You are on page 1of 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegiatan melestarikan dan menjaga lingkungan sebagai bentuk kesadaran
terhadap pentingnya mewujudkan lingkungan yang sehat, terus digalakkan.
Namun di sisi lain, banyak faktor yang dapat merusak atau mencemari
lingkungan, seperti limbah. Tak dapat dipungkiri, peningkatan unit usaha di
berbagai bidang, menyisakan limbah yang dapat menjadi sumber masalah.
Apabila dibiarkan, limbah dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
Pencemaran lingkungan merupakan suatu permasalahan yang sangat global
sehingga memerlukan penanganan yang serius, efektif, dan efisien.
Salah satu limbah yang kini banyak ditemui adalah bulu ayam, berupa
limbah yang banyak dihasilkan dari industri Rumah Pemotongan Ayam (RPA).
Saat ini, banyak bermunculan industri peternakan ayam sebagai dampak positif
dari peningkatan permintaan konsumen terhadap daging ayam. Peningkatan
industri peternakan ayam turut mendongkrak usaha pemotongan ayam yang
berdampak pada peningkatan limbah industri berupa 50 J. MANUSIA DAN
LINGKUNGAN Vol. 23, No.1 bulu ayam. Anonim (2012)
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan tahun 2006, produksi
bulu ayam dari jenis ayam broiler berjumlah 25.690 ton (1999), 42.050 ton
(2000), 49.250 ton (2001), 68.510 ton (2002), 72.680 ton (2003) dan 72.775 ton
(2005) (Puastuti 2007).
Dalam pengelolaan limbah, perlu diterapkan teknologi berwawasan
lingkungan yang dapat mengatasi permasalahan lingkungan dengan melestarikan
fungsi lingkungan. Pelestarian fungsi lingkungan dapat dilakukan dengan prinsip
zero waste, yaitu mengurangi atau meminimalisasi pencemaran lingkungan
dengan cara pemanfaatan limbah. Limbah bulu ayam telah dimanfaatkan dengan
diolah sebagai pupuk dan kerajinan kemoceng (Abubakar dkk., 2000). Ada juga
yang memanfaatkan sebagai bahan shuttle cock dan lukisan. Bulu ayam
berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Supriyati dkk., 2000)
karena memiliki kandungan protein yang tinggi, yaitu 80- 90% dari bahan kering,
1
melebihi kandungan protein kasar bungkil kedelai (42,5%) dan tepung ikan
(66,5%) (Adiati dan Puastuti, 2004). Komposisi kimia tepung bulu ayam yang
belum difermentasi adalah 81% protein, 1,2% lemak, 86% bahan kering, dan
1,3% abu (Zerdani dkk., 2004), selain itu juga tepung bulu ayam mengandung
mineral kalsium 0,19%, fosfor 0,04%, kalium 0,15% dan sodium 0,15% (Kim
dan Patterson, 2000). Berdasarkan kandungan gizinya, bulu ayam dapat dijadikan
pakan hewan, salah satunya sebagai bahan pakan ikan (Imansyah, 2006).
Penyusunan formulasi pakan ikan harus memperhatikan nutrisi yang diperlukan
ikan pada umumnya, yaitu protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin
(Agustono dkk., 2007).
Menurut Brennan dkk. (1990) mesin penepung berdasarkan gaya yang
bekerja terhadap bahan dapat dibeda kan menjadi empat tipe yakni: (1) penepung
tipe palu (hammer mill), (2) penepung tipe bergerigi (disc mill), penepung tipe
silinder (roller mill), dan (4) penepung tipe pisau (cutter mill). Penepung tipe disc
lebih banyak digunakan untuk proses penepungan bahan baku yang mengandung
serat rendah seperti biji-bijian. Beberapa keunggulan mesin penepung tipe disc
antara lain: hasil giling relatif homogen, tenaga yang dibutuhkan lebih rendah,
lebih mudah menyesuaikan diri dengan perbedaan ukuran bahan baku dan
umumnya kecepatan putar piring penepung rendah atau dibawah 1.200 rpm.
Berdasarkan latar belakang di atas penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui manfaat bulu ayam dari limbah bulu ayam untuk mengurangi
dampak pencemaran bulu ayam pada lingkungan, dengan cara mengolah bulu
ayam menjadi pakan ternak. Dengan demikian, perlu dilakukan pembuatan alat
untuk penggiling bulu ayam untuk pembuatan pakan ternak dari bahan bulu
ayam. Untuk itu dapat diangkat sebuah judul sesuai topik diatas yaitu
“Perencanaan Mesin produksi Pakan Ternak Unggas”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas didapatkan beberapa rumusan masalah diantaranya:


1. Bagaimanakah rancang bangun yang sesuai untuk alat penggilingan bulu
ayam untuk pembuatan pakan ternak dari bulu ayam ?
2. Apa perbedaan pengembangan alat penggiling bulu ayam dari perancangan
terdahulu dengan yang baru?
2
3. Apa saja elemen-elemen mesin yang digunakan pada perancangan mesin
tersebut ?
4. Berapa besar daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan mesin tersebut ?

1.3 Batasan Masalah

Agar perancangan ini dapat fokus, maka pembatasan masalah dalam


perancangan ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Merancang dan membuat alat penggilingan bulu ayam dengan kapasitas
sampai dengan 50 kg/jam.
2. Bulu ayam sebagai bahan dari produksi pakan ternak unggas.
3. Perhitungan analisa meliputi perencanaan daya,pulley,belt,poros dan
bantalan.
4. Mesin yang dirancang mampu menggiling bulu ayam menjadi tepung
bulu ayam.

1.4 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah dan batasan masalah yang telah diterangkan diatas
maka tujuan dari penelitian ini, adalah :

1. Dapat merancang dan membuat mekanisme alat yang lebih efisien dan
efektif untuk menggiling bulu ayam yang dapat digunakan sebagai pakan
ternak unggas.

2. Dapat mengetahui elemen-elemen mesin yang dibutuhkan dalam


pembuatan mesin penggilingan bulu ayam yang digunakan sebagai pakan
ternak unggas.

3. Dapat mengetahui perhitungan elemen-elemen mesin yang terdapat pada


mesin tersebut.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Tersedianya alat produksi pakan ternak dari bulu ayam yang sederhana
dengan harga yang relatif murah.
2. Meningkatkan daya kreatifitas dan keahlian mahasiswa.

3
3. Hasil penggilingan bulu ayam dapat dijadikan alternatif sebagai penganti
pakan ternak unggas.

1.6 Sistematika Penulisan


Secara umum sistematika penulisan skripsi ini dapat diuraikan
secara ringkas yaitu sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab I berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan


masalah, tujuan dan manfaat perancangan serta sistematika penulisan
laporannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan tinjauan pustaka dari penelitian-penelitian terdahulu


perkembangan terkini terkait topik perancangan dan landasan teori yang
dipakai dalam perancangan ini.

BAB III METODE PENELITIAN

Menjelaskan tentang konsep perancangan yang akan digunakan


untuk mengahasilkan data yang diperlukan

BAB IV PERHITUNGAN

Membahas hasil dari data yang telah dirancang

BAB V PENUTUP

Mengambil keputusan dari hasil data yang ada dan saran yang
menunjang demi kesempurnaan dari skripsi ini.

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
(Adi Wibowo, 2017) “PERANCANGAN ALAT PENGHANCUR SAMPAH RUMAH TANGGA

(ORGANIK) DENGAN KAPASITAS SAMPAI DENGAN 50 KG/JAM” Hasil perancangan mesin

penghancur sampah ini adalah :

a) Proses perancangan mesin penghancur sampah ini menggunakan pisau yang berputar, yaitu

dengan menggunakan pisau berbentuk persegi dengan mata pisau berbentuk melengkung.
b) Sistem transmisi yang digunakan adalah sistem transmisi tunggal yang terdiri dari sepasang

puli berdiameter 75 mm untuk puli motor dan 262,5 untuk puli yang digerakkan.
c) Mesin penghancur sampah ini menggunakan daya motor sebesar 1 HP.
d) Sesuai dengan perhitungan maka poros aman untuk digunakan, karena bahannya sudah

memenuhi syarat untuk poros.


e) Sabuk yang digunakan dalam perencanaan mesin penghancur sampah organik ini adalah

sabuk V type A no 52 yang digunakan untuk mentransmisikan putaran antara poros motor

dengan poros pisau potong. Sabuk V mempunyai beberapa kelebihan antara lain karena

adanya kontak antara sabuk dengan puli poros, sehingga memungkinkan terjadinya gesekan

yang lebih besar.


f) Bantalan yang digunakan adalah jenis bantalan peluru dengan bentuk bola dengan nomor

seri 6208, pemilihan bantalan atas pertimbangan diameter poros yang besarnya 40 mm.

Untuk sistem pelumasan yang digunakan untuk bantalan ini adalah pelumasan jenis

Grease Lubrication atau lebih dikenal dengan istilah pelumasan menggunakan gemuk.

g) Dari hasil data diatas, maka dimensi dari alat ditentukan sebesar :
 Panjang : 450 mm
 Lebar : 700 mm
 Tinggi : 850 mm

(Adriansyah dkk, 2014). “PENGEMBANGAN MESIN PENGGILING JAGUNG JENIS BUHR MILL

SISTEM HANTARAN SCREW DAN PENGGILINGAN PLAT BERGERIGI”

5
1. Pada tahun pertama mesin penggiling jagung jenis Buhr Mill system hantaran Screw telah dirancang

dan dibuat prototypenya. Bagian utama dari mesin ini adalah : (1) Unit penggerak, (2) unit penggiling

dan penghantar, (3) unit penyetel jarak kerenggangan pisau, (4) unit corong, (5) unit rangka.

2. Prototype berfungsi dengan baik dan telah dapat menggiling jagung pada putaran poros penggiling

1450 RPM didapatkan kapasitas dan hasil gilingan yaitu untuk jarak celah 0,5 mm kapasitas mesin 150

kg/jam, hasil gilingan halus (30 mess) 61,3%, sedang (50 mess) 30,3%, kasar (70 mess) 2,6%. Jarak

celah 1 mm kapasitas 190 kg/jam, hasil gilingan halus 52,3%, sedang 30,5%, kasar 10,1%. Jarak celah

1,5 mm kapasitas mesin 225 kg/jam, hasil gilingan halus 20,8%, sedang 38,9%, kasar 37,1%.

(Robiyansyah, 2015) “Perancangan Mesin Pencacah Pelepah Sawit Untuk Pakan Ternak Sapi” Dari

hasil perhitungan perancangan mesin pencacah pelepah sawit yang dilakukan didapatkan kesimpulan :

1. Daya motor penggerak : 182 Hp 136 Kw.

2. Bahan poros : S40C AISI 1040 dengan diameter 62 mm panjang 940 mm.

3. Bantalan : Jenis dudukan radial Ball JIS B 1520 diameter : 45 mm

4. Transmisi : Jenis sabuk - V tipe E - 94.

5. Puli : Diameter puli kecil : 76,2 mm diameter puli besar : 228,6 mm.

6. Rangka : Baja karbon rendah profil UNP 50 mm x 80 mm

2.2 Limbah

Bulu ayam merupakan limbah dari rumah pemotongan ayam (RPA) dengan jumlah berlimpah dan terus

bertambah seiring meningkatnya populasi ayam dan tingkat pemotongan sebagai akibat meningkatnya

permintaan daging ayam di pasar. Bulu ayam sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan dan hanya

sebagian kecil saja yang dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat kemoceng, pengisi jok, kerajinan

tangan/hiasan dan shuttle cock (Adiati et al., 2004).

Jumlah ayam yang dipotong terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga bulu ayam yang

dihasilkan juga meningkat. Menurut Jendral Peternakan (1999), pada tahun 1999 dilaporkan

6
bahwa populasi ayam terutama ayam pedaging di Indonesia mencapai 418.941.514 ekor dan

diperkirakan jumlah bulu yang dihasilkan sejumlah 26.280 ton. Jumlah ayam yang dipotong setiap

tahun semakin meningkat, dan hal ini akan menghasilkan jumlah bulu yang melimpah (Purwanti et

al., 2010).

Hasil pemotongan ternak unggas ini dihasilkan rata-rata bobot bulu 4-9 % dari bobot hidup.

Kandungan protein bulu ayam cukup tinggi, yaitu antara 80-90 %, sehingga berpotensi sebagai

pakan altematif bagi industri ayam potong. Kendala utama penggunaan tepung bulu ayam sebagai

pakan adalah adanya ikatan keratin dengan kandungan 85-90% dari kandungan proteinnya dengan

sifat sukar larut dalam air dan sukar dicerna. Untuk memecahkan ikatan keratin tersebut guna

meningkatkan kecernaan tepung bulu ayam dilakukan dengan beberapa teknik pengolahannya

(Arifin, 2008).

Pengolahan tepung bulu ayam dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu perlakuan fisik dengan
temperatur dan tekanan ("autoclave"), perlakuan kimia dengan asam dan basa (NaOH, HCI), perlakuan
enzim (PAPADOPOULOS et al., 1985) dan fermentasi dengan mikroorganisme (WILLIAM et al.,
1991).

Teknik hidrolisis bulu ayam yang telah banyak dilakukan yaitu dengan asam alkali. Selain itu
penggunaan tekanan dan suhu tinggi juga telah digunakan, khususnya pada skala industri yaitu
menggunakan tekanan sebesar 3 Bar, suhu 105 °C selama 8 jam dengan kelembaban 8-10%, kadar air
40%, dan ini akan menghasilkan tepung bulu ayam dengan kadar protein f 76%, akan tetapi teknik ini
membutuhkan biaya mahal dan kualitas protein bulu ayam menurun karena terdenaturasi akibat suhu
tinggi tepung bulu ayam sebagai sumber protein juga sudah dilakukan pada anak sapi yang sedang
tumbuh (GRUMMER et al., 1996).

2.3 MESIN PENEPUNG

Menurut Leniger dan Baverloo (1975) ada dua jenis alat penepung bila dilihat dari keadaan bahan
selama penepungan yaitu:

1) Penepungan tipe batch dimana selama penepungan bahan akan tetap ada dalam bak dan baru
dikeluarkan bila penepungan telah selesai. 2) Penepungan tipe terusan (continue) yaitu dimana selama
penepungan akan melewati penepungan selama sekali lintasan, dengan tipe alat ini hasil gilingan akan

7
mempunyai ukuran yang tidak merata, karena itu alat harus diatur sedemikian rupa sehingga ukuran
bahan sesuai yang diijinkan. Ada beberapa tipe alat penepung menurut Leniger dan Baverloo (1975)
yaitu : 1) Penepung tipe palu (hammer mill) 2) Penepung tipe gigi vertikal 3) Penepung dengan pasak
berputar 4) Penepung tipe piring (disk mill) Perry dan Green (1984) dalam Sutanto (2006) membagi alat
pengecil ukuran bahan menjadi empat kelompok menurut gaya yang dikenakan terhadap bahan tersebut
yaitu : 1) Bila gaya yang bekerja diantara dua permukaan bahan yang disebut penggerusan 2) Bila gaya
yang bekerja pada satu permukaan bahan disebut proses pemukulan 3) Bila gaya yang bekerja tidak
pada permukaan bahan tetapi melalui aksi medium sekeliling 4) Bila gaya yang bekerja bukan dengan
energi mekanik tetapi dengan aksi lain seperti kejutan panas dan elektrohidraulik. Brennan, dkk (1990)
membagi alat penepung berdasarkan gaya yang bekerja terhadap bahan yaitu: 1) Penepung tipe palu
(hammer mill) Penepung tipe palu yaitu suatu alat penepung yang digunakan untuk memperkecil
dengan pukulan atau impak gigi penggiling. Hammer mill terdiri dari palu/pemukul yang berputar pada
porosnya. Bahan yang akan digiling akan masuk ruang pemukulan melalui corong pemasukan. Susunan
palu yang terdapat pada porosnya akan bergerak bolak–balik memberikan pukulan bahan. Menurut
Sutanto (2006), pengurangan ukuran bahan dapat diakibatkan karena 1) pukulan/impak dari pemukul,
2) pemotongan oleh sisi pemukul, 3) keausan (attrition) atau aksi gosokan (rubbing action). Penepung
palu digunakan untuk penepungan sedang dan halus. Pada Gambar 6 menunjukkan Penampang Mesin
Penepung Tipe Palu (Hammer Mill). Kecepatan putar penepung dan bentuk dari pemukul juga
mempengaruhi tepung yang dihasilkan (Kusmiarso, 1987). Kecepatan putar dari pemukul penepung
palu adalah antara 1500 sampai 4000 rpm (Brennan, dkk, 1990). Secara umum dibutuhkan tenaga
sebesar satu kilowatt (kW) untuk menggiling satu kilogram bahan permenit pada penepungan sedang
(Sutanto, 2006).

8
http://abinantodewabrata.blogspot.com/2014/06/tugas-besar-satuan-operasi-dan-proses.html

Gambar 6. Penampang Mesin Penepung Tipe Palu (Hammer mill)

Menurut Brennan, dkk (1990), beberapa keuntungan dalam menggunakan alat penepung tipe palu
antara lain: 1) bentuk konstruksinya yang sederhana, 2) dapat digunakan untuk menghasilkan
hasil giling dengan bermacam–macam ukuran, 3) tidak mudah rusak dengan adanya benda asing
dalam ruang penepung, dan 4) biaya operasi dan pemeliharaan yang lebih murah bila
dibandingkan dengan penepung bergerigi. Beberapa kerugian dalam menggunakan penggiling
palu adalah: 1) kurang mampu untuk menghasilkan hasil giling yang seragam, 2) kebutuhan
tenaga yang lebih tinggi, dan 3) biaya investasi awal yang lebih tinggi dibandingkan penggilingan
bergerigi. 2) Penepung tipe bergerigi Menurut Brennan, dkk (1990) penggiling bergerigi biasanya
dikenal juga dengan nama attrition mill, plate mill atau disc mill. Penggiling tersebut bekerja
berdasarkan gaya tekanan gesekan antara dua piringan satu piringan bergerak sedang piringan lain
diam atau Palu Produk Hopper Balok Rotor Saringan bergerak berlawanan. Pada Gambar 7
menunjukkan gambar Attrition Mill

9
http://www.munsonmachinery.com/Attrition-Mills/

. Gambar 7. Attrition Mill

Menurut Brennan, dkk (1990), laju pemasukan yang berlebihan akan memperkecil keefektifan
dari alat dan akan menyebabkan panas yang berlebihan. Disc mill merupakan suatu alat penepung
yang berfungsi untuk menggiling bahan serelia menjadi tepung, namun lebih banyak digunakan
untuk menepungkan bahan yang sedikit mengandung serat dan juga suatu alat penepung yang
memperkecil bahan dengan tekanan dan gesekan antara dua piringan yang satu berputar dan yang
lainnya tetap. Disc mill dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu single disc mill, double disc mill,
dan buhr mill. Pada single disc mill, bahan yang akan dihancurkan dilewatkan diantara dua
cakram. Cakram yang pertama berputar dan yang lain tetap pada tempatnya. Efek penyobekan
didapatkan karena adanya pergerakan salah satu cakram, selain itu bahan juga mengalami
gesekan lekukan pada cakram dan dinding alat. Jarak cakram dapat diatur, disesuaikan dengan
ukuran bahan dan produk yang diinginkan. Pada double disc mill, kedua cakram berputar Hopper
Pisau Penepung berlawanan arah sehingga akan didapatkan efek penyobekan terhadap bahan
yang jauh lebih besar dibandingkan single disc mill. Gambar 8 menunjukkan Single Disc Mill dan
Double Disc Mill.

Gambar 8. (a) Single Disc Mill, (b) Double Disc Mill

10
Bagian – bagian disc mill terdiri dari corong pemasukan, lubang pemasukan, screen filter, disc
penggiling dinamis, corong pengeluaran, motor, pengunci, dan disc penggiling statis. Prinsip
kerja disc mill adalah berdasarkan gaya sobek dan gaya pukul. Bahan yang akan dihancurkan
berada diantara dinding penutup dan cakram berputar. Bahan akan mengalami gaya gesek karena
adanya lekukan–lekukan pada cakram dan dinding alat. Gaya pukul terbentuk karena ada logam–
logam yang dipasang pada posisi yang bersesuaian. Buhr mill merupakan tipe lama dari
penggiling cakram. Penggiling ini terdiri dari dua buah batu berbentuk lingkaran yang disusun
bertumpuk. Silinder batu bagian bawah akan berputar dan menyobek bahan yang masuk dari atas.
Buhr mill ini banyak digunakan dalam penggilingan wadah seperti jagung dan kedelai
(pembuatan kedelai). Gambar 9 menunjukkan Buhr Mill. Biji Biji Produk Produk Piringan yang
diam Piringan yang berputar

Gambar 9. Buhr Mill

Hasil gilingan dipengaruhi oleh kecepatan putar, kadar air biji, jenis biji yang digiling, laju
pemasukan bahan serta kondisi dan jenis piringan penggiling. Umumnya kecepatan putar

11
penepung bergerigi adalah di bawah 1200 rpm (Brennan,dkk, 1990). Laju pemasukan yang
berlebihan akan memperkecil keefektifan dari alat dan akan menyebabkan panas yang berlebihan.
Sedangkan menurut Sutanto (2006), tenaga yang diperlukan untuk menggiling akan berkurang
bila kecepatan penepungan bertambah. Beberapa keuntungan bila menggunakan penggiling tipe
buhr mill adalah: 1) biaya pemasangan awal yang rendah, 2) hasil gilingan yang relatif seragam,
3) tenaga yang dibutuhkan lebih rendah bila dibandingkan dengan penggiling palu, dan 4) lebih
dapat menyesuaikan diri dengan gerusan kasar daripada penggiling palu. Beberapa kerugian
dalam menggunakan penggiling bergerigi adalah: 1) adanya benda – benda asing didalam bahan
yang digiling dapat menyebabkan kerusakan pada alat, dan 2) bila piringan beroperasi tanpa
bahan yang digiling maka akan mempercepat kerusakan piringan.

3) Penepung tipe silinder Menurut Henderson dan Perry (1976), ukuran penepung silinder
didasarkan pada ukuran diameter dan panjang silinder. Sebelum Produk Produk Biji pemasukan
bahan yang akan digiling, silinder harus dalam keadaan berputar dengan kecepatan tertentu, bila
tidak maka akan terjadi slip pada belt atau motor menjadi ma penggilasan bahan diantara c
menunjukkan Gambar 10 Celah antara silinder dapat diatur jaraknya untuk memperoleh derajat
kehalusan yang diinginkan, bila jarak antara silinder terlalu dekat maka tenaga yang diperlukan
akan menjadi lebih besar, kapasitas penepungan berkurang serta debu banyak terjadi. Pada satu
silinder berputar lebih cepat dibandingkan dengan yang lain untuk mendapatkan aksi gilingan
yang lebih ringan ketika bahan melalui celah silinder bergerigi sejajar dengan as silinder.
Kebutuhan tenaga penggiling silinder tergantung kep digiling, derajat kehalusan yang diinginkan,
kadar air bahan, laju pengumpanan, kecepatan operasi, tenaga yang tersedia serta kondisi dari
silinder. Tipe dengan kecepatan putar silinder satu yang dua atau tiga kali dari s tepung. Tahap
akhir pembuatan tepung dipergunakan silinder halus dengan kecepatan silinder 25% lebih cepat
dari silinder (Henderson dan Perry, 1976 pemasukan bahan yang akan digiling, silinder harus
dalam keadaan berputar dengan kecepatan tertentu, bila tidak maka akan terjadi slip atau motor
menjadi mati. Prinsip kerja dari alat ini adalah penggilasan bahan diantara celah–celah silinder.
Gambar 10 menunjukkan Mesin Penepung Tipe Silinder (Roller Mill).

12
http://www.danagri-3s.com/mandm_rollermills.html

Gambar 10. Mesin Penepung Tipe Silinder (Roller Mill)

Celah antara silinder dapat diatur jaraknya untuk memperoleh derajat kehalusan yang diinginkan,
bila jarak antara silinder terlalu dekat maka tenaga yang diperlukan akan menjadi lebih besar,
kapasitas penepungan berkurang serta debu banyak terjadi. Pada beberapa jenis satu silinder
berputar lebih cepat dibandingkan dengan yang lain untuk mendapatkan aksi gilingan yang lebih
ringan ketika bahan melalui celah silinder bergerigi sejajar dengan as silinder. Kebutuhan tenaga
penggiling silinder tergantung kepada bentuk dan kuantitas biji yang digiling, derajat kehalusan
yang diinginkan, kadar air bahan, laju pengumpanan, kecepatan operasi, tenaga yang tersedia
serta kondisi dari silinder. Tipe dengan kecepatan putar silinder satu yang dua atau tiga kali dari
silinder lain sudah banyak digunakan untuk industri tepung. Tahap akhir pembuatan tepung
dipergunakan silinder halus dengan kecepatan silinder 25% lebih cepat dari silinder (Henderson
dan Perry, 1976

4) Penepung tipe pisau (cutter mill) Menurut Brennan, dkk (1990), penepung tipe pisau terutama
digunakan untuk bahan yang liat atau berserat, dimana aksi pengguntingan lebih efektif
dibandingkan dengan tekanan maupun pukulan/impak. Laju pemasukan bahan pada ruang
pemotong hendaknya tidak melebihi panjang dari pisau pemotong dengan ketebalan bahan
pengumpan tidak lebih dari satu inchi. Bentuk umum dari alat penggiling ini adalah rotor dengan
pisau pemotong berputar pada ruang pemotongan dan memotong bahan dengan bantuan pisau
tetap pada keliling luar bahan yang digiling akan keluar melalui saringan dengan ukuran
maksimum tergantung pada jenis saringan yang digunakan.

13
https://www.pharmapproach.com/cutter-mill/

14
2.6 Poros (Shaft)

Poros (Shaft) merupakan salah satu bagian yang terpenting dalm setiap

mesin.Hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan

putaran.Peranan utama dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros.

2.6.1 Macam-macam Poros

Poros meneruskan daya diklasifikasikan menurut pembebanannya sebagai

berikut.

a) Poros Transmisi

Poros macam ini mendapat beban punter murn atau punter dan lentur.Daya

ditransmsikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli, rantai dll.

b) Spindel

Poros transmisi yang relative penek, seperti poros utama mesin perkakas,

dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindle.Syarat yang harus

dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta

ukurannya harus teliti.

c) Gandar

Poros seperti yang dipasang diantaa roda-roda kereta barang, dimana tidak

mendapat beban punter, bahkan kadang-kadang tidak boleh berputar, disebut

gandar. Gandar ini hanya mendapat beban lentur, kecuali jika digerakkan oleh

penggerak mula dimana akan mengalami beban punter juga.

Menurut bentuknya, poros dapat digolongkan atas poros lurus umum, poros

engkol sebagai poros utama dari mesin.Poros luwes untuk transmisi daya

kecil agar terdapat kebebasan bagi perubahan arah, dan lain-lain.

2.6.2 Hal-hal Penting Dalam Perencanaan Poros

15
Untuk merencanakan sebuah poros, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan.

1) Kekuatan Poros

Suatu poros transmisi dapat mengalami beban punter atau lentur atau

gabungan antara punter dan lentur. Dalam perencanaan poros perlu

memperhatikan beberapa factor , misalnya kelelahan, tumbukan dan pengaruh

konsentrasi tegangan bila menggunakan poros bertangga ataupaun

penggunaan alur pasak pada poros tersebut. Poros yang dirancang tersebut

harus cukup aman untuk menahan beban-beban tersebut.

2) Kekakuan Poros

Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup aman dalam

menahan pembebanan tetapi adnya lenturan atau deflrksi yang terlalu besar

akan mengakibatkan ketidaktelitian, getaran, dan suara. Oleh karena itu

disamping memperhatikan kekuatan poros, kekakuan poros juga harus

diperhatikan dan disesuaikan dengan jenis mesin yang akan di transmisikan

dayanya dengan poros tersebut.

3) Putaran Kritis

Bila putaran suatu mesin dinaikkan maka akan menimbulkan getaran pada

mesin tersebut. Batas antara putaran mesin yang mempunyai jumlah normal

dengan putaran mesin yang mnimbulakn getaran yang tinggi disebut getaran

kritis. Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor bakar, motor listrik dll. Selain

itu, timbulnya getaran yang tinggi apat mengakibatkan kerusakan pada poros

dan bagian lainnya.Jadi alam perancangan poros perlu mempertimbangkan

16
putanran kerja ari poros tersebut agar lebih rendah dari putaran kritisnya.

4) Korosi

Bahan-bahan tahan korosi harus dipilih untuk poros propeller dan pompa bila

terjadi kontak dengan fluida yang korosif.Demikian pula untuk poros-poros

yang terancam kavitasi, dan poros-poros mesin yang sering berhennti

lama.Sampai batas-batas tertentu dapat pula dilakukan perlindungan terhadap

korosi.

5) Bahan Poros

Poros untuk mesin umum biasanya dibuat dari baja yang ditarik dingin dan

difinis, baja karbon konstruksi mesin ( disebut bahan S-C) yang dihasilkan

dari ingot yang di- “kill” (baja yang dideoksidasikan dengan ferrosilicon dan

dicor, kadar karbon terjamin) (JIS G3123 Tabel 1.1). Meskipun demikian,

bahan ini kelurusannya agak kurang tetap dan dapat mengalami

deformasikarena tegangan yang kurang seimbang misalnya bila diberi alur

pasak, karena adanya tegangan sisa dalam terasnya.Tetapi penarikan dingin

membuat permukaan poros menjadi keras dan kekuatannya bertambah besar.

Harga- harga yang terdapat pada table diperoleh dari batang percobaan

dengan diameter 25 mm, dalam hal ini harus diingat bahwa untuk poros yang

diameternya jauh lebih besar dari 25 mm, harga-harga tersebut akan lebih

rendah daripada yang ada didalam table karena adanya pengaruh masa.

Poros-poros yang dipakai untuk meneruskan putaran tinggi dan beban berat

umumnya dibuat dari baja paduan dengan mengeraskan kulit yang sangat

tahan terhadao keausan.Beberapa diantaranya adalah baja khrom nikel, baja

khrom nikel molbiden, baja khrom, baja khrom molbiden, dll. (G4102,

G4103, G4104, G4105 dalam table 2.1). sekalipun demikian pemakaian baja
17
paduan khusus tidak selalu dianjurkan jika alasannya hanya karena putaran

tinggi dan beban berat. Dalam hal demikian perlu dipertimbangkan

penggunaan baja karbon yang diberi perlakuan panas secara tepat untuk

memperoleh kekuatan yang di perlukan.

Tabel 2.1 Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang

difinis untuk poros

(Sularso, Kiyokatsu Suga 1978 : 3 )

Tabel 2.2 Baja Paduan Untuk

18
Poros

(Sularso, Kiyokatsu Suga 1978 : 3 )

Pada umumnya baja diklasifikasikan atas baja lunak, baja liat, baja agak

keras, dan baja keras.Diantaranya, baja liat dan baja agak keras banyak dipilih

untuk poros. Kandungan karbonnya adalah seperti yang tertera pada table 2.3.

baja lunak yang terdapat di pasaran umumnya agak kurang homogeny di

tengah, sehingga tidak dianjurkan untuk dipergunakan sebagai poros penting.

Baja agak keras pada umumnya berupa baja yang di kil seperti yang

disebutkan diatas.Baja macam ini jika diberi perlakuan panas secara tepat

dapat menjadi bahan poros yang sangat baik.

Tabel 2.3 Penggolongan baja secara umum

19
(Sularso, Kiyokatsu Suga 1978 : 4 )

Meskipun demikian, untuk perencanaan yang baik tidak dianjurkan

memilih baja atas dasar klasifikasi yang terlalu umum seperti

diatas.Sebaiknya pemilihan dlakukan atas dasar standard-standar yang ada.

Nama-nama dan lambang-lambang dari bahan-bahan menurut standard

beberapa Negara serta persamaannya dengan JIS (standard Jepang) untuk

poros diberikan dalam table 2.4.

Tabel 2.4 Standar Baja

(Sularso, Kiyokatsu Suga 1978 : 5 )

2.6.3 Poros Dengan Beban Torsi Murni

a. Poros Bulat (Pejal)

20
T : torsi (Nm)

J : momen inersia polar (m3)

τ : tegangan geser torsional (N/m2)

r : jari-jari poros (m) = d/2

 4
J=

d= (rumus diameter poros beban torsi murni)

(Spotts, M.F. (1981) Design of machine elements. Fifth Edition. New

Delhi :Prentice-Hall of India Private Limited.)

b. Poros berlubang dengan beban puntir murni


 J= (do4 – di4)

 r=

do : diameter luar

di : diameter dalam

(Spotts, M.F. (1981) Design of machine elements. Fifth Edition. New

Delhi :Prentice-Hall of India Private Limited.)

2.6.4 Poros dengan beban lenturan murni

 Poros pejal dengan beban lentur murni


21
M : momen lentur (Nm)

I : momen inersia (M4)

σb: tegangan lentur (N/m2)

y : jarak dari sumbu netral ke bagian terluar

y=

 4
I=


=


M= . σb . d3


d=

(Spotts, M.F. (1981) Design of machine elements. Fifth Edition. New Delhi

:Prentice-Hall of India Private Limited.)

2.7 Pasak (Key)

Pasak(key) adalah sebuah elemen mesin berbentuk silindris, balok kecil atau silindris

tirus yang berfungsi sebagai penahan elemen seperti puli, sprocket rodagigi atau

kopling pada poros. (Sonawan, H., “Perancangan Elemen Mesin”, 2009).

Pasak merupakan sepotong baja lunak (mild steel), berfungsi sebagai pengunci yang

disisipkan diantara poros dan hub (bos) sebuah roda pulli atau roda gigi agar

keduanya tersambung dengan pasti sehingga mampu meneruskan momen

putar/torsi.Pemasangan pasak antara poros dan hub dilakukan dengan membenamkan

pasak pada alur yang terdapat antara poros dan hub sebagai tempat dudukan pasak

dengan posisi memanjang sejajar sumbu poros.

22
2.7.1 Macam-macam pasak

 Pasak Benam

Pasak jenis ini dipasang terbenam setengah pada bagian poros dan setengah

pada bagian hub.

Terdiri atas beberapa jenis :

a. Pasak Benam Persegi Panjang / Rectangular Sunk Key

(penampang memanjang tirus perbandingan 1 : 1000)

b. Pasak Benam Bujur Sangkar

Bentuknya sama seperti Rectangular sunk key, tetepi lebar pasak sama dengan

tebalnya.

c. Pasak benam sejajar / Parallel sunk key

Sama dengan PB Persegi Panjang tetapi penampang memanjang tidak

tirus).Bentuk seperti ini dimaksudkan agar hub atau sebaliknya poros dapat

digeser satu sama lain di sepanjang sumbu poros.

d. Pasak benam berkepala

Memiliki bentuk yang sama dengan PB Persegi Panjang tetapi dilengkapi kepala

pada salah satu bagian ujungnya. Berfungsi untuk memudahkan proses

bongkar pasang.

e. Pasak benam ikat / Gib head key

Pasak diikat pada poros, bebas pada hub atau sebaliknya agar bagian yang bebas

bisa digerakkan aksial (searah poros).Pasak ini Merupakan pasak tipe

khusus untuk memindahkan torsi/momen putar sekaligus diizinkan adanya

pergerakan aksial disepanjang sumbu poros.

23
f. Pasak Benam Segmen

Pasak ini merupakan jenis pasak yang dapat disetel dengan mudah, karena

pasak dibenam pada alur yang berbentuk setengah lingkaran pada

poros.Jenis ini digunakan secara luas pada mesin-mesin kendaraan dan

perkakas.

Kelebihan dari jenis pasak ini adalah dapat menyesuaikan sendiri dengan

kemiringan (ketirusan) bentuk celah yang terdapat pada hub dan sesuai

untuk poros dengan konstruksi tirus pada bagian ujungnya, karena

mencegah kemungkinan lepasnya pasak.Kekurangannya alur yang terlalu

dalam pada poros akan melemahkan dan tidak dapat difungsikan sebagai PB

Ikat.

 Pasak Tembereng (Woodruff key)

Pasak jenis ini digunakan untuk poros dengan puntir / daya tidak terlalu besar.

 Pasak Pelana (Saddle key)

Pasak ini terdiri dari 2 tipe yaitu :

a. Pasak pelana datar

Merupakan pasak tirus yang dipasang pas pada alur hub dan datar pada

lengkung poros, jadi mudah slip pada poros jika mengalami kelebihan beban

torsi. Sehingga hanya mampu digunakan untuk poros-poros beban ringan

sebagai penyortir beban.

b. Pasak pelana lengkung

Merupakan pasak tirus yang dipasang pas pada alurnya dihub dan bagian sudut

bawahnya dipasang pas pada bagian lengkung poros.

24
 Pasak Bulat (Round key)

Merupakan pasak berpenampang bulat yang dipasang ngepas dalam lubang antara

poros dan hub. Kelebihannya adalah pembuatan alur dapat dilakukan dengan

mudah setelah hub terpasang pada poros dengan cara dibor.Umumnya

digunakan untuk poros yang meneruskan tenaga putar kecil.

Ada dua posisi pemasangannya atau kedudukannya pada poros dan hub, yakni :

a. Dipasang membujur (sejajar sumbu poros)

b.Dipasang melintang (tegak lurus sumbu poros)

 Tangen Key

Pemakaiannya sama seperti pasak pelana, tetapi pasaknya dipasang dua buah

berimpit.

 Pasak Gigi (Spline key)

Pasak jenis ini memiliki kekuatan yang lebih besar dibanding dengan tipe-tipe

lainnya. Karena konstruksi pasaknya dibuat lansung pada bahan poros dan hub

yang saling terkait.Umumnya digunakan untuk poros-poros yang harus

mentrasmisikan tenaga putar besar, seperti pada mesin-mesin tenaga dan sistim

transmisi kendaraan.Bahan pasak dan poros yang digunakan biasanya sama.

Pasaknya yang berjumlah banyak yakni : 4, 6, 8, 10 sampai 16 buah . Karena

hampir menyerupai sehingga sering disebut sebagai pasak gigi (Spline).

Spline pada poros biasanya relatif lebih panjang, terutama bagi hub yang dapat

digeser-geser secara aksial.

Dengan : D = 1,25.d dan b1 = 0,25.D

(Sonawan, H., “Perancangan Elemen Mesin”, 2009).

2.7.2 Hal-hal penting dan tata cara perencanaan pasak

Pasak benam mempunyai bentuk penampang segi empat dimana terdapat bentuk
25
prismatis dan tirus yang kadang-kadang diberi kepala untuk memudahkan

pencabutannya. Kemiringan pada pasak tirus umumnya sebesar 1/100, dan

pengerjaannya harus hati-hati agar naf tidak menjadi eksentrik. Pada pasak yang

rata, sisi sampingnya harus pas dengan alur pasak agar pasak tidak menjadi

goyah dan rusak.Untuk pasak, umumnya dipilih bahan yang mempunyai

kekuatan tarik dari 60 kg/mm2, lebih kuat daripada porosnya. Kadang-kadang

sengaja dipilih bahan yang lemah untuk pasak sehingga pasak akan lebih dahulu

rusak daripada poros atau nafnya. Ini disebabkan harga pasak yang murah serta

mudah menggantinya.

Sebagai contoh ambillah suatu poros yang dibebani dengan puntiran murni atau

gabungan antara puntiran dan lenturan, dimana diameter poros dan pasak serta

alurnya akan ditentukan.

Jika momen rencana dari poros adalah T (kg.mm) dan diameter poros adalah

ds(mm), maka gaya tangensial F (kg) pada permukaan poros adalah :

F= (Sularso, Kiyokatsu Suga 1978 :25 )

Menurut lambang pasak gaya geserbekerja pada penampang mendatar b x l

(mm2) oleh gaya F (kg). Dengan demikiantegangan geser τk (kg/mm2) yang

ditimbulkan adalah :

τk = (Sularso, Kiyokatsu Suga 1978 : 25 )

Dari tegangan geser yang diizinkan τka (kg/mm2) panjang pasak l1 (mm)

yangdiperlukan dapat diperoleh :

τka ≥ (Sularso, Kiyokatsu Suga 1978 : 25 )

26
Gambar 2.2 Gaya geser pada pasak

(Sularso, Kiyokatsu Suga 1978 :25 )

Harga τka adalah harga yang diperoleh dengan membagi kekuatan tarikτBdengan

faktor keamanan Sfk1, Sfk2. Harga Sfk1 umumnya diambil 6, dan Sfk2dipilihantara 1

- 1,5 jika beban dikenakan secara perlahan-lahan, antara 1,5 – 3 jikadikenakan

dengan tumbukan ringan, dan antara 2 – 5 jika dikenakan secara tiba-tibadan

dengan tumbukan berat.

27
Gambar

2.3 Diagram alir untuk merencanakan pasak dan alur pasak

(Sularso, Kiyokatsu Suga 1978 : 26 )

2.8 Bantalan (Bearing)

Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban sehingga putaran

atau gerakan bolak baliknya dapat berlangsung secara halus, aman dan umur pakai
28
panjang. Agar elemen mesin dapat bekerja dengan baik maka bantalan harus

dipasang cukup kokoh.

2.8.1 Klasifikasi Bantalan (Bearing)

1. Berdasarkan gerakan terhadap poros

 Bantalan Luncur

Pada bantalan ini terjadi gerakan luncur antara poros dan bantalan karena

permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantaraan

lapisan pelumas.

Gambar 2.4 Bantalan luncur

 Bantalan Gelinding

Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar dengan

bagian yang diam melalui elemen gelinding.

29
Gambar 2.5 Bantalan gelinding dengan bola
2. Berdasarkan arah beban terhadap poros
 Bantalan Radial

Setiap arah beban yang ditumpu oleh bantalan ini tegak lurus terhadap sumbu

poros.

 Bantalan Aksial

Setiap arah beban yang ditumpu oleh bantalan ini sejajar dengan sumbu poros.

 Bantalan Gelinding Halus

Bantalan ini dapat menumpu beban yang sejajar dan tegak lurus terhadap

poros.

2.8.2 Rumus dasar bantalan

Rumus dasar yang digunakan pada saat perencanaan bantalan yaitu :

 Umur bantalan (L10h)

b
C  10 6
L10 h    x
P 60.n (Sularso : 136)

 Beban equivalen

P = Fs ( X.V.Fr.y.Fa )
(Sularso : 136)

dimana :

b = Konstanta

= 3.0 ( untuk ball bearing )

= 10/3 ( untuk roll bearing )

V = Faktor putaran
30
= 1 ( untuk ring dalam berputar )

= 1.2 ( untuk ring luar berputar )

L10h = Umur bantalan (jam )

C = Beban dinamis ( lb )

P = Beban ekuivalen ( lb )

Fs = Konstanta beban ( beban shock/lanjut )

Fr = Beban radial ( lb )

Fa = Beban aksial ( lb )

X = Konstanta radial

Y = Konstanta aksial

n = Putaran ( rpm )

2.9 Sabuk (Belt)

Belt (sabuk) atau rope (tali) digunakan untuk mentransmisikan daya dari poros yang

satu ke poros yang lain dengan memakai pulley yang berputar pada kecepatan yang

sama atau pada kecepatan yang berbeda. Besarnya daya yang ditransmisikan

tergantung pada faktor berikut:

1. Kecepatan belt

2. Tarikan belt

3. Luas kontak antara belt dan pulley terkecil

4. Kondisi belt yang digunakan

Pemilihan belt yang akan dipasang pada pulley tergantung pada faktor sebagai

berikut:

1. Kecepatan poros penggerak dan poros yang digerakkan

2. Rasio kecepatan reduksi

3. Daya yang ditransmisikan

31
4. Jarak antara pusat poros

5. Layout poros

6. Ketersediaan tempat

7. Kondisi pelayanan

Jenis belt biasanya diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok sebagai berikut:

1. Light drives (penggerak ringan). Ini digunakan untuk mentransmisikan

daya yang lebih kecil pada kecepatan belt sampai 10 m/s seperti pada

mesin pertanian dan mesin perkakas ukuran kecil.

2. Medium drives (penggerak sedang). Ini digunakan untuk mentransmisikan

daya yang berukuran sedang pada kecepatan belt 10 m/s sampai 22 m/s

seperti pada mesin perkakas.

3. Heavy drives (penggerak besar). Ini digunakan untuk mentransmisikan

daya yang berukuran besar pada kecepatan belt di atas 22 m/s seperti

pada mesin kompresor dan generator.

Ada tiga jenis belt ditinjau dari segi bentuknya adalah sebagai berikut:

1. Flat belt (belt datar). Seperti ditunjukkan pada Gambar 1 (a), adalah banyak

digunakan pada pabrik atau bengkel, dimana daya yang ditransmisikan

berukuran sedang dari pulley satu ke pulley yang lain ketika jarak dua pulley

adalah tidak melebihi 8 meter.

2. V-Belt (belt bentuk V). Seperti ditunjukkan pada Gambar 1 (b), adalah

banyak digunakan dalam pabrik dan bengkel dimana besarnya daya yang

ditransmisikan berukuran besar dari pulley yang satu ke pulley yang lain

ketika jarak dua pulley adalah sangat dekat.

3. Circular belt atau rope (belt bulat atau tali). Seperti ditunjukkan pada

Gambar 1 (c), adalah banyak digunakan dalam pabrik dan bengkel dimana

32
besarnya daya yang ditransmisikan berukuran besar dari pulley yang satu ke

pulley yang lain ketika jarak dua pulley adalah lebih dari 8 meter.

Gambar 2.6 Jenis-jenis belt

( Momo Komaro, 2008)

Material yang digunakan untuk belt dan tali harus kuat, fleksibel, dan tahan

lama.Harus juga mempunyai koefisien gesek yang tinggi. Belt, menurut material

yang digunakan dapat diklasifikasikan sesuai dengan yang terlihat pada tabel

berikut:

Tabel 2.5 Material belt dan density

(www.engineersgallery.com/working-stresses-in-belts-density-of-belt-materials)

Koefisien gesek antara belt dan pulley tergantung pada material belt, material pulley,

slip dari belt, dan kecepatan belt. menurut C.G.Barth, koefisien gesek antara leather

belt dan pulley besi cor adalah mengikuti rumus berikut:

μ = 0.54 – (Momo Komaro, 2008)

dimana :

v : kecepatan belt (m/mnt)

Tabel berikut menunjukkan nilai koefisien gesek untuk material belt dan pulley.
33
Tabel 2.6 Koefisien gesek antara belt dan pulley

(www.engineersgallery.com/coefficient-of-friction-between-belt-and-pulley/)

2.10 Pulley

Pulley dapat digunakan untuk mentransmisikan daya dari poros satu ke poros yang

lain melalui sistem transmisi penggerak berupa flat belt, V-belt atau circular belt.

Perbandingan kecepatan (velocity ratio) pada pulley berbanding terbalik dengan

diameter pulley.

Berdasarkan material yang digunakan, pulley dapat diklasifikasikan dalam :

1. Cast iron pulley

2. Steel pulley

3. wooden pulley

4. Paper pulley

2.10.1 Penentuan dimensi pulley

Dimensi pulley pada umumya telah distandarkan oleh pabrik.Ukuran

standard tersebut adalah dimensi dari groove atau alur v belt, pitch diameter.

Sudut alur seperti terlihat pada gambar dibawah.

34
Gambar 2.7 Standar alur dari pulley

(http://siatyana.blogspot.co.id/)

Untuk penentuan diameter pulley yang digunakan dengan menggunakan

perhitungan perbandingan kecepatan putar atau speed rasio (i) sebagai

berikut :

i= = (A.J.Watkins and C.Kitcher : 2001)

dimana :

i : speed ratio / rasio kecepatan putar

n1 : putaran pulley 1 (rpm)

n2 : putaran pulley 2 (rpm)

d : diameter pitch pulley penggerak (mm)

d2 : diameter pulley yang digerakkan (mm)

2.11 Motor Listrik

Motor listrik merupakan sebuah perangkat elektromagnetis yang mengubah energi

listrik menjadi energi mekanik. Energi mekanik ini digunakan untuk, misalnya,

memutar impeller pompa, fan atau blower, menggerakan kompresor, mengangkat

bahan, dan lain sebagainya. Motor listrik digunakan juga di rumah (mixer, bor

listrik, fan atau kipas angin) dan di industri. Motor listrik dalam dunia industri

35
seringkali disebut dengan istilah “kuda kerja” nya industri sebab diperkirakan

bahwa motor-motor menggunakan sekitar 70% beban listrik total di industri.

Dalam memahami sebuah motor, penting untuk mengerti apa yang dimaksud

dengan beban motor listrik. Beban mengacu kepada keluaran tenaga putar/ torque

sesuai dengan kecepatan yang diperlukan. Beban umumnya dapat dikategorikan

kedalam tiga kelompok (BEE India, 2004) :

 Beban torque konstan adalah beban dimana permintaan keluaran energinya

bervariasi dengan kecepatan operasinya namun torque nya tidak bervariasi.

Contoh beban dengan torque konstan adalah conveyors, rotary kilns, dan

pompa displacement konstan.


 Beban dengan variabel torque adalah beban dengan torque yang bervariasi

dengan kecepatan operasi. Contoh beban dengan variabel torque adalah

pompa sentrifugal dan fan (torque bervariasi sebagai kwadrat kecepatan).


 Beban dengan energi konstan adalah beban dengan permintaan torque

yang berubah dan berbanding terbalik dengan kecepatan. Contoh untuk

beban dengan daya konstan adalah peralatan-peralatan mesin.

2.11.1 Jenis-jenis Motor Listrik

Pada dasarnya motor listrik terbagi menjadi 2 jenis yaitu motor listrik

DC dan motor listrik AC. Kemudian dari jenis tersebut digolongkan menjadi

beberapa klasifikasi lagi sesuai dengan karakteristiknya.

36
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alur Penelitian

Untuk mempermudah dalam melakukan penelitian maka dibuatlah


diagram alur penelitian seperti yang terdapat pada gambar flow chart seperti
gambar 3.1 dibawah ini.

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian

37
3.2 Observasi

Untuk mencapai tujuan peneliatian ini, maka perlu dilakukan observasi.


Kegiatan observasi ini merupakan tahap pengumpulan data dan referensi, Hal ini
dilakukan melalui studi literatur atau kepustakaan yang relevan dengan topik
penelitian. Pada tahap ini peneliti mencari sumber-sumber referensi baik teori
yang bersumber dari buku teks, hasil penelitian maupun jurnal yang berkaitan
dengan “Rancang bangun mesin pencacah bulu ayam untuk pembuatan pakan
ternak dari bulu ayam”.

3.3 Sistem Crusher (Pencacah)

3.3.1 Tahap Desain Alat


Dalam pembuatan alat perlu adanya desain terlebih dahulu, hal ini
bertujuan untuk menciptakan tata letak komponen alat yang akan dibuat. Selain
itu, desain alat juga dapat mempersingkat waktu dalam proses pembuatan alat.
Tata letak komponen alat dapat dilihat pada gambar 3.2.

Gambar 3.1 Tata Letak Komponen Alat Sistem Crusher (Pencacah).

3.4Alat dan Bahan

A. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini beserta fungsinya ditunjukkan


pada tabel 3.3 berikut:

38
Tabel 3.1 Tabel Alat Yang Digunakan Pada Sistem Crusher.

NO Alat Fungsi
1 Mesin Las Listrik Menyambungkan plat besi
2 Gerinda Tangan Memotong dan menghaluskan plat besi
3 Bor Tangan Melubangi plat besi
4 Jangka Sorong Mengukur komponen part
5 Penggaris Siku Mengukur sudut part
6 Elektroda Sebagai penghantar arus listrik mesin las listrik
7 Meteran Mengukur panjang besi
8 Kunci L Membuka atau melepaskan baut dengan kepala
lubang segi 6
9 Kunci Ring Membuka atau melepaskan mur dan baut
10 Kunci Pas Membuka atau melepaskan mur dan baut
11 Timbangan Menimbang berat bulu ayam
Digital
12 Pisau Cutter Menyayat bulu ayam

B. Bahan

Bahan yang digunakam dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bahan
yaitu bahan pembuatan alat yang tertera pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Bahan Pembuatan Alat Pada Sistem Crusher.

No Bahan
1 Plat besi (tebal 5 mm)
2 Besi pipa (diameter 3 inci dan 6 inci)
3 Besi profil L (equal 40 X 40 X 3 mm)
4 Besi Pejal (diameter 2,5 inci)
5 Plat Strimin lubang (diameter lubang 3 mm)
6 Mur dan baut
7 Mata pisau mesin planner
8 Motor DC ¼ HP
9 Blower ½ HP
10 Saklar
11 Selang (diameter 2 inci)

39
Pada penelitian ini penggerak pada alat dengan sistem crusher (pencacah)
menggunakan motor DC ¼ HP dan blower ½ HP untuk mendorong hasil cacahan
bulu ayam keluar dari plat strimin (penyaring) dengan spesifikasi:

a. Motor DC

i. Buatan : China

ii. Merek : Modern

iii. Material : Alumunium

iv. Phase : 1 phase / 3 phase

v. Daya : ¼ HP

vi. Arus : 0,9 A ~ 3,3 A

vii. Kecepatan : 2800 r.p.m ~ 3500 r.p.m

viii. Frekuensi : 50 HZ / 60 HZ

ix. Tegangan : 110 V / 220 V / 380 V

x. Berat : 10 kg
DAFTAR PUSTAKA

Adiati, U., W. Puastuti dan I-W. Mathius. 2004. Peluang pemanfaatan tepung bulu ayam
sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Wartazoa. 14(1): 39
– 44.
Atlas, R. M. 1997. Hand Book of Microbiological Media. Second Edition. Lawrence.
Parks.

Barnett, H. L. dan Hunter. B .B. 1972. Illustrated Genera Of Imperct Fungi.


Printed In The United States Of America. Library Of Congress Catalog
Card Number 71- 163710.

Bockle, B., Galunsky, B., dan Muller. R. 1995. Characterization Of A


Keratinolytic Serine Proteinase From Streptomyces pactum. DSM
40530. App. Environ. Microbiol. 61:3705 -3710.
Budiyanto, A. K. 2004. Mikrobiologi Terapan. Universitas Muhammadiyah.
Malang. Burman, K. N. dan Burgess. A. D. 1986. Responses to Amino Acid.
Nutrient
Requirements of Poultry and Nutritional Research. Poultry Sci.
Symposium. Kent TN 15.
Cabel, M.C., Goodwin, T. I., dan Waldroup. P.W. 1988. Feather Meal As A
Nonspecifi Nitrogen Source For Abdominal Fat Reductioan in Broiler
During The Fhinising Period. Poultry Sci 63 : 300 – 306.

Cappuccino, J. G dan Sherman. N. 1987. Microbiology, A Laboratory Manual.


Rockland Community College, State University Of New York.

Card, L.E. 1962. Poultry Production. Lea and Febiger. Philadelphia. London.
Clement. K.M., Somsak., dan Mary. L.B. 2006. Molecular Systematics of
Helicoma,
Helicomyces and Helicosporium and Their Teleomorphs Inferred From DNA
Sequences. Mycologia Society of America. 94-104.

Darkuni, M. Noviar. 2001. Mikrobiologi (Bakteriologi, Virologi dan Mikologi).


Universitas Negeri Malang.

Dozie, I. N .S., Okeke, C. N., dan Unaeze. N. C. 1994. A Thermostabil


Alkaline Active Keratinolytic Proteinase From Crysosporium
Keratinophylum. Word.J. Microbia. Biotechnol. 10 : 563-567.

Diwyanto, K. 2004. Industri Perunggasan Pasca Flu Burung. Badan


Penelitian dan Pengembangan Pusat. Jakarta.

Dwidjoseputro. D. 1984. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Brawijaya. Malang.

Edhy, M. dan Siregar, Z. 2004. Pemanfaatan Hidrolisat Tepung Kepala Udang


dan Limbah Kelapa Sawit Difermentasi Dengan Aspergillus Niger,
Rhizopus oligosporus dan Trichoderma viridae Dalam Ransum Ayam
Pedaging. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Elfia, N., Koentjoko., dan Soehardjono. 2002. Pengaruh Penggunaan Tepung
Bulu dan Papain Dalam Pakan Terhadap Penampilan Ayam Pedaging.
Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.

Fadillah, R. 2004. Kunci Sukses Beternak Ayam Broiler Daerah Tropis. PT.
Agromedia Pustaka. Jakarta.

You might also like