan : terjadi perbaikan dalam toleransi terhadap
aktivitas, dengan criteria evaluasi :
melakukan aktivitas dengan nafas pendek
lebih sedikit, pasien mampu berjalan sevara
bertahap.
Intervensi Perawatan :
1) Dukung pasien untuk melakukan regimen latihan secara
teratur dengan melakukan latihan yang sesuai.
Rasional : mengkondisikan otot – otot dan membantu pasien
untuk melakukan aktivitas lebih banyak tanpa distress
pernafasan
2) Kembangkan rencana latihan berdasarkan kemampuan
pasien
Rasional : memutuskan siklus yang menjadi penyebab
terjadinya intoleransi terhadap aktivitas
3) Konsultasi dengan ahli fisioterapi dalam penyusunan
program latihan fisik
Rasional : memungkinkan pemberian latihan fisik secara
adekuat

g. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang


sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas yang rendah dan
ketidakmampuan untuk bekerja.
Tujuan Perawatan : tercapainya tingkat koping yang optimal,
dengan criteria evaluasi : pasien
mengekspresikan minat terhadap masa

Praktek Profesi Keperawatan Stase Keperawatan Medikal Bedah Page


16
depan, menggunakan tekhnik relasasi yang
sesuai, mengekspresikan minat dalam
program rehabilitasi paru

Intervensi Perawatan :
1) Adopsikan sikap penuh semangat kepada pasien dan berikan
dukungan moral
Rasional : dorongan semangat akan membangkitkan
kemauan pasien untuk melakukan sesuatu
2) Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi pasien
Rasional : meningkatkan rasa percaya diri pasien untuk
melakukan sesuatu
3) Ajarkan tekhnik relaksasi
Rasional : mengurangi tingkat stres pasien, sehingga pasien
optimis terhadap masa depannya

4. Pelaksanaan Perawatan
Pelaksanann tindakan keperawatan sesuai rencana yang telah
disusun pada tahap perencanaan.

5. Evaluasi Perawatan
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
Evaluasi perawatan : terjadi perbaikan dalam pertukaran gas
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungann dengan
bronkokontriksi, peningkatan pembentukan mucus, batuk yang
tidak efektif, dan infeksi brokopulmonal
Evaluasi perawatan : jalan nafas klirens/bersih
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru, bronkokonstriksi dan iritan jalan nafas.
Evaluasi perawatan : terjadi perbaikan dala pola pernafasan

Praktek Profesi Keperawatan Stase Keperawatan Medikal Bedah Page


17
d. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder
akibat peningkatan upaya pernafasan dan insufisiensi ventilasi dan
oksigenasi
Evaluasi perawatan : pasien mandiri dalam aktivitas perawatan
diri
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, hipoksemia
Evaluasi perawatan : terjadi perbaikan dalam toleransi terhadap
aktivitas
f. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang
sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas yang rendah dan
ketidakmampuan untuk bekerja.
Evaluasi perawatan : tercapainya tingkat koping yang optimal

Praktek Profesi Keperawatan Stase Keperawatan Medikal Bedah Page


18
DARTAR PUSTAKA

Suwondo Aryanto, 1991, Metode Inhalasi Sebagai Cara Terapi Masa Kini
Penyakit Paru Obstruktif, ditelusuri dari http//www.nebulizer-terapi masa
kini.com, ditelusuri pada tanggal 22 Juni 2010

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah,


Volume 1, Edisi 8, Jakarta, EGC

Price A Silvia, Wilson M. Lorainne, 2006, Konsep Klinis Proses – Proses


Penyakit. Jakarta, EGC

Suyono Slamet dkk, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi
Ketiga Jakarta, Balai Penerbit FKUI

Wardana Putu, 2000, Pengaruh Beta2 – Agonis PerinhalasiTerhadap


Saturasi Oksigen Dini Pada serangan Asma Bronkial, Laboratorium/SMF
Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr.
Sutomo, Surabaya

Praktek Profesi Keperawatan Stase Keperawatan Medikal Bedah Page


19

You might also like