You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Alergi merupakan salah satu reaksi imun yang banyak di jumpai di
masyarakat. Hal ini didukung oleh data dari World alergi Organization
pada tahun 2011 yang menunjukkan bahwa prevalensi alergi terus
meningkat dengan angka 30-40 % dari total populasi dunia. Data tersebut
sejalan dengan data dari center for disease Control and Prevention (CDC)
yang mencatat bahwa angka kejadian alergi telah meningkat tiga kali lipat
sejak tahun 1993 hingga tahun 2006.
Alergi ditimbulkan oleh suatu zat yang disebut alergen. Alergen
merupakan suatu zat antigenik yang mampu menghasilkan hipersensivitas.
Salah satu cara suatu alergen dapat mengenai penderita alergi yaitu dengan
berkontak langsung. Apabila setelah berkontak dengan alergen penderita
mengalami perubahan pada kulit, maka perubahan itu disebut Dermatitis
Kontak Alergi.
Dermatitis kontak secara umum terbagi menjadi dua jenis, yaitu
dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak
iritan merupakan reaksi peradangan kulit non imunologik, sedangkan
dermatitis kontak alergi terjadi pada seseorang yang telah mengalami
sensitisasi terhadap suatu alergen. Menurut Andrew’s, dermatitis kontak
alergi merupakan suatu manifestasi klinis yang terjadi setelah kulit yang
sudah tersensitisasi sebelumnya berkontak dengan suatu alergen yang
disebabkan oleh reaksi hipersensivitas diperlambat.
Prevalensi terkait dermatitis kontak alergi sudah banyak diteliti
didunia. Suatu penelitian di belanda menemukan bahwa prevalensi
dermatitis kontak alergi yaitu 12 kasus per1000 penduduk. Menurut
Fitzpatrik’s, diantara keseluruhan kasus dermatitis kontak, dermatitis
kontak iritan menduduki urutan pertama dengan 80%, sedangkan
dermatitis kontak alergi menduduki urutan kedua dengan 14-20%.

1
Di Indonesia juga sudah ada bebrapa penelitian mengenai
dermatitis kontak alergi dan didapatkan jumlah yang cukup banyak. Pada
suatu studi epidemiologi di Indonesia memperlihatkan bahwa 97% dari
389 kasus penyakit kulit yang diteliti merupakan dermatitis kontak 66,3%
merupakan kasus dermatitis kontak iritan dan 33.7% merupakan kasus
dermatitis kontak alergi.
Suatu penelitian yang dilakukan di puskesmas Tapa Kabupaten
Bone Bolango. Pada tahun 2014 menunjukkan bahwa terdapat 53 kasus
dermatitis, 46 kasus diantaranya merupakan dermatitis kontak alergi
dengan angka 86,8%. Selain itu data yang diperoleh peneliti dari hasil
survei pendahuluan diklinik pertama gotong royong I Surabaya pada tahun
2015 terdapat 315 kasus dermatitis kontak alergi.
Berdasarkan data terkait prevalensi dermatitis kontak alergi di
depan, maka diketahui bahwa kasus dermatitis kontak alergi masih banyak
jumlah dimasyarakat sehingga peneliti tertarik untuk meneliti serta ingin
memperlajari gambaran dermatitis kontak alergi.

B. Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Alergi ?
2. Bagaimana Epidemiologi Alergi di Indonesia ?
3. Bagaimana Patofisiologi Alergi ?
4. Bagaimana Etiologi Alergi ?
5. Apa Saja Macam-Macam Reaksi Alergi ?
6. Apa Saja Menifestasi Klinis ?
7. Apa Saja Pemeriksaan Diagnostik Alergi ?
8. Bagaimana Penatalaksanaan Alergi ?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Alergi ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum: Memahami tentang Manajemen Keperawatan Medikal
Bedah Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman Akibat Patologis
Sistem Integumen dan Sistem Imunitas “Kajian Penyakit Alergi”

2
2. Tujuan Khusus:s
a. Mengetahui Pengertian Alergi ?
b. Mengetahui Epidemiologi Alergi di Indonesia ?
c. Mengetahui Patofisiologi Alergi ?
d. Mengetahui Etiologi Alergi ?
e. Mengetahui Macam-Macam Reaksi Alergi ?
f. Mengetahui Menifestasi Klinis ?
g. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik Alergi ?
h. Mengetahui Penatalaksanaan Alergi ?
i. Mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Alergi ?

3
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Alergi
Alergi adalah reaksi sistem imun tubuh yang bersifat spesifik
terhadap rangsangan suatu bahan yang pada orang lain biasanya tidak
berbahaya bagi kcschatan tubuh. Bahan ini disebut sebagai alet gen.
(Sudarto. 2012). Alergi merupakan suatu perubahan reaksi menyimpang
dari tubuh seseorang terhadap lingkungan berkaitan dengan peningkatan
kadar Ig E suatu mekanisme system imun. (retno W subaryo,2002). Alergi
adalah suatu perubahan reaksi atau respon prtahanan tubuh yangmenolak
dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya.(Robert
davies, 2003).
Jadi Alergi (Hipersensitivitas) adalah reaksi-reaksi dari sistem
kekebalan yang terjadi ketika jaringan tubuh yang normal mengalami
cedera/terluka. Mekanisme dimana sistem kekebalan melindungi tubuh
dan mekanisme dimana reaksi hipersensitivitas bisa melukai tubuh adalah
sama. Karena itu reaksi alergi juga melibatkan antibodi, limfosit dan sel-
sel lainnya yang merupakan komponen dalam system imun yang berfungsi
sebagai pelindung yang normal pada sistem kekebalan.

B. Epidemiologi Alergi
Di Indonesia, berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan di kota
Yogyakarta, terdapat prevalensi yang tinggi pada rhinitis alergi pada anak-
anak usia sekolah dan pra sekolah. Penyebabnya sebagian besar adalah
karena alergi makanan, yaitu udang (12,63 persen), kepiting (11,52
persen), tomat (4,38 persen), putih telur (3,5 persen) serta susu sapi (3,46
persen). Dr Wahyudi Istiono MKes dari Departemen Kedokteran Keluarga
dan Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM)
mengatakan risiko alergi yang meningkat ternyata belum diikuti dengan
pemahaman serta penanganan alergi yang tepat dari orangtua. dan
penanganannya. Selama ini masih banyak orang tua yang belum

4
memahami cara mengenali gejala alergi yang tepat tetapi mencoba
mengambil solusi sendiri.
"Untuk itulah dibutuhkan edukasi yang berkelanjutan dan
komprehensif yang mudah dipahami mengenai alergi, sehingga orang tua
dapat mengenali dan menangani risiko dan kejadian alergi dengan tepat
agar prevalensi alergi tidak terus meningkat," ungkap dia dalam
keterangan persnya, Senin (24/10). Dr Sumadiono SpA(K) dari Divisi
Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr Sardjito
Yogyakarta menjelaskan, alergi merupakan bentuk reaksi sistem
kekebalan tubuh terhadap sesuatu yang dianggap berbahaya walaupun
sebenarnya tidak. Ini bisa berupa substansi pemicu alergi atau alergen
yang masuk atau bersentuhan dengan tubuh.
Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko alergi
pada anak. “Sebut saja riwayat alergi pada keluarga, kelahiran caesar,
makanan tertentu atau sesuatu yang terhirup seperti polusi yang termasuk
polusi udara dan asap rokok,” paparnya. Dari berbagai faktor pemicu,
makanan merupakan salah satu masalah pemicu alergi yang paling sering
dialami oleh anak. Sekitar 20 persen anak pada satu tahun pertama
mengalami reaksi terhadap makanan yang diberikan.
Secara global, 240 – 550 juta orang berpotensi menderita alergi
makanan. Alergi makanan secara signifikan mempengaruhi kualitas hidup
penderita, terutama pada anak-anak. Dampak alergi tersebut dapat
mempengaruhi kualitas hidup anak seperti terbatasnya aktivitas belajar,
bermain, sulit konsentrasi hingga sulit tidur.

5
C. Patofisiologi Alergi

Alergen

Makrofag Monosit Melepas Sitokinin IL - 1

Fragmen Pendek Peptide Mengaktifkan Th 1 dan Th 2

Komplek Peptide MHC kls II Diikat oleh Limfosit B

Sel T Helper Menghasil kan Ig E

Masuk Ke Jaringan diikat


oleh Reseptor Ig E

Spasme Otot Polos Histamin dan Prostaglandin Th 2 Turun

Penyembuhan Jalan Nafas Vasodilatasi Nyeri

Sesak Nafas Ruam Kulit

Bersihat Jalan Nafas Tidak Gangguan Integritas Kulit


Efektif

6
D. Etiologi Alergi
Istilah reaksi alergi digunakan untuk menunjukkan adanya reaksi
yang melibatkan antibodi IgE (immunoglobulin E). Ig E terikat pada sel
khusus, termasuk basofil yang berada di dalam sirkulasi darah dan juga sel
mast yang ditemukan di dalam jaringan. Jika antibodi IgE yang terikat
dengan sel-sel tersebut berhadapan dengan antigen (dalam hal ini disebut
alergen), maka sel-sel tersebut didorong untuk melepaskan zat-zat atau
mediator kimia yang dapat merusak atau melukai jaringan di sekitarnya.
Sel mast dapat ditemukan di saluran udara, usus dan ditempat lain.
Kehadiran sel mast dalam saluran udara dan saluran pencernaan
membuat daerah ini lebih rentan terhadap paparan allergen.
Mengikat allergen ke IgE, yang melekat pada sel mast. Hal ini
menyebabkan sel mast melepaskan berbagai bahan kimia ke dalam darah.
Histamin memenyebabkan sebagaian besar gejala reaksi alergi.
Kekebalan tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi
secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya imunogenik
(antigen) atau orang tersebut bersifat atopik. Dengan kata lain, tubuh
bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan bahan yang dianggap
asing dan berbahaya bagi tubuh, hal ini tidak bekerja pada orang yang
tidak bersifat atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas
tersebut di sebut alergen.
Alergen bisa berupa partikel debu, serbuk tanaman, obat atau
makanan, yang bertindak sebagai antigen yang merangsang terajdinya
respon kekebalan. Kadang istilah penyakit atopik digunakan untuk
menggambarkan sekumpulan penyakit keturunan yang berhubungan
dengan IgE, seperti rinitis alergika dan asma alergika. Penyakit atopik
ditandai dengan kecenderungan untuk menghasilkan antibodi IgE terhadap
inhalan (benda-benda yang terhirup, seperti serbuk bunga, bulu binatang
dan partikel-partikel debu) yang tidak berbahaya bagi tubuh.

7
E. Macam-Macam Reaksi Alergi
Reaksi ini terbagi menjadi empat kelas (tipe I – IV) berdasarkan
mekanisme yang ikut serta dan lama waktu reaksihipersensitif.
1. Tipe I (Atopik, Anapilaksis).
Hipersensitivitas sebagai reaksi segera atau anafilaksis
sering berhubungan dengan alergi. Gejala dapat bervariasi dari
ketidaknyamanan sampai kematian. Hipersensitivitas tipe I
ditengahi oleh IgE yang dikeluarkan dari sel mast dan basofil.
Pada beberapa kontak pertama dengan antigen (alergen seperti
makanan tertentu, polen, debu rumah), beberapa orang
memproduksi IgE dari sel-sel plasma.
IgE ini kemudian meklekat pada permukaan mastosit dan
sel-sel basofil. Peristiwa ini disebut sensitisasi. Bila alergen
yang sama masuk kembali kedalam tubuh orang tersebut, maka
antigen ini akan bereaksi dengan IgE yang berada pada
permukaan mastosit hal ini menimbulkan serangkaian reaksi
pada mastosit sehingga mastosit akan mengeluarkan histamin,
kemotaksin, prostaglandin; semua zat ini akan menimbulkan
gejala peradangan.
Bila reaksi ini terlokalisasi pada saluran pernafasan akan
menimbulkan pilek atau asma. Reaksi pada kulit menimbulkan
vertikaria (kaligata, biduran) yang disertai rasa gatal. Contoh
lain adalah bentol dan gatal setelah tersengat nyamuk.
Bila zat kimia yang dilepaskan oleh mastosit sangat
banyak dan masuk ke peredaran darah, maka akan timbul fase
dilatasi sistemik( tekanan darah menurun), kontriksibronkus (
sesk nafas), denyut nadi akan melemah bahkan menghilang,
kadang-kadang disertai pertikaria, muntah-muntah. Peristiwa
ini disebut syok anafilaksis yang dapat menyebabkan kematian
contohnya adalah shok setelah diinjeksi obat-obatan tertentu
misalnya penisilin dan streptomicin. Contoh lain sengatan
lebah pengobatannya dengan injeksi adrenalin.

8
2. Tipe II (Sitokonik)
Hipersensitivitas tipe II muncul ketika antibodi melilit
pada antigen sel pasien, menandai mereka untuk
penghancuran. Hal ini juga disebut hipersensitivitas sitotoksik,
dan ditengahi oleh antibodi IgG dan IgM.
Bila ada hapten yang melekat pada membran sel tubuh
atau bila komponen tertentu dari sel berupa sifat menjadi
antigen maka akan dibentuk antibodi terhadap antigen tersebut.
Reaksi antigen-antibodi ini akan mengaktifkan sistem
komplemen atau akan menimbulkan fagositosis oleh fagosit.
Contohnya adalah beberapa penyakit hemolisis darah.

3. Tipe III ( Imun Kompleks)


Kompleks imun (kesatuan antigen, protein komplemen
dan antibodi IgG dan IgM) ditemukan pada berbagai jaringan
yang menjalankan reaksi hipersensitivitas tipe III. Bila
kompleks antigen- antibodi yang terbentuk mengendap pada
pembuluh darah atau pada jaringan.
Kemudian imun kompleks ini mengaktifkan komplemen
yang akhirnya menimbulkan serangkaian reaksi radang.
Contohnya Rheumatoid athris (radang sedni rheumatoid),
glomerulo nefritis ( radang glomelurus ginjal), SLE (Systemick
Lupus Erithematosus). Tipe II dan III sering menimbulkan
penyakit “ Autoimun” dimana anti body bereaksi dengan
jaringan tubuh sendiri.

4. Tipe IV (Seluler)
Hipersensitivitas tipe IV (juga diketahui sebagai selular)
biasanya membutuhkan waktu antara dua dan tiga hari untuk
berkembang. Reaksi tipe IV ikut serta dalam berbagai
autoimun dan penyakit infeksi, tetapi juga dalam ikut serta

9
dalam contact dermatitis. Reaksi tersebut ditengahi oleh sel T,
monosit dan makrofag1.
Reaksi alergi ini terjadi karena terbentuk T-Limfosit
yang sensitif terhadap antigen. T-Limfosit ini akan mensekresi
limfokin yang akan menghancurkan antigen. Reaksi ini
berjalan lambat, biasanya terjadi berhari-hari setelah masuknya
antigen. Contohnya, penolakan terhadap transplantasi organ-
organ dari spesies yang sama (alegraf), dermatitis kontak, dan
tes kulit untuk TB.

F. Menifestasi Klinis
1. Sistem Pernapasan.
Batuk, pilek, bersin, sesak (astma), napas pendek, tightness
in chest, not enough air tolungs, wheezing, mucus bronchial
,rattling and vibration dada.

2. Sistem Pembuluh Darah dan Jantung.


Palpitasi (berdebar-debar), flushing (muka kemerahan),
nyeri dada, colaps, pingsan, tekanan darah rendah, denyut jantung
meningkat; tangan hangat, kedinginan,tingling, redness or blueness
of hands;faintness; pseudo-heart attack pain; nyeri dada depan,
tangan kiri, bahu, leher, rahang hingga menjalar di pergelangan
tangan.

3. Sistem Pencernaan.
Nyeri perut, sering diare, kembung, muntah,sulit berak,
sering buang angin (flatus), mulut berbau, kelaparan, haus, saliva
meningkat,Sariawan, lidah kotor, berbetuk seperti pulau,nyeri gigi,
ulcer symptoms, nyeri ulu hati,kesulitan menelan, perut
keroncongan,konstipasi (sulit buang air besar), nyeri perut,kram
perut, diarrhea, buang angin, timbullendir atau darah dari rektum,
anus gatal atau panas.

10
4. Kulit.
Sering gatal, dermatitis, urticaria, bengkak dibibir, lebam
biru (seperti bekas terbentur) bekas hitam seperti digigit nyamuk.
Kulit kaki dan tangan kering tapi wajah berminyak. Sering
berkeringat.

5. Telinga Hidung Tenggorokan.


Hidung : Hidung buntu, bersin, hidung gatal, pilek, post
nasal drip, epitaksis, tidur mendengkur, mendengus. Tenggorok :
Tenggorokan nyeri/kering/gatal, palatum gatal, suara parau/serak,
batuk pendek(berdehem). Telinga : Telinga terasa penuh/
bergemuruh /berdenging, telinga bagian dalam gatal, nyeri telinga
dengan gendang telinga kemerahanatau normal, gangguan
pendengaran hilangtimbul, terdengar suara lebih keras, akumulasi
cairan di telinga tengah, pusing, gangguan keseimbangan.
Pembesaran kelenjar disekitar leher dan kepala belakang bawah.

6. Sistem Saluran Kemih dan Kelamin


Sering kencing, nyeri kencing; tidak bisa mengontrol
kandung kemih, bedwetting; vaginal di scharge; genitaliagatal /
bengkak / kemerahan/nyeri; nyeri bila berhubungan kelamin.

7. Sistem Susunan Saraf Pusat.


Sering sakit kepala, migrain, short lost memory (lupa nama
orang, barangsesaat), floating (melayang), kepala terasapenuh atau
membesar. Perilaku : impulsif, sering marah, moodswings,
kompulsif, sering mengantuk, malas bergerak, gangguan
konsentrasi, muahmarah, sering cemas, panic, overactive, kepala
terasa penuh atau besar; halusinasi, delusions, paranoid, bicara
gagap;claustrophobia (takut ketinggian), paralysis,catatonic state,
disfungsi persepsi, impulsif (bila tertawa atau bicara berlebihan),
overaktif,deperesi, terasa kesepian merasa sepertiterpisah dari

11
orang lain, kadang lupa nomor,huruf dan nama sesaat, lemas (flu
likesymtomp).

8. Sistem Hormonal
Kulit berminyak (atas leher), kulit kering (bawah leher),
endometriosis, Premenstrual Syndrome, kemampuan sex
menurun,Chronic Fatique Symptom (sering lemas), gampang
marah, Mood swing, sering terasakesepian, rambut rontok.

9. Jaringan Otot dan Tulang.


Nyeri tulang, nyeri otot, nyeri sendi: Fatigue (kelelahan),
kelemahan otot, nyeri, bengkak, kemerahan local pada sendi;
stiffness, jointdeformity; arthritis soreness, nyeri dada, otot bahu
tegang, otot leher tegang, spastic umum, limping gait, gerak
terbatas.

10. Gigi dan Mulut.


Nyeri gigi atau gusi tanpa adanya infeksi pada gigi
(biasanya berlangsung dalam 3 atau 7 hari). Gusi sering berdarah.
Sering sariawan. Diujung mulut, mulut dan bibir sering
kering,sindrom oral dermatitis.

11. Mata
Nyeri di dalam atau samping mata, mata berair,sekresi air
mata berlebihan, warna tampak lebih terang, kemerahan dan edema
palpebra, kadang mata kabur, diplopia, kadang kehilangan
kemampuan visus sementara/hordeolum.

12
G. Pemeriksaan Diagnostik Alergi

1. Tes Tusuk (skin prick tes)


Prinsip tes ini adalah adanya reaksi kemerahan dan
peradangan terhadap alergen menunjukkan adanya antibody
gabungan-sel-mast,yang utamanya antibodi IgE. Antibodi IgE
diproduksi di sel plasma dan di distribusikan melalui sirkulasi ke
seluruh tubuh sehingga terjadi sensitisasi generalisata, oleh karena
itu dapat di demonstrasikan melalui tes kulit.
Dengan adanya antibody IgE spesifik, sel mast pada kulit
melepaskan histamin yang menyebabkan penampakan reaksi
kemerahandan peradangan pada kulit. Tes ini di lakukan dengan
meletakkan satu tetes solusio alergen yang kemudian ditusuk
dengan jarum hipodermik. Dua jenis solusio kontrol juga digunakan;
diluen untuk mendeteksi reaksi positif palsu, dan positif kontrol
misalnya solusio histamin. Tes tusuk akan berespon dengan puncak
8-9 menit pada histamin dan12-15 menit untuk allergen

2. Tes IntradermalIntradermal
Testing terdiri dari injeksi intradermal 0,01-0,05 ml ekstrak
allergen. Dapat menyebabkan reaksi alergi generalisata yang fatal
dan hanya dilakukan jika tes tusuk negatif. Intradermal tes lebih
sensitif dari tes tusuk. Karena interpretasinya sulit, nyeri pada saat
penyuntikan, dan mempunyai resiko anafilaksis sehingga tidak
dilakukan sebagai pemeriksaan rutin untuk alergi makanan.
Tergantung garis tengah indurasi masing-masing, maka gradasi atau
tingkat kepekaan terhadap alergen tersebut disebutkan dengan:
negative/tidak pasti/lemah/positif/ positif kuat atau dengan - / (+) / +
/ ++ / +++ / ++++ Uji intradermal ini seringkali digunakan untuk
titrasi alergen pada kulit.

13
3. Food Challenges
Suatu keadaan dimana aplikasi langsung makanan pada kulit
mungkin bermanfaat, dan sebelum dilakukannya food challenge
pada anak yang dikhawatirkan mengalami reaks ianafilaktik. Sebagai
contoh, anak dengan riwayat alergi telur yang parah. Caranya dengan
menggosokkan sedikit putih telur mentah pada kulit dan obsevasi
selama beberapa menit. Jikaterjadi urtikaria, dan respon ini
kemudian berangsur-angsur berkurang dan menghilang selama
beberapa bulan atau tahun, ini mengindikasikan intoleransi makanan.

4. Tes untuk antibody IgE sirkulasi : tes radioallergosorbent (RAST)


Tes Radio allergosorbent (RAST) tes yang paling baik untuk
mendeteksi antibodi IgE sirkulasi. Kerugiannnya adalah interpretasi
klinishasil tes RAST subjektif pada kebanyakan orang yang sama
pada skin prick test mahal, dan pada IgE sirkulasi total yang sangat
tinggi misal pada anak dengan atopi eczema yang berat, mungkin
menyebabkan hasilpositif palsu.

H. Penatalaksanaan Alergi
Penatalaksanaan medis penderita alergi, dibagi menjadi 2 yaitu,
nonfarmakologis dan farmakologis.
1. Terapi Non farmakologis
a. Terapi desentisasi
Berupa penyuntikan berulang alergen (yang dapat
mensentisasi pasien) dalam jumlah yang sangat kecil dapat
mendorongpasien membentuk antibodi IgG terhadap
alergen. Antibodi ini dapat bekerja sebagai antibody
penghambat.Sewaktu pasien tersebut kembali terpajan ke
alergen ,maka antibodi penghambat dapat berikatan
dengan allergen mendahului antibody IgE. Karena
pengikatan IgE tidak menyebabkan degranulasi sel mast
yang berlebihan, makagejala alergi dapat dikurangi.

14
b. Terapi probiotikpreparat
Sel mikroba atau komponen mikroba yang dapat
mempertahankan kesehatan melalui kegiatan yang
dilakukan dalam flora usus).Salah satu pendekatan terbaru
yang digunakandalam penatalaksanaan alergi makanan.
Penelitian yang dilakukan oleh Trappetal (1993)
menunjukkan bahwa responden yang diberikan
yoghurtmemiliki penurunan konsentrasi IgE dalam darah
dan frekuensi alergiyang rendah menunjukkan bahwa
pemberian bakteri probiotik Lactobacilluscasei (L. casei)
secara oral terhadap tikus, dapat menghambat
pembentukan IgE oleh ovalbumin. Namun, informasi
terhadap efektivitas probiotik dalam penatalaksanaan
alergimakanan sangat terbatas.
c. ASI Eksklusif
Risiko alergi makanan pada bayi dapat dikurangi
denganperanaktif ibu memberi ASI eksklusif selama 6
bulanpenuh. Jangan kenalkan makanan tambahan apapun
pada periode ini, terlebih susu formula berbahan dasar sapi
serta produk-produk turunan susu. Mengenalkan makanan
padat pada usia terlaludini, yaitu 4 bulan pertama
kehidupan anak, dihubungkan dengan peningkatan risiko
alergi hingga usia 10 tahun.
Bayangkan dampaknya pada anak. Anjuran studi Dr
Fiocchi yang dimuat di jurnalAnnals Allergy, Asthma
&Immunology disarankan mengenalkan makanan satu
persatu.Para peneliti juga mengingatkan bahwa makanan
padat harusdi kenalkan dalam jumlah kecil terlebih
dahulu. Jangan langsung memberi bayi campuran
beberapa jenis bahan makanan. Sebab, dengan begini akan
sulit diketahui apakah bayi Anda alergi terhadap bahan
makanan tertentu.

15
d. Diet
Diet dilakukan selama 3 minggu, setelah itu
dilakukan provokasi dengan 1 bahan makanan setiap
minggu.Makanan yang menimbulkangejala alergi pada
provokasi inidicatat. Disebut alergen kalau pada 3 kali
provokasi menimbulkan gejala alergi. Waktunya tidak
perlu berturut-turut.
Ada beberapa regimen diet yang bisa digunakan,
yaitu :
1) Elimination Diet. Beberapa makanan harus
dihindari yaitu: Buah,Susu, Telur, Ikan dan
Kacang. Merupakan makanan-makanan yang
banyak ditemukan sebagai penyebab gejala
alergi, jadi makanan-makanan dengan indeks
alergenisitas yang tinggi.
2) Minimal Diet 1 (Modified Rowe’s Diet 1).
Terdiri dari beberapa makanan dengan indeks
alergenisitas yang rendah. Regimen ini terdiri
sari beberapa makanan yang diperolehkan
yaitu air, beras, daging sapi, kelapa,
kedelai,bayam, gula dan garam.
3) Minimal Diet 2 (Modified Rowe’s Diet 2).
Terdiri dari makanan dengan alergisitas rendah
yang lain yang diperbolehkan adalah air,
kentang, daging kambing, kacang buncis,
kobis, bawang.
4) Eeg and Fish Diet. Diet ini menyingkirkan
telur termasuk makanan-makanan yang dibuat
dari telur dan semua ikan. Biasanya diberikan
pada penderita - penderita dengan keluhan
dengan keluhan utama urtikaria, angionerotik
udem dan eksema.

16
5) His Own Diet.Menyingkirkan makanan yang
di kemukakan sendiri oleh penderitanya
sebagai penyebab gejala alergi.

2. Farmakologi
a. Antihistimin.
Secara umum gunakan antihistimin tunggal untuk
rhinitis musiman dan dalam kombinasi dengan
dekongestan. Antihistimin (azelastin,naphazoline) efektif
dengan lebih sedikit efek samping dan data menurunkan
gejala asma penyerta.
b. Anti inflamasi.
Steroid nasal memberikan pengurangan gejala
sampai 90%danlebih baik dari antihistimin dalam
mengurangi gejala.
c. Imunoterapi.
Menurunkan histimin dan IgE, menginduksi energy
sel T menghasilkan antibody yang menghambat aktifitas
IgE dan meneyebabkan perpindahan dari produksi
antibody. Jadwal pemberian dosis memerlukan beberapa
injeks per minggu selama beberapa minggu, kemudian
perminggu atau per dua minggu selama durasi musim
dilanjutkan paling tidak 2 tahun. Memberikan control
alergi yang efektif pada kebanyakan penderita alergi.
d. Terapi antibody monoclonal terhadap IgE.
e. Antibody monoclonal terhadap IL-4 dan IL-5.
f. Vaksin DNa yang spesifik terhadap allergen.

17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak Efektifan Pola Nafas berhubungan dengan Terpajangnya Alergi
2. Hipertermi berhubungan dengan Proses Inflamasi
3. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan Inflamasi Dermal, Intra
Dermal Sekunder
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
berlebih
5. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Cidera Biologis

B. Intervensi
1. Diagnosa : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
terpajangnya alergi.
a. Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …….x 24
jam. Diharapkan pasien menunjukan pola nafas efektif dengan
frekuensi dan kedalaman rentang normal.
b. Kriterian Hasil :
1) Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20x/menit)
2) Pasien tidak merasa sesak lagi
3) Pasien tidak tampak memakai alat bantu pernafasan
4) Tidak terdapat tanda-tanda sianosis
c. Intervensi:
1) Kaji frekuensi pernapasan dan ekspansi paru. Catat upaya
pernapasan termasuk alat bantu pernapasan.
Rasional : kecepatan biasanya meningkat. Dispenea dan terjadi
peningkatan kerja nafas. Kedalaman pernafasan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas. Ekspansi dada terbatas yang
berhubungan dengan atelectasis atau nyeri dada pleuritik.
2) Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius
seperti krekel, mengi, gesekan pleura.

18
Rasional : bunyi nafas menurun atau taka da bila nafas obstruksi
sekunder terhadap pendarahan, bekuan, collaps jalan nafas keil
(atelectasis). Ronci dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas
ata kegagalan pernafasan.
3) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan
pasien turun dari tempat tidur dan ambulansi sesegera mungkin.
4) Observasi pola batuk dan karakter secret.
Rasional : kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering atau
iritasi. Sputum berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan
jaringan atau antikoagulan berlebihan.
5) Berikan oksigen sesuai kebutuhan.
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja
nafas.

2. Diagnosa : Hipertermi berhubungan dengan Proses Inflamasi


a. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …..x 24 jam
diharapkan suhu tubuh kembali normal.
b. Kriteria Hasil :
1) Suhu tubuhpasienkebali nornal (36,5ᵒC - 3,75ᵒC)
c. Intervensi:
1) Pantau suhu pasien
Rasional : suhu 38,9ᵒC – 4,1ᵒC menunjukan proses penyakit
infeksi akut
2) Pantau suhu lingkungan
Rasional : untuk menjaga rentan suhu tubuh
3) Berikan kompres hangat
Rasional : Dapat membentu mengurangi demam

3. Diagnosa :Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan Inflamasi


Dermal, Intra Dermal Sekunder.
a. Tujuan :setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ….. x 24 jam
diharapkan pasien tidak mengalami kerusakan integritas kulit.

19
b. Kriteria hasil :
1) Tidak terdapat kemerahan, bentol-bentol dan odema
2) Tidak terdapat tanda-tanda urtikaria, pruritus dan angioderma
3) Kerusakan integritas kulit berkurang
c. Intervensi :
1) Mengkaji keadaan kulit, adanya edema, area sirkulasinya
tergaggu atau pigmentasi
Rasional : kulit beriko mengalami ganguan karna sirkuasi
perifer yang terganggu
2) Kolaborasi pemberian obat anti inflamasi dengan dokter
Rasional : mempercepat proses pemulihan integritas kulit
3) Kolaborasi pemberian makanan dengan ahli gizi
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi dan membantu
mempercepat proses pemulihan

4. Diagnosa: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan


cairan berlebih.
a. Tujuan : Setelah di berikan asuhan keperawatan selama … x 24 jam
diharapkan kekurangan volume cairan pada pasien dapat teratasi.
b. Kriteria Hasil :
1) Pasien tidak mengalami dehidrasi
2) Pasien tidak mengalami mula dan muntah
3) Pasien tidak mengalami diare
4) Turgor kulit kembali normal
c. Intervensi :
1) Memantau TTV
2) Rasional : peningkatan suhu atau memanjang demam
meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan melalui
evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardi
menunjukan kekurangan cairan sistemik.
3) Mengkaji turgor kulit, keadaan membran mukosa (bibir, lidah)
Rasional : indikator langsung keadekuatan cairan

20
4) Memonitor intake dan output cairan
Rasional : mengetahui keseimbangan cairan
5) Memberi obat sesuai indikasi antipiretik, antiemetic
Rasional : berguna menurunkan kehilangan cairan
6) Berikan cairan tambahan IV sesuai kebutuhan
Rasional : memperbaiki atau mencegah kekurangan cairan.

5. Diagnosa : Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Cidera Biologis


a. Tujuan : setelah di berikan asuhan keperawatan selama … x 24 jam
diharapkan nyeri dapat teratasi.
b. Kriterian Hasil :
1) Pasien menyatakan dan menunjukan nyeri hilang
2) Wajah pasien tidak meringis
3) Skala nyeri 0
4) TTV normal
c. Intervensi :
1) Mengukur TTV
Rasioal : mengetahui keadaan umum pasien
2) Mengkaji tingkat nyeri (PQRST)
Rasional : Untuk mengetahui faktor pencetus nyeri
3) Berikan posisi yang nyaman sesuai kebutuhan
Rasional : memberikan rasa nyaman kepada pasien
4) Ciptakan suasana yang tenang
Rasional : membantu pasien lebih rileks
5) Bantu pasien melakukan teknik relaksasi
Rasiomal : membantu dalam penurunan presepsi/respon nyeri.
Memberikan kontrol situasi meningkatkan perilaku positif.
6) Observasi gejala yang berhubungan seperti dyspnea, mual,
muntah, palpitasi, keinginan berkemih
Rasional : tanda-tanda tersebut menunjukan gejala nyeri yang
dirasakan pasien.
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik

21
Rasional : analgesik dapat meredakan nyeri yang dirasakan
pasien

22
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Alergi adalah reaksi sistem imun tubuh yang bersifat spesifik
terhadap rangsangan suatu bahan yang pada orang lain biasanya tidak
berbahaya bagi kcschatan tubuh. Bahan ini disebut sebagai alet gen.
(Sudarto. 2012). Kekebalan tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam
bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya
imunogenik (antigen) atau orang tersebut bersifat atopik. Dengan kata
lain, tubuh bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan bahan
yang dianggap asing dan berbahaya bagi tubuh, hal ini tidak bekerja pada
orang yang tidak bersifat atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan
hipersensitivitas tersebut di sebut alergen.
Reaksi ini terbagi menjadi empat kelas (tipe I – IV) berdasarkan
mekanisme yang ikut serta dan lama waktu reaksihipersensitif.
Penatalaksanaan medis penderita alergi, dibagi menjadi 2 yaitu,
nonfarmakologis dan farmakologis.
Diagnosa keperawatan yang sering di alami pasien degan penyakit
alergi adalah : Ketidak Efektifan Pola Nafas berhubungan dengan
Terpajangnya Alergi. Hipertermi berhubungan dengan Proses Inflamasi.
Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan Inflamasi Dermal, Intra
Dermal Sekunder. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebih. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Cidera
Biologis

B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan
bagi para pembaca. Kritik dan saran dari pembaca sangat dibutuhkan
untuk menunjang makalah ini menjadi lebih baik lagi.

23
DAFTAR PUSTAKA

Gofir abdul. 2003. Diagnosa dan terapi kedokteran. Salemba medika : Jakarta

Handayani, wiwik. 2008. Asuhan keperawatan klien dengan gangguanimunologi.


Jakarta : salamba medika

Irianto koes. 2014. “ Epidemiologi Penyakit Menular & Tidak Menular”.


Bandung: Alfabeta

Sudarto. 2012. “Alergi dan Penyakit Sistem Imun”. Jakarta: CV Sagung Seto

T. heathern herdman . 2009-2011. Nanda internasional diagnose


keperawatan.Jakarta : EGC

24

You might also like