You are on page 1of 26

LAPORAN KASUS

SPORT AND WELLNESS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST ANTERIOR CRUCIATUM


LIGAMENT RECONSTRUCTION DAN PARTIAL MEDIAL MENISEKTOMI KNEE
DEXTRA

DI ROYAL SPORT MEDICINE CENTRE


JAKARTA 2018

OLEH:

Alfian indrayuda ()

Dewa Ayu Puspita Sari (1302306015)

Ni Wayan Mira Resdiani ()

Ni Putu Dyan Padma Yani (1302306051)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST ANTERIOR


CRUCIATUM LIGAMENT RECONSTRUCTION PARTIAL MENISEKTOMI MEDIAL
KNEE DEXTRA DI ROYAL SPORT MEDICINE CENTRE, JAKARTA TAHUN 2018

Laporan ini telah diujikan dalam konferensi kasus pada tanggal 09 bulan Agustus tahun 2018

Penguji,

(Ahmad Syafei, SST.Ft)


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Post Anterior Cruciatum Ligament
Recontruction dan partial menisektomi medial Knee Dextra di Royal Sport Medicine
Centre Jakarta 2018”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyusunan laporan ini
tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan
segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terkait, yaitu kepada:
1. dr. IGM. Febry Siswanto, Sp.OT., dr. Bobby Nelwan, Sp.OT., Dr. dr Rika
Haryono, Sp.KO., dr. Yanuarso, Sp.OT, dan dr. Evan, Sp.OT., M.Kes
selaku Dokter yang bertanggung jawab di Royal Sport Medicine Centre.
2. Ahmad Syafei, SST.Ft selaku Pembimbing lapangan atau Clinical
Educator di Royal Sport Medicine Centre yang telah banyak memberi
petunjuk dan bimbingan dalam penyusunan laporan ini.
3. Priska Priscilia Meliala, S.Ft., dan Rudiyus Suseno, S.Ft, Aryo Nugroho,
S.Ft, Rheza Arista. STr.Ft yang telah memberikan saran dan masukan
dalam pembuatan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak penulis sangat
harapkan.

Jakarta, agustus 2018

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan


terstruktur yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk
meningkatkan kebugaran jasmani. Dalam olahraga tidak hanya melibatkan
sistem muskuloskeletal semata, namun juga mengikutsertakan sistem lain
seperti sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem ekskresi, sistem saraf dan
masih banyak lagi. Olahraga mempunyai arti penting dalam memelihara
kesehatan dan menyembuhan tubuh yang tidak sehat (Mutohir & Maksum,
2007). Salah satu olahraga yang sering dilakukan oleh seseorang yaitu sepak
bola.
Sepak bola adalah suatu permainan yang dilakukan dengan jalan
menyepak bola kian kemari untuk diperebutkan di antara pemain-pemain yang
mempunyai tujuan untuk memasukkan bola ke gawang lawan dan
mempertahankan gawang sendiri agar tidak kemasukan bola. Cedera adalah
suatu akibat daripada gaya-gaya yang bekerja pada tubuh atau sebagian
daripada tubuh dimana melampaui kemampuan tubuh untuk
mengatasinya, gaya-gaya ini bisa berlangsung dengan cepat atau jangka lama.
Cedera adalah sesuatu kerusakan pada struktur atau fungsi tubuh karena suatu
paksaan atau tekanan fisik maupun kimiawi yang terjadi dengan sebab atau
akibat dari perbuatan sendiri. Cedera olahraga terjadi akibat
ketidakseimbangan antara beban kerja dengan kemampuan jaringan tubuh yang
melakukan aktivitas olahraga sehingga dapat mengakibatkan terganggunya
sistem muskuloskeletal yang meliputi otot, tulang, sendi, tendon, ligamen serta
jaringan ikat yang mendukung dan mengikat jaringan dan organ (Keith, 2017).
Cedera yang terjadi pada olahraga permainan sepak bola antara lain
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: kondisi alam atau lingkungan yang
kurang kondusif,
bodycontac antar pemain atau dengan objek lain, taktik atau teknik dasar
yang salah, salah jatuh, beban latihan yang berlebihan (overload ), kelelahan
(overtraining ), kurang pemanasan-penguluran-pendinginan, atau penggunaan
perlengkapan olahraga (equipment ) yang salah. Cedera yang terjadi dalam
cabang olahraga permainan sepak bola ini dapat terjadi pada beberapa bagian,
antara lain: (1) cedera pada bagian kepala, misalnya: gagar otak ringan/berat,
mimisan pada hidung, pendarahan pada rongga mulut, (2) cedera pada bagian
badan, misalnya: pada leher, pada punggung, pada dada atau bahu, (3) cedera
pada bagian lengan tangan, misalnya: pergelangan tangan, jari-jari tangan,
siku, dan (4) cedera pada bagian tungkai-kaki, misalnya: tungkai atas, lutut,
ankle , jari-jari kaki, dan telapak kaki (Giam,1992).
Salah satu cedera ligament pada lutut yang paling sering terjadi yaitu
Rupture Anterior Cruciatum Ligament (ACL). Di Indonesia, menurut data dari
Rumah Sakit Olahraga Nasional (RSON) pada tahun 2015 menunjukkan dari
86 atlet yang mengalami cidera pada lutut, 12 atlet atau sebanyak 13%
mengalami ruptur ACL. Ruptur ACL adalah robeknya atau koyaknya ACL
yang di akibatkan karena trauma (Dorland, 2014). Oleh karena itu, ruptur ACL
dapat mengakibatkan sendi lutut menjadi tidak stabil sehingga tulang tibia
dapat bergerak secara bebas (McMillan, 2013). Pemain basket memiliki resiko
tinggi terhadap cedera ACL. Seperti yang ditunjukkan oleh hasil penelitian dari
Borowski LA, Yard EE, Fields SK dan Comstock RD dari NCBI (2008: 1)
cedera olahraga yang terjadi pada cabang bola basket sebagai berikut: Ankle
(39,7 %), lutut (14,7 %), kepala (13,6 %), lengan dan tangan (9,6 %), dan kaki
bagian atas (8,4 %). Diagnosis yang paling sering adalah cedera ligamen
terkilir (44,0 %), strain otot dan tendon (17,7 %), memar (8,6 %), patah tulang
(8,5 %), dan gegar otak (7,0 %). Cedera yang terjadi dan diuraikan di atas,
dialami pula pada pemain bola basket baik dalam berlatih maupun bertanding.

Sebagian besar cedera ACL memerlukan tindakan operasi. Standar


operasi rekonstruksi ACL yang biasa dipakai adalah teknik arthroskopi.
Problematika yang ditimbulkan dari Post Reconstruction ACL yaitu adanya
nyeri gerak, menurunnya kekuatan otot penggerak fleksor dan ekstensor lutut,
keterbatasan lingkup gerak sendi (Range of Motion) sehingga akan
menyebabkan kesulitan pada saat berdiri, berjalan dan kembali berolahraga.
Range of motion (ROM) adalah derajat maksimum yang dapat dicapai oleh
tulang, otot dan sendi dalam melakukan pergerakan pada salah satu bidang
tubuh yaitu frontal, sagital dan transversal.
Sesuai dengan Permenkes nomor 65 tahun 2015 pasal 1, yang
menyatakan bahwa Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang
ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan,
memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang
kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan
gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi, dan
komunikasi. Maka dari itu penulis berpendapat bahwa peran fisioterapi disini
sangat dibutuhkan untuk dapat membantu pemulihan Post Anterior Cruciatum
Ligament Reconstruction (ACL).

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan fisioterapi pada kasus
Post Anterior Cruciatum Ligament Reconstruction Knee Dextra.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui diagnosis dan problematika fisioterapi pada kasus
Post Anterior Cruciatum Ligament Reconstruction dan partial
menisektomi medial Knee Dextra.
2. Untuk mengetahui prosedur assessment fisioterapi pada kasus Post
Anterior Cruciatum Ligament Reconstruction dan partial
menisektomi medial Knee Dextra serta menerapkan intervensi dan
mengevaluasi hasil intervensi yang telah dilakukan pada kasus Post
Anterior Cruciatum Ligament Reconstruction dan partial
menisektomi medial Knee Dextra.

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1 Pasien
1. Pasien dapat memperoleh penanganan yang tepat sesuai dengan
target yang ingin dicapai.
2. Pasien atau keluarga dapat mengetahui dan memahami tentang
kondisi yang diderita saat ini sehingga pasien atau keluarga dapat
memahami tindakan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan agar
tidak memperburuk kondisi pasca operasi.
3. Pasien dapat mengetahui tentang perkembangan penyembuhan
secara bertahap yang terjadi setelah diberikan penanganan
fisioterapi.
4. Pasien dapat mengetahui tentang manfaat yang didapat dari masing-
masing latihan yang diberikan dalam penanganan fisioterapi.

1.3.2 Penulis
1. Penulis dapat menambah pengetahuan tentang penanganan yang tepat
serta pencegahan terkait kasus Post Anterior Cruciatum Ligament
Reconstruction Knee Dextra.
1.3.3 Fisioterapi
1. Dapat dijadikan sebagai salah satu refrensi tindakan fisioterapi
dalam penanganan Post Anterior Cruciatum Ligament
Reconstruction Knee Dextra.
2. Dapat memberikan pelayanan Fisioterapi dengan pemberian
intervensi yang tepat pada kasus Post Anterior Cruciatum Ligament
Reconstruction Knee Dextra.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Anatomi dan Fisiologi Lutut


2.1.1 Persendian pada Lutut

Lutut merupakan sendi terbesar dari sendi tubuh lainnya. Sendi ini
terletak di antara sendi ankle dan sendi hip yang berperan sebagai stabilisator
dan penggerak. Sendi lutut merupakan sendi sinovium yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut : a. Permukaan artikular dilapisi tulang rawan hialin, b.
Mempunyai kapsul sendi, c. Mempunyai membran sinovium yang
memproduksi cairan sinovium, d. Intra-artikular di beberapa sendi terdapat
meniscus yang berfungsi sebagai peredam kejut, e. Persarafan umumnya dari
saraf yang memasok otot-otot yang bekerja pada sendi, f. Akhir saraf atau
nerves ending mechanoreceptors terdapat pada kapsul dan ligamen,
proprioceptor sebagai sensasi posisi dan gerak, serta nociceptor sebagai sensasi
sakit, ada pula ujung saraf simpatik saraf otonom. Semua komponen tersebut
memiliki pembuluh darah sebagai suplai nutrisi, kecuali tulang rawan sendi
yang diketahui memperoleh nutrisi dari cairan sinovium yang juga berfungsi
sebagai pelumas (Suriani & Lesmana, 2013).

Gambar 1. Persendian pada lutut


2.1.2 Tulang Pembentuk Sendi Lutut
Sendi lutut kompleks terdiri atas sendi tibiofemoral, sendi
patelofemoral dan sendi proksimal tibiofibular. Sendi-sendi tersebut dibentuk
oleh beberapa tulang seperti tulang femur, tibia, patela dan fibula. Untuk tulang
femur, pada ujung distal terdiri atas dua kondilus besar, yakni kondilus
medialis dan kondilus lateralis. Lekukan interkondilaris memisahkan bagian
posterior dari kondilus medialis dan laterlis, serta pada bagian anterior, terdapat
alur patela sebagai tempat patela meluncur. Kedua kondilus tersebut
panjangnya tidak sama. Pada tampak depan, kondilus medial jauh lebih
panjang dari pada kondilus lateral, sehingga ketika berdiri dengan permukaan
kondilus femur dan tibia, akan terbentuk sudut valgus sekitar 10°. Perbedaan
panjang kedua kondilus tersebut berperan dalam rotasi dan mekanisme
penguncian lutut (Darlene & Randolph, 2006). Tulang-tulang pembentuk sendi
lutut sebagai berikut:
a. Tulang Femur
Tulang femur merupakan tulang terpanjang dan terbesar dalam
tulang kerangka, yang bertugas meneruskan berat tubuh dari tulang coxae ke
tibia sewaktu berdiri. Bagian proksimal dari tulang ini terdiri dari caput femoris
yang bersendi dengan acetabullum, collum femoris dan dua trochanter yaitu
trochanter major dan trochanter minor. Ujung distal tulang femur berakhir
menjadi dua condylus yaitu condylus medialis dan condylus lateralis (Higgins,
2011). Di antara kedua condylus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang
tempurung lutut (patella) yang disebut dengan fossa condylus (Pearce, 2011).
b. Tulang Tibia
Tulang tibia merupakan tulang yang menghubungkan antara femur
dengan pergelangan kaki dan tulang-tulang kaki, serta merupakan tulang
penyangga beban. Bagian proksimal tulang ini bersendi dengan condylus femur
dan melekat dengan tulang fibula. Sementara pada bagian distal terdapat
tonjolan yang disebut dengan maleolus medialis dan bagian distal bersendi
dengan talus (Pearce, 2011).
c. Tulang Fibula
Ujung proksimal fibula, disebut head of fibula, bergabung dengan
permukaan lateral dari head of tibia. Bagian distal menyerupai ukuran head of
fibula tetapi lebih datar, menggembung pada bagian bawah sisi ankle yang
disebut maleolus lateralis (Pearce, 2011).
d. Tulang Patella
Patella merupakan tulang sesamoid terbesar pada tubuh manusia. Tulang
ini berbentuk segitiga yang basisnya menghadap ke proksimal dan apex atau
puncaknya menghadap ke distal. Tulang ini mempunyai dua permukaan, yang
pertama menghadap ke sendi (facies articularis) dengan femur dan yang kedua
menghadap kedepan (facies anterior). Facies anterior dapat dibagi menjadi tiga
bagian dan bergabung dengan tendon quadricep. Pada sepertiga atas
merupakan tempat perlekatan tendon quadriceps, pada sepertiga tengah
merupakan tempat beradanya saluran vascular dan pada sepertiga bawah
termasuk apex merupakan tempat melekatnya ligamen patella. Fungsi patella di
samping sebagai perekatan otot-otot atau tendon adalah sebagai pengungkit
sendi lutut. Pada posisi fleksi lutut 90o, kedudukan patella di antara kedua
condylus femur dan saat extensi maka patella terletak pada permukaan anterior
femur (Pearce, 2011).

Gambar 2. Tulang pada lutut


2.1.3 Ligamen dan Kapsul Sendi Lutut
1. Ligamen
Ligamen mempunyai sifat extensibility dan tensile strength yang
berfungsi sebagai pembatas gerakan dan stabilisator pasif sendi. .Ligamen
berdiri sendiri dan merupakan penebalan dari tunica fibrosus. Lutut memiliki
beberapa ligamen, di antaranya :
a. Anterior cruciatum ligament yang berorigo pada anteromedial tibia
plateau dan berinsersio pada posterolateral condylus lateralis femur. ACL
berfungsi mencegah translasi tibia ke arah anterior terhadap femur, menahan
eksorotasi tibia pada saat fleksi lutut, menahan hiperekstensi lutut dan
membantu saat rolling dan gliding sendi lutut (McMillan, 2013).
b. Posterior cruciatum ligament yang berorigo pada posterolateral apex
tibia dan berinsersio pada anteromedial condylus medial femur. PCL memiliki
fungsi utama mencegah translasi tibia ke arah posterior terhadap femur, PCL
juga membantu mencegah hiperekstensi dan gerakan memutar dari lutut (Putz
and Pabst, 2008).

Gambar 3. Ligament pada lutut

c. Medial collateral ligament merupakan ligamen yang lebar, datar, dan


memiliki membranosus band yang terletak pada sisi medial sendi lutut.
Ligamen ini terletak lebih posterior di permukaan medial sendi tibiofemoral,
yang melekat pada condylus medial femur di bawah tuberculum adductor dan
ke bawah menuju condylus medial tibia serta pada medial meniscus. Seluruh
MCL menegang pada gerakan penuh ROM ekstensi lutut. Ligamen ini sering
mengalami cedera, cedera ligamen ini sering menyertai cedera meniscus
medialis dan fungsinya untuk menjaga gerakan ekstensi dan mencegah gerakan
lutut ke arah valgus (Putz and Pabst, 2008).
d. Lateral collateral ligament merupakan ligamen penunjang utama pada
sisi lateral lutut. Ligamen ini berada di sepanjang bagian lateral sendi lutut, dari
lateral bagian inferior femur ke bagian superior fibula. Fungsi utama LCL
adalah memberikan stabilitas pada persendian ketika lutut didorong keluar.
Ligamen ini juga mencegah permukaan luar dari sendi lutut agar tidak terbuka
(gapping). Cedera pada LCL menyebabkan ketidakstabilan lutut, di mana tibia
cenderung membentuk gerakan varus (Putz and Pabst, 2008).

Gambar 4. Anatomi MCL dan LCL

e. Oblique popliteal ligament berasal dari condylus lateralis femur


menuju ke insersio musculus semi membranosus, melekat pada fascia
musculus popliteum.
f. Transverse ligament of knee membentang pada permukaan anterior
meniscus medialis dan lateralis (Putz and Pabst, 2008).
Gambar 5. Anatomi OPL dan TL
2. Kapsul Sendi
Kapsul sendi lutut terdiri dari dua lapisan yaitu:
a. Stratum fibrosum yang merupakan lapisan luar dari kapsul
sendi dan berperan sebagai penutup atau selubung.
b. Stratum sinovium yang bersatu dengan bursa
suprapatelaris. Stratum sinovium ini merupakan lapisan
dalam yang berfungsi memproduksi cairan sinovium untuk
melicinkan permukaan sendi lutut. Kapsul sendi lutut ini
termasuk jaringan fibrosus yang avaskular sehingga jika
cedera, sulit untuk proses penyembuhan (Putz and Pabst,
2008).

Gambar 6. Kapsul Sendi pada Lutut


2.1.4 Otot-Otot Penggerak Sendi Lutut
Otot merupakan suatu jaringan yang dapat dieksitasi yang kegiatannya
berupa kontraksi, sehingga otot dapat digunakan untuk memindahkan
bagianbagian skelet yang berarti suatu gerakan dapat terjadi. Hal ini terjadi
karena otot mempunyai kemampuan untuk eksten-sibilitas, elastisitas, dan
kontraktilitas (Putz and Pabst, 2008).
Lutut diperkuat oleh dua group otot besar yaitu group ekstensor dan
group flexor lutut. Otot quadrisep berperan penting dalam meneruskan
beban melintasi sendi lutut. Otot quadrisep merupakan otot ekstensor utama
sendi lutut yang sangat penting untuk menjaga stabilitas dan fungsi sendi
lutut. quadricep femoris terdiri dari empat otot yaitu rektus femoris, vastus
medialis, vastus lateralis dan vastus intermedialis adalah otot penggerak
utama sendi lutut yang terletak di bagian anterior, bagian posterior adalah
musculus biceps femoris, musculus semitendinosus, musculus
semimembranosus, musculus Gastrocnemius, bagian medial adalah otot pes
anserinus yang terdiri musculus Sartorius, gracilis dan semi tendinosus, dan
bagian lateral adalah musculus Tensorfacialatae (Syaifuddin, 2013).
Otot – otot mempunyai fungsi pada sendi lutut sebagai Flexi - flexor
adalah M. biceps femoris, m. semitendinosus, m. semimembranosus,
dibantu oleh m. gracilis, m. sartorius, dan m.popliteus. flexi dibatasi oleh
kontak bagian belakang tungkai bawah dengan tungkai atas. Dan Extensi -
extensor adalah M. quadriceps femoris. Extensi dihambat oleh kekuatan
seluruh ligamentum ligamentum utama sendi. Rotasi Medial lutut adalah M.
sartorius, m. gracilis dan m. semitendinosus kemudian Rotasi Lateral
dlakukan oleh peran M. biceps femoris (Safrin dan Sriyani, 2013, Putz and
Pabst, 2008).
Otot quadrisep merupakan otot yang sangat besar dan kuat yang
mampu menerima beban sampai 4450 Newton atau 2200 kg. Mekanisme
otot quadrisep menstabilkan patela pada semua sisi dan mengatur gerakan
antara patela dan femur. Mekanisme kerja quadrisep ini dibutuhkan seperti
saat berjalan otot quadriceps memberi control fleksi lutut saat initial contact
(loading respons) kemudian ektensi lutut untuk midstance kemudian
preswing heel-off to toe off pada aktifitas berjalan dan dalam
mempertahankan fungsi sendi lutut saat melakukan gerakan closed-kinetic
chain untuk mengangkat atau menurunkan tubuh, dan jika fungsi otot
quadriceps terganggu tentu control gerak tersebut tidak dapat dilakukan
dengan benar. (Kisner and Colby, 2013)
Otot hamstring mengontrol ayunan kaki kedepan selama terminal
swing, hamstring juga memberi support pada posterior sendi lutut ketika
lutut extensi selama phase stance. Kelemahan otot hamstring dapat
menimbulkan genu recurvatum (Kisner and Colby, 2013).

Gambar 7. Anatomi Hamstring dan Quadriceps

Selain gerak fleksi dan ekstensi, terdapat gerakan rotasi yang terdiri
dari rotasi internal dan rotasi eksternal. Rotasi internal terjadi karena adanya
kontraksi dari otot-otot rotator internal yang terdiri dari m.
semimembranosus, m. semitendinosus, m. gracilis, m. sartorius, m.
popliteus dan otot-otot sekunder m. gluteus minimus bagian anterior dan
medius, m. adductor longus, m. adductor brevis dan m. pectineus.
Sedangkan rotasi eksternal dilakukan oleh m. biceps femoris dan dibantu
oleh m. tensor fasciae latae, m. gluteus maximus, m. gluteus medius bagian
posterior, m. gluteus minimus dan m. obturator externus (Pearce, 2011).
2.1.5 Suplai Darah
Suplai darah pada sendi lutut berasal dari anastomose pembuluh darah
disekitar sendi ini. Dimana sendi lutut menerima darah dari descending
genicular arteri femoralis, cabang-cabang genicular arteri popliteal dan cabang
descending arteri circumflexia femoralis dan cabang ascending arteri tibialis
anterior. Aliran vena pada sendi lutut mengikuti perjalanan arteri untuk
kemudian akan memasuki vena femoralis. (Guyton and Hall, 2011).
2.1.6 Biomekanik
Aksis gerak fleksi dan ekstensi terletak di atas permukaan sendi, yaitu
melewati condylus femoris. Sedangkan gerakan rotasi aksisnya longitudinal
pada daerah condylus medialis. Secara biomekanik, beban yang diterima sendi
lutut dalam keadaan normal akan melalui medial sendi lutut dan akan
diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral, sehingga resultannya akan jatuh di
bagian sentral sendi lutut (Kisner and Colby, 2013).
a. Osteokinematika
Osteokinematika merupakan gerak sendi yang dipandang dari gerakan
tulangnya dan merupakan gerakan fisiologis sendi. Lutut merupakan hinge
joint dengan gerak rotasi ayun dalam bidang sagital dan menghasilkan gerakan
fleksi lutut dengan nilai ROM normal 130º-140º dan soft end feel juga posisi
hiperekstensi berkisar antara 5º-10º dalam batas normalnya dengan elastic end
feel, selain rotasi ayun lutut juga mempunyai gerak rotasi spin dalam bidang
tranversal pada posisi lutut fleksi dan menghasilkan gerakan internal rotasi 15º-
30º dengan elastic end feel dan eksternal rotasi 40º-45º pada posisi awal, mid
posisi dengan elastic end feel. Pada gerak akhir ektensi terjadi eksternal rotasi
yang dikenal sebagai closed rotation (Kisner and Colby 2013).
b. Arthrokinematika

Arthrokinematika merupakan gerakan pada permukaan sendi. Condylus


tibiofemoral yang tidak simetris dan permukaan sendi femur yang lebih besar
daripada permukaan sendi tibia menunjukan bahwa ketika condylus femur
bergerak pada condylus tibia (dengan kondisi menumpu berat badan), condylus
femur harus rolling dan sliding terhadap condylus tibia. Pada saat gerak fleksi,
condylus femur rolling ke posterior dan sliding ke anterior. Meniskus pada
sendi lutut mengikuti rolling dari condylus dengan bergerak ke posterior saat
fleksi. Saat ekstensi, condylus femur rolling ke anterior dan sliding ke
posterior. Pada akhir ekstensi, gerakan terhenti pada condylus lateral femur tapi
sliding berlanjut pada condylus medial femur untuk mengunci sendi lutut. Pada
gerak aktif tanpa menumpu berat badan, terjadi sliding oleh permukaan sendi
tibia yang konkaf terhadap condylus femur yang konveks. Condylus tibia
rolling dan sliding ke posterior terhadap condylus femur saat gerak fleksi. Dari
fleksi penuh ke ekstensi, condylus tibia rolling dan sliding ke anterior pada
terhadap condylus femur (Kisner and Colby 2013).
2.1.7 Range of Motion Knee Joint
Range of motion merupakan bagian integral dari gerakan manusia. Agar
seorang individu dapat bergerak secara efisien dan dengan sedikit usaha,
berbagai gerakan penuh di persendian adalah suatu keharusan. Selain itu, ROM
yang tepat memungkinkan sendi beradaptasi lebih mudah terhadap tekanan
yang dikenakan pada tubuh, serta mengurangi potensi cedera. ROM full di
sepanjang sendi, tergantung pada dua komponen yaitu ROM dan panjang otot.
ROM adalah gerakan yang tersedia pada sendi tunggal dan dipengaruhi oleh
struktur tulang terkait dan karakteristik fisiologis dari jaringan ikat.
mengelilingi sendi. Jaringan ikat penting yang membatasi jangkauan sendi
gerak termasuk ligamen dan kapsul sendi. ROM adalah derajat maksimum
yang dapat dicapai oleh tulang, otot dan sendi dalam melakukan pergerakan
pada salah satu bidang tubuh yaitu frontal, sagital dan transversal (Soucie,
2010).
Pada sendi lutut, gerakan yang terjadi pada bidang sagital
dengan nilai ROM
s
ebag
ai
beri
kut:
F
l
e
k
s
i- : 0o – 135o/150o
E
k
s
t
e- : 0o – 15o
n
s
i

- Rotasi medial : 20o – 30o

- Rotasi lateral : 30o – 40o

2.2
…………………………………………………………………………………
………………………..
2.3 Meniskus tear

2.3.1 Definisi

Cedera meniskus merupakan cedera yang sering terjadi pada olahraga


yang melibatkan gerakan berputar dan squat seperti pada basket, sepak bola
atau bulu tangkis. Mekanisme cedera meniskus adalah akibat gerakan berputar
dari sendi lutut dan juga akibat gerakan squat atau fleksi (menekuknya) sendi
lutut yang berlebihan. Gejalanya dapat berupa terdapat pembengkakan
terutama pada bagian lutut, nyeri di sepanjang garis sendi lutut, dan lutut terasa
seperti terkunci (Wedro, 2017). Jenis-jenis sobekan pada meniscus yakni :

a. Radial tear

b. Flap tear

c. Double flap tear

d. Discoid meniscus

e. Peripheral tear
f. Degenerative tear

g. Repair peripheral tear

h. Horizontal flap tear

i. Displacement flap tear

j. Longitudinal tear (displacement bucket handle)

Gambar 2. Jenis sobekan pada meniskus (Wedro, 2017).

2.3.2 Anatomi dan Fisiologi Meniscus


Meniskus adalah bantalan tulang rawan / sendi lutut yang berbentuk
seperti cincin yang berfungsi seperti shock absorber/penahan benturan untuk
melindungi lutut.Meniskus juga penting bagi stabilitas lutut. Ada satu meniscus
pada setiap sisi sendi lutut. Meniscus berbentuk C yang berada di medial knee
dan berbentuk U berada di lateral knee. Meniscus melindungi tulang rawan
artikular pada permukaan tulang femur dan tulang tibia. Artikular tulang rawan
adalah materi halus, licin yang menutupi ujung tulang yang membentuk sendi
lutut. Artikular tulang rawan sendi memungkinkan permukaan untuk saling
bergesekkan terhadap satu sama lain tanpa merusak permukaan. Sebagian
besar, meniscus adalah avascular, yang artinya tidak ada aliran pembuluh
darah. Hanya permukaan luar dari meniscus saja yang mendapat sedikit
pasokan darah, dan daerah ini disebut zona merah. Bagian meniscus, paling
dekat dengan pusat lutut, disebut juga zona putih, yang tidak memiliki aliran
pembuluh darah sama sekali. Meskipun tepi luar meniscus (zona merah)
memiliki peluang bagus penyembuhan, namun kerusakan lebih lanjut sehingga
menuju ke bagian pusat meniscus, tidak akan sembuh dengan sendirinya.
Kerusakan zona putih meniscus sering membutuhkan pembedahan. Ketika
meniskus rusak, maka sendi lutut dapat menjadi longgar, atau tidak stabil
(Michael, 2014).
Gambar 3. Anatomi meniskus (Michael, 2014).

2.3.3 Epidemiologi

Frekuensi & prevalensi yang tepat belum diketahui, namun insiden


terbanyak dijumpai pada dewasa dengan aktvitas olahraga. Dan jarang pada
anak - anak di bawah usia 10 tahun. Kasus ini juga bisa dijumpai pada usia
lebih dari 55 tahun. Umumnya banyak terjadi pada laki-laki. Lesi meniscus ini
dapat berdampak terhadap kehilangannya waktu untuk
bekerja/olahraga/berkegiatan (Wedro, 2017).
2.3.4 Etiologi

Meniscus tear dapat terjadi akibat daripada aktivitas yang menyebabkan


lututnya berputar dengan tekanan yang tinggi ataupun berputar dengan agresif.
Bahkan berlutut, berjongkok, dan mengangkat sesuatu yang berat juga boleh
menyababkan meniscus injury. Meningkatan berat badan dan kegiatan rutin
sehari- hari seperti berjalan dan meningkatkan potensi memanjat tangga juga
menyebabkan tekanan lebih pada meniskus. Selain itu meniskus injury juga
dapat terjadi akibat kegiatan atletik, terutama dalam olahraga seperti sepak
bola, tenis, hoki, bola basket dan golf. Pada usia yang lanjut, perubahan
degenerative pada lutut akan juga menjadi penyebab meniscus injury (Johnson,
2011).
2.3.5 Patofisiologi

Mekanisme cedera meniskus adalah akibat gerakan berputar dari sendi


lutut dan juga akibat gerakan squat atau fleksi (menekuknya) sendi lutut yang
berlebihan. Apabila terjadi cedera maka meniscus memerlukan nutrisi untuk
melakukan remodelling. Nutrisi pada meniscus ini sangat terbatas, meniscus
mendapatkan nutrisi dari darah dan cairan synovial yang ada dikapsul sendi.
Meniscus dibagi menjadi dua area berdasarkan cara penyembuhannya, dalam
dunia medis disebut red zone dan white zone. Pada red zone terdapat aliran
darah yang mensuplay makannan sedangkan white zone tidak ada, jadi
meniscus pada white zone tidak bisa sembuh secara alami (harus operasi)
(Johnson, 2011).
2.3.6 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis diperlukan beberapa pemeriksaan fisik dan


penunjang. Tes khusus pada meniscus berupa tes Mc Murray dan tes Apley
(kompresi dan distraksi). Mc Murray dilakukan dengan Pemeriksa meletakkan
salah satu tangan pada kaki (telapak kaki) dengan tangan yang satunya diatas
ujung lutut, jari-jari menyentuh garis sendi sebelah medial. Pergelangan tangan
melakukan gerakan seperti menuliskan lingkaran kecil dan menarik tungkai ke
dalam posisi ekstensi. Pada saat hal ini terjadi atau dilakukan, tangan pada lutut
merasa ada respon bunyi “klik”. Meniscus sebelah medial yang robek dapat
dideteksi pada saat tungkai bawah diputar secara eksternal sedangkan rotasi
internal memberikan deteksi dari lateral yang robek. Tes kompresi apley
dilakukan dengan posisi penderita berbaring menghadap kebawah (tengkurap)
dan tungkai bawah difleksikan sampai 90 derajat. Sementara tungkai atas
distabilkan, tungkai bawah segera diaplikasikan dengan tekanan ke bawah.
Tungkai tersebut kemudian diputar kembali dan seterusnya. Jika rasa nyeri
timbul, maka cedera meniscus terjadi. Tercatat bahwa terdapat robekan
meniscus sebelah medial sewaktu dengan rotasi eksternal dan robekan
meniscus lateral dengan rotasi internal tungkai bawah. Tes distraksi apley
dilakukan dengan posisi yang sama dengan tes kompresi apley dimana
pemeriksa menggunakan traksi pada tungkai saat menggerakkannya kembali
dan seterusnya. Maneuver ini membedakan robekan pada ligamen kolateral
dari robeknya kapsul dan meniscus. Jika kapsul atau ligamen terpengaruh,
maka rasa nyeri akan terjadi. Jika meniscus robek, maka tidak ada rasa nyeri
yang terjadi dari traksi dan rotasi. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan yakni X-ray maupun MRI (Kisner and Colby 2013).

a. Pertolongan Pertama (Simon C Mordecai et al. Treatment of meniscal


tears: An evidence based approach. World J Orthop 2014 July 18; 5(3): 233-
24)
1. Istirahat. Setelah cedera terasa, sangat dianjurkan untuk
beristirahat agar lutut dapat segera pulih dengan sendirinya. Selain itu,
dianjurkan juga untuk membatasi beban pada lutut.

2. Kompres es. Usahakan untuk mengompres lutut menggunakan


es selama 20 menit setiap kali dilakukan pengompresan.

3. Pembebatan. Lutut yang mengalami cedera harus dibebat


menggunakan kain atau perban elastis. Tujuannya adalah untuk meringankan
nyeri pada saat bergerak atau berjalan, serta mengurangi penumpukan cairan
pada lutut pasca cedera. Perlu diingat bahwa bebatan perban tidak boleh terlalu
kencang karena dapat menyebabkan pembengkakan di bawah lutut.

4. Elevasi. Pada saat istirahat atau mengompres lutut


menggunakan es, usahakan agar posisi lutut sedikit dinaikkan. Cara ini dapat
dilakukan dengan menaruh bantal di bawah lutut.
b. Tindakan Operatif

Meniscus repair

Prosedur pembedahan untuk memperbaiki kerobekan meniskus dengan


menjahit kembali padabagian meniscus yang masih bisa diperbaiki. Prosedur
ini merupakan prosedur minimal invasif yang sering dilakukan
sebagai pasien rawat jalan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan termasuk usia kerobekan, lokasi dan pola, usia pasien, serta
cedera terkait (Wedro, 2017).
Menicectomy

Menicectomy merupakan prosedur operatif yang menghilangkan bagian


yang mengalami kerusakan pada meniscus sebagian maupun total.
Menisektomi parsial adalah diindikasikan pada tear tidak stabil yang tidak
dapat diperbaiki karena lokasi atau konfigurasi dan berfungsi untuk menjaga
sebanyak mungkin meniskus normal. Dalam prosedur ini, dokter ortopedi
menghilangkan hanya bagian yang rusak atau tidak stabil dari meniscus, dan
menyeimbangkan sisa tepi meniscal. Sedangkan pada menicectomy total,
seluruh bagian meniscus dihilangkan (Wedro, 2017).

You might also like