You are on page 1of 2

Night in Our Arms

Written by Gyuururu-kun
Sett: Canon/OOC (Maybe)/Typo(s)

Sebuah pameran malam benar-benar meramaikan suasana langkah kakinya malam itu, tiap kali ia
melewati satu atau dua toko orang-orang membungkuk menyapanya, menorehkan senyuman,
juga kadang melambainya sesekali.
Wanita itu berhenti di sebuah kedai ramen yang berada tak jauh dari situ. Baik itu bau ataupun
ragam menu yang disajikan sudah tak lagi asing baginya.
“Selamat datang!” ucap Teuchi yang segera menyambut hangat kedatangan dirinya.
“Hinata-sama, bagaimana kabar anda?” sapa Ayame yang mengiringi Teuchi sembari membawa
dua mangkuk ramen untuk pelanggan yang ada di ujung meja.
“Baik, kurasa.” jawab Hinata singkat.
“Ya ampun, laki-laki itu memang suka sekali membuat orang lain menunggu.” celoteh Ayame
dengan nada kesal yang sesaat kemudian disambut tawa kecil Hinata.
Benar saja, laki-laki yang dimaksud baru saja menyelesaikan setumpuk pekerjaannya. Ia
bergegas merapikan sedikit bajunya, juga tak lupa memperbaiki sedikit rambutnya yang sempat
urakan.
“Bagaimana penampilanku?” tanyanya pada sang penasihat.
“Sangat berkesan. Kusarankan untuk tidak—“
Kata-katanya tak sempat selesai, sang Hokage sudah berlari dengan cepat meninggalkannya. Ia
tersenyum tipis sebelum kemudian merapikan beberapa berkas di bawah meja yang tercecer.
Ia berlari terburu-buru melewati beberapa orang yang menyapanya. Hingga tiba ditujuannya ia
sedikit terengah namun coba menyembunyikannya. Bulir keringat sedikit mengalir membasahi
dahinya sebelum kemudian ia menyibak tirai kedai ramen tersebut.
“Selamat datang, Hokage-sama.” sapa Teuchi.
“Aku pesan ramennya dua, Paman!” ucapnya dengan semangat sebelum kemudian duduk tepat
di samping sang Istri.
“Naruto-sama, kau lagi-lagi membuat Hinata-sama menunggu.” omel Ayame dan Naruto ikut
tertawa dengan sedikit sesal.
“Maafkan aku, aku sudah berusaha secepat mungkin kemari,” jawab Naruto dan ia balik
memandang sang Istri dibubuhi dengan siluet bahagia di bibirnya.
Hinata tersenyum tipis, ia tak menjawab kata-kata Naruto. Ia mengambil sebuah sapu tangan dari
balik kimono miliknya, memegang dengan lembut wajah sang Suami sebelum kemudian
mengelap keringat yang ada di dahinya. Sontak saja sedikit semburat merah muncul di pipi
Naruto. Ia berdehem dan menutup sedikit hidungnya dengan pergelangan tangannya, dan
membuang wajahnya sesaat karena terlampau malu.
“Enaknya,” sindir Ayame yang kemudian disambut tawa oleh Teuchi.
“Silahkan dinikmati!” lanjut Teuchi yang menyodorkan dua porsi ramen kepada mereka.
Ya, malam ini Hinata dan Naruto berjanji untuk jalan bersama-sama, setelah sekian lama jelang
pelantikannya sebagai Hokage ia akhirnya bisa mendapatkan waktu bebas bersama keluarganya,
meskipun kadang sampai sedikit larut seperti sekarang ini.

You might also like