Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
VITA YULIANA PRASTIKA
2613141020
FAKULTAS TEKNIK
BANDUNG
2015
Kata Pengantar
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan karunia–Nya yang telah diberikan kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Atomic Absorption Spectrometry (AAS)” ini dengan baik
dan lancar sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Analitik dan Instrumentasi.
Secara garis besar, makalah ini akan menginformasikan tentang konsep dasar AAS, jenis
– jenis AAS, komponen dalam AAS, logam – logam yang dapat ditentukan dengan AAS, dan lain-
lain.
Namun, saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran selalu saya harapkan untuk memperbaiki makalah ini.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi kita semua, Amiin.
Penulis
Pendahuluan
Perkembangan teknologi dalam bidang analisis kimia semakin meningkat pesat. Analisa
ini bermanfaat untuk mengetahui kualitas maupun kuantitas dari produk yang dihasilkan
sehingga mutu dapat terjaga. Dalam proses analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan
metaloid dari suatu sampel, maka perlu ada teknologi khusus. Salah satunya adalah Atomic
absorption Spectrometry (AAS). Dimana pengukuran jauhnya penyerapan energi cahaya oleh
panjang gelombang tertentu. Dahulu analisis unsur umumnya memakai cara kolorimetri atau
spektroskopis emisi. Sekarang absorpsi atom (AAS) merupakan pilihan utama dalam analisis
unsur, terutama yang berkadar rendah.
Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika menelaah garis –
garis hitam pada spektrum matahari. Selanjutnya Alan Walsh pada tahun 1955 dari Australia
yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis kimia. Sebelumnya ahli kimia
banyak bergantung pada cara spektrofotometrik (metode analisis spektrografik). Cara
tersebut sulit dilakukan, sehingga digantikan dengan atomic absorption Spectrometry (AAS)
atau spektrofotometri serapan atom. Merupakan metode yang popular untuk analisa logam
karena disamping relatif sederhana, juga selektif dan sangat sensitif.
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis menemukan beberapa rumusan
masalah yang akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.
I.III Tujuan
Pembahasan
AAS sering juga disebut dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA), Absorbsi atom
adalah spektroskopi atom yang pertama kali dapat diandalkan untuk menganalisa adanya logam
dalam sampel yang berasal dari lingkungan.
AAS itu sendiri adalah salah satu instrument untuk mengukur konsentrasi usur pada suatu
element yang menggunakan prinsip eksitasi pada atom. Penggunaan AAS ini sekarang cukup
popular, ada yang digunakan untuk cek darah dan urin misalnya pada analisis klinis, untuk industri
pertambangan, industri kimia, dll. Sesuai dengan namanya ini adalah sebuah instrumen yang
menggunakan spektrum cahaya sebagai kompenen utama pengukuran. Prinsipnya adalah serapan
spektra cahaya yang dilakukan oleh Atom – atom, ini yang spesialnya. Jadi kalau dibalik
bahasanya menjadi : instrumen dengan prinsip serapan cahaya oleh atom-atom.
AAS (Atomic Absorption Spectrometry) merupakan salah satu metode analisis kuantitatif
untuk mengetahui keberadaan dan menentukan kadar logam terhadap sampel dengan
memanfaatkan absorpsi radiasi atom bebas, yakni berdasarkan pada penguraian molekul menjadi
atom (atomisasi) dengan energi dari api atau arus listrik.
Bila suatu sinar yang berasal dari sumber cahaya dikenakan pada atom, maka atom akan
menyerap energi cahaya tersebut. Akibatnya elektron pada atom itu akan berpindah dari keadaan
awal (sebelum mengabsorpsi cahaya) ke keadaan eksitasi, yang tereksitasi akan memancarkan
cahaya dengan panjang gelombang tertentu, lalu elektron pada atom kembali ke keadaan awal
(ground state) disebut emisi
Spektrofotometer serapan atom (AAS) merupakan teknik analisis kuantitafif dari unsur-
unsur yang pemakainnya sangat luas di berbagai bidang karena prosedurnya selektif, spesifik,
biaya analisisnya relatif murah, sensitivitasnya tinggi (ppm-ppb), dapat dengan mudah membuat
matriks yang sesuai dengan standar, waktu analisis sangat cepat dan mudah dilakukan. AAS pada
umumnya digunakan untuk analisa unsur, spektrofotometer absorpsi atom juga dikenal sistem
single beam dan double beam layaknya Spektrofotometer UV-VIS. Sebelumnya dikenal fotometer
nyala yang hanya dapat menganalisis unsur yang dapat memancarkan sinar terutama unsur
golongan IA dan IIA. Umumnya lampu yang digunakan adalah lampu katoda cekung yang mana
penggunaanya hanya untuk analisis satu unsur saja.
Dalam AAS kita mengukur serapan (absorbsi) yang dialami oleh seberkas sinar yang
melalui kumpulan atom-atom. Serapan akan bertambah dengan bertambahnya jumlah atom yang
menyerap sinar tersebut.
Sinar tersebut bersifat monokromatis dan mempunyai panjang gelombang (λ) tertentu.
Suatu atom unsur X hanya bisa menyerap sinar yang panjang gelombangnya sesuai dengan unsur
X tersebut. Artinya, sifat menyerap sinar ini merupakan sifat yang khas (spesifik) bagi unsur X
tersebut. Misal : atom Cu menyerap sinar dengan λ = 589,0 nm sedangkan atom Pb menyerap sinar
Cara sederhana untuk menemukan konsentrasi unsur logam dalam cuplikan adalah dengan dengan
membandingkan nilai absorbans (Ax) dari cuplikan dengan absorbansi zat standar yang dikerahui
konsentrasinya.
Ax = Cx
As = Cs
Dimana
Ax = absorban sampel
As = absorban standar
Cx = konsentrasi sampel
Cs = konsentrasi standar
b. Analitik
Diukur blanko, standar, dan sampel dengan cara berikut:
1. Dimasukkan blanko, didiamkan hingga garis lurus terbentuk, kemudian dipindahkan ke
standar 1 ppm hingga data keluar.
2. Dimasukkan blanko untuk meluruskan kurva, diukur dengan tahapan yang sama untuk standar
3 ppm dan 9 ppm. Maka akan didapatkan kurva standar.
3. Dimasukkan ke sampel 1 hingga kurva naik dan belok baru dilakukan pengukuran.
4. Dimasukkan blanko kembali dan dilakukan pengukuran sampel ke 2.
5. Setelah pengukuran selesai, data dapat diperoleh dengan mengklik icon print atau pada baris
menu dengan mengklik file lalu print.
6. Apabila pengukuran telah selesai, aspirasikan air deionisasi untuk membilas burner selama 10
menit, api dan lampu burner dimatikan, program pada komputer dimatikan, lalu main unit aas,
kemudian kompresor, setelah itu ducting dan terakhir gas.
Metode yang digunakan adalah metode Kurva kalibrasi. Dalam metode ini dibuat suatu seri
larutan standar dengan berbagai konsentrasi dan absorbansi dari larutan tersebut diukur dengan
AAS. Sehingga didapatkan kurva kalibrasi dengan persamaan garis lurus : Y = a + bx dimana:
a = intersep
b = slope
x = konsentrasi
3 Pembakar (Burner)
Merupakan alat dimana campuran gas (bahan bakar dan oksida) dinyalakan. Dalam nyala yang
bersuhu tinggi itulah terjadi pembentukan atom-atom analit yang akan diukur. Alat ini terbuat dari
logam yang tahan panas dan tahan korosi. Desain burner harus dapat mencegah masuknya nyala
ke dalam spray chamber. Hal ini disebut ”blow back” dan amat berbahaya. Burner untuk nyala
udara asetilen (suhu 2000 – 22000 C) berlainan dengan untuk nyala nitrous oksida-asetilen (suhu
2900 – 30000 C). Burner harus selalu bersih untuk menjamin kepekaan yang tinggi dan
kedapatulangan (repeatability) yang baik.
5. Detektor
Detektor merupakan suatu sistem yang fungsinya untuk mengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan oleh atom – atom sampel. Detektor berfungsi mengubah sinyal cahaya menjadi
sinyal listrik.
Detektor yang biasa digunakan dalam AAS ialah jenisphotomultiplier tube, yang jauh lebih peka
daripada phototube biasa dan responnya juga sangat cepat (10-9 det).
Ada dua macam detektor sebagai berikut:
1.Detektor cahaya atau foton
Detektor foton bekerja berdasarkan efek fotolistrik, dalam hal ini setiap foton akan membebaskan
elektron (satu foton satu elektron) dari bahan yang sensitif terhadap cahaya. Bahan foton dapat
berupa Si/Ga, Ga/As, Cs/Na.
2.Detektor infra merah dan detektor panas.
Syarat – syarat dari 3 gas diatas yang digunakan dalam atomisasi nyala :
Keuntungan Flame-AAS :
1) Lebih mudah dalam pengoperasian alat
2) Ketelitian dan kepekaan yang cukup tinggi
Kelemahan Flame-AAS :
1) Hanya untuk logam (tidak untuk non-logam)
2) Hanya 5 – 15% sampel hasil nebulisasi yang menjangkau flame (dengan tipe burner
yaitu premix) lalu dilarutkan dengan fuel dan oxidant gas.
3) Volume sampel minimum 0,5 – 1,0 mL agar pembacaannya bagus
4) Sampel yang digunakan tidak bisa dalam fasa gas atau padat (harus dilarutkan
terlebih dahulu)
5) Sampel yang kental, seperti minyak dan darah, perlu dilarutkan dengan pelarut atau
harus wet ashed sebelum sampel dinebulisasi.
6) Efesiensi pengatoman rendah
7) Penggunaan gas mempertinggi biaya operasional
Prosesnya : larutan sampel (1 – 200 𝜇𝑙) diinjeksikan ke dalam tabung grafit, yaitu
dengan memasukkan ujung mikropipet melalui port di outlet water jacket, lalu ke gas
inlet orifice di bagian tengah tube grafit, yang dipasang diantara 2 buah elektroda. Lalu
arus listrik dialirkan sehingga tabung grafit naik suhunya yaitu sampai suhu yang dapat
mengevaporasi pelarut dalam larutan. Arus listrik diatur, digunakan untuk mengatur suhu
dapat mencapai 3000K. Arus listrik akan meningkat ketika pertama kali sampel menjadi
abu, lalu terjadi vaporisasi sehingga dihasilkan atom logam. Sehingga unsur logam dan
metaloid yang dapat diatomkan dalam flame-AAS dapat diatomkan disini dengan
mengatur suhu grafit.
Keuntungan GFAAS :
1. Sampel yang dibutuhkan sangat kecil (0,5 𝜇𝑙)
2. Tidak perlu preparasi sampel, beberapa sampel padat tidak perlu membutuhkan
pelarutan terlebih dahulu
3. Sensitivitas tinggi, 100-1000x batas deteksi dibandingkan dengan flame AAS.
Kekurangan GFAAS :
1) Terjadi loss analit pada tahap ashing, yaitu senyawa volatil (As, Se, Tl, dan Hg)
2) Tidak semua sampel teratomisasi, tetapi akan menghasilkan “memory effect” dengan
furnace.
3) Presisinya lebih jelek dibandingkan dengan flame-AAS.
3) Udara-propana = pembentukan atom alkali atau lebih baik untuk logam yang mudah
dikonversi menjadi keadaan uap atom seperti Li, Na, K, Rb, dan Cs.
Unsur Panjang gelombang (nm) LOD – AAS (ppb)
Bi 223,061 50
Ca 422,673 2
Zn 213,856 2
Co 240,725 5
Sn 224,605 30
Keterangan:
LOD = Limit of Detection – Batas Deteksi merupakan konsentrasi terkecil yang
berbeda dari blank yang secara statistik dapat dideteksi. LOD ini dihitung
berdasarkan 2x standar deviasi dari pengukuran sedikitnya 10x larutan blank.
2. Hydride Generation Methode
Logam As, Sb, Se, Sn, Te, Bi dan Ge, yang membentuk senyawa volatil.
3. Graphite Furnace AAS
Unsur-unsur yang dapat dianalsis dengan menggunakan GFAAS adalah sama dengan
unsur-unsur yang dapat dianalisis dengan flame-AAS. Unsur-unsur yang sama sekali
tidak dapat dianalisis, yaitu tungsten, Hf, Nd, Ho, La, Lu, Os, Br, Re, Sc, Ta, U, W, Y,
dan Zr. Karena unsur tersebut dapat bereaksi dengan graphit.
4. Vapour Generation methode
a. Metode Penguapan Merkuri (Mercury Generation Methode) = logam Hg
Metode yang dipakai dalam analisa dengan AAS ini menggunakan metode adisi standar.
Metode ini dipilih karena dapat meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan
matriks sampel dengan standar yang digunakan. Metode ini dilakukan dengan menambahkan
larutan standar ke dalam sampel dan melakukan pengukuran absorbansi terhadap campuran
sampel dan larutan standar tersebut. Larutan standar yang digunakan dalam percobaan adalah
larutan CuSO4 1 M. Larutan ini dipilih karena merupakan standar bagi logam Cu. Metode ini
menggunakan volume larutan smpel yang tetap yakni 10 ml, sementara larutan standar yang
Hasil analisa AAS terhadap larutan – larutan di atas akan memberikan nilai absorbansi
dan transmitan. Dari data absorbansi yang diperoleh tersebut, dapat dihitung konsentrasi Cu
dalam larutan sampel. Perhitungan ini dilakukan melalui perbandingan nilai absorbansi pada
berbagai larutan sampel sesuai persamaan 5,6 dan 7. Kecenderungan yang tampak dari
perhitungan tersebut adalah konsentrasi Cu semakin besar seiring dengan penambahan volume
larutan standar. Padahal seharusnya nilai konsentrasi tersebut harusnya sama. Perbedaan ini
disebabkan oleh konsentrasi sampel yang tinggi sehingga mempengaruhi hasil konsentrasi Cu
sehingga konsentrasi yang didapat berbeda-beda, hal ini dikarenakan seharusnya AAS digunakan
untuk larutan dengan konsentrasi rendah (menggunakan ppm). Perhitungan tersebut dapat
digunakan untuk mencari kadar rata – rata Cu dalam sampel, yakni sebesar 0,62 M.
Nilai transmitan menunjukkan besarnya besarnya sinar yang ditransmisikan oleh sampel.
Makin kecil nilai transmitan maka makin banyak sinar yang diabsorpsi oleh larutan. Pada tabel
menunjukkan bahwa nilai transmitan terendah terjadi pada absorbansi A3 yakni sebesar 0,4659
% dengan nilai transmitan rata-rata 0,5016%.
Kesimpulan