You are on page 1of 29

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2018


UNIVERSITAS HASANUDDIN

TORSI DAN RUPTUR KISTA

OLEH:

MEINDAYANI ARTANTI

C11112166

PEMBIMBING:
dr. Ratna Nancy

SUPERVISOR PEMBIMBING:
Dr. dr. Trika Irianta, Sp.OG (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Meindayani Artanti


NIM : C11112166
Judul Referat : Torsi dan Ruptur Kista

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Obstetri
dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Mei 2018

Supervisor pembimbing, Residen pembimbing,

Dr. dr. Trika Irianta, Sp.OG (K) dr. Ratna Nancy

Mengetahui,
Koordinator Pendidikan Mahasiswa
Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Dr. dr. Elizabet C. Jusuf, M.Kes, Sp.OG(K)


SURAT KETERANGAN PEMBACAAN REFERAT

2
Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa:
Nama : Meindayani Artanti
NIM : C11112166
Benar telah membacakan referat dengan judul “ Torsi dan Ruptur Kista” pada:
Hari/ tanggal : __ Mei 2018
Tempat :
Konsulen : Dr. dr. Trika Irianta, Sp.OG (K)
Minggu dibacakan : Minggu
Nilai :
Dengan ini dibuat untuk digunakan sebaik -baiknya dan digunakan sebagaimana
mestinya.

Makassar, Mei 2018

Supervisor pembimbing, Residen pembimbing,

Dr. dr. Trika Irianta, Sp.OG (K) dr. Ratna Nancy

Mengetahui,
Koordinator Pendidikan Mahasiswa
Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Dr. dr. Elizabet C. Jusuf, M.Kes, Sp.OG(K)

3
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
BAB II KISTA OVARIUM ...............................................................................
BAB III TORSI KISTA OVARIUM .................................................................. 4
BAB III RUPTUR KISTA OVARIUM .............................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 17

4
BAB I
PENDAHULUAN

Kista adalah kantung yang berisi cairan atau jaringan lainnya.1 Torsio dan ruptur kista
merupakan kasus kegawatdaruratan ginekologi dengan insidensi 3% dari seluruh kasus
kegawatdaruratan ginekologi dan sering salah didiagnosis oleh klinisi. Torsi dan ruptur kista
dapat ditemukan pada komponen adneksa yakni ovarium dan tuba falopi, di mana dapat terjadi
pada torsi ovarium, torsi ovarium dengan torsi tuba, dan isolated fallopian tube torsion (torsi
tuba tanpa torsi ovarium –sangat jarang).2,3

Tuba falopi adalah saluran telur yang berasal dari duktus Mulleri. Tuba berukuran
panjang sekitar 10 cm (4 inci) dan diameter 8 mm (mengecil menjadi 1 mm pada cornu uterus)
di mana bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viseral yang merupakan bagian dari
ligamentum latum. Tuba terbagi atas 4 bagian yakni pars interstisialis, pars ismika, pars
ampularis, dan infundibulum.4,5,6

Ovarium ialah organ berbentuk almond, masing-masing satu sisi, kira-kira berat 4-8 gram
dan berukuran panjang 35 mm, lebar 25 mm, dan ketebalan 18 mm atau sebesar ibu jari tangan.
Ovarium dekat pada dinding pelvis di fossa ovarika dan terletak pada lapisan belakang
ligamentum latum. Sebagian besar ovarium berada intraperitoneal dan tidak dilapisi oleh
peritoneum. Sebagian kecil ovarium berada di dalam ligamentum latum, disebut hilus ovarii.
Lipatan yang menghubungkan lapisan belakang ligamentum latum dengan ovarium dinamakan
mesovarium. Ovarium mempunyai dua perlekatan lainnya, yakni ligamen infudibulopelvikum
(ligamentum suspensorium ovarii), yang mana melewati pembuluh darah (arteri ovarika),
limfatik, dan saraf otonom ovarium dari dinding samping pelvis, dan ligamentum ovarii proprii
yang terhubung dengan cornu uterus. Ovarium memproduksi sel telur dan hormon-hormon
yang akan mengatur fungsi organ reproduksi. Di dalam ovarium terdapat folikel-folikel yang
setiap bulan salah satu dari folikel tersebut berkembang menjadi folikel de Graaf.4,5,6

5
Gambar 1. Struktur genitalia interna pada perempuan.6

Pembesaran ovarium, kistik maupun padat/solid, dapat mengenai semua umur pada
perempuan. Secara histologi, kista ovarium sering diklasifikasikan menjadi dua, yakni
neoplasma kista ovarium yang berasal dari pertumbuhan sel neoplasma dan kista ovarium
fungsional yang disebabkan oleh gangguan proses ovulasi. Pembedaan kedua jenis kista ini,
baik dengan pencitraan maupun penanda tumor, pada umumnya tidak begitu penting secara
klinis. Kedua jenis kista ovarium tersebut seringkali ditangani sebagai satu kesatuan klinis.
Menurut Dorum dan Millar, insidensi kista ovarium di berbagai tempat sedikit bervariasi
tergantung pada faktor demografi penduduk, yaitu sekitar 5-15%.3

Gambar 2. Ovarium dan folikel-folikel dalam berbagai tingkat perkembangan.5

6
Komplikasi dari kista ovarium ini ialah torsio dan ruptur kista yang menjadi kasus
kegawatdaruratan pada ginekologi dan hal ini menjadi fokus pembahasan oleh penyusun dalam
bab selanjutnya pada referat ini.

7
BAB II
KISTA OVARIUM
1. Pengertian
Kista ovarium adalah tumor ovarium yang bersifat neoplastik dan non neoplastik.
Ovarium merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama, sehingga mempunyai
dampak kewanitaan dalam pengatur proses menstruasi. Ovarium terletak antara rahim dan
dinding panggul, dan digantung ke rahim oleh ligamentum ovari propium dan ke dinding
panggul oleh ligamentum infudibulo-pelvikum. Fungsinya sebagai tempat folikel,
menghasilkan dan mensekresi estrogen dan progesteron. Fungsi ovarium dapat terganggu oleh
penyakit akut dan kronis. Salah satu penyakit yang dapat terjadi adalah kista ovarium.5

2. Anatomi Sistim Reproduksi Perempuan


Sistem reproduksi wanita terdiri atas organ reproduksi eksterna dan organ reproduksi
interna.
1. Organ genetalia eksterna
Organ reproduksi wanita eksterna sering disebut sebagai vulva yang mencakup semua
organ yang dapat dilihat dari luar, yaitu yang dimulai dari mons pubis, labia mayora, labia
minora, klitoris, himen, vestibulum, kelenjar bartholini dan berbagai kelenjar serta pembuluh
darah.

Gambar 3. Organ Reproduksi Eksterna pada wanita.5

8
a. Mons veneris
Disebut juga gunung venus, menonjol ke bagian depan menutup tulang kemaluan.
Setelah pubertas, kulit monsveneris tertutup oleh rambut ikal yang membentuk pola distribusi
tertentu yaitu pada wanita berbentuk segitiga.
b. Labia Mayora
Berasal dari monsveneris, bentuknya lonjong menjurus ke bawah dan bersatu dibagian
bawah. Bagian luar labia mayora terdiri dari kulit berambut, kelenjar lemak, dan kelenjar
keringat, bagian didalamnya tidak berambut dan mengandung kelenjar lemak, bagian ini
mengandung banyak ujung saraf sehingga sensitive saat hubungan seks.
c. Labia minora
Merupakan lipatan kecil dibagian dalam labia mayora. Bagian depannya mengelilingi
klitoris. Kedua labia ini mempunyai pembuluh darah, sehingga dapat menjadi besar saat
keinginan seks bertambah. Labia ini analog dengan kulit skrotum pada pria.
d. Klitoris
Merupakan bagian yang erektil, seperti penis pada pria. Mengandung banyak pembuluh
darah dan serat saraf, sehingga sangat sensitif saat hubungan seks.
e. Hymen
Merupakan selaput yang menutupi bagian lubang vagina luar. Pada umumnya hymen
berlubang sehingga menjadi saluran aliran darah menstruasi atau cairan yang dikeluarkan oleh
kelenjar rahim dan kelenjar endometrium (lapisan dalam rahim)
f. Vestibulum
Bagian kelamin yang dibasahi oleh kedua labia kanan – kiri dan bagian atas oleh klitoris
serta bagian belakang pertemuan labia minora. Pada bagian vestibulum terdapat muara vagina
(liang senggama), saluran kencing, kelenjar Bartholini, dan kelenjar Skene.
g. Orifisium Uretra
Lubang atau meatus uretra terletak pada garis tengah vestibulum, 1 sampai 1,5 cm di
bawah arkus pubis dan dekat bagian atas liang vagina. Meatus uretra terletak di dua pertiga
bagian bawah uretra terletak tepat di atas dinding anterior vagina.
h. Orifisium Vagina
Terletak dibagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup lapisan tipis
bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa robekan.

i. Vagina

9
Vagina atau liang kemaluan merupakan suatu tabung yang dilapisi membran dari jenis
epithelium bergaris khusus, dialiri banyak pembuluh darah dan serabut saraf. Panjang vagina
dari vestibulum sampai uterus adalah 7,5 cm. Bagian ini merupakan penghubung antara
introitus vagina dan uterus. Pada puncak vagina menonjol leher rahim yang disebut porsio.
Bentuk vagina sebelah dalam berlipat – lipat disebut rugae. Vagina mempunyai banyak fungsi
yaitu sebagai saluran luar dari uterus yang dilalui secret uterus dan aliran menstruasi, sebagai
organ kopulasi wanita dan sebagai jalan lahir.
j. Perineum
Perineum terletak diantara vulva dan anus, panjang perineum kurang lebih 4 cm.
Jaringan utama yang menopang perineum adalah diafragma pelvis dan urogenital.

2. Alat Kelamin Dalam (Genetalian Interna)


Genetalia interna adalah alat reproduksi yang berada didalam dan tidak dapat dilihat
kecuali dengan cara pembedahan. Organ genetalia terdiri dari :

Gambar 4. Organ Interna Wanita.5

a. Rahim (Uterus)
Bentuk rahim seperti buah pir, dengan berat sekitar 30 gr. Terletak di panggul kecil
diantara rectum (bagian usus sebelum dubur) dan di depannya terletak kandung kemih. Hanya
bagian bawahnya disangga oleh ligament yang kuat, sehingga bebas untuk tumbuh dan
berkembang saat kehamilan. Ruangan rahim berbentuk segitiga, dengan bagian besarnya di
atas. Dari bagian atas rahim (fundus) terdapat ligament menuju lipatan paha (kanalis
inguinalis), sehingga kedudukan rahim menjadi kearah depan. Rahim juga merupakan jalan
10
lahir yang penting dan mempunyai kemampuan untuk mendorong jalan lahir. Uterus terdiri
dari :
1) Fundus uteri (dasar rahim)
Bagian uterus yang terletak antara pangkal saluran telur. Pada pemeriksaan kehamilan,
perabaan fundus uteri dapat memperkirakan usia kehamilan
2) Korpus uteri
Bagian uterus yang terbesar pada kehamilan, bagian ini berfungsi sebagai tempat janin
berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri atau rongga rahim.
3) Serviks uteri
Ujung serviks yang menuju puncak vagina disebut porsio, hubungan antara kavum uteri
dan kanalis servikalis disebut ostium uteri internum. Lapisan – lapisan uterus meliputi
endometrium, myometrium, parametrium.

b. Tuba Fallopi
Tuba fallopi berasal dari ujung ligamentum latum berjalan kearah lateral, dengan
panjang sekitar 12cm. Tuba fallopi merupakan bagian yang paling sensitif terhadap infeksi dan
menjadi penyebab utama terjadinya kemandulan (infertilitas). Fungsi tuba fallopi sangat vital
dalam proses kehamilan, yaitu menjadi saluran spermatozoa dan ovum, mempunyai fungsi
penangkap ovum, tempat terjadinya pembuahan (fertilitas), menjadi saluran dan tempat
pertumbuhan hasil pembuahan sebelum mampu menanamkan diri pada lapisan dalam rahim.

c. Indung Telur (Ovarium)


Indung telur terletak antara rahim dan dinding panggul, dan digantung ke rahim oleh
ligamentum ovari proprium dan ke dinding panggul oleh ligamentum infundibulopelvicum.
Indung telur merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama, sehingga mempunyai
dampak kewanitaan dalam pengatur proses menstruasi. Indung telur mengeluarkan telur
(ovum) setiap bulan silih berganti kanan dan kiri.

d. Parametrium (Penyangga Rahim)


Merupakan lipatan peritoneum dengan berbagai penebalan, yang menghubungkan
rahim dengan tulang panggul, lipatan atasnya mengandung tuba fallopi dan ikut serta
menyangga indung telur. Bagian ini sensitif tehadap infeksi sehingga mengganggu fungsinya.
Hampir keseluruhan alat reproduksi wanita berada di rongga panggul. Setiap individu wanita
mempunyai bentuk dan ukuran rongga panggul (pelvis) yang berbeda satu sama

11
lain. Bentuk dan ukuran ini mempengaruhi kemudahan suatu proses persalinan.5

3. Etiologi
Kista ovarium merupakan jenis yang paling sering terjadi terutama yang bersifat non
neoplastik, seperti kista retensi yang berasal dari korpus luteum. Tetapi di samping itu
ditemukan pula jenis yang merupakan neoplasma. Oleh karena itu kista ovarium dibagi dalam
2 golongan:
1. Non-neoplastik (fungsional)
a. Kista folikel
Kista ini berasal dari folikel yang menjadi besar semasa proses atresia foliculi. Setiap
bulan, sejumlah besar folikel menjadi mati, disertai kematian ovum disusul dengan degenerasi
dari epitel folikel. Pada masa ini tampaknya sebagai kista-kista kecil. Tidak jarang ruangan
folikel diisi dengan cairan yang banyak, sehingga terbentuklah kista yang besar, yang dapat
ditemukan pada pemeriksaan klinis. Tidak jarang terjadi perdarahan yang masuk ke dalam
rongga kista, sehingga terjadi suatu haematoma folikuler.
b. Kista lutein
Kista ini dapat terjadi pada kehamilan, lebih jarang di luar kehamilan. Kista lutein yang
sesungguhnya, umumnya berasal dari corpus luteum haematoma. Perdarahan ke dalam ruang
corpus selalu terjadi pada masa vascularisasi. Bila perdarahan ini sangat banyak jumlahnya,
terjadilah corpus luteum haematoma, yang berdinding tipis dan berwarna kekuning-kuningan.
Secara perlahan-lahan terjadi reabsorpsi dari unsur-unsur darah, sehingga akhirnya tinggalah
cairan yang jernih atau sedikit bercampur darah. Pada saat yang sama dibentuklah jaringan
fibroblast pada bagian dalam lapisan lutein sehingga pada kista corpus lutein yang tua, sel-sel
lutein terbenam dalam jaringan-jaringan perut.

2. Neoplastik
a. Cystadenoma mucinosum
Jenis ini dapat mencapai ukuran yang besar. Ukuran yang terbesar yang pernah
dilaporkan adalah 328 pound. Tumor ini mempunyai bentuk bulat, ovoid atau bentuk tidak
teratur, dengan permukaanyang rata dan berwarna putih atau putih kebiru-biruan.

12
b. Cystadenoma serosum
Jenis ini lebih sering terjadi bila dibandingkan dengan mucinosum, tetapi ukurannya jarang
sampai besar sekali. Dinding luarnya dapat menyerupai kista mucinosum. Pada umumnya kista
ini berasal dari epitel permukaan ovarium (germinal ephitelium).
c. Kista dermoid
Tumor ini merupakan bagian dari teratoma ovary bedanya ialah bahwa tumor ini
bersifat kistik, jinak dan elemen yang menonjol ialah eksodermal. Sel-selnya pada tumor ini
sudah matang. Kista ini jarang mencapai ukuran yang besar. Penyebabnya saat ini belum
diketahui secara pasti. Namun ada salah satu pencetusnya yaitu faktor hormonal, kemungkinan
faktor resiko
yaitu:
1. Faktor genetik/ mempunyai riwayat keluarga dengan kanker ovarium dan payudara.
2. Faktor lingkungan (polutan zat radio aktif)
3. Gaya hidup yang tidak sehat
4. Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron, misalnya akibat penggunaan obat-
obatan yang merangsang ovulasi dan obat pelangsing tubuh yang bersifat diuretik.
5. Kebiasaan menggunakan bedak tabur di daerah vagina.5
d. Kista polikistik ovarium
Karena kista tidak dapat pecah dan melepaskan sel telur secara kontinyu. Besarnya
terjadi setiap bulan, ovarium akan membesar karena bertumbuknya kista ini.

4. Patofisiologi
Banyak tumor tidak menunjukkan gejala dan tanda, terutama tumor ovarium yang kecil.
Sebagian besar gejala dan tanda yaitu akibat dari pertumbuhan, aktivitas endokrin dan
komplikasi tumor.
1. Akibat pertumbuhan,
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan pembenjolan perut.
Tekanan terhadap alat – alat disekitarnya disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya dalam
perut. Apabila tumor mendesak kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan miksi,
sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga perut kadang – kadang hanya
menimbulkan rasa berat dalam perut serta dapat juga mengakibatkan obstipasi edema pada
tungkai.

13
2. Akibat aktivitas hormonal
Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu sendiri mengeluarkan
hormon.
3. Akibat Komplikasi
a. Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur menyebabkan pembesaran
luka dan hanya menimbulkan gejala-gejala klinik yang minimal. Akan tetapi kalau perdarahan
terjadi dalam jumlah yang banyak akan menimbulkan nyeri di perut.
b. Putaran Tangkai
Terjadi pada tumor bertangkai dengan diameter 5 cm atau lebih. Adanya putaran
tangkai menimbulkan tarikan melalui ligamentum infundibulopelvikum terhadap peritoneum
parietal dan ini menimbulkan rasa sakit.
c. Infeksi pada tumor
Terjadi jika di dekat tumor ada sumber kuman pathogen. Kista dermoid cenderung
mengalami peradangan disusul penanahan.
d. Robek dinding Kista
Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat trauma, seperti jatuh
atau pukulan pada perut dan lebih sering pada saat persetubuhan. Jika robekan kista disertai
hemoragi yang timbul secara akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke dalam
rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus disertai tanda – tanda abdomen
akut.
e. Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang seksama
terhadap kemungkinn perubahan keganasan. Adanya asites dalam hal ini mencurigakan.5
Kista dermoid adalah tumor yang diduga berasal dari bagian ovum yang normalnya
menghilang saat maturasi. Asalnya tidak teridentifikasi dan terdiri atas sel – sel embrional yang
tidak berdiferensiasi. Kista ini tumbuh dengan lambat dan ditemukan selama pembedahan yang
mengandung material sebasea kental, berwarna kuning, yang timbul dari lapisan kulit. Kista
dermoid hanya merupakan satu tipe lesi yang dapat terjadi. Banyak tipe lainnya dapat terjadi
dan pengobatannya tergantung pada tipenya.6

14
5. Manifestasi Klinis
Kebanyakan wanita yang memiliki kista ovarium tidak memiliki gejala. Namun
kadang-kadang kista dapat menyebabkan beberapa masalah seperti :
1. Bermasalah dalam pengeluaran urin secara komplit
2. Nyeri selama hubungan seksual
3. Masa di perut bagian bawah dan biasanya bagian-bagian organ tubuh lainnya sudah terkena.
4. Nyeri hebat saat menstruasi dan gangguan siklus menstruasi
5. Wanita post monopouse : nyeri pada daerah pelvik, disuria, konstipasi atau diare, obstruksi
usus dan asietas.

15
BAB III
TORSI KISTA OVARIUM

Pada kasus torsi, umumnya ovarium dan tuba falopii berputar mengelilingi ligamen
latum sebagai sebuah unit tunggal. Namun terkadang, hanya ovarium yang berputar
mengeliling mesovarium ataupun tuba falopi mengeliling mesosalfing. Torsio bisa terjadi pada
jaringan adneksa normal, namun dalam 50-80% kasus ditemukan massa ovarium unilateral.3
Singkatnya, torsio kista ovarium merupakan kondisi terputarnya ligamen yang menyokong dan
memvaskularisasi ovarium atau tuba falopi atau keduanya.

Insiden torsi adneksa paling sering terjadi pada usia reproduksi. Hibbard et al (1985)
menemukan bahwa 70% kasus torsi terjadi pada wanita usia 20-39 tahun. Sebagian kasus torsio
juga terjadi pada masa kehamilan dan kasus ini merupakan 20-25% dari seluruh kasus torsio.3

Massa adneksa dengan mobilitas yang meningkat memiliki risiko terjadinya torsio lebih
tinggi. Ligamentum uteroovarian membuat sel mesovarium terlalu banyak atau tuba falopi dan
dapat meningkatkan risiko meskipun pada adneksa normal. Begitu pula, pembesaran patologis
ovarium dengan diameter >6 cm biasanya akan membuatnya naik dari rongga pelvis. Tanpa
gangguan ini, risiko mobilitas dan torsi meningkat. Dengan demikian, tingkat tertinggi dari
torsio massa adneksa ialah berukuran 8-10 cm. Torsi adneksa lebih sering melibatkan adneksa
kanan, kemungkinan pertama karena ligamentum uteroovari lebih panjang dan kedua karena
mobilitas dari ovarium kiri terbatas dikarenakan adanya kolon sigmoid.2,3

Ada dua poin kunci yang membantu dalam mempertahankan awal dari aliran darah ke
struktur adneksa yang terlibat meskipun terpluntir pada pedikel vaskularnya. Pertama, adneksa
mendapatkan suplai darah dari masing-masing cabang dari pembuluh darah uterus dan
ovarium. Selama terjadi torsi, salah satunya, tapi tidak yang lain mungkin terlibat. Kedua,
meski vena adneksa yang bertekanan rendah terkompresi oleh pedikel yang terpluntir, arteri
bertekanan tinggi dapat menahan kompresi tersebut. Hasilnya aliran darah tetap mengalir tetapi
tersumbat, adneksa menjadi kongesti dan edem tetapi tidak infark. Karena hal tersebut,
penanganan awal pada kasus torsi dapat dilakukan secara konservatif pada saat sebelum
operasi. Namun demikian, stroma yang terus menerus edem, arteri pun terkompresi yang
menyebabkan infark dan nekrosis yang membutuhkan adneksatomi. Torsi adneksa dapat
membesar dan menimbulkan perdarahan.3

16
Tabel 1. Faktor risiko yang berhubungan dengan torsi ovarium.2

Polikistik ovarium

Stimulasi ovarium

Kista folikular
1 Faktor Ovarium
Kista dermoid

Endometrioma

Kista adenoma serosa/musin

Ligasi tuba
2 Faktor Tuba Falopi
Kista paratuba

Kehamilan
3 Lain-Lain
Operasi abdomen sebelumnya

Gambar 5. Foto intraoperatif dari torsio adneksa. A. Terpluntirnya ligamentum


infudibulopelvikum mengakibatkan strangulasi pembuluh darah ovarium. B. Sianotik ovarium
dan tuba falopi.3

17
Gambar 6. Torsi adneksa kanan dengan tiga setengah putaran.2

1. ANAMNESIS
Pada umumnya, perempuan yang mengalami torsi kista ovarium akan datang
dengan keluhan utama nyeri akut abdomen. Oleh karena itu, keterangan-keterangan
mengenai karakteristik nyeri (lokasi, onset, migrasi, radiasi, kualitas, tingkat
keparahan, serta faktor yang memperberat atau memperingan nyeri) harus dapat digali
melalui proses anamnesis.7,8,9
Pasien torsio kista ovarium biasanya merasakan nyeri yang tajam di daerah
abdomen bagian bawah. Nyeri tersebut terlokalisir pada lokasi ovarium yang
mengalami gangguan dan terkadang dapat menjalar ke daerah pinggang dan paha (nyeri
referal/referred pain).3 Hal ini disebabkan karena serabut saraf viseral dari ovarium
memasuki tulang belakang di tingkatan yang sama dengan serabut saraf somatik yang
mempersarafi daerah pinggang dan paha, yaitu setingkat T9-T10.7,8,9
Onset nyeri terjadi mendadak dan mengalami perburukan secara intermitten
dalam beberapa jam.3 Onset nyeri biasanya muncul pada saat pasien mengangkat beban
berat, melakukan latihan fisik, maupun ketika berhubungan intim.8 Nyeri yang
ditimbulkan cukup berat sehingga terkadang digambarkan sebagai nyeri yang dapat
membangunkan pasien dari tidurnya. Nyeri dengan tingkat keparahan seperti ini
biasanya berhubungan dengan kasus torsio yang telah mengalami iskemia.3,7
Suatu torsio yang menyebabkan obstruksi tuba falopii juga dapat menghasilkan
nyeri kolik. Nyeri kolik pada dasarnya adalah suatu nyeri viseral dan berhubungan
dengan peregangan organ berongga (hollow organ) dalam rongga abdomen. Nyeri

18
kolik ini menghadirkan suatu gambaran awitan nyeri yang timbul secara
bergelombang.7
Selain nyeri, keluhan penyerta yang sering didapatkan pada pasien torsio kista
ovarium adalah gejala-gejala refleks autonom seperti mual dan muntah.8 Di samping
itu, kadang terdapat keluhan demam yang tidak begitu tinggi yang menandakan sudah
terjadinya proses nekrosis.3

2. PEMERIKSAAN FISIS
Pada pemeriksaan fisik kasus torsio, dari status generalis dapat ditemukan
tanda-tanda demam jika sudah terjadi proses nekrosis.3 Selain itu, bila nyeri yang
ditimbulkan sangat hebat, dapat timbul syok neurogenik yang bisa terlihat dari
perubahan tanda-tanda vital, seperti takikardia dan hipotensi.
Pada pemeriksaan status lokalis, dari pemeriksaan abdomen akan ditemukan
abdomen terasa sangat lembut, khususnya di daerah kista ovarium. Tanda paling
penting adalah ditemukannya massa intra abdomen. Namun, pemeriksaan di daerah ini
harus dilakukan dengan lembut dan hati-hati agar kenyamanan pasien dapat terjaga.
Jika kista ovarium telah menyebabkan peradangan peritonuem, terkadang bisa
ditemukan tanda-tanda rangsang peritoneal, seperti nyeri tekan dan nyeri lepas.7,8
Pada pemeriksaan ginekologi, dari pemeriksaan panggul dan pemeriksaan
dalam vagina biasanya akan dapat ditemukan adanya massa dan rasa nyeri di daerah
ovarium yang mengalami torsio. Namun demikian, menurut beberapa hasil penelitian,
pemeriksaan panggul pada pasien dengan keluhan nyeri akut abdomen memiliki tingkat
spesifisitas dan sensitifitas yang rendah. Oleh karena itu, masih dibutuhkan beberapa
pemeriksaan penunjang lainnya agar diagnosa torsio kista ovarium dapat ditegakkan.7,8

3. ULTRASONOGRAFI (USG)
Pemeriksaan ultrasonografi juga memiliki peranan penting dalam evaluasi
pasien dengan persangkaan torsio. Namun demikian, tanda yang ditemukan pada
pemeriksaan sonografi dapat sangat bervariasi tergantung pada derajat gangguan
vaskuler, karakterisitik massa, serta ada atau tidaknya perdarahan adneksa. Pada
pemeriksaan sonografi, suatu kasus torsio dapat menyerupai gambaran kehamilan
ektopik, abses tubo-ovarium, kista ovarium hemoragik, dan endometrioma. Menurut
kepustakaan, tingkat keakuratan dignosa dengan pemeriksaan sonografi sekitar 50-75
persen.3,10

19
Beberapa gambaran spesifik kasus torsio ovarium yang dapat ditemukan pada
pemeriksaan adalah ditemukannya gambaran folikel multipel mengelilingi sebuah
ovarium yang mengalami pembesaran memiliki tingkat keakuratan diagnosa sampai
64%. Tanda ini menggambarkan proses kongesti dan edema yang terjadi di ovarium.
Pedikulum yang terpelintir kemungkinan juga akan memberikan gambaran berupa
sebuah struktur bulat hiperekhoik dengan cincin hipoekhoik multipel yang tersusun
secara konsentrik ke bagian dalam.3,10

Gambar 7. Perkembangan ovarium.(A) Ovarium bayi baru lahir akan prominen dengan
makrosit (<9 mm) untuk stimulasi hormonal uterus. (B) Ovarium pada masa prepubertas
dengan ukuran yang akan meningkat setelah usia 6 tahun. (C) Setelah pubertas, terdapat
pembesaran stimulasi dengan berbagai gamabaran hormon selama menstruasi.10

Gambar 8. Perempuan usia 14 tahun dengan keluhan nyeri panggul akut. Transabdominal
ultrasonografi dilakukan. (A) Didapatkan pembesaran adneksa kiri heterogen ovarium kiri
dengan folikel perifer (tanda panah). (B) Color Doppler ovarium kiri didapatkan aliran
darah menrun/ vaskularisasi minimal yang menandakan adanya torsi ovarium. (C) Pada
adneksa kanan, ovarium kanan (tanda bintang) normal ukuran dan echogenisitasnya. 10

20
Gambar 9. Perempuan usia 11 tahun dengan torsi ovarium kiri, pada rumah sakit
sebelumnya telah dilakukan CECT abdomen dan pelvis. Pencitraan koronal menunjukkan
pembesaran ovarium kiri (tanda bintang) dengan multipel folikel perifer (tanda panah
putih). (B) Ovarium kiri (tanda bintang) pada garis tengah, posterior, superior, dan
mengarah ke kanan uterus (tanda panah terputus). Cairan mengisi tuba falopi (panah
berkurva) juga tampak sampai pembesaran ovarium kiri. CECT, contrast-enhanced
computed tomography.10

Gambar 10. Pasien yang sama dengan gambar 7 dengan ultrasound dari pelvis yang
dilanjutkan dengan transabdominal pelvic ultrasonografi. (A) Potongan transversal dan (B)
potongan longitudinal dari ovarium kiri yang membesar dan edema (tanda bintang) dengan
multipel folikel perifer (tanda panah putih). Pada pencitraan longitudinal didapatkan tuba
falopi kiri berdilatasi (tanda panah terputus) yang tampak pada inferior ovarium. (C)
Pemeriksaan Color Doppler menunjukkan ovarium kiri membesar tanpa adanya
vaskularisasi.10

21
Gambar 11. Seorang perempuan usia 11 tahun dengan nyeri panggul kanan akut ke torsi
ovarium kanan sekunder menjadi kista paratubal. (A) CT Scan abdomen dan pelvis dilakukan
karena kecurigaan terhadap apendisitis. Potongan koronal didapatkan massa kista lobular
(kepala panah) dari adneksa. Hal ini berhubungan dengan massa uterus (tanda panah) dan
vesika urinaria (tanda bintang). Apendiks normal (tidak tampak). (B) Pada adneksa kanan
didapatkan kista (tanda panah) dan massa solid (tanda kepala panah). Ovarium kiri normal dan
tervisualsiasi (tidak tampak).Foto intraoperatif membuktikan kista paratubal kanan (tanda
bintang) dengan tuba falopi dan fimbriae yang nekrotik (tanda kepala panah) dan torsi ovarium
kanan (tanda panah).10

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA


Keluhan nyeri yang dialami oleh pasien pada kasus torsio kista ovarium, khususnya
pada kasus yang telah mengalami iskemia, memiliki persamaan dengan keluhan yang terjadi
pada kasus-kasus kehamilan ektopik. Oleh karena itu, pada pasien yang datang dengan keluhan
tersebut dianjurkan untuk dilakukan tes kehamilan agar dugaan kehamilan ektopik dapat
disingkirkan.7 Pemeriksaan laboratorium lainnya ialah darah rutin, urinalisa, kultur discharge
dari serviks atau vagina (untuk menyingkirkan diagnosis Pelvic Inflamatory Disease). Penanda
serum Interleukin-6 (IL-6) juga dihubungkan dengan kejadian torsi ovarium, kemudian
penanda tumor CA125, serum alpha-fetoprotein (AFP), carcinoembryonic antigen (CEA)
untuk mengetahui tumor mengarah keganasan atau tidak.3,8,11
Selain itu, pemeriksaan Transvaginal Color Doppler Sonography (TV-CDS) bisa
menambahkan informasi penting dalam evaluasi klinis kasus torsio. Umumnya, melalui
pemeriksaan ini akan dapat ditemukan gangguan pada aliran darah normal adneksa. Pada
sebagian besar kasus tidak ditemukan gambaran aliran darah vena intraovarium. Seiring
dengan perjalanan kasus torsio, maka aliran darah arteri selanjutnya juga akan mengalami
penurunan. Namun demikian, meski memiliki angka keakuratan yang tinggi bagi sebagian
besar kasus, kasus torsio adneksa inkomplit atau intermitten dapat memberikan gambaran

22
masih adanya aliran vena maupun arteri. Oleh karena itu, torsio tidak dapat disingkirkan bila
hanya berdasarkan gambaran normal dari pemeriksaan Doppler.3,7,8

Gambar 12. Transvaginal Color Doppler Sonography dari ovarium yang didalamnya
terdapat kista folikular. Dinding halus dan hipoechoic.3

Pemeriksaan CT-Scan atau MRI kemungkinan juga dapat membantu untuk


kasus-kasus torsio inkomplit dan kronik serta pada kasus-kasus yang memiliki
presentasi klinis yang ambigu.7,8

5. PENATALAKSANAAN
Observasi
Pada perempan prepubertas dan usia reproduktif, kista ovarium yang sering
ditemukan ialah tipe kista ovarium fungsional dan akan mengecil perlahan-lahan dalam
waktu 6 bulan. Pada perempuan pasca menopaue dengan kista ovarium sederhana
hanya diobservasi apabila yang ditemukan: 1) kista unilokular, berdinding tipis dengan
sonografi, 2) Diameter kista <5 cm, 3) tidak ada pembesaran kista yang signifikan, dan
4) kadar serum CA125 normal.3 Setelah terdiagnosis torsi kista ovarium dan keadaan
umum baik segera rujuk pasien ke dokter spesialis obstetri dan ginekologi di Rumah
Sakit terdekat.9,11

Pembedahan

23
Penanganan khusus pada perempuan hamil ialah:

 Pada torsi kista ovarium yang disertai nyeri perut dilakukan laparotomi.
 Pada kista ovarium asimptomatik:
- Bila kista berukuran <5 cm: tidak perlu dioperasi
- Bila kista berukuran 5-10 cm: lakukan observasi, jika menetap atau membesar
lakukan laparotomi pada trimester kedua kehamilan (sebaiknya dilakukan di
antara usia 16-20 minggu)
- Bila kista berukuran >10 cm: dilakukan laparotomi pada trimester kedua
kehamilan
 Jika dicurigai keganasan, pasien dirujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap dan
dilakukan pengangkatan tumor (tanpa menghiraukan usia kehamilan). Bila
pengangkatan terpaksa dilakukan sebelum usia kehamilan 16 minggu, setelah
pengangkatan diberikan suntikan progestin sampai usia kehamilan melewati 16
minggu.7,8,11

Penanganan pada perempuan tidak hamil ialah:

 Baku emas penanganan torsi kista ovarium ialah laparoskopi


 Manajemen konservatif termasuk detorsi dengan atau tanpa kistektomi merupakan
alternatif
 Reseksi total tuba/ovari/keduanya dilakukan ketika jaringan telah gangren atau
curiga keganasan atau wanita yang telah cukup anak. 7,8,11

24
BAB IV
RUPTUR KISTA OVARIUM

Ruptur kista termasuk dalam salah satu komplikasi dari kista ovarium, yakni terjadinya
peristiwa pecahnya kantung kista yang berisi cairan atau darah.

Gambar 13. Salah satu kista ovarium (kiri) dan gambaran normal (kanan).

1. ANAMNESIS3,7,11
 Nyeri abdomen dapat timbul mendadak ataupun berkembang perlahan-lahan,
tergantung pada jenis kelainan, perdarahan bertahap atau perdarahan akut, ruptur
meendadak nyeri dapat terlokalisir pada salah satu kuadran atau menyeluruh pada
abdomen bagian bawah. Rasa iritasi peritoneum dengan cairan atau darah, rasa
nyeri cenderung konstan dan diperhebat oleh pergerakkan. Nyeri yang berkaitan
dengan rupturnya kista folikel biasanya membaik dalam beberapa jam.
 Mual dan muntah dapat terjadi segera atau beberapa jam setelah timbulnya nyeri
mendadak.
 Riwayat menstruasi. Pada umumnya tumor ovarium tidak mengubah pola haid,
kecuali jika tumor itu sendiri mengeluarkan hormon. Kelainan dapat terjadi pada
wanita hamil maupun tidak hamil. Perdarahan dari korpus luteum yang ruptur
terjadi kapan saja setelah ovulasi, termasuk pada awal kehamilan. Kemungkinan
ruptur endometrioma harus dipertimbangkan bila pasien mempunyai riwayat
dismenorhea sekunder yang terjadi selama siklus menstruai sebelumnya.

25
 Gejala akibat pertumbuhan tumor. Dapat terjadi gangguan miksi pada tumor yang
tidak seberapa besar tetapi yang terletak didepan uterus dan menekan kandung
kencing. Selain gangguan miksi, tekanan tumor dapat mengakibatkan obstipasi dan
edema pada tungkai. Pada tumor yang besar dapat terjadi tidak nafsu makan, rasa
sesak dan lain-lain.
 Gejala lainya berupa sinkope atau syok atau kedua-duanya yang memberi kesan
perdarahan intraperitoneum yang hebat ataupun suatu torsi akut. Sering miksi dan
defekasi menunjukkan iritasi peritoneum. Nyeri pundak memberi kesan iritasi
diafragma dari perdarahan yang hebat atau isi kista yang ruptur.
 Perdarahan ke dalam kista. Biasanya terjadi sedikit-sedikit, sehingga berangsur-
angsur menyebabkan pembesaran kista, dan hanya menimbulkan gejala klinis yang
minimal. Jika perdarahannya banyak, akan terjadi distensi cepat dari kista yang
menimbulkan nyeri perut mendadak.
 Robekan dinding kista. Terjadi akibat trauma seperti jatuh, atau pukulan pada perut,
dan lebih sering pada persetubuhan. Jika kista mengandung cairan serus, rasa nyeri
akibat robekan dan iritasi peritoneum segera mengurang. Tetapi apabila disertai
oleh perdarahan hemorhagi yang timbul akut, maka perdarahan dalam rongga
peritoneum menimbulkan rasa nyeri terus-menerus disertai tanda-tanda abdomen
akut. Robekan kistadenoma musinosum perlengketan dalam rongga perut.

2. PEMERIKSAAN FISIK3,7,11
 Tanda Vital. Suhu biasanya normal atau sedikit meningkat, denyut nadi biasanya
cepat, tekanan darah dan pernafasan dalam batas normal, kecuali apabila terdapat
perdarahan intraperitoneum yang hebat sehingga menyebabkan gejala-gejala syok
hipovolemik.
 Pemeriksaan abdomen. Nyeri tekan unilateral pada kuadran bagian bawah dengan
atau tanpa nyeri lepas, rigiditas dan pergeseran memberi kesan adanya proses
terlokalisasi. Bising usus biasanya normal. Perdarahan yang lebih ekstensif atau
rupturnya isi kista menyebabkan peritonitis abdominalis bagian bawah yang
biasanya diserta oleh rigiditas, nyeri lepas, bising usus menurun atau negatif, dan
distensi abdomen. Jarang teraba massa lunak pada palpasi abdomen.
 Pemeriksaan pelvis. Ukuran uterus biasanya normal kecuali bila pasien hamil.
Apabila serviks digerakkan terdapat rasa nyeri. Daerah adneksa yang terkena
cenderung menjadi sangat lunak, dan pada perdarahan intraperitoneum suatu massa
diskret tidak dapat diidentifikasi. Apabila ditemukan suatu massa atau tumor,
26
diteliti sifat-sifatnya( besarnya, lokalisasi, permukaaan, konsistensi, dan apakah
dapat digerakkan atau tidak). Sering pasien mengalami nyeri tekan yang sangat
hebat sehingga pemeriksaan bimanual yang adekuat tidak mungkin dilakukan
kecuali pasien sudah diberikan analgesia sistemik atau bahkan anestesia.
Penonjolan dalam kavum Douglasi memberi kesan perdarahan intraperitoneum
yang ekstensif.

3. ULTRASONOGRAFI (USG)8,10
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor, apakah tumor
berasal dari uterus, ovarium atau kandung kencing, apakah tumor solid atau kistik,
dapat dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.

Gambar 12. Perempuan usia 16 tahun dengan nyeri perut kanan bawah ditemukan ruptur kista
pada ovarium kanan. Transabdominal ultrasonografi apendiks dan pelvis telah dilakukan.
Apendiks tidak tervisualisasi, (A) Ovarium kanan terdemostrasi dengan gambaran lesi
anechoic sekitar ukuran 4 cm (tanda bintang kuning) dan terdapat ovarium kanan dengan area
hiperechoic (tanda panah merah). Parenkim normal ovarium (tanda kepala panah putih) pada
aspek superior dari lesi. (B) Pencitraan dengan doppler yang didapatkan kurangnya
vaskularisasi internal pada lesi; vaskularisasi terlihat di pinggir lesi (tanda panah putih).
Parenkim ovarium kanan terdemonstrasi vaskularisasinya normal (tanda panah terputus).10

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA3,7,11


 Foto Roentgen. Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi dalam
tumor. Foto abdomen tegak, terlentang, atau dekubitus lateral dapat menunjukkan
adanya cairan bebas intraperitoneum.

27
 Parasintesis. Pungsi pada ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perlu
diingat bahwa tindakan tersebut mencemarkan kavum peritonei dengan isi kista
bila dinding kista tertusuk (bila kista belum pecah).

5. PENATALAKSANAAN3,7,11
Perhatikan tanda-tanda vital. Sirkulasi, pernafasan, suhu. Cegah pasien jangan
sampai jatuh dalam keadaan syok. Waspada bila pasien tampak pucat, dingin, sesak
napas atau perut kembung.
1. Bebaskan jalan napas, dengan tujuan untuk menjaga agar tidak terjadi hipoksia.
2. Pantau pernafasan. Bila pasien sesak berikan O2 4-8 liter.
3. Periksa sirkulasi. Dapat ditemukan takikardi, bradikardi, dan ireguler. Pada pasien
hipotensi segera pasang infus untuk mengembalikan volume sirkulasi. Jika pasien
nampak kondisinya agak berat cairan koloid lebih dipilih dibandingkan kristaloid.
4. Berikan obat-obatan simptomatik. Jika pasien nyeri berikan analgetik, bila
kembung bisa diberikan ranitidin dan bila mual muntah dapat diberikan
metoclopramide atau domperidone.
5. Siapkan alur transportasi rujukan. Dampingi dengan petugas. Bila perjalanan jauh
maka siapkan peralatan untuk intubasi dan obat-obat emergensi. Pantau secara
berkala airway, breathing, sirkulasi.
6. Sebelum berangkat hubungi pusat rujukan terlebih dahulu agar dapat
mempersiapkan peralatan, petugas dan obat – obatan.

Operatif/pembedahan

 Baku emas penanganan ruptur kista ovarium ialah laparoskopi


 Reseksi total tuba/ovari/keduanya dilakukan ketika jaringan telah gangren atau
curiga keganasan atau wanita yang telah cukup anak. 7,8,11

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Organization of women’s health care. 2017. Frequently Asked Questions: Ovarian


Cysts. The American College of Obstetricians and Gynecologists.

2. Jain, N., et al. 2016. Adnexal torsion-symptoms, diagnosis and management: a review
of literature. India: International Journal of Reproduction, Contraception, Obstetrics
and Gynecology.

3. Hoffman, BL. 2016. Pelvic Mass. In: Schorge, JO et al (Editors). Williams Gynecology.
Section 1. Chapter 9. New York: The McGraw-Hill Companies.

4. Ugwumadu, A. 2014. Basic Science For Obstetrics and Gynaecology. London: Oxford
University Press.

5. Prawirohardjo Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan. Edisi ke-3 Cetakan pertama. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

6. Padubidri, and Shiris. 2015. Howkin and Bourne: Shaw’s Textbook of Gynaecology
16th edition. New Delhi: Elsevier.

7. Growdon, WB & Laufer, MR. 2011. “Ovarian and fallopian tube torsion”. Dapat
diakses pada alamat
http://cursoenarm.net/UPTODATE/contents/mobipreview.htm?15/27/15793?view=pr
int.

8. Schaider, JJ., et al. 2015. Rosen & Barkin’s 5-Minte Emergency Medicine Consult 5th
Edition. Philadelphia: Wolters Kluwer Health.

9. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Buku Saku: Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan.

10. Naffaa, L, et al. 2017. Imaging of Acute Pelvic Pain in Girls: Ovarian Torsion and
Beyond. Current Problems in Diagnostic Radiology. Elsevier.

11. Organization of women’s health care. 2016. Practice Bulletin Number 174: Evaluation
and Management of Adnexal Masses. The American College of Obstetricians and
Gynecologists.

29

You might also like