You are on page 1of 11

MODERNISASI DI JANTUNG BUDAYA JAWA

MANGKUNEGARAN1896-1944

RINGKASAN

Oleh
Gema Budiarto
S861402019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
1

A. Identitas Buku
1. Judul buku : Modernisasi di Jantung Budaya Jawa
Mangkunegaran 1896-1944
2. Pengarang : Prof. Dr. Wasino, M.Hum.
3. Penerbit : Kompas
4. Jumlah halaman : xii+236 hlm
5. Jumlah bab : 7 bab

B. Ringkasan Isi Buku

BAB 1 PENDAHULUAN

Periode akhir ke-19 dan awal abad ke-20 merupakan masa yang penuh
dengan perubahan bagi masyarakat Jawa. Perubahan tersebut hampir
mencakup seluruh aspek kehidupan.
Faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut ada yang dari dalam
masyarakat dan ada yang dari luar masyarakat. Faktor perubahan yang
terjadi dari luar dinamakan westernisasi. Proses westernisasi ini sejalan
dengan meluasnya kekuasaan Belanda. Westernisasi ini merembes
memasuki dunia para penguasa bumiputra karena terjalin kontak antara
VOC dan penguasa bumiputra.
Dalam menanggapi perubahan-perubahan sosial yang terjadi di dalam
tatanan hidup masyarakat Jawa sebagai akibat dari modernisasi dan
westrnisasi itu, para penguasa bumiputra atau lebih tepatnya adalah para
pengageng Praja Mangkunegaran lebih bersifat inovatif.
Mereka tidak menolak akan masuknya budaya-budaya Barat, tetapi
mereka berusaha untuk mengadopsi nilai-nilai dan kebudayaan Barat yang
dipandang baik untuk kemudian diolah sesuai dengan nilai-nilai
kebudayaan Jawa, melalui kebijakan yang dikeluarkannya.
2

BAB 2 MANGKUNEGARAN

Pura Mangkunegaran semula didirikan oleh Raden Mas Said yang biasa
dikenal dengan panggilan Pangeran Samber Nyawa yang kemudian
bergelar Adipati Mangkunegaran. Pemberontakan yang dilakukan Mas
Said tersebut adalah untuk menentang Kompeni dan menuntut hak
pemimpinnya atas takhta kerajaan.
Pada tanggal 28 Februari 1753 Mas Said menuntut dinobatkan menjadi
Raja. Mas Said harus berhadapan dengan tiga kekuatan besar yaitu VOC,
Susuhunan Surakarta, dan Kasultanan Yogyakarta.
Pasukan dari ke tiga kekuatan tersebut tidak mampu untuk menghadapi
kekuatan Mas Said, tetapi Mas Said tidak mampu untuk berjuang
sendirian, sehingga Mas Said berusaha untuk menghentikan peperangan
dan mengadakan perundingan.
Setelah melakukan perundinagn-perundingan tersebut akhirnya disepakati
bahwa (1) Mas Said diangkat oleh Susuhunan menjadi Pangeran Miji; (2)
Mas Said mendapat tanah apanage seluas 4000 karya; dan (3) Mas Said
harus tinggal di Surakarta pada hari pisowanan (Senin dan Kamis).
Mangkunegaran mencoba melepaskan ketergantungannya kepada Sunan.
Pada tahun 1790 Mangkunegaran tampak sebagai pion Belanda, sehingga
orang-orang menyebutnya Mangkunegaran sangat dekat dengan Belanda.

BAB 3 RAJA DAN MODERNISASI

Proses modernisasi melibatkan peranan elit pembaru sangatlah penting.


Negara tradisional seperti Mangkunegaran sebagian besar pembaruan
datangnya dari pusat kekuasaan. Pembaru tersebut adalah Sang Pangeran
Adipati Mangkunegaran sendiri.
Di mulai sejak Sri Mangkunegaran IV, Raja ini melakukan pembaruan
dibidang ekonomi dengan pembaruan sejumlah badan usaha, terutama
industri gula. Mangkunegaran IV mendapat pendidikan di sekolah formal
Eropa, akan tetapi ia tidak menamatkan sekolah tersebut lalu ia dididik
3

secara Jawa. Mangkunegaran IV juga dapat berbahasa Belanda. Beliau


juga aktif dalam dunia kemiliteran praja Mangkunegaran.
Setelah Mangkunegaran V meninggal karena sakit, pada tanggal 2 Oktober
1896, diangkatlah Mangkunegaran VI. Ketika naik tahta Mangkunegaran
VI dihadapkan pada kondisi ekonomi yang sangat buruk. Hal yang
memperburuk kondisi perekonomian tersebut adalah: (1) terjadinya krisis
ekonomi dunia; (2) hama tanaman; (3) kesalahan manajemen keuangan
praja mangkunegaran VI. Persoalan yang dihadapi Mangkunegaran VI
selama memerintah adalah: (1) adanya defisit keuangan praja; (2)
perubahan kebijakan dari politik kolonial liberal ke politik etis yang
membawa dampak modernisasi lebih dalam; dan (3) pilihan antara kultur
Barat atau Jawa dalam mengelola Praja.
Mangkunegaran VII merupakan raja yang berfikiran maju dan inovatif.
Mangkunegaran VII pernah meminta izin kepada ayah angkatnya untuk
melanjutkan studi tetapi tidak disetujui. Dengan tidak disetuji
permintaannya tersebut akhirnya Mangkunegaraan VII melakukan
pengembaraan. Tujuan beliau melakukan pengembaraan untuk melihat
kehiduapan rakyat kecil. Dari pengembaraan yang dilakukannya beliau
mendapatkan pengalaman-pengalaman yang sangat bermanfaat untuk
menambah ilmu pengetahuan, hingga akhirnya ia pun dapat bersekolah di
Belanda.

BAB 4 PEMBARUAN-PEMBARUAN DALAM PEMERINTAHAN,


ETIKET, DAN HUKUM

Tatanan Birokrasi
Birokrasi Barat yang dianggap legal rasional tersebut berpengaruh
terhadap tatanan pemerintahan di Mangkunegaran. Akhir abad ke-19 dan
awal abad ke-20 Mangkunegaran semakin terwarnai oleh birokrasi ala
Barat yang legal rasional tersebut. Perpaduan antara birokrasi tradisonal
yang magis dan birorkrasi legal rasional.
Dalam hal ini pengageng Pura Mangkunegaran dapat mengontrol semua
aparat yang ada dibawahnya untuk tunduk kepada dirinya. Birokrasi masa
Mangkunegaran IV di bagi menjadi dua tatanan, yaitu Reh Jaba dan Reh
4

Jero. Reh Jaba memiliki tiga kemantren, yaitu: Polisi (wedana gunung),
Margatama, dan Jaksa. Reh Jero terdiri atas delapan Kawedanan, yaitu:
Hamongpraja, Kartapraja, Martapraja, Kartipraja, Rekaswibawa,
Mandrapura, Yogiswara, dan Purbabaksana.
Pada masa Mangkunegaran VII banyak terjadi perubahan dalam birokrasi
Mangkunegaran. Adapun perubahan-perubahan tersebut adalah:
1. Reh Jaba dan Reh Jero dihapuskan.
2. Beberapa jabatan yang semula bernama kawedanan yang dipimpin
oleh wedana kini diubah menjadi kabupaten dengan pimpinan seorang
bupati.
3. Kawedanan reksapraja, reksawibawa, mandrapura, martapraja, dan
purbaksana dihapukan.
4. Adanya jabatan baru seperti: kabupaten pangreh praja, kabupaten
parimpurna, kabupaten sindumarto, kabupaten wanamarta, kawedanan
sinatriya, papretahan pajeg siti, papretahan kedokteran, papretahan
martanimpura, dan papretahan pasinaon Dusun.

Pembaruan dalam Etiket Kenegaraan


Etiket kenegaraan merujuk pada perilaku yang seharusnya diperbuat oleh
individu-individu yang ada dalam lingkungan negara. Pembaruan etiket ini
melahirkan tradisi barun yang berbeda dengan tradisi mataram Islam dan
tradisi kasunanan.
Pada awal abad ke-20 tradisi penghormatan yang berlebih-lebihan tersebut
di Praja Mangkunegaran mulai disederhanakan. Cara penghormatan yang
di sederhanakan tersebut berlaku untuk pejabat-pejabat Praja
Mangkunegaran yang lebih rendah apabila akan menghadap pejabat yang
lebih tinggi.
Pada umumnya para putra sentana dan abdi dalem memanjang rambutnya,
tetapi pada masa Mangkunegaran VII rambut tersebut dipotong pendek,
hal tersebut juga berlaku untuk para prajurit Mangkunegaran.
Dalam segi pakaian kenegaraan masih tetap menggunakan adat Jawa tetapi
mengguakan pula pakaianyang bermode Eropa. Terjadinya sikap yang
5

sangat disiplin di kalangan Praja Mangkunegaran yang sangat terpengaruh


oleh tradisi Barat.

Hukum dan peradilan di Mangkunegaran


Pada awalnya kadipaten Mangkunegaran tidak memiliki wewenang
membuat hukum secara bebas. Sebab, secara tradisional, Kadipaten
tersebut berada di bawah tata hukum Kasunanan. Pada masa
Mangkunegaran IV, Mangkunegaran mengeluarkan peraturan hukumnya
sendiri dalam bentuk pranatan.pranatan tersebut dibuat di Mangkunegaran
dan swapraja hanyalah untuk menyangkut pidana kecil, sedangkan pidana
besar diatur oleh hukum Belanda. Pada tahun 1915 di Mangkunegaran
diadakan reorganisasi polisi yang dinamakan Polisi Rekasa Praja.

BAB 5 PEMBARUAN KEUANGAN DAN PERKONOMIAN PRAJA

Pendapatan Praja Mangkunegaran semula berasal dari tanah-tanah


apanage. Tanah apanage tersebut sekaligus sebagai gaji para kerabat
Mangkunegaran dan para naraprajanya. Setelah masa tanam paksa, banyak
tanah apanage itu yang dosewakan kepada pihak swasta untuk ditanami
tanaman ekspor, seperti kopi, kina, dan tebu. Praja hanya menerima pajak
tanah, baik dalam bentuk uang maupun hasil bumi dari para pemegang
apanage.
Ketika Mangkunegaran IV memegang tampuk pemerintahan, tanah-tanah
apanage itu ditarik kembali dan dikuasai secara langsung oleh Praja
Mangkunegaran. Praja mulai melakukan pembaharuan dalam peningkatan
sumber pendapatan.
Paraja mulai membangun perusahaan-perusahaan atau industri pertanian,
seperti halnya yang ditempuh oleh Pemerintah Hindia Belanda atau para
pengusaha swasta Eropa di daerah Gupernemen.
Perusahaan-perusahaan milik Mangkunegaran tersebut adalah perkebunan
kopi, perkebunan tebu, dan pabrik gula, padi boga, dan sebagainya.
6

Perusahaan perkebunan kopi serta perkebunan tebu dan pabrik gula yang
paling besar.
Usaha-usaha penting untuk pengembangan ekonomi Praja Mangkunegaran
adalah:
1. Perusahaan penggilingan padi di desa-desa boga
2. Percobaan-percobaan penanaman tembakau di Wonogiri
3. Penanaman kina di Tawangmangu dan Karanganyar
4. Pemeliharaan ulat sutra di Tawangmangu
5. Usaha persawahan di Demak
6. Usaha tambak di Terboyo, Semarang
7. Rumah-rumah sewa atau kontrak di kampung Pindrikan, Semarang.

Ketika hasil produksi melimpah dan harga pasaran produk-produk


perusahaan itu tinggi, keuangan Praja Mangkunegaran menjadi surplus
sehingga dapat dipergunakan untuk menopang kehidupan
pemerintahannya.
Mangkunegaran VI mengawali usaha penataan kembali perekonomian
Mangkunegaran yang telah mengalami kehancuran. Usaha-usaha penataan
ekonomi tersebut adalah:
1. Pemisahan keuangan negara dengan keuangan pribadi dan keluarga
2. Penghematan dan efisiensi
3. Pengelolaan sumber-sumber keuangan negara secara modern
4. Dan pemanfaatan keuangan negara untuk kemakmuran negara secara
efisien dan efektif.

Hal ini berarti bahwa anggaran belanja istana, yakni segala keperluan raja
dan keluarganya, harus dipisahkan dengan anggaran negara. Pemisahan
keuangan pribadi dengan keuangan praja ini tetap berlangsung ketika
Mangkunegaran VII memegang tampuk pemerintahan.

BAB 6 PEMBANGUNAN YANG DILAKSANAKAN

Adapun pembangunan-pembangunan yang dilaksanakan oleh Praja


Mangkunegaran adalah:
1. Pembangunan infrastruktur
2. Pembangunan pertanian dan pertahanan
3. Pembangunan kehutanan
7

4. Pembangunan pendidikan dan kebudayaan

Irigasi
Pembangunan bendungan itu semata-mata untuk kepentingan pabrik gula
dan hanya sedikit sekali bermanfaat bagi keperluan rakyat banyak.
Terutama petani di Mangkunegaran. Setalah Mangkunegaran VII naik
tahta, pembangunan sara irigasi merupakan perhatian utama
pemerintahannya.
Irigasi merupakan suatu kebutuhan yang mendesak mengingat keadaan
tanah dan topografi daerah Mangkunegaran, terutama di wilayah selatan,
sangat tidak menguntungkan untuk pertanian basah. Wilayahnya berbukit-
bukit, akibatnya ketika hujan turun airnya langsung ke laut melalui
bengawan solo. Saat musim kemarau tanahnya sangat kering. Beliau
berhasil memulai pembangunan waduk, antara lain adalah Waduk kedung
uling, waduk Plumbon, waduk Tirto Marto, dan waduk Cengklik.
8

Pembangunan jalan dan jembatan


Jalan dan jembatan dipandang mendesak mengingat ditinjau dari teknik
lalu lintas, letak Mangkunegaran tidak baik sama sekali. Sebagian besar
daerah mangkunegaran masih merupakan daerah yang terisolasi dan sulit
dilalui dengan kendaraan umum.
Jalan-jalan di Mangkunegaran masih sangat jelek sekali. Kondisi ini dapat
dimengerti bahwa memang dalam tradisi pemerintahan yang lama, raja
kurang begitu memperhatikan kesejahteraan dan kepentingan umum. Pada
tahun 1931, raja ini telah menyampaikan rencana pembangunan jalan
beraspal sepanjang 70 km.
Sarana dan prasarana lainnya yang dalam pelaksanaanya diatur oleh Dinas
Pekeraan Umum Kerajaan. Partini Tuin merupakan sarana rekreasi dan
olahraga yang cukup menarik di Surakarta, karena disamping terdapat
taman bungan, juga terdapat tempat pemandian dan lapangan olahraga.
Gedung-gedung untuk perkantoran dan pertemuan juga dibangun, yaitu
gedung SOOS militer, perpustakaan umum Sono Pustoko, tiga gedung
kelurahan, sebuah kantor polisi, beberapa tempat jaga, beberapa masjid,
sebuah gedung untuk legiun, dan beberapa rumah dinas untuk para pejabat
dari bupati wadana, hingga camat Penewu.
Gedung untuk prasarana sosial juga banyak didirikan di Mangkunegaran.
Untuk keperluan pendidikan dikota Surakarta telah dibangun tiga gedung
sekolah, yaitu:
1. Gedung HIS Siswo
2. Gedung HIS Rini
3. Gedung sekolah gadis tingkat dasar

Untuk keperluan kesehatan masyarakat telah dibangun sejumlah rumah


sakit. Pertama-tama adalah Rumah Sakit Pusat di Mangkunegaran tahun
1921. Selain itu, tahun 1924 telah dibangun poliklinik sebanyak 8 buah
9

dan tahun 1939 menjadi 19 buah. Rumah saki wonogiri yang telah ada
sebelumnya diadakan perbaikan-perbaikan.
Sementara itu, untuk mendukung kesehatan masyarakat, telah diperbanyak
bidan, mantri cacar, dan pembantu mantri cacar. Masih berhubungan
dengan sarana kesehatan, yaitu perbaikan-perbaikan rumah kumuh
sehingga dapat dicegah dan diberantas menjalarnya penyakit pes. Juga di
bangun sarana perusahaan air minum antara pemerintah Kasunana,
Mangkunegaran, dan Gupermen.
Dalam politik agraria tanah hanya boleh disewakan paling lama 21,5 tahun
dan dalam keadaan normal harus lebih pendek. Untuk tanah milik raja,
sewa tanah dapat dilakukan maksimal 30 tahun dan dapat diperpanjang
lagi 30 tahun. Sementara itu, desa-desa dilarang menyewakan tanahnya
pada musim hujan melebihi 1/3 dari luas tanah.
Pemerintah Mangkunegaran sangat memberi perhatian terhadap persoalan
pertanian, selain melalui peraturan agraria, juga melalui perbaikan cara
bertani. Dibentuklah pegawai yang bertugas untuk mengawasi dan
memajukan pertanian di Mangkunegaran, menasehati petani, dan
mengajarkan mereka agar menggunakan cara-cara modern dalam
pengelolaan lahan pertanian.
Dalam bidang kehutanan, telah ada usaha-usaha untuk melakukan
reboisasi yang berada di bawah urusan Dinas Perkebunan dan
Pegunungan.perencanaan reboisasi dimulai tanggal 21 Februari 1917
dengan dinyatakan sebagai tindakan untuk kepentingan umum.
Dalam bidang pendidikan, diperkenalkan pada sistem pendidikan Barat
yang berorientasi pada kompetensi untuk kepentingan duniawi.
Pembangunan pendidikan tersebut antara lain dengan memberi motivasi
untuk bersekolah, pendirian sarana dan prasarana sekolah, serta pemberian
beasiswa bagi siswa yang ingin sekolah tetapi mengalami kesulitan biaya.
Pengembangan pendidikan bagi orang dewasa juga dilakukan, seperti
pendirian kursus bahasa Belanda, sedangkan para perwira legiun diberikan
juga kursus tersendiri dengan penambahan pengetahuajn umum.
10

Dalam bidang pengembangan kebudayaan , menaruh perhatian terhadap


pengembangan kebudayaan Jawa. Untuk mengembangkan karya sastra
Jawa yang banyak berisi filsafat itu adalah dengan diadakannya studi
filsafat dan kebudayaan di Istana Mangkunegaran. Mangkunegaran VII
juga berusaha untuk mempersatuka budaya Barat dan Budaya Timur
(Jawa). Mangkunegaran juga telah mempernalka alat komunikasi berupa
Radio.

BAB 7 PENUTUP

Mangkunegaran merupakan salah satu pusat kebudayaan Jawa yang


berkembang sebagai kelanjutan dari Mataram Islam. Mangkunegaran
masih tetap memelihara tradisi kuno, tetapi juga melakukan pembaruan
seiring dengan perkembangan zaman.
Modernisasi secara jelas telah dirintis oleh Mangkunegaran IV dengan
mendirikan perusahaan-perusahaan milik praja yang dikelola dengan
modern, diadakan pula penataan birokrasi.
Adanya pembaruan di bidang ekonomi dan birokrasi tersebut, di
Mangkunegaran juga banyak dilakukan pembangunan yang ditujukan
untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyatnya.
Melalui modernisasi, Praja Mangkunegaran menjadi makin diakui, baik
oleh rakyat, pemerintah Belanda, maupun rival poltiknya, Kasunana
Surakarta.

You might also like