You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Praktik resusitasi bayi baru lahir mengalami perkembangan yang pesat dalam
40tahun terakhir. Secara teoritis, fasilitas dan tenaga ahli resusitasi harus tersedia
di tempat kelahiran bayi, baik di rumah sakit maupun di rumah. Resusitasi bayi
baru lahir harus mengikuti pendekatan yang sistematis. Resusitasi dasar dilakukan
dan diteruskan dengan resusitasi lanjutan hanya apabila bayi tidak membaik.
Waktu adalah hal yang paling penting. Keterlambatan resusitasi akan
membahayakan bayi. Bertindaklah dengan cepat, akurat dan lembut. Tindakan
dianjurkan untuk setiap situasi spesifik. Setelah tindakan dilakukan, evaluasi ulang
harus dilakukan dan tindakan selanjutnya dikerjakan sampai situasi stabil tercapai.
Hal ini merupakan prinsip resusitasi yang sederhana dan sering diabaikan.
Tiga parameter kunci yang perlu dievaluasi adalah frekuensi jantung, aktifitas
pernapasan dan warna kulit.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas dan sesuai dengan judul makalah
resusitasi, maka dalam hal ini rumusan masalah
1. Apa pengertian dari resusitasi ?
2. Apa tujuan dari resusitasi ?
3. Apa faktor faktor yang mempengaruhi resusitasi ?
4. Pada saat kapan tanda tanda resusitasi perlu dilakukan ?
5. Bagaimana rumus resusitasi ?
6. Bagaimana resusitasi jantung pada ibu hamil ?
7. Bagaimana tindakan resusitasi setelah persalinan ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Resusitasi

Resusitasi adalah tindakan untuk menghidupkan kembali atau memulihkan


kembali kesadaran seseorang yang tampaknya mati sebagai akibat berhentinya
fungsi jantung dan paru, yang berorientasi pada otak (Tjokronegoro, 1998).
Sedangkan menurut Rilantono, dkk (1999) resusitasi mengandung arti harfiah
“menghidupkan kembali”, yaitu dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan
untuk mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis.
Resusitasi jantung paru terdiri atas dua komponen utama yakni: bantuan hidup
dasar (BHD) dan bantuan hidup lanjut (BHL). Selanjutnya adalah perawatan pasca
resusitasi.
Bantuan hidup dasar adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan nafas
(Airway) tetap terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi darah. Usaha ini harus
dimulai dengan mengenali secara tepat keadaan henti jantung atau henti nafas dan
segera memberikan bantuan ventilasi dan sirkulasi. Usaha BHD ini bertujuan
dengan cepat mempertahankan pasokan oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital
lainnya sambil menunggu pengobatan lanjutan (bantuan hidup lanjut).
Resusitasi dilakukan pada keadaan henti nafas, misalnya pada korban
tenggelam, stroke, obstruksi benda asing di jalan nafas, inhalasi gas, keracunan
obat, tersedak, tersengat listrik, koma dan lain-lain. Sedangkan henti jantung
terjadi karena fibrilasi ventrikel, takhikardi ventrikel, asistol dan disosiasi
elektromekanikal.
Resusitasi jantung paru-paru atau CPR adalah tindakan pertolongan pertama
pada orang yang mengalami henti napas karena sebab-sebab tertentu. CPR
2
bertujuan untuk membuka kembali jalan napas yang menyempit atau tertutup sama
sekali. CPR sangat dibutuhkan bagi orang tenggelam, terkena serangan jantung,
sesak napas karena syok akibat kecelakaan, terjatuh, dan sebagainya.

B. Tujuan Resusitasi

Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera


sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Tindakan
resusitasi ini dimulai dengan penilaian secara tepat keadaan dan kesadaran
penderita kemudian dilanjutkan dengan pemberian bantuan hidup dasar (basic life
support) yang bertujuan untuk oksigenasi darurat. (AHA, 2003).
Tujuan tahap II (advance life support) adalah untuk memulai kembali sirkulasi
yang spontan, sedangkan tujuan tahap III (prolonged life support) adalah
pengelolaan intensif pasca resusitasi. Hasil akhir dari tindakan resusitasi akan
sangat tergantung pada kecepatan dan ketepatan penolong pada tahap I dalam
memberikan bantuan hidup dasar.
Tujuan utama resusitasi kardiopulmoner yaitu melindungi otak secara manual
dari kekurangan oksigen, lebih baik terjadi sirkulasi walaupun dengan darah hitam
daripada tidak sama sekali. Sirkulasi untuk menjamin oksigenasi yang adekwat
sangat diperlukan dengan segera karena sel-sel otak menjadi lumpuh apabila
oksigen ke otak terhenti selama 8 – 20 detik dan akan mati apabila oksigen terhenti
selama 3 – 5 menit (Tjokronegoro, 1998). Kerusakan sel-sel otak akan
menimbulkan dampak negatif berupa kecacatan atau bahkan kematian.
Resusitasi pada bayi baru lahir ( BBL ) bertujuan untuk memulihkan fungsi
pernapasan bayi baru lahir yang mengalami asfiksia dan terselamatkan hidupnya
tanpa gejala sisa di kemudian hari. Kondisi ini merupakan dilema bagi penolong
tunggal persalinan karena disamping menangani ibu bersalin, ia juga harus
menyelamatkan bayi yang mengalami asfiksia.

3
Tujuan Resusitasi:
1. Memulihkan fungsi pernapasan bayi baru lahir yang mengalami asfiksia
2. Untuk oksigenasi darurat
3. Mempertahankan jalan nafas yang bersih
4. Membantu pernapasan
5. Membantu sirkulasi/memulai kembali sirkulasi spontan
6. Untuk melindungi otak secara manual dari kekurangan O2

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Resusitasi

Hipoksia yang disebabkan kegawatan pernafasan akan mengaktifkan


metabolisme anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin berat dan lama,
metabolisme anaerob akan menghasilkan asam laktat. Dengan memburuknya
keadaan asidosis dan penurunan aliran darah ke otak maka akan terjadi kerusakan
otak dan organ lain (Yu dan Monintja, 1997). Selanjutnya dapat terjadi depresi
pernafasan yang dimanifestasikan dengan apneu yang memanjang bahkan dapat
menyebabkan kematian.
Depresi nafas yang dimanifestasikan dengan apneu yang memanjang hanya
dapat diatasi dengan pemberian oksigen dengan tekanan positif, massase jantung
eksternal dan koreksi keadaan asidosis. Hanya setelah oksigenasi dan perfusi
jaringan diperbaiki maka aktivitas respirasi dimulai (Yu dan Monintja, 1997).
Pendapat tersebut menekankan pentingnya tindakan resusitasi dengan segera.
Makin lambat dimulainya tindakan resusitasi yang efektif maka akan makin lambat
pula timbulnya usaha nafas dan makin tinggi pula resiko kematian dan kecacatan.
Hal ini diperkuat dengan pendapat Nelson (1999) yang menyatakan bahwa peluang
keberhasilan tata laksana penderita dengan henti nafas menitikberatkan pada

4
pentingnya kemampuan tata laksana karena peningkatan hasil akhir pasca henti
pernafasan dihubungkan dengan kecepatan dilakukannya resusitasi jantung paru.
Resusitasi akan berhasil apabila dilakukan segera setelah kejadian henti jantung
atau henti nafas pada saat kerusakan otak yang menetap (irreversible) belum
terjadi. Kerusakan otak yang menetap akan terjadi apabila kekurangan O2 dalam
darah tidak segera dikoreksi atau apabila sirkulasi terhenti lebih dari 3 – 5 menit
(Tjokronegoro, 1998).
Keberhasilan resusitasi tergantung kepada :

1. Keadaan miokardium
2. Penyebab terjadinya henti jantung
3. Kecepatan dan ketepatan tindakan
4. Mempertahankan penderita di perjalanan ke rumah sakit
5. Perawatan khusus di rumah sakit
6. Umur (tetapi tidak terlalu menentukan)

D. Tanda-tanda Resusitasi Perlu Dilakukan

1. Pernafasan

Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau


bahwa pernafasan tidak adekuat. Lihat gerakan dada naik turun, frekuensi dan
dalamnya pernafasan selama 1 menit. Nafas tersengal-sengal berarti nafas tidak
efektif dan perlu tindakan, misalnya apneu. Jika pernafasan telah efektif yaitu pada
bayi normal biasanya 30 – 50 x/menit dan menangis, kita melangkah ke penilaian
selanjutnya.

2. Denyut jantung – frekuensi

5
Apabila penilaian denyut jantung menunjukkan bahwa denyut jantung bayi
tidak teratur. Frekuensi denyut jantung harus > 100 per menit. Cara yang
termudah dan cepat adalah dengan menggunakan stetoskop atau meraba denyut tali
pusat. Meraba arteria mempunyai keuntungan karena dapat memantau frekuensi
denyut jantung secara terus menerus, dihitung selama 6 detik (hasilnya dikalikan
10 =frekuensi denyut jantung selama 1 menit) Hasil penilaian:

a. Apabila frekuensi>100x / menit dan bayi bernafas spontan,


dilanjutkan dengan menilai warna kulit.

b. Apabila frekuensi < 100x / menit walaupun bayi bernafas spontan


menjadi indikasi untuk dilakukan VTP (Ventilasi Tekanan Positif).

c. Warna Kulit

Apabila penilaian warna kulit menunjukkan bahwa warna kulit bayi pucat atau
bisa sampai sianosis. Setelah pernafasan dan frekuensi jantung baik, seharusnya
kulit menjadi kemerahan. Jika masih ada sianosis central, oksigen tetap diberikan.
Bila terdapat sianosis purifier, oksigen tidak perlu diberikan, disebabkan karena
peredaran darah yang masih lamban, antara lain karena suhu ruang bersalin yang
dingin.
3. sumbatan jalan napas : akibat lendir / darah / mekonium, atau akibat lidah
yang jatuh
ke posterior.

4. kondisi depresi pernapasan akibat obat-obatan yang diberikan kepada ibu


misalnya
obat anestetik, analgetik lokal, narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan
sebagainya
5. kerusakan neurologis.
6. kelainan / kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau susunan
saraf pusat, dan / atau kelainan-kelainan kongenital yang dapat menyebabkan
gangguan pernapasan / sirkulasi.

6
E. Rumus ABC Resusitasi

Pada Keadaan normal, oksigen diperoleh dengan bernapas dan diedarkan dalam
aliran darah ke seluruh tubuh. Bila proses pernapasan dan peredaran darah gagal,
diperlukan tindakan resusitasi untuk memberikan oksigen ke tubuh. Tindakan ini
didasarkan pada 3 pemeriksaan yang disebut langkah-langkah ABC resusitasi:
Airway (saluran napas), Breathing (bernafas), dan Circulation (peredaran darah).
Untuk orang yang tidak sadar, ikuti urutan ABC sebelum memberikan pertolongan
lain Buka saluran napas, usahakan agar si pasien bernafas, dan periksa kelancaran
peredaran darahnya dari denyut nadi atau petunjuk lain seperti kewajaran warna
kulitnya. Bila pasien tidak bernafas, segera berikan pernapasan bantuan untuk
meniupkan oksigen ke tubuhnya. Bila tidak ada denyut atau tanda peredaran darah
lalin, segeralah lakukan CPR (cardiopulmonary resuscitation; resusitasi jantung-
paru)

1. Airways
Untuk membuka saluran napas, letakkan satu tangan di dahi pasien, dan dua jari
tangan di bawah dagunya. Dengan lembut dongakkan kepalanya dengan menekan
dahi sambil sedikit mendorong dagu pasien.

2. Breathing
Memeriksa ada tidaknya napas, dengarkan bunyi napasnya atau rasai dengan pipi
anda sampai 10 detik. Bila tak ada tanda bernafas, mulailah pernapasan buatan.

3. Circulation
Untuk memeriksa peredaran darah, raba denyut nadi dengan dua jari selama 10
detik. Untuk bayi rabalah denyut brakhial di bagian dalam lengan. Untuk orang
dewasa atau anak-anak, raba denyut karotid di leher di rongga antara
trakhea(saluran udara)dengan otot besar leher. Periksa tanda-tanda lain peredaran

7
darah, misalnya kewajaran warna kulitnya. Bila tak ada tanda-tanda peredaran
darah, segera lakukan CPR. Pada Asuhan Kebidanan ada resusitasi jantung paru
pada ibu hamil , Bayi Baru Lahir (BBL),serta anak yang membutuhkan
pertolongan

F. Resusitasi Jantung Pada Ibu Hamil

1. Tujuan Resusitasi Jantung


a. Mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas
(respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest) pada ibu hamil
b. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi (nafas)
c. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkukasi (fungsi jantung) dan
ventilasi (fungsi pernafasan/paru) pada pasien/korban yang mengalami henti
jantung atau henti nafas melalui Cardio Pulmonary Resuciation (CPR) atau
Resusitasi Jantung Paru (RJP).
2. Langkah – langkah Resusitasi pada Ibu Hamil
Berikut adalah langkah-langkah resusitasi jantung paru pada kehamilan:

a. Periksa kesadaran ibu dengan memanggil atau menggoyang-goyangkan


tubuh ibu. Bila ibu tidak sadar, lakukan langkah-langkah selanjutnya.

b. Panggil bantuan tenaga kesehatan lain dan bekerjalah dalam tim.

c. Khusus untuk ibu dengan usia kehamilan >20 minggu (uterus di atas
umbilikus), miringkan ibu dalam posisi berbaring ke sisi kiri dengan sudut
15-30° atau bila tidak memungkinkan, dorong uterus ke sisi kiri (lihat
gambar berikut).

Mendorong uterus ke kiri

8
d. Bebaskan jalan napas. Tengadahkan kepala ibu ke belakang (head
tilt) dan angkat dagu (chin lift). Bersihkan benda asing di jalan napas.

e. Bila ada sumbatan benda padat di jalan napas, sapu keluar dengan
jari atau lakukan dorongan pada dada di bagian tengah sternum (chest thrust).
Hindari menekan prosesus xifoideus!

Chest thrust

f. Sambil menjaga terbukanya jalan napas, “lihat – dengar – rasakan” napas


ibu (lakukan cepat, kurang dari 10 detik) dengan cara mendekatkan
kepala penolong ke wajah ibu. Lihat pergerakan dada, dengar suara
napas, dan rasakan aliran udara dari hidung/mulut ibu.

1) Jika ibu bernapas normal, pertahankan posisi, berikan oksigen


sebagai tindakan suportif. Lanjutkan pemantauan untuk memastikan ibu tetap
bernapas normal.
Menilai pernapasan

g. Jika ibu tidak bernapas atau bernapas tidak normal, periksa pulsasi arteri
karotis dengan cepat (tidak lebih dari 10 detik).

Memeriksa pulsasi arteri karotis

h. Bila nadi teraba namun ibu tidak bernapas atau megap-megap (gasping),
berikan bantuan napas (ventilasi) menggunakan balon-sungkup atau melalui
mulut ke mulut dengan menggunakan alas (seperti kain, kasa) sebanyak satu
kali setiap 5-6 detik. Pastikan volume napas buatan cukup sehingga
pengembangan dada terlihat. Cek nadi arteri karotis tiap 2 menit.

Bantuan Napas Mulut ke Mulut

9
Bantuan Napas dengan Balon dan Masker

i. Bila nadi tidak teraba, segera lakukan resusitasi kardiopulmoner.

1) Resusitasi kardiopulmoner pada ibu dengan usia kehamilan >20 minggu


dilakukan dalam posisi ibu miring ke kiri sebesar 15-300.

2) Penekanan dada dilakukan di pertengahan sternum. Kompresi dilakukan


dengan cepat dan mantap, menekan sternum sedalam 5 cm dengan kecepatan
100-120x/menit.

3) Setelah 30 kompresi, buka kembali jalan napas lalu berikan 2 kali


ventilasi menggunakan balonsungkup atau melalui mulut ke mulut dengan
alas. Tiap ventilasi diberikan dalam waktu 1 detik. Berikan ventilasi yang
cukup sehingga pengembangan dada terlihat.

4) Kemudian lanjutkan kompresi dada dan ventilasi dengan perbandingan


30:2.

Kompresi Dada

5) Pasang kanul intravena (2 jalur bila mungkin) menggunakan jarum


ukuran besar (no. 16 atau 18 atau ukuran terbesar yang tersedia) dan berikan
cairan sesuai kondisi ibu.

j. Tindakan resusitasi kardiopulmoner diteruskan hingga:

1) Tim yang lebih terlatih untuk menangani henti nafas dan henti jantung
telah datang dan mengambil alih tindakan, ATAU

2) Tidak didapatkannya respon setelah 30 menit, ATAU

3) Penolong kelelahan, ATAU

10
a) Ibu menunjukkan tanda-tanda kembalinya kesadaran, misalnya batuk,
membuka mata, berbicara atau bergerak secara sadar DAN mulai bernapas normal.
Pada keadaan tersebut, lanjutkan tatalaksana dengan Berikan oksigen

b) Pasang kanul intravena (bila sebelumnya tidak berhasil dilakukan) dan


berikan cairan sesuai kondisi ibu

c) Lanjutkan pemantauan untuk memastikan ibu tetap bernapas


normal.

k. Setelah masalah jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi teratasi, pikirkan dan
evaluasi kemungkinan penyebab hilangnya kesadaran ibu, di antaranya:

1) perdarahan hebat (paling sering)

2) penyakit tromboemboli

3) penyakit jantung

4) sepsis

5) keracunan obat (contoh: magnesium sulfat, anestesi lokal)

6) eklampsia

7) perdarahan intrakranial

8) anafilaktik

9) gangguan metabolik/elektrolit (contoh: hipoglikemia)

10) hipoksia karena gangguan jalan napas dan/atau penyakit paru

l. Lakukan pemeriksaan lanjutan, misalnya USG abdomen untuk melihat


perdarahan intraabdomen tersembunyi.
m. Atasi penyebab penurunan kesadaran atau rujuk bila fasilitas tidak
memungkinkan.
11
G. Resusitasi pada Bayi Baru Lahir (BBL)

Resusitasi pada bayi baru lahir ( BBL ) bertujuan untuk memulihkan fungsi
pernapasan bayi baru lahir yang mengalami asfiksia dan terselamatkan hidupnya
tanpa gejala sisa di kemudian hari. Kondisi ini merupakan dilema bagi penolong
tunggal persalinan karena disamping menangani ibu bersalin, ia juga harus
menyelamatkan bayi yang mengalami asfiksia.

a. Definisi Asfiksia

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya
akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya
dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang
mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan

b. Penyebab Asfiksia

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang.
Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut
menjadi asfiksia bayi baru lahir.

Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada
bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:

a. Faktor ibu
1) Preeklampsia dan eklampsia
2) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3) Partus lama atau partus macet
4) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

12
5) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

b. Faktor Tali Pusat


1) Lilitan tali pusat

2) Tali pusat pendek

3) Simpul tali pusat

4) Prolapsus tali pusat

c. Faktor Bayi
1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,


ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)

3) Kelainan bawaan (kongenital)

4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk


menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal
itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya
tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali
atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh
karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap
pertolongan persalinan.

Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia


a. Tidak bernafas atau bernafas megap-megap

b. Warna kulit kebiruan

c. Kejang

13
d. Penurunan kesadaran

Semua bayi dengan tanda-tanda asfiksia memerlukan perawatan dan perhatian


segera.

c. Pemeriksaan Fisik

Untuk menilai bayi segera setelah lahir, dapat dinyatakan sehat atau tidak, maka
dilakukan pemeriksaan nilai APGAR. Nilai APGAR akan membantu dalam
menentukan tingkat keseriusan dari depresi bayi baru lahir yang terjadi serta
langkah segera yang harus diambil. Jumlah nilai seluruhnya didapat dengan jalan
mengevaluasi kelima tanda, yaitu:

A = Appearance (penampakan/ kelainan warna)


P = Pulse (nadi atau detak jantung)
G = Grimace (ringisan atau respon wajah bayi ketika kakinya disentuh)
A = Activity ( aktivitas tonus otot lengan dan kaki)
R = Respiration (pernafasaan)
Cara memberikan penilaian yaitu dengan memberikan nilai 0 sampai 2 yang dapat
dilihat pada tabel sistem APGAR berikut :

Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2


warna kulit tubuh
seluruhnya normal merah muda, warna kulit tubuh,
Warna kulit
biru atau tetapi tangan dan kaki tangan, dan kaki
(Appearance)
pucat kebiruan normal merah muda
(akrosianosis)
tidak ada
Denyut jantung
detang <100 kali/menit >100 kali/menit
(Pulse)
jantung
tidak ada meringis/menangis meringis/bersin/batuk
Respons refleks
respons lemah ketika saat stimulasi saluran
(Grimace)
terhadap distimulasi napas

14
stimulasi

Tonus otot lemah/tidak sedikit gerakan bergerak aktif kaki dan


(Activity) ada terhadap rangsangan tangan
tidak ada dan Pernafasan lemah atau menangis kuat,
Pernapasan
tidak ada tidak teratur dinding pernapasan baik dan
(Respiration)
tangisan dada tertarik teratur

Tes ini umumnya dilakukan pada waktu satu dan lima menit setelah kelahiran, dan
dapat diulangi jika skor masih rendah.

Jumlah skor Interpretasi Catatan


8-10 Bayi normal
Memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan
4-7 Agak rendah lendir yang menyumbat jalan napas, atau pemberian
oksigen untuk membantu bernapas.
4 Sangat rendah Memerlukan tindakan medis yang lebih intensif
Jumlah skor rendah pada tes menit pertama dapat menunjukkan bahwa bayi yang
baru lahir ini membutuhkan perhatian medis lebih lanjut tetapi belum tentu
mengindikasikan akan terjadi masalah jangka panjang, khususnya jika terdapat
peningkatan skor pada tes menit kelima. Jika skor Apgar tetap dibawah 6 dalam
tes berikutnya (10, 15, atau 30 menit), maka ada risiko bahwa anak tersebut dapat
mengalami kerusakan syaraf jangka panjang. Juga ada risiko kecil tapi signifikan
akan kerusakan otak. Namun, tujuan tes Apgar adalah untuk menentukan dengan
cepat apakah bayi yang baru lahir tersebut membutuhkan penanganan medis segera
dan tidak didisain untuk memberikan prediksi jangka panjang akan kesehatan bayi
tersebut.

15
d. Persiapan Resusitasi Bayi Baru Lahir (BBL)

Persiapan yang diperlukan adalah persiapan keluarga, tempat, alat untuk


resusitasi dan persiapan diri (bidan).

a. Persiapan Keluarga
Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai
kemunginan-kemungkinan yang terjadi pada ibu dan bayinya dan persiapan
persalinan.

b. Persiapan Tempat Resusitasi


Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi:

1) Gunakan ruangan yang hangat dan terang.


2) Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, keras, bersih, kering dan hangat
misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas tikar. Sebaiknya dekat
pemancar panas dan tidak berangin (jendela atau pintu yang terbuka).
Ruangan yang hangat akan mencegah bayi hipotermi.
3) Tempat resusitasi yang rata diperlukan untuk kemudahan pengaturan
posisi kepala bayi.
4) Untuk sumber pemancar panas gunakan lampu 60 watt atau lampu
petromak. Nyalakan lampu menjelang persalinan.
5) persiapan Alat Resusitasi

c. persiapan alat resusitasi


Sebelum menolong persalinan, selain peralatan persalinan, siapkan juga alat-
alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu:

1) 2 helai kain/handuk

16
2) Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos,
selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan
untuk mengatur posisi kepala bayi.
3) Alat pengisap lendir DeLee atau bola karet
4) Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal
5) Kotak alat resusitasi.
6) Jam atau pencatat waktu

e. Langkah-langkah Resusitasi Bayi Baru Lahir (BBL)

a. Tahap Awal
1) Beritahu ibu dan keluarganya bahwa bayinya memerlukan bantuan untuk
memulai bernapas.
2) Minta keluarga mendampingi ibu (memberi dukungan moral, menjaga
dan melaporkan kepada penolong apabila terjadi perdarahan).
Lakukan langkah awal bila bayi tidak cukup bulan dan atau bayi tidak
bernafas atau bernafas megap-megap, dan atau tonus otot tidak baik.
Langkah awal perlu dilakukan secara cepat (dalam waktu 30 detik). langkah
awal yang perlu dilakukan dalam waktu 30 detik adalah :
a) Jaga bayi tetap hangat:
(1) Letakkan bayi diatas kain yang ada di atas perut ibu atau dekat perineum
(2) Selimuti bayi dengan kain tersebut, potong tali pusat
(3) Pindah bayi keatas kain ditempat resusitasi
(4) Jaga bayi tetap diselimuti dan dibawah pemancar panas
b) Atur posisi bayi
(1) Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong
(2) Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi
c) Hisap lendir

17
Gunakan alat penghisap lendir delee dengan cara sebagai berikut :
(1) Hisap lendir mulai dari mulut dulu kemudian dari hidung
(2) Lakukan penghisapan saat alat penghisap ditarik keluar. Tidak pada waktu
memasukkan
(3) Jangan lakukan penghisapan terlalu dalam (jangan lebih dari 5 cm ke
dalam mulut atau lebih dari 3 cm kedalam hidung) hal itu akan
menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat atau bayi tiba-tiba
berhenti nafas.
d) Keringkan dan rangsang bayi
(1) Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan
sedikit bantuan. Rangsangan ini dapat membantu bayi baru lahir mulai
bernafas atau tetap bernafas.
(2) Lakukan rangsangan taktil dengan cara : menepuk atau menyentuh telapak
kaki kemudian menggosok punggung, perut, dada atau tungkai bayi dengan
telapak tangan penolong.
e) Atur kembali posisi kepala bayi dan bungkus bayi
(1) Ganti kain yang telah basah dengan kain dibawahnya
(2) Bungkus bayi dengan kain tersebut jangan menutupi muka dan dada agar
bisa memantau pernafasan bayi.
(3) Atur kembali posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi
f) Lakukan penilaian bayi
(1) Bila bayi bernafas normal, berikan bayi kepada ibunya kemudian letakkan
bayi diatas dada ibu dan selimuti keduanya untuk penghangatan dengan cara
kontak kulit bayi ke kulit ibu lalu anjurkan ibu untuk menyusui bayi sambil
membelai.
(2) Bila bayi tidak bernafas atau megap-megap mulai lakukan ventilasi bayi.

18
b. Tahap ventilasi
Ventilasi adalah tahapan tindakan untuk memasukkan sejumlah volume
udara kedalam paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru
agar bayi bisa bernafas spontan dan teratur. Langkah-langkah ventilasi :
1) Pasang sungkup
Pasang dan pegang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan hidung bayi
sehingga tidak ada kemungkinan udara bocor.
2) Ventilasi 2 kali
a) Lakukan tiupan dengan tekanan 30 cm air
Tiupan awal ini sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa
mulai bernafas dan menguji apakah jalan nafas bayi terbuka.
b) Lihat apakah dada bayi mengembang
Bila tidak mengembang periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah ekstensi
kemudian periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor.
Setelah itu periksa cairan atau lendir dimulut bila ada lendir atau cairan
lakukan penghisapan. Lakukan tiupan 2 kali dengan tekanan 30 cm
air(ulangan), bila dada mengembang, lakukan tahapan berikutnya.
3) Ventilasi 20 kali dalam 30 detik
a) Lakukan tiupan 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air
b) Pastikan dada mengembang, setelah 30 detik lakukan penilaian ulang
nafas
4) Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian
a) Bila bayi sudah bernafas normal, hentikan ventilasi dan pantau bayi
dengan seksama.
b) Bila bayi tidak bernafas atau megap-megap, teruskan ventilasi 20 kali
dalam 30 detik kemudian lakukan penilaian setiap 30 detik.

19
c) Siapkan rujukan bila bayi belum bernafas spontan setelah 2 menit
diventilasi.
d) Bila bayi tidak bisa dirujuk, hentikan tindakan resusitasi jika setelah 20
menit upayah ventilasi yidak berhasil.

f. Resusitasi BBL jika Air Ketuban Bercampur Mekonium

a. Definisi Mekonium
Mekonium merupakan tinja pertama dari BBL. Mekonium kental pekat dan
berwarna hijau tua atau kehitaman. Biasanya BBL mengeluarkan mekonium
pertama kali pada 12-24 jam pertama. Kira-kira pada 15% kasus, mekonium
dikeluarkan bersamaan dengan cairan ketuban beberapa saat sebelum
persalinan. Hal ini menyebabkan warna kehijauan pada cairan ketuban.
Mekonium jarang dikeluarkan sebelum 34 minggu kehamilan. Bila
mekonium terlihat sebelum persalinan bayi dengan presentasi kepala,
lakukan pemantauan ketat karena hal ini merupakan tanda bahaya.
b. Penyebab Janin Mengeluarkan Mekonium Sebelum Persalinan
Tidak selalu jelas mengapa mekonium dikeluarkan sebelum persalinan.
Kadang-kadang hal ini terkait dengan kurangnya pasokan oksigen
(hipoksia). Hipoksia kan meningkatkan peristaltik usus dan relaksasi sfingter
ani sehingga isi rektum (mekoneum) diekskresikan. Bayi-bayi dengan risiko
tinggi gawat janin (misal; Kecil untuk Masa Kehamilan/KMK atau Hamil
Lewat Waktu) ternyata air ketubannya lebih banyak tercampur oleh
mekonium (warna kehijauan) dibandingkan dengan air ketuban pada
kehamilan normal.
c. Risiko Air Ketuban Bercampur Mekonium
Hipoksia dapat menimbulkan refleks respirasi bayi di dalam rahim sehingga
mekonium yang tercampur dalam air ketuban dapat terdeposit di jaringan

20
paru bayi. Mekonium dapat juga masuk ke paru jika bayi tersedak saat lahir.
Masuknya mekonium ke jaringan paru bayi dapat menyebabkan pneumonia
dan mungkin kematian.

g. Asuhan Pascaresusitasi

Asuhan pascaresusitasi adalah pelayanan kesehatan pascaresusitasi yang


diberikan baik kepada BBL ataupun ibu dan keluarga. Pelayanan kesehatan
yang diberikan berupa pemantauan, asuhan BBL, dan konseling. Asuhan
pascaresusitasi diberikan sesuai dengan keadaan bayi setelah menerima
tindakan resusitasi. Asuhan pascaresusitasi dilakukan pada keadaan:
a. Resusitasi Berhasil
bayi menangis dan bernapas normal sesudah langkah awal atau sesudah
ventilasi. Perlu pemantauan dan dukungan.
1) Konseling:
a) Jelaskan pada ibu dan keluarganya tentang hasil resusitasi yang telah
dilakukan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan.
b) Ajarkan ibu cara menilai pernapasan dan menjaga kehangatan tubuh bayi.
Bila ditemukan kelainan, segera hubungi penolong.
c) Anjurkan ibu segera memberi ASI kepada bayinya. Bayi dengan
gangguan pernapasan perlu banyak energi. Pemberian ASI segera, dapat
memasok energi yang dibutuhkan.
d) Anjurkan ibu untuk menjaga kehangatan tubuh bayi (asuhan dengan
metode Kangguru).
e) Jelaskan pada ibu dan keluarganya untuk mengenali tanda-tanda bahaya
bayi baru lahir dan bagaimana memperoleh pertolongan segera bila terlihat
tanda-tanda tersebut pada bayi.
2) Lakukan asuhan bayi baru lahir :

21
a) Anjurkan ibu menyusui sambil memperhatikan dan membelai bayinya
b) Beri vitamin K antibiotik salep mata imunisasi hepatitis B
3) Lakuakan pemantauan terhadap bayi
a) Tanda-tanda kesulitan bernafaspada bayi, seperti nafas megap-megap
frekuensi nafas < 30 kali per menit atau > 60 kali per menit, bayi kebiruan
atau pucat, bayi lemas.
4) Jagalah bayi agar tetap hangat dan kering.

b. Asuhan pada Bayi yang Memerlukan Rujukan


Bila bayi pascaresusitasi kondisinya memburuk, segera rujuk ke fasilitas
rujukan. Tanda-tanda Bayi yang memerlukan rujukan sesudah resusitasi
1) Frekuensi pernapasan kurang dari 30 kali per menit atau lebih dari 60 kali
per menit
2) Adanya retraksi (tarikan) interkostal
3) Bayi merintih (bising napas ekspirasi) atau megap- megap (bising napas
inspirasi)
4) Tubuh bayi pucat atau kebiruan
5) Bayi lemas
Apabila resusitasi tidak/ kurang berhasil, bayi memerlukan rujukan lakukan :
1) Konseling
a) Jelaskan pada ibu dan keluarga bahwa bayinya perlu dirujuk. Bayi dirujuk
bersama ibunya dan didampingi oleh bidan. Jawab setiap pertanyaan yang
diajukan ibu atau keluarganya.
b) Minta keluarga untuk menyiapkan sarana transportasi secepatnya. Suami
atau salah seorang anggota keluarga juga diminta untuk menemani ibu dan
bayi selama perjalanan rujukan.

22
c) Beritahukan (bila mungkin) ke tempat rujukan yang dituju tentang kondisi
bayi dan perkiraan waktu tiba. Beritahukan juga ibu baru melahirkan bayi
yang sedang dirujuk.
d) Bawa peralatan resusitasi dan perlengkapan lain yang diperlukan selama
perjalan ke tempat rujukan.
2) Asuhan bayi baru lahir yang dirujuk
a) Periksa keadaan bayi selama perjalanan (pernapasan, warna kulit, suhu
tubuh) dan catatan medik.
b) Jaga bayi tetap hangat selama perjalanan, tutup kepala bayi dan bayi
dalam posisi “Metode Kangguru” dengan ibunya. Selimuti ibu bersama bayi
dalam satu selimut.
c) Lindungi bayi dari sinar matahari.
d) Jelaskan kepada ibu bahwa sebaiknya memberi ASI segera kepada
bayinya, kecuali pada keadaan gangguan napas, dan kontraindikasi lainnya
3) Asuhan lanjutan
Merencanakan asuhan lanjutan sesudah bayi pulang dari tempat rujukkan
akan sangat membantu pelaksanaan asuhan yang diperlukan oleh ibu dan
bayinya sehingga apabila kemudian timbul masalah maka hal tersebut dapat
dikenali sejak dini dan kesehatan bayi tetap terjaga.
c. Resusitasi tidak berhasil
Bila bayi gagal bernapas setelah 20 menit tindakan resusitasi dilakukan
maka hentikan upaya tersebut. Biasanya bayi akan mengalami gangguan
yang berat pada susunan syaraf pusat dan kemudian meninggal. Ibu dan
keluarga memerlukan dukungan moral yang adekuat Secara hati-hati dan
bijaksana, ajak ibu dan keluarga untuk memahami masalah dan musibah
yang terjadi serta berikan dukungan moral sesuai adat dan budaya setempat.
1) Dukungan moral
23
Bicaralah dengan ibu dan keluarganya bahwa tindakan resusitasi dan
rencana rujukan yang telah didiskusikan sebelumnya ternyata belum
memberi hasil seperti yang diharapkan. Minta mereka untuk tidak larut
dalam kesedihan, seluruh kemampuan dan upaya dari penolong (dan fasilitas
rujukan) telah diberikan dan hasil yang buruk juga sangat disesalkan
bersama, minta agar ibu dan keluarga untuk tabah dan memikirkan
pemulihan kondisi ibu. Berikan jawaban yang memuaskan terhadap setiap
pertanyaan yang diajukan ibu dan keluarganya. Minta keluarga ikut
membantu pemberian asuhan lanjutan bagi ibu dengan memperhatikan nilai
budaya dan kebiasaan setempat. Tunjukkan kepedulian atas kebutuhan
mereka. Bicarakan apa yang selanjutnya dapat dilakukan terhadap bayi yang
telah meninggal.
Ibu mungkin merasa sedih atau bahkan menangis. Perubahan hormon saat
pascapersalinan dapat menyebabkan perasaan ibu menjadi sangat sensitif,
terutama jika bayinya meninggal. Bila ibu ingin mengungkapkan
perasaannya, minta ia berbicara dengan orang paling dekat atau penolong.
Jelaskan pada ibu dan keluarganya bahwa ibu perlu beristirahat, dukungan
moral dan makanan bergizi. Sebaiknya ibu tidak mulai bekerja kembali
dalam waktu dekat.
2) Asuhan lanjutan bagi ibu
Payudara ibu akan mengalami pembengkakan dalam 2-3 hari. Mungkin juga
timbul rasa demam selama 1 atau 2 hari. Ibu dapat mengatasi pembengkakan
payudara dengan cara sebagai berikut:
a) Gunakan BH yang ketat atau balut payudara dengan sedikit tekanan
menggunakan selendang /kemben/kain sehingga ASI tidak keluar.
b) Jangan memerah ASI atau merangsang payudara.
3) Asuhan tindak lanjut: kunjungan ibu nifas.
24
Anjurkan ibu untuk kontrol nifas dan ikut KB secepatnya (dalam waktu 2
minggu). Ovulasi bisa cepat kembali terjadi karena ibu tidak menyusukan
bayi. Banyak ibu yang tidak menyusui akan mengalami ovulasi kembali
setelah 3 minggu pasca persalinan. Bila mungkin, lakukan asuhan
pascapersalinan di rumah ibu.
4) Asuhan tindak lanjut pascaresusitasi
Sesudah resusitasi, bayi masih perlu asuhan lanjut yang diberikan melalui
kunjungan rumah. Tujuan asuhan lanjut adalah untuk memantau kondisi
kesehatan bayi setelah tindakan resusitasi.
Kunjungan rumah (kunjungan neonatus 0 – 7 hari) dilakukan sehari setelah
bayi lahir. Gunakan algoritma Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM)
untuk melakukan penilaian, membuat klasifikasi, menentukan tindakan dan
pengobatan serta tindak lanjut. Catat seluruh langkah ke dalam formulir tata
laksana bayi muda 1 hari – 2 bulan.
a) Bila pada kunjungan rumah (hari ke 1) ternyata bayi termasuk dalam
klasifikasi merah maka bayi harus segera dirujuk.
b) Bila termasuk klasifikasi kuning, bayi harus dikunjungi kembali pada
hari ke 2.
c) Bila termasuk klasifikasi hijau, berikan nasihat untuk perawatan bayi
baru lahir di rumah.

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Resusitasi adalah segala usaha untuk mengembalikan fungsi sistem


pernafasan, peredaran darah dan otak yang terhenti atau terganggu
sedemikian rupa agar kembali normal seperti semula.
Tujuan resusitasi adalah memulihkan fungsi pernapasan bayi baru lahir
yang mengalami asfiksia, untuk oksigenasi darurat, mempertahankan jalan
nafas yang bersih, membantu pernapasan, membantu sirkulasi/memulai
kembali sirkulasi spontan, untuk melindungi otak secara manual dari
kekurangan O2.
Bidan harus siap melakukan resusitasi bayi baru lahir setiap menolong
persalinan. Tanpa persiapan kita akan kehilangan waktu yang sangat
berharga, walau hanya beberapa menit bila BBL tidak segera bernafas, bayi
dapat menderita kerusakan otak atau meninggal. Persiapan yang diperlukan
adalah persiapan keluarga, tempat, alat untuk resusitasi dan persiapan
diri(bidan).

B. Saran

Mahasiswa kebidanan diharapkan mengetahui dan memahami tentang


resusitasi pad bayi baru lahir karena merupakan salah satu masalah yang
harus dikuasai karena berkaitan dengan profesinya nanti. Dengan
memahaminya tentu akan lebih mudah dalam menerapkannya dalam
kehidupan secara nyata.

26

You might also like