You are on page 1of 34

HUBUNGAN ANTARA STATUS NUTRISI DAN INTENSITAS NYERI DENGAN

KUALITAS TIDUR PADA PASIEN PASCA-OPERASI LAPARATOMI DI INSTALASI


RAWAT INAP BEDAH RUMAH SAKIT ...

Abstrak

Salah satu pelayanan kesehatan yang dilakukan di rumah sakit adalah pelayanan
tindakan pembedahan. Berdasarkan data dari medical record RS ..., diketahui bahwa
angka pembedahan abdomen (laparatomi) meningkat setiap tahunnya, yaitu pada
tahun 2010 sebanyak 831 kasus pembedahan, kemudian pada tahun 2011 sebanyak 706
kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status nutrisi dan
intensitas nyeri dengan kualitas tidur pada pasien pascaoperasi laparatomi. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan rancangan
penelitian cross sectional. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas tidur,
sedangkan variabel independen, yaitu status nutrisi dan intensitas nyeri. Penelitian ini
menggunakan data primer yang diperoleh melalui wawancara secara langsung kepada
responden melalui kuesioner, dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang di Instalasi
Rawat Inap Bedah RS... pada tanggal ... 20... Hasil analisis univariat menunjukkan
responden yang kualitas tidurnya terganggu sebanyak 17 orang (56,7%); responden yang
status nutrisinya tidak normal sebanyak 18 orang (60%); sebagian besar responden
mengalami nyeri berat, yaitu 18 orang (60%). Hasil analisis bivariat dengan uji Chi
Square menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara antara status nutrisi (p
value = 0,013) dan intensitas nyeri (p value = 0,016) dengan kualitas tidur pada pasien
pascaoperasi laparatomi. Disarankan kepada pihak rumah sakit untuk
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan atau penataran bagi perawat untuk
meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya, khususnya mengenai tindakan
keperawatan pada klien pascaoperasi.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional berupa pemenuhan kebutuhan dasar

yang diberikan kepada individu, baik sehat maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis

dan sosial agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal. Bentuk pemenuhan kebutuhan

dasar dapat berupa meningkatkan kemampuan yang ada pada individu, mencegah, memperbaiki

dan melakukan rehabilitasi dari suatu keadaan yang dipersepsikan sakit oleh individu (Nursalam,

2003).

Salah satu tempat yang memberikan pelayanan keperawatan adalah rumah sakit. Oleh

karena itu, rumah sakit menjadi tempat bagi pasien dan keluarganya menaruh harapan

kesembuhan. Akan tetapi, selain keberhasilan dalam pengobatan dan perawatan kepada pasien

yang dirawat di rumah sakit, banyak pula laporan tentang kegagalan pengobatan dan perawatan

pasien tersebut sehingga menyebabkan waktu perawatan di rumah sakit menjadi lebih lama dan

biaya perawatan meningkat (Widianti, 2011).

Salah satu pelayanan kesehatan yang dilakukan di rumah sakit adalah pelayanan tindakan

pembedahan. Sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, prosedur tindakan

pembedahan pun mengalami kemajuan pesat. Sejumlah penyakit merupakan indikasi untuk

dilakukannya tindakan pembedahan. Salah satu tindakan operasi atau pembedahan adalah

laparatomi. Tindakan operasi atau laparatomi merupakan peristiwa kompleks sebagai ancaman

potensial atau aktual kepada integritas seorang baik bio, psiko, maupun sosial, dan spiritual

(Razid, 2010).

Hasil penelitian Razid (2010) di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan menunjukkan

semakin tingginya angka terapi pembedahan abdomen (laparatomi) tiap tahunnya, pada tahun

2008 terdapat 172 kasus pembedahan laparatomi, lalu pada tahun 2009 terdapat 182 kasus
pembedahan laparatomi. Selanjutnya pada bulan Januari-April tahun 2010 terdapat 32 kasus

pembedahan laparatomi.

Rumah Sakit ... merupakan salah satu rumah sakit yang memiliki Instalasi Bedah Sentral.

Berdasarkan data dari medical record RS..., diketahui bahwa angka pembedahan abdomen

(laparatomi) meningkat setiap tahunnya, yaitu pada tahun 2009 sebanyak 638 kasus

pembedahan, lalu meningkat pada tahun 2010 menjadi 831 kasus pembedahan, kemudian pada

tahun 2011 sebanyak 706 kasus, pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2012

sebanyak 354 kasus (RS...., 20..).

Masalah yang sering terjadi pada pasien yang mengalami operasi laparatomi adalah

gangguan tidur, padahal tidur memberikan waktu perbaikan dan penyembuhan bagi sistem tubuh

yang sangat dibutuhkan oleh pasien, khususnya bagi pasien pascaoperasi. Gangguan tidur yang

dialami pasien pascaoperasi laparatomi biasanya disebabkan oleh faktor nutrisi dan rasa nyeri

pada luka operasi (Widianti, 2011).

Nutrisi merupakan elemen penting dalam proses dan fungsi tubuh. Nutrien mencakup

karbohidrat, protein, lemak, vitamin, meneral dan air. Pasien pascaoperasi laparatomi rentan

terhadap kekurangan nutrisi, karena pasien tersebut mengalami pendarahan eksternal akibat dari

komplikasi operasi (Widianti, 2011).

Gangguan tidur yang dialami oleh pasien pascaoperasi laparatomi, selain disebabkan faktor

nutrisi, juga disebabkan oleh rasa nyeri pada luka operasi. Dalam hal ini, sangat dibutuhkan

peranan perawat, karena perawat menghabiskan lebih banyak waktunya bersama pasien

dibanding tenaga profesional kesehatan lainnya sehingga perawat mempunyai kesempatan lebih

banyak untuk membantu meningkatkan kualitas tidur pasien pascaoperasi laparatomi dengan
meningkatkan status nutrisi dan menghilangkan rasa nyeri pada pasien pascaoperasi laparatomi.

Dalam hal ini, perawat dapat berkolaborasi dengan tenaga profesional lain, seperti ahli gizi

rumah sakit, dalam pemenuhan nutrisi pasien dan dokter, dalam hal intervensi pereda rasa nyeri

pascaoperasi. Manajemen perawatan pada pasien pascaoperasi laparatomi yang baik akan

membantu penyembuhan pascaoperasi secara lebih signifikan sehingga pasien dapat pulang lebih

cepat (Widianti, 2011).

Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Instalasi Rawat Inap Bedah Rumah Sakit ...

pada bulan ... 20.., mendapatkan 8 orang (80%) dari 10 pasien pascaoperasi laparatomi yang

mengalami gangguan tidur.Hasil penelitian Menzeis dalam Razid (2010) di Rumah Sakit ...,

menunjukkan bahwa 748 orang (90%) dari 831 pasien pascaoperasi laparatomi mengalami

gangguan tidur akibat faktor nutrisi dan rasa nyeri pada luka operasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang

berjudul “Hubungan antara Status Nutrisi dan Intensitas Nyeri dengan Kualitas Tidur pada

Pasien Pascaoperasi Laparatomi di Instalasi Rawat Inap Bedah Rumah Sakit ...
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Laparatomi

1. Pengertian Laparatomi

Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah laparatomi

merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada

bedah digestif dan kandungan (Suzanne, 2002).

2. Indikasi Laparatomi

Kasus–kasus yang terdapat pada kasus laparatomi, yaitu : hernotorni, gasterektomi,

kolesistoduodenostomi, hepaterektomi, splenorafi/splenotomi, apendektomi, kolostomi, dan

fistulktomi atau fistulektomi. Adapun cara operasi laparatomi, yaitu : midline incision,

paramedian : panjang (12,5 cm) lebih kurang sedikit ke tepi dari garis tengah; transverse upper

abdomen incision : sisi di bagian atas, seperti pembedahan colesistotomy dan splenektomy;

transverse lower abdomen incision : 4 cm di atas anterior spinal iliaka, lebih kurang insisi

melintang di bagian bawah, misalnya : pada operasi apendiktomy (Ester, 2002).

3. Masalah pada Laparatomi

Masalah yang sering terjadi pada pasien yang mengalami operasi laparatomi adalah

gangguan tidur, padahal tidur memberikan waktu perbaikan dan penyembuhan bagi sistem tubuh

yang sangat dibutuhkan oleh pasien, khususnya bagi pasien pascaoperasi. Gangguan tidur yang
dialami pasien pascaoperasi laparatomi biasanya disebabkan oleh faktor nutrisi dan rasa nyeri pada luka

operasi. Dalam hal ini, perawat dapat berkolaborasi dengan ahli gizi dan dokter untuk intervensi

pemenuhan nutrisi dan pereda rasa nyeri pascaoperasi (Potter & Perry, 2005).

4. Komplikasi Pascaoperasi

a. Perdarahan eksternal

Perdarahan merupakan komplikasi paling dini yang mungkin terjadi setelah operasi.perdarahan

eksternal yang sering tampak adalah daerah drainase. Pipa drainase biasanya keluar dari lubang

insisi yang terpisah dan mungkin terjadi perembesan darah yang terus menerus dari pembuluh

darah kulit atau tepat di bawah kulit.

b. Perdarahan internal

Perdarahan internal sulit terdeteksi karena manifestasi kliniknya lambat. Tanda–tanda klasik dari

perdarahan adalah pucat, menurunnya tekanan darah, nadi yang cepat dan lemah, berkeringat,

dan rasa haus.

B. Perawatan Pascaoperasi

Perawatan pascaoperasi menurut Brunner & Suddarth (2002) meliputi :

1. Persiapan pasien

a. Memberi tahu pasien tentang prosedur yang akan dilakukan. Pasien diberitahukan bahwa balutan

akan diganti dan penggantian balutan tersebut adalah hanya prosedur sederhana yang

menimbulkan sedikit ketidaknyamanan.

b. Menyiapkan lingkungan pasien. Jika pasien dirawat di unit terbuka, gorden harus dipasang untuk

menjaga privasi dan pasien tidak boleh terpajan.


c. Mengatur posisi tidur pasien

2. Persiapan alat-alat

a. Alat-alat steril

(1) 2 pinset anatomis

(2) 1 pinset sirurgis

(3) 1 gunting jaringan

(4) Kasa steril

(5) Handscoen steril

(6) 1 klem

b. Alat-alat nonsteril

(1) Korentang pada tempatnya

(2) Bengkok

(3) Plester

(4) Gunting perban

(5) Cotton buds

(6) Zeal dan alasnya

(7) Kantong sampah

(8) Kom berisi alkohol, betadine dan NaCl serta salep

3. Pelaksanaan

a. Perawat mencuci tangan;

b. Memakai masker;

c. Memakai gown;

d. Siapkan dan dekatkan alat-alat untuk mengganti balutan;


e. Ambil kantong sekali pakai dan buat lipatan di atasnya, letakkan kantong dalam jangkauan area

kerja perawat;

f. Bantu klien pada posisi yang nyaman dan tutup bagian tubuh yang tidak diberikan tindakan

dengan selimut;

g. Pasang zeal di bawah bagian tubuh yang luka;

h. Letakkan bengkok di samping bagian tubuh yang luka;

i. Cuci tangan secara menyeluruh;

j. Kenakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester atau kasa yang menutup luka

tersebut, lepaskan plester dengan melepaskan ujungnya dan menarik secara perlahan sejajar

dengan kulit ke arah balutan dengan menggunakan pinset anatomis. Jika plester terlalu kuat

merekat ke kulit, maka oleskan alkohol dengan menggunakan cotton buds pada sisi plester untuk

mengurangi rasa sakit karena tarikan kulit dengan tangan. Dengan tangan yang telah

menggunakan sarung tangan bersih angkat balutan dengan pinset. Buang ke kantong plastik yang

sudah disiapkan;

k. Buang balutan kotor pada kantong yang telah disiapkan. Hindari kontaminasi permukaan luar

kantong tersebut. Lepaskan sarung tangan bersih sekali pakai dan buang pada tempat yang

disediakan;

l. Siapkan peralatan balutan steril. Tuangkan cairan yang diresepkan (NaCl 0,9%) pada kom atau

mangkok steril, campur dengan sedikit larutan antiseptik (betadine);

m. Kenakan sarung tangan steril;

n. Bersihkan luka dengan larutan NaCl 0,9% dan antiseptik;

o. Lakukan nekrotomi, jika terdapat banyak jaringan nekrotik pada luka;

p. Berikan kasa yang basah tepat pada permukaan luka;


q. Berikan kasa steril di atas kasa basah;

r. Selanjutnya tutup dengan perban;

s. Kemudian pasang plester. Cara yang tepat untuk memasang plester adalah dengan meletakkan

plester di tengah balutan dan kemudian menekan plester ke bawah pada ke dua sisinya, sehingga

memberikan tekanan secara merata menjauhi garis tengah;

t. Lepaskan sarung tangan;

u. Lepaskan masker dan gown;

v. Mencuci tangan;

4. Evaluasi

a. Evaluasi dilakukan setiap mengganti balutan;

b. Kaji apakah luka mengalami perbaikan atau tidak;

c. Adakah tanda-tanda infeksi.

5. Penyuluhan kepada Pasien

Sambil mengganti balutan, perawat mempunyai kesempatan untuk mengajarkan pasien tentang

cara merawat insisi dan mengganti balutan di rumah. Perawat mengamati isyarat dari kesiapan

pasien untuk belajar, seperti melihat pada insisi, menunjukkan minat atau membantu dalam

mengganti balutan (Brunner & Suddarth, 2002).

6. Pengobatan

Pengobatan luka dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik profilaktik yang diberikan ketika

diduga terjadi kontaminasi, atau ketika alat prostetik dimasukkan ke dalam luka yang bersih.

Luka yang terinfeksi tidak ditutup sampai segala upaya telah dilakukan untuk membuang semua

jaringan devitalis dan terinfeksi, prosedurnya disebut debridemen. Sering kali drain kecil
dipasang sebelum luka dijahit untuk mencegah penggumpalan limfe dan darah serta

memperlambat proses penyembuhan.

C. Konsep Tidur

1. Pengertian Tidur

Istirahat adalah perasaan relaks secara mental, bebas dari kecemasan dan tenang secara

fisik. Istirahat tidak selalu berbaring di tempat tidur, namun dapat berupa membaca buku,

melihat televisi. Seusai istirahat, mental dan fisik menjadi segar. Tidur merupakan perubahan

status kesadaran berulang–ulang pada periode tertentu. Tidur memberikan waktu perbaikan dan

penyembuhan sistem tubuh, perawat membantu klien mengembangkan perilaku kondusif untuk

istirahat dan relaksasi. (Widianti, 2011).

Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan dan upaya

kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang–ulang dan masing–masing menyatakan

fase kegiatan otak dan badaniyah yang berbeda (Wartonah, 2011).

Tidur merupakan kondisi tidak sadar dimana individu dapat dibangunkan oleh sesuatu

atau sensoris yang sesuai atau juga dapat di katakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang

relatif, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu

urutan siklus berulang, dengan ciri adanya dengan aktivitas yang minim, memiliki kesadaran

yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis dan terjadi penurunan respon terhadap

rangsangan dari luar (Hidayat, 2008).

2. Fisiologi Tidur
a. Irama Sirkardian

Irama siklus 24 jam siang malam disebut irama sirkadian. Irama sirkardian mempengaruhi

perilaku dan pola fungsi biologis utama seperti suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah,

sekresi hormon, kemampuan sensorik dan suasana hati. Irama sirkardian dipengaruhi cahaya,

suhu, dan faktor internal (aktivitas sosial dan dan rutinitas pekerjaan).

b. Tahapan Tidur

Dua fase normal : NREM (pergerakan mata yang tidak cepat) dan REM (pergerakan mata yang

cepat).

Tahap 1 : NREM

Merupakan tingkatan paling dangkal dari tidur. Tahap ini berakhir beberapa menit sehingga

orang mudah terbangun karena suara.

Tahap 2 : NREM

Merupakan tidur bersuara. Terjadi relaksasi sehingga untuk bangun pun sulit. Tahap ini berakhir

10-20 menit. Fungsi tubuh menjadi lambat.

Tahap : 3 NREM

Menjadi tahap awal tidur yang dalam. Otot – otot menjadi relaks penuh sehingga sulit untuk

dibangunkan dan jarang bergerak. Tanda – tanda vital menurun namun teratur. Berakhir 15 – 3

menit.

Tahap 4 : NREM

Menjadi tahap tidur terdalam. Individu menjadi sulit dibangunkan. Jika kurang tidur, individu

akan menyeimbangkan porsi tidurnya pada tahap ini.

Tanda – tanda vital menurun secara bermakna. Pada tahap ini terjadi tidur sambil berjalan dan

enuresis. Berakhir 15-30 menit.


Tidur REM

Pada tahap ini, individu akan mengalami mimpi. Respon pergerakan mata yang cepat, fluktasi

jantung dan kecepatan respirasi dan peningkatan tekanan darah. Terjadi tonus otot skelet

penurunan. Sekresi lambung meningkat. Berakhir dalam waktu 90 menit. Terjadi peningkatan

tidur REM tiap siklus dalam waktu 20 menit (Wartonah, 2011)

Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme serebral

yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekankan pada pusat otak agar dapat tidur

dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem mengaktivasi retikularis yang

merupakan system yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan syaraf pusat termasuk

pengaturan kewaspadaan dari tidur. Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan tidur terletak dalam

mesensefalon dan bagian atas pons. Selain itu, Reticular Activating System (RAS) dapat

rangsangan visual, pendengaran, nyeri, perabaaan juga dapat menerima stimulasi dari kortek

serebri termasuk rangsangan emosi dan proses fikir dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS

akan melepaskan norepinefrin.

Demikian juga pada saat tidur kemungkinan adanya pelepasan serum serotinin dari sel khusus

yang berada di pons di batang otak tengah, yaitu bulbar synchronizing regional (BSR). Bangun

tergantung dari keseimbangan implus yang diterima di pusat otak dan system limbic, dengan

demikian sistem dengan batang otak yang mengatur atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan

BSR (Hidayat, 2008).

3. Jenis – Jenis Tidur

Dalam prosesnya, tidur di bagi ke dalam dua jenis pertama, jenis tidur yang disebabkan oleh

menurunnya kegiatan dalam sistem pengaktivasi retikularis, disebut dengan tidur gelombang
lambat karena gelombang otak bergerak sangat lambat, atau disebut juga tidur Non Rapid Eye

Movement (NREM). Kedua, jenis tidur yang disebabkan oleh penyaluran abnormal dari isyarat –

isyarat dalam otak, meskipun kegiatan otak mungkin tidak tertekan secara berarti, disebut dengan

jenis tidur paradoks atau disebut juga dengan tidur Rapid Eye Movement (REM) (Hidayat, 2008).

a. Tidur Gelombang Lambat

Jenis tidur ini kenal dengan tidur yang dalam, istirahat yang penuh, atau juga dikenal dengan

tidur nyenyak. Pada tidur jenis ini, gelombang otak bergerak lebih lambat, sehingga

menyebabkan tidur tanpa bermimpi. Tidur gelombang lambat bias juga disebut dengan tidur

gelombang delta, dengan ciri –ciri : betul–betul istirahat, tekanan darah menurun, frekuensi nafas

menurun, pergerakan bola mata melambat, mimpi berkurang dan metabolisme menurun.

Perubahan selama proses tidur gelombang lambat adalah melalui elektroenchepalografi dengan

memperlihatkan gelombang otak berada setiap tahap tidur, yaitu : pertama, kewaspadaan penuh

dengan gelombang beta yang berfrekuensi tinggi dan voltase rendah: ke dua, istirahat tenang

yang diperlihatkan pada gelombang alpa : ke tiga, tidur ringan karena terjadi perlambatan

gelombang alpa sejenis teta atau delta yang bervoltase rendah : dan ke empat tidur nyenyak

karena gelombang lambat dengan gelombang delta bervoltase tinggi dengan kecepatan ½

perdetik. Tahapan tidur jenis lambat sebagai berikut.

Tahap I

Tahap I merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur dengan cirri sebagai berikut : rileks,

masih sadar dengan lingkungan, merasa mengantuk, bola mata bergerak dari samping ke

samping, frekuensi nafas dan nadi sedikit menurun, dapat bangun segera selama tahap ini

berlangsung selama 5 menit.

Tahap II
Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun dengan ciri sebagai

berikut : mata pada umumnya menetap, denyut jantung dan frekuensi nafas menurun, temperatur

tubuh menurun, metabolisme menurun, berlnagsung pendek dan berakhir 10 – 15 menit.

Tahap III

Tahap III merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi dan frekuensi nafas dan proses tubuh

lainnya lambat, disebabkan oleh adanya dominasi simpatis syaraf parasimpatis dan sulit untuk

bangun.

Tahap IV

Tahap IV merupakan tahap tidur dalam dengan ciri kecepatan jantung dan pernafasan turun,

jarang bergerak dan sulit dibangunkan, gerak bola mata cepat, sekresi lambung menurun dan

tonus otot menurun.

4. Fungsi dan Tujuan Tidur

Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi diyakini bahwa tidur dapat

digunakan untuk menjaga keseimbangan mental, emosional, kesehatan, mengurangi stress pada

paru, kardiovaskuler, endokrin, dan lain – lain. Energi disimpan selama tidur, sehingga dapat

diarahkan kembali pada fungsi seluler yang penting. Secara umum terdapat efek fisiologis dari

tidur : pertama, efek pada system syaraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal

dan keseimbangan diantara berbagai susunan syaraf, dan ke dua, efek pada struktur tubuh dengan

memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh karena selama tidur mengalami penurunan.
Tabel 2.1
Kebutuhan Tidur Manusia Berdasarkan Usia

Usia Tingkat Jumlah Kebutuhan


Perkembangan Tidur
Bulan Masa neonatus 14-18 jam/hari
1 - 18 bulan Masa bayi 12-14 jam/hari
18 - 3 tahun Masa anak 11-12 jam / hari
3 - 6 tahun Masa prasekolah 11 jam/hari
6 - 12 tahun Masa sekolah 10 jam / hari
12 - 18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari
18 - 40 tahun Masa dewasa muda 7-8 jam/hari
40 - 60 tahun Masa parubaya 7 jam/hari
60 tahun ke atas Masa dewasa tua 6 jam/hari
Sumber : Hidayat (2008)

5. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur

Menurut Widianti (2011), kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor kualitas

tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah

istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Di antara faktor yang dapat mempengaruhinya :

a. Penyakit

Banyak penyakit yang dapat memperbesar kebutuhan tidur, seperti penyakit yang disebabkan

oleh infeksi, terutama infeksi limpa. Infeksi limpa berkaitan dengan keletihan, sehingga

penderitanya membutuhkan lebih banyak waktu tidur untuk mengatasinya.

b. Latihan dan kelelahan

Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga

keseimbangan energi yang telah dikeluarkan hal tersebut terlihat pada seseorang yang telah

melakukan aktivitas dan mencapai kelelahan, maka orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat

tidur karena tahap tidur gelombang lambatnya diperpendek.

c. Stres psikologis
Kondisi psikologis dapat terjadi pada seeorang akibat ketegangan jiwa. Hal tersebut terlihat

ketika seseorang yang memiliki masalah psikologis mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk

tidur.

d. Obat

Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi proses tidur adalah jenis golongan obat diuretik

menyebabkan seseorang insomnia, antidepresan dapat menekan ren, kafein dapat meningkatkan

syaraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek

pada timbulnya insomnia dan golongan narkotik dapat menekan rem sehingga mudah

mengantuk.

e. Nutrisi

Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Protein yang tinggi

dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya tryptophan yang merupakan asam

amino dari protein yang dicerna dapat membantu mudah tidur.

f. Lingkungan

Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat terjadinya

proses tidur. Sebaliknya, lingkungan yang tidak nyaman dan nyaman bagi seseorang dapat

menyebabkan hilangnya ketenangan sehingga mempengaruhi proses tidur.

g. Motivasi

Merupakan suatu dorongan atau keingan seseorang untuk tidur, yang dapat mempengaruhi

proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk menahan tidak tidur dapat menimbulkan

gangguan proses tidur.

h. Nyeri
Sensasi tidak menyenangkan dan sangat individual dan tidak bisa berbagi dengan orang lain.

Nyeri bersifat universal, berbeda persepsi dan bersifat individual.

6. Masalah Kebutuhan Tidur

a. Insomnia

Merupakan suatu keadaan ketidakmampuan mendapatkan tidur yang adekuat, baik kualitas

maupun kuantitas dengan keadaan tidur yang hanya sebentar atau susah tidur insomnia terbagi

menjadi tiga jenis yaitu : initial insomnia, merupakan ketidakmampuan tetap tidur karena selalu

terbangun pada malam hari dan terminal insomnia merupakan ketidakmampuan untuk tidur

kembali setelah bangun tidur pada malam hari.

b. Hipersomnia

Merupakan gangguan tidur dengan kriteria tidur berlebihan pada umumnya lebih dari sembilan

jam pada malam hari, disebabkan kemungkinan adanya masalah psikologis, depresi, kecemasan,

gangguan syaraf pusat, ginjal, hati dan gangguan metabolisme.

c. Parasomnia

Merupakan kumpulan beberapa penyakit yang dapat menggagu pola tidur seperti

somnambulisme (berjalan–jalan dalam tidur) yang banyak terjadi pada anak–anak, yaitu pada

tahap III dan IV dari tidur NREM. Sonnambulisme dapat menyebabkan cidera.

d. Enuresa

Merupakan BAK yang tidak sengaja pada waktu tidur atau biasa di sebut dengan mengompol.

e. Apnea tidur dan mendengkur


Mendengkur pada umumnya tidak termasuk dalam gangguan tidur tetapi mendengkur yang

disertai dengan keadaan apnea dapat menjadi masalah. Terjadinya apnea dapat mengacaunya

jalannya pernafasan sehingga dapat mengakibatkan henti napas.

f. Narcolepsi

Merupakan keadaan tidak dapat mengendalikan diri untuk tidur, misalnya tertidur dalam keadaan

berdiri, mengemudikan kendaraan, atau di saat membicarakan sesuatu. Hal ini merupakan

neurologis.

g. Mengigau

Dikategorikan dalam gangguan tidur bila terlalu sering dan di luar kebiasaan dari hasil

pengamatan ditemukan bahwa hampir semua orang pernah mengigau dan terjadi sebelum tidur

REM.

Selama kita tidur, maka kita mengalami beberapa siklus tidur. Satu siklus terdiri dari

beberapa REM dan non REM, dan bagi suatu usia tertentu maka setiap tahap akan berbeda dalam

lama berlangsungnya. Golongan remaja amat cepat terlelap sejak mulai membaringkan

badannya. Setelah 60 sampai 90 menit, ia memasuki tahap ke dua pada non REM dan segera

diikuti oleh tahap REM yang pertama pada malam itu. Siklus pertama biasanya hanya

berlangsung sekitar 70 sampai 80 menit.

Semakin larut malam, maka waktu siklus menjadi lebih lama dan akhirnya mencapai 100

menit. Tahap ke tiga dan ke empat merupakan bagian yang menonjol pada siklus pertama.

Bagian ini seringkali dianggap sebagai tidur yang paling nyenyak, sebab pada saat ini orang yang

paling sulit untuk dibangunkan dan sangat kebal terhadap setiap gangguan suara. Dengan

bertambah larutnya malam, maka periode REM semakin panjang, sedangkan tahap ke tiga dan

ke empat menghilang. Menjelang dini hari, maka sedikit suara saja dapat membangunkan kita.
Haruslah diingat bahwa semua ini merupakan satu kali tidur dalam suatu malam, jadi sebenarnya

dapat dianggap satu rata-rata saja. Mungkin sekali tidur anda malam ini berbeda dengan kemarin

atau dengan esok hari, dan mungkin pula tidur yang anda alami akan sangat berbeda dengan tidur

tetangga anda.

D. Status Nutrisi

1. Pengertian Status Nutrisi

Nutrisi merupakan elemen penting dalam proses dan fungsi tubuh. Nutrien mencakup

karbohidrat, protein, lemak, vitamin, meneral dan air (Widianti, 2011). Nutrisi merupakan proses

pemasukan dan pengelolaan zat makanan oleh tubuh yang bertujuan menghasilkan energi dan

digunakan dalam aktivitas tubuh. Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat

mempercepat proses tidur. Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena

adanya tryptophan yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna. Demikian sebaliknya,

kebutuhan gizi yang kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur, bahkan terkadang sulit untuk

tidur (Hidayat, 2008).

2. Macam–Macam Nutrisi

a. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan zat gizi yang terdapat dalam makanan, pada umumnya dalam bentuk

amilum pembentukan amilum terjadi dalam mulut melalui enzim ptialin yang ada dalam ludah.

b. Lemak
Pencernaan lemak dimulai dalam lambung (walaupun hanya sedikit) karena dalam mulut tidak

ada enzim pemecah lemak lambung mengeluarkan enzim lifase untuk mengubah sebagian kecil

lemak dan gliserin, kemudian diangkut melalui getah bening dan selanjutnya masuk melalui

peredaran darah untuk kemudian tiba di hati.

c. Protein

Kelenjar ludah dalam mulut tidak membuat enzim protease. Enzim preatase baru terdapat dalam

lambung, yang mengubah protein menjadi albuminosa dan pepton.

d. Mineral

Mineral tidak membutuhkan pencernaan. Meneral hadir dalam bentuk tertentu sehingga tubuh

mudah untuk memprosesnya. Umumnya, meneral diserap dengan mudah melalui dinding usus

halus secara difusi pasif maupun transportasi aktif.

e. Vitamin

Pencernaan vitamin melibatkan penguraiannya menjadi molekul– molekul yang lebih kecil

sehingga dapat diserap dengan efektif. Beberapa penyerapan vitamin dilakukan dengan difusi

sederhana, tetapi sistem transfortasi aktif sangat penting untuk memastikan pemasukan yang

cukup.

f. Air

Air merupakan zat makanan yang paling mendasar dibutuhkan oleh tubuh manusia. Terdiri atas

50 % - 70% air. Asupan air secara teratur sangat penting bagi makhluk hidup untuk bertahan

hidup dibandingkan dengan pemasukan nutrisi lain.

3. Keseimbangan Energi
Energi merupakan kapasitas untuk melakukan sebuah aktivitas, dapat diukur melalui

pembentuakan panas. Energi pada manusia dapat diperoleh dari berbagai masuakan zat gizi

diantaranya protein, karbohidrat, lemak, maupun bahan makanan yang disimpan di dalam tubuh.

Metabolisme basal merupakan energi yang dibutuhkan seseorang dalam keadaan istirahat dan

nilainya disebut dengan Basal Metabolisme Rate (BMR). Nilai metabolisme basal setiap orang

berbeda–beda, dipengaruhi oleh faktor usia, kehamilan, mal nutrisi, komposisi, jenis kelamin,

hormonal dan suhu tubuh.

4. Jenis–Jenis Metabolisme

a. Metabolisme karbohidrat

Metabolisme karbohidrat yang berbentuk monosakarida dan disakarida diserap melalui mokasa

usus. Setelah proses penyerapan (di dalam pembuluh darah) semua berbentuk monosakarida

bersama–sama dengan darah, karbohidrat ini dibawa ke hati.

b. Metabolisme lemak

Lemak diserap dalam bentuk gliserol asam lemak. Gliserol larut dalam air sehingga dapat diserap

secara pasif, langsung memasuki pembuluh darah dan dibawa ke hati. Melalui proses kimiawi,

gliserol diubah menjadi glikogen, selanjutnya mengikuti metobolisme arang sampai

menghasilkan tenaga. Jadi, gliserol diubah menjadi tenaga melewati proses yang dilakukan oleh

karbohidrat.

5. Metabolisme protein

Pada umumnya protein diserap dalam bentuk asam amino dan bersama-sama dengan darah

dibawa ke hati, kemudian dibersihkan dari toksin. Proses masuknya asam amino dapat dikatakan
tidak dinamis dan selalu diperbaharuhi. Asam amino yang masuk tidak sebanding dengan jumlah

asam amino yang diperlukan untuk menutupi kekurangan amino yang dipakai oleh tubuh.

6. Kebutuhan Nutrisi Berdasarkan Tahap Perkembangan

a. Ibu hamil dan menyusui

Ibu hamil lebih banyak membutuhkan kalori, kalsium, folat, zat besi, dan ASI pada ibu hamil.

b. Bayi

Mengalami tumbuh kembang pesat pada 1 tahun pertama. Usia 6 bulan diberikan susu dan

makanan tambahan pada usia 6 bulan.

c. Todler dan prasekolah

Usia ini, nafsu makan anak dan kecepatan pertumbuhan mulai menurun sehingga perlu intake

nutrisi yang penting untuk tumbuh kembang anak (menu gizi seimbang).

d. Sekolah dan dewasa tengah

Pertumbuhan meningkat pada usia ini. Gigi permanen sudah tumbuh dan sistem pencernaan

sudah matur.

e. Lansia

Pertumbuhan dan metabolisme berhenti sehingga butuh kalori sedikit. Defesiensi kalsium dan

ostioporosis terjadi, khususnya pada wanita menopause (Widianti, 2011)

E. Konsep Nyeri

1. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan mekanisme fisiologis bertujuan untuk melindungi diri dan disebabkan

oleh stimulus tertentu (Wartonah, 2011). Nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan yang

bersifat individual. Klien merespon terhadap nyeri yang dialaminya dengan beragam cara,

misalnya berteriak, meringis dan lain-lain. Oleh karena nyeri bersifat subyektif, maka perawat

mesti peka terhadap sensasi nyeri yang dialami klien. Untuk itu, diperlukan kemampuan perawat

dalam mengidentifikasi dan mengatasi rasa nyeri (Asmadi, 2004). Nyeri adalah pengalaman

sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau

potensial (Suzanne, 2002).

Dua kategori dasar nyeri yang secara umum diketahui nyeri akut dan nyeri umum.

a. Nyeri akut

Nyeri akut biasanya tiba–tiba dan umumnya berkaitan dengan cidera spesifik, nyeri akut

mengindikasikan bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi. Hal ini menarik perhaatian pada

kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi

serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada

penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan ; nyeri

ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan

definisi nyeri, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik

hingga enam bulan. Cidera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara

spontan atau dapat memerlukan pengobatan. Sebagai contoh, jari yang tertusuk biasanya sembuh

dengan cepat, barangkali dalam beberapa detik atau beberapa menit. Pada kasus yang lebih berat,

seperti fraktur ekstrimitas, pengobatan dibutuhkan dengan nyeri menurun dengan sejalan dengan

penyembuhan tulang.

b. Nyeri kronis
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang sesuatu periode

waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak

dapat dikaitkan dengan penyebab atau cidera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai

awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini

tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri

akut dapat menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana

mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya. Nyeri kronis sering

didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih, meskipun enam

bulan merupakan suatu periode yang dapat berubah untuk membedakan antara nyeri akut dan

nyeri kronis. Suatu episode nyeri dapat mempunyai karakteristik nyeri kronis sebelum enam

bulan telah berlalu, atau beberapa jenis nyeri dapat tetap bersifat akut secara primer selama lebih

dari 6 bulan.

Meskipun tidak diketahui mengapa banyak orang mengalami nyeri kronis setelah suatu cidera

atau proses penyakit, hal ini juga duga bahwa ujung–ujung syaraf yang normalnya tidak

mentransmisikan stimulus yang sangat nyeri, mentransmisikan stimulus yang sebelumnya tidak

nyeri sebagai stimulus yang sangat nyeri.perawat dapat berhubungan dengan pasien yang

mengalami nyeri kronis saat mereka masuk rumah sakit untuk berobat atau saat mengunjungi

mereka dirumah untuk perawatan rumah. Seringkali perawat diperlukan dalam lingkungan

komunitas untuk membantu dalam menangani nyeri pasien.

Tabel 2.2
Membandingkan Karakteristik antara Nyeri Akut dan Nyeri Kronis

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis


Tujuan / Memperingatkan adanya Tidak ada
Keuntungan cidera atau masalah
Awitan Mendadak Terus menurus atau
intermiten
Intensitas Ringan sampai berat Ringan sampai berat
Durasi Durasi singkat (dari Durasi lama (6 bulan
beberapa detik sampai 6 atau lebih)
bulan)
Respon otonom Konsisten dengan respon Tidak terdapat respon
stres simpatis frekuensi otonom
jantung meningkat volume
sekuncup meningkat
tekanan darah meningkat
dilatasi pupil meningkat
tegangan otot meningkat
motilitas gastrointestinal
menurun aliran saliva
menurun (mulut kering)
Komponen Ansietas Depresi, mudah marah,
psikologis menarik diri minat
dunia luar, menarik diri
dari persahabatan
Respon jenis Nyeri bedah, trauma Tidur terganggu, libido
lainnya menurun, nafsu makan
menurun.
Contoh Nyeri kanker, arthritis,
neuralgia trigeminal
Sumber : Suzanne (2002).

2. Fisiologi Nyeri

Fisiologi nyeri dapat meliputi resepsi, persepsi dan reaksi. Impuls syaraf yang dihasilkan

stimulus nyeri menyebar di sepanjang serabut syaraf aferen. Syaraf ini menonduksi 2 stimulus

nyeri : serabut A-delta bermielinasi dan cepat dan serabut C lambat.

Saat individu sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi kompleks. Menurut McCaffery,

3 sistem interaksi persepsi nyeri, yaitu efektif, kognitif, evaluatif. Bentuk reaksi fisiologis,

stimulasi cabang simpatis menghasilkan respon fisiologis. Jika nyeri terus menerus, maka saraf

parasimpatis akan menghasilkan aksi. Fase pengalaman nyeri sebagai respon perilaku nyeri :

. Antisipasi : memungkinkan individu belajar tentang nyeri


b. Sensasi : ketika merasakan nyeri, gerakan khas, ekspresi wajah mengindikasikan nyeri seperti

menggerakkan gigi, membungkuk, menyeringai memegang bagian tubuh yang nyeri.

. Akibat : nyeri atau berhenti. Namun masih tetap butuh perhatian perawat mesti sumber nyeri dapat

terkontrol (Widianti, 2011).

3. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Usia, jenis kelamin, kebudayaan, makna nyeri, perhatian dan ansietas.

4. Deskripsi Verbal Tentang Nyeri

Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri individual dalam beberapa cara berikut :

Intensitas nyeri adanya skala verbal, misalnya : 0 = tidak nyeri; 1-3 nyeri ringan; 4-6 nyeri

sedang; 7-9 nyeri berat; 10 = nyeri sangat berat.

Kekhawatiran individu tentang nyeri dapat diliputi berbagai masalah yang luas, seperti beban

ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri (Suzanne, 2002).

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep dalam penelitian ini merujuk pada teori kualitas tidur yang dinyatakan

Widianti (2011) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur antara

lain adalah status nutrisi dan intensitas nyeri, sehingga kerangka konsep penelitian ini dapat

disusun sebagai berikut :


Skema 3.1
Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Variabel
Dependen
Kualitas Mutu kemampuan Kuesioner Wawancara1.Terganggu, bila Nominal
tidur responden untuk tidur nilai ≥5
dan memperoleh 2.Tidak
jumlah istirahat terganggu, bila
sesuai dengan nilai <5
kebutuhannya
2. Variabel
Independen
Status Keadaan gizi Timbangan dan Menimbang1. Tidak normal, Nominal
nutrisi responden yang Meteran serta berat badan bila IMT ≤
diukur dengan kuesioner dan 18,4 atau > 25
menghitung Indeks mengukur 2. Normal, bila
Massa Tubuh (IMT) tinggi IMT 18,5 –
responden badan dan 25,0
wawancara
Intensitas Persepsi responden Kuesioner Wawancara1. Nyeri berat, Ordinal
nyeri terhadap rasa nyeri bila skala
akibat luka 7 – 10
pascaoperasi 2. Nyeri sedang,
laparatomi yang bila skala 4 – 6
3. Nyeri ringan,
dialaminya
bila skala 0 – 3
C. Hipotesis

1. Ada hubungan antara status nutrisi dengan kualitas tidur pada pasien pascaoperasi

laparatomi di Instalasi Rawat Inap Bedah RS...

2. Ada hubungan antara intensitas nyeri dengan kualitas tidur pada pasien pascaoperasi

laparatomi di Instalasi Rawat Inap Bedah RS...

D. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode survei analitik

melalui pendekatan cross sectional. Rancangan penelitian cross sectional adalah suatu penelitian

yang semua variabelnya, baik variabel independen (Status Nutrisi dan Intensitas Nyeri) maupun

variabel dependen (Kualitas Tidur) diobservasi atau dikumpulkan sekaligus dalam waktu yang

sama (Notoatmodjo, 2010).

E. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Instalasi Rawat Inap Bedah RS...

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan ... selama 1 minggu.

F. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh pasien pascaoperasi laparatomi di Instalasi Rawat Inap Bedah
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun

2012 sebanyak 354 kasus.

2. Sampel penelitian

Sampel adalah sebagian atau keseluruhan subjek yang akan diteliti dan dianggap mewakili

populasi (Notoatmodjo, 2010). Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental

sampling, yaitu mengambil sampel sesuai dengan jumlah sampel yang ada pada saat penelitian

dilakukan.

Adapun kriteria inklusi sampel sebagai berikut.

a. Pasien dewasa berusia ≥ 17 tahun

b. Pasien dengan keadaan umum komposmentis

c. Pasien 24 jam pertama pascaoperasi laparatomi

d. Pasien yang bersedia menjadi responden

D. Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data primer

Pengumpulan data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung kepada responden

melalui kuesioner untuk mengetahui status nutrisi dan intensitas nyeri serta kualitas tidur pada

pasien pascaoperasi laparatomi.

b. Data sekunder

Pengumpulan data sekunder diperoleh dari profil RS... dan buku status pasien.

2. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Kuesioner merupakan

alat ukur berupa angket atau daftar pertanyaan. Pembuatan kuesioner ini mengacu pada

parameter yang sudah dibuat oleh peneliti sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. Adapun

data yang terkumpul dikelompokkan menurut variabel masing-masing dengan hasil ukur sebagai

berikut.

a) Kualitas tidur dinilai dari jawaban responden pada kuesioner, dengan penilaian jawaban :

- Ya = 1

- Tidak = 0

Lalu jawaban responden diakumulasikan dan dikategorikan menjadi :

1. Kurang, bila nilai < mean

2. Baik, bila nilai ≥ mean

b) Status nutrisi

Untuk menentukan status nutrisi digunakan rumus sebagai berikut :

Indeks Massa Tubuh (IMT) = Berat Badan (Kg)

Tinggi Badan2 (M)

Batas Ambang IMT untuk Indonesia, yaitu :

1. Tidak normal, bila IMT ≤ 18,4 atau > 25

2. Normal, bila IMT 18,5 – 25,0

c) Intensitas nyeri dinilai dari persepsi pasien terhadap rasa nyeri akibat luka pascaoperasi

laparatomi yang dialaminya

Lalu jawaban responden dikategorikan menjadi:

1. Nyeri berat, bila skala 7 – 10


2. Nyeri sedang, bila skala 4 – 6

3. Nyeri ringan, bila skala 0 – 3

E. Pengolahan Data

Menurut Hastono (2009) pengolahan data meliputi hal-hal berikut.

1. Editing

Merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner

tersebut.

2. Coding

Proses mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.

3. Entry data

Jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk kode dimasukkan ke

dalam program software komputer.

4. Cleaning

Proses pengecekan ulang dan pembersihan data dari kesalahan.

F. Analisis Data

Setelah melalui tahapan pengolahan data, data kemudian dianalisis secara univariat dan

bivariat.

1. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dan persentase

dari semua variabel penelitian yang meliputi status nutrisi dan intensitas nyeri (variabel

independen) serta kualitas tidur pada pasien pascaoperasi laparatomi (variabel dependen).
2. Analisis Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen, sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur pada

pasien pascaoperasi laparatomi. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Chi

Square, karena baik variabel independen maupun variabel dependen merupakan variabel

kategorik. Batas kemaknaan yang digunakan adalah 0,05. Pengambilan keputusan statistik

dilakukan dengan membandingkan nilai p (p value) dengan nilai α (0,05), dengan ketentuan :

a. Bila p value ≤ nilai α (0,05), maka ada hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen

b. Bila p value > nilai α (0,05), maka tidak ada hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen.

G. Jadwal Pelaksanaan

Untuk menunjang keberhasilan dalam penulisan proposal ini, penulis menyusun jadwal

pelaksanaan penelitian, antara lain penulis melakukan penyusunan proposal, pengajuan seminar

dan melakukan perbaikan, uji coba melakukan pengumpulan informasi. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada jadwal pelaksanaan sebagai berikut.

Tabel 4.1
Jadwal Pelaksanaan

No. Kegiatan Mei Juni Juli Agustus


1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Penyusunan

proposal
2. Pengajuan

seminar dan

perbaikan

proposal

3. Pengumpulan

data

4. Analisa dan

interprestasi

data

5. Pengajuan usul
ujian skripsi

H. Etika Penelitian

Responden mengisi informed consent yang sebelumnya sudah diberikan penjelasan oleh

peneliti tentang maksud dan tujuan penelitian serta cara mengisi instrumen, dan peneliti juga

menjelaskan kerahasiaan mengenai nama responden untuk disimpan oleh peneliti dan tidak

dipublikasikan.

Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut:

1. Informed consent (Lembar persetujuan)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent ini diberikan sebelum

penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.

2. Anonimity (Tanpa nama)


Masalah etik keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam

penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama

responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan nama inisial pada lembar pengumpulan

data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil

penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang

dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan.

4. Protection from discomfort (Perlindungan dari ketidaknyamanan)

Untuk melindungi pasien dari ketidaknyamanan, baik fisik maupun psikologis.

You might also like