You are on page 1of 24

ASUHAN KEBIDANAN TERKINI

MAKALAH DAN RESUME JURNAL


KEGAWATDARURATAN NEONATAL
“HIPERBILLIRUBIN & SEPSIS “

Disusun Oleh:

DEWI FRIYANTI (163112540120636)


EKA MILASARI(163112540120634 )
SANG AYU MADE SINTIA (163112540120635)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


D4 KEBIDANAN
UNIVERSITAS NASIONAL
T.A 2017/2018
Kata pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
hiperbillirubin dan sepsis pada neonatus

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang hiperbillirubin dan sepsi pada
neonatal ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Jakarta, Mei 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap ibu yang telah melahirkan menginginkan anaknya lahir dalam keadaan sehat dan
tidak ada kelainan – kelainan pada bayi tersebut. Tetapi keinginan tersebut tidak akan
diperoleh oleh setiap ibu. Karena sebagian kecil ada yang lahir dalam keadaan abnormal.
Misalnya anak lahir dengan BBLR, ikterus, hidrosefalus, dan kelainan – kelainan lainnya.
Hal ini di sebabkan oleh banyak factor pencetusnya. Seperti kurang teraturnya antenatal care
ibu saat hamil, asupan gizi yang kurang baik pada ibu maupun pada janin yang di kandung,
atau penyakit yang diturunkan oleh ibu sendiri.
Kemudian kurangnya pengetahuan ibu untuk mengenali tanda – tanda kelainan yang
mungkin timbul pada bayi baru lahir. Seperti bayi dengan hiperbilirubin, dimana kebanyakan
ibu membawa bayinya ke Rumah Sakit dalam derajat yang tinggi. Sebagaimana kita ketahui
bahwa ikterik itu terjadinya dimulai dari wajah. Di sini jelas bahwa kurangnya pengetahuan
ibu atau orang tua tentang hiperbilirubin tersebut, kemudian kurangnya memperoleh
pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan.
Selain itu ada pula kegawatdaruratan lain pada neonatal adalah sepsis, penyebab
neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus,
parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri. Beberapa
komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sepsis pada neonatus antara
lain :
 Perdarahan
 Demam yang terjadi pada ibu
 Infeksi pada uterus atau plasenta
 Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
 Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum
melahirkan)
 Proses kelahiran yang lama dan sulit
Untuk itulah penulis mengangkat makalah ini dengan judul hiperbilirubin dan sepsis pada
neonatal.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Pengertian dari Hiperbilirubin dan sepsis?
2. Apakah Faktor Penyebab dari Hiperbilirubin dan sepsi
3. Apakah Komplikasi dari Hiperbilirubin dan sepsis tersebut?
4. Bagaimanakah Gejala Hiperbilrubin dan sepsis pada bayi baru lahir?
5. Apakah Batasan dari Hiperbilirubin dan sepsis?
6. Bagaimanakah Prinsip Dasarnya?
7. Bagaimanakah Langkah Promotif Dan Preventif dari hiperbilirubin dan sepsis?
8. Bagaimanakah Diagnostiknya?
9. Bagaimanakah Manajemen dari hiperbilirubin dan sepsis ?

C. Tujuan
1. Dapat Mengetahui dan memahami Pengertian dari Hiperbilirubin serta sepsis pada neonatal
2. Dapat Mengetahui dan memahami Faktor Penyebab dari Hiperbilirubin dan sepsis
3. Dapat Mengetahui dan memahami Komplikasi dari Hiperbilirubin dan sepsis neonatal
4. Dapat Mengetahui dan memahami Gejala Hiperbilrubin dan sepsis pada bayi baru lahir
5. Dapat Mengetahui dan memahami Batasan dari Hiperbilirubin
6. Dapat Mengetahui dan memahami Prinsip Dasarnya
7. Dapat Mengetahui dan memahami Langkah Promotif Dan Preventif dari hiperbilirubin
8. Dapat Mengetahui dan memahami Diagnostiknya
9. Dapat Mengetahui dan memahami Manajemen dari hiperbilirubin dan sepsis neonatal
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
lebih dari normal, Biasanya terjadi pada bayi baru lahir. (Suriadi, 2001).
Nilai normal : bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Sesungguhnya hiperbilirubinemia merupakan keadaan normal pada bayi baru lahir
selama minggu pertama, karena belum sempurnanya metabolisme bilirubin bayi. Ditemukan
sekitar 25-50% bayi normal dengan kedaan hiperbilirubinemia. Kuning/jaundice pada bayi
baru lahir atau disebut dengan ikterus neonatorum merupakan warna kuning pada kulit dan
bagian putih dari mata (sklera) pada beberapa hari setelah lahir yang disebabkan oleh
penumpukan bilirubin. Gejala ini dapat terjadi antara 25%-50% pada seluruh bayi cukup
bulan dan lebih tinggi lagi pada bayi prematur. Walaupun kuning pada bayi baru lahir
merupakan keadaan yang relatif tidak berbahaya, tetapi pad usia inilah kadar bilirubin yang
tinggi dapat menjadi toksik dan berbahaya terhadap sistim saraf pusat bayi.
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang
mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai
joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek
pathologis. (Markum, 1991:314)

B. Faktor Penyebab
Hiperbilirubin pada bayi baru lahir paling sering timbul karena fungsi hati masih belum
sempurna untuk membuang bilirubin dari aliran darah. Hiperbilirubin juga bisa terjadi karena
beberapa kondisi klinis, di antaranya adalah:
a) ikterus fisiologis merupakan bentuk yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir. Jenis
bilirubin yang menyebabkan pewarnaan kuning pada ikterus disebut bilirubin tidak
terkonjugasi, merupakan jenis yang tidak mudah dibuang dari tubuh bayi. Hati bayi akan
mengubah bilirubin ini menjadi bilirubin terkonjugasi yang lebih mudah dibuang oleh tubuh.
Hati bayi baru lahir masih belum matang sehingga masih belum mampu untuk melakukan
pengubahan ini dengan baik sehingga akan terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah
yang ditandai sebagai pewarnaan kuning pada kulit bayi. Bila kuning tersebut murni
disebabkan oleh faktor ini maka disebut sebagai ikterus fisiologis
b) Breastfeeding jaundice, dapat terjadi pada bayi yang mendapa air susu ibu (ASI) eksklusif.
Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul pada hari kedua atau ketiga pada waktu
ASI belum banyak dan biasanya tidak memerlukan pengobatan.
c) Ikterus ASI (breastmilk jaundice), berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu
tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang disusukannya bergantung pada
kemampuan bayi tersebut mengubah bilirubin indirek. Jarang mengancam jiwa dan timbul
setelah 4-7 hari pertama dan berlangsung lebih lama dari ikterus fisiologis yaitu 3-12 minggu.
d) Ikterus pada bayi baru lahir akan terjadi pada kasus ketidakcocokan golongan darah
(inkompatibilitas ABO) dan rhesus (inkompatibilitas rhesus) ibu dan janin. Tubuh ibu akan
memproduksi antibodi yang akan menyerang sel darah merah janin sehingga akan
menyebabkan pecahnya sel darah merah sehingga akan meningkatkan pelepasan bilirubin
dari sel darah merah.
e) Lebam pada kulit kepala bayi yang disebut dengan sefalhematom dapat timbul dalam
proses persalinan. Lebam terjadi karena penumpukan darah beku di bawah kulit kepala.
Secara alamiah tubuh akan menghancurkan bekuan ini sehingga bilirubin juga akan keluar
yang mungkin saja terlalu banyak untuk dapat ditangani oleh hati sehingga timbul kuning
f) Ibu yang menderita diabetes dapat mengakibatkan bayi menjadi Kuning.

C. Komplikasi
1. Sebagian besar kasus hiperbilirubinemia tidak berbahaya, tetapi kadang kadar bilirubin yang
sangat tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak (keadaannya disebut kern ikterus). Kern
ikterus adalah suatu keadaan dimana terjadi penimbunan bilirubin di dalam otak, sehingga
terjadi kerusakan otak.
2. Efek jangka panjang dari kern ikterus adalah keterbelakangan mental, kelumpuhan serebral
(pengontrolan otot yang abnormal, cerebral palsy), tuli dan mata tidak dapat digerakkan ke
atas.

D. Gejala Hiperbilrubin pada bayi baru lahir


Ketika kadar bilirubin meningkat dalam darah maka warna kuning akan dimulai dari
kepala kemudian turun ke lengan, badan, dan akhirnya kaki. Jika kadar bilirubin sudah cukup
tinggi, bayi akan tampak kuning hingga di bawah lutut serta telapak tangan. Cara yang mudah
untuk memeriksa warna kuning ini adalah dengan menekan jari pada kulit yang diamati dan
sebaiknya dilakukan di bawah cahaya/sinar matahari. Pada anak yang lebih tua dan orang
dewasa warna kuning pada kulit akan timbul jika jumlah bilirubin pada darah di atas 2
mg/dL. Pada bayi baru lahir akan tampak kuning jika kadar bilirubin lebih dari 5 mg/dL. Hal
ini penting untuk mengenali dan menangani ikterus bayi pada baru lahir kerena kadar
bilirubin yang tinggi akan menyebabkan kerusakan yang permanen pada otak yang disebut
dengan kern icterus. Kuning sendiri tidak akan menunjukkan gejala klinis tetapi penyakit lain
yang menyertai mungkin akan menunjukkan suatu gejala seperti keadaan bayi yang tampak
sakit, demam, dan malas minum.

E. BATASAN
Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, kunjungtiva dan mukosa yang terjadi karena
meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Klinis ikterus tampak bila kadar bilirubin dalam
serum mencapai ≥ 5 mg/dL . Disebut hiperbilirubinemia apabila didapatkan kadar bilirubin
dalam serum > 13mg/Dl
F. PRINSIP DASAR
Bayi sering mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupan, terutama bayi kurang
bulan.
Dapat terjadi secra normal atau fisiologis
Kemungkinan ikterus sebagai gejala awal penyakit utama yang berat pada neonates
Peningkatan bilirubin dalam darah disebabkan oleh pembentukan yang berlebihan dan
atau pengeluaran yang kurang sempurna.
Ikterus perlu ditangani secara seksama, karena bilirubin akan masuk ke dalam sel syaraf
dan merusak sehingga otak terganggu dan mengakibatkan kecacatan sepanjang hidup atau
kematian (ensepalopati biliaris).

G. Langkah promotif dan preventif


Menghindari penggunaan obat pada ibu hamil yang dapat mengakibatkan ikterus(sulfa,
anti malaria, nitro furantoin, aspirirn)
Penanganan keadaan yang dapat mengakibatkan BBLR
Penanganan infeksi maternal, ketuban pecah dini
Penanganan asfiksia, trauma persalinan
Pemenuhan kebutuhan nutrisi rumahan dengan minum ASI dini dan eksklusif
H. DIAGNOSTIK
Anamnesis
Riwayat ikterus pada anak sebelumnya.
Riwayat penyakit anemi dengan pembesaran hati, limpa atau pengangkatan limpa dalam
keluarga
Riwayat penggunaan obat selama hamil
Riwayat infeksi maternal, ketuban pecah dini
Riwayat trauma persalinan, asfiksia
Riwayat infeksi maternal, ketuban pecah dini.

Pemeriksaan
Pemeriksaan klinis ikterus dapat dilakukan pada bayi baru lahir asal dengan menggunakan
pencahayaan yang memadai. Ikterus akan terlihat lebih berat bila dilihat dengan sinar lampu
dan bisa tidak terlihat dengan penerangan kurang. Tekan kulit dengan ringan memakai jari
tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan.
o Hari 1 tekan pada ujung hidung atau dahi
o Hari 2 tekan pada lengan atau tungkai
o Hari 3 dan seterusnya , tekan pada tangan dan kaki
Ikterus dapat muncul pertama di daerah wajah, menajalar kearah tubuh, dan ekstremitas.
Pemeriksaan penunjang kadar bilirubin serum total saat tanda klini ikterus pertama
ditemukan sangat berguna untuk data dasar mengamati penjalaran ikterus kea rah kaudal
tubuh.
Tentukan tingkat keparahan ikterus secara kasar dengan melihat pewarnaan kuning pada
tubuh metode kremer.
Diagnose Banding Ikterus
Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan Kemungkinan
penunjang atau diagnosis
diagnosis lain yang
sudah diketahui
Timbul saat lahir sampai Sangat ikterus Hb ? 13 g/dl, Ht< Ikterus
dengan hari ke 2 Sangat pucat 39% hemolitik
Riwayat ikterus pada bayi Bilirubin >8 mg/dL akibat
sebelumnya pada hari 1 atau inkompatibilitas
Riwayat penyakit keluarga: kadar bilirubin darah
ikterus, anemi, pembesaran >13mg/dl pada hari
hati, pengangkatan limpa, ke 2 ikterus/ kadar
defisiensi G6 PD bilirubin cepat
Bila ada fasilitas:
Coombs tes
positifdefesiensi
G6PD
inkompatibilitas goi.
Darah ABO atau Rh
Timbul saat lahir sampai Sangat ikterus Lekositosis, Ikterus diduga
dengan hari ke 2 atau lebih Tanda tersangka leukopeni, karena sepsis
Riwayat infeksi maternal infeksi/sepsis trombositopenia berat/sepsis
(malas minum, )tangani dugaan
kurang aktif, tangis infeksi berat
lemah, suhu tubuh dan fototerapi
abnormal bila diperlukan
Timbul pada hari 1 Ikterus Ikterus akibat
Riwayat ibu hamil obat
pengguna obat
Ikterus hebat timbul pada Sangat ikterus Bila ada fasilitas Ensefalopati
hari ke 2 Kejang Hasil tes Coombs bilirubin (Kern
Ikterus hebat yang tidak Postur abnormal, positif Ikterus) (obati
atau terlambat diobati letargi kejang dan
tangani
ensefalopati
bilirubin )
Ikteru menetap setelah usai Ikterus Factor pendukung Ikterus
2 minggu berlangsung > 2 :urin gelap, feses berkepanjangan
minggu pada bayi pucat, peningkatan (prolonged
cukup bulan dan > bilirubin direk ikterus)
3 minggu pada
bayi kurang bulan
Timbul hari ke 2 atau lebih Bayi tampak sehat Ikterus pada
Bayi berat lahir rendah bayi premature

I. MANAJEMEN
Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan khsus dan dapat rawat jalan dengan
nasehat untuk kembali jika ikterus berlangsung lebih dari 2 minggu.
Jika bayi dapat menghisap , anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan ASI eksklusif
lebih sering minimal setiap 2 jam.
Jika bayi tidak dapat menyusui, ASI dapat diberikan melalui pipa nasigastrik atau dengan
gelas dan sendok
Letakkan bayi ditempat yang cukup mendapat sinar matahri pagi selama 30 menit selama
3-4 hari . Jaga bayi tetap hangat.
Kelola factor risiko (asfiksia dan infeksi) karena dapat menimbulkan ensefalopati
biliaris.
Setiap ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca kelahiran adalah patologis dan
membutuhkan pemeriksaan laboratorium lanjut minimal kadar bilirubin serum total,
pemriksaan kearah adanya penyakit hemolisis.
Pada bayi dengan ikterus Kremer III atau lebih perlu dirujuk ke fasilitas yang lebih
lengkap setelah keadaan bayi stabil
Panduan terapi sinar berdasarkan kadar bilirubin serum (jika fasilitas tersedia)
Saat timbul ikterus Bayi cukup bulan Bayi dengan factor
sehat kadar bilirubin , risiko (kadar bilirubin,
mg/dl; (umol/l) mg/dl;umol/i)
Hari ke 1 Setiap terlihat ikterus Setiap terlihat ikterus
Hari ke 2 15 (260) 13(220)
Hari ke 3 18(310) 16(270)
Hari ke 4 dst 20(340) 17(290)

Faktor risiko: BBLR< penyakit hemolisis karena inkompabilitas golongan darah, asfiksia
atau asidosis, hipoksia, trauma serebral , atau infeksi sistemik
Pemulangan dan pemantauan lanjutan
Nasehati ibunya mengenai pemberian minum dan membawa kembali jika menjadi semakin
kuning.

j. Pencegahan
Pada kebanyakan kasus, kuning pada bayi tidak bisa dicegah. Cara terbaik untuk
menghindari kuning yang fisiologis adalah dengan memberi bayi cukup minum, lebih baik
lagi jika diberi ASI.
1. Pencegahan Primer
a. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 – 12 kali/ hari untuk beberapa
hari pertama.
b. Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang
mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.

2. Pencegahan Sekunder
a. Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesusu serta penyaringan
serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.
b. Harus memastikan bahwa semua bayi secar rutin di monitor terhadap timbulnya ikterus dan
menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda –
tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8 – 12 jam
A. Definisi Sepsis Neonatorum
Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan
jaringan lain. Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab
daro 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi
baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi
laki-laki.
Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir,
tetapi kebanyakan muncul dalamw aktu 72 jam setelah lahir. Sepsis yang baru timbul dalam
waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang
didapat di rumah sakit).
Pembagian Sepsis:
1. Sepsis dini –> terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber
organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan
angka mortalitas tinggi.
2. Sepsis lanjutan/nosokomial –> terjadi setelah minggu pertama kehidupan
dan didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung
atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat
perawatan bayi, sering mengalami komplikasi.

B. Etiologi
Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti
bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri.
Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sepsis pada
neonatus antara lain :
 Perdarahan
 Demam yang terjadi pada ibu
 Infeksi pada uterus atau plasenta
 Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
 Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
 Proses kelahiran yang lama dan sulit
C. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan waktu timbulnya dibagi menjadi 3 :
1. Early Onset (dini) : terjadi pada 5 hari pertama setelah lahir dengan
manifestasi klinis yang timbulnya mendadak, dengan gejala sistemik yang berat,
terutama mengenai system saluran pernafasan, progresif dan akhirnya syok.
2. Late Onset (lambat) : timbul setelah umur 5 hari dengan manifestasi klinis
sering disertai adanya kelainan system susunan saraf pusat.
3. Infeksi nosokomial yaitu infeksi yang terjadi pada neonatus tanpa resiko
infeksi yang timbul lebih dari 48 jam saat dirawat di rumah sakit.
Mekanisme terjadinya sepsis neonatorum :
1. Antenatal : paparan terhadap mikroorganisme dari ibu (Infeksi ascending
melalui cairan amnion, adanya paparan terhadap mikroorganisme dari traktur
urogenitalis ibu atau melalui penularan transplasental).
2. Selama persalinan : trauma kulit dan pembuluh darah selama persalinan, atau
tindakan obstetri yang invasif.
3. Postnatal: adanya paparan yang meningkat postnatal (mikroorganisme dari
satu bayi ke bayi yang lain, ruangan yang terlalu penuh dan jumlah perawat yang
kurang), adanya portal kolonisasi dan invasi kuman melalui umbilicus, permukaan
mukosa, mata, kulit.
D. Tanda dan Gejala
Gejala infeksi sepsis pada neonatus ditandai dengan:
 Bayi tampak lesu
 tidak kuat menghisap
 denyut jantung lambat dan suhu tubuhnya turun-naik
 gangguan pernafasan
 kejang
 jaundice (sakit kuning)
 muntah
 diare
 perut kembung
E. Faktor Risiko
1. Sepsis Dini
 Kolonisasi maternal dalam GBS, infeksi fekal
 Malnutrisi pada ibu
 Prematuritas, BBLR
2. Sepsis Nosokomial
 BBLR–>berhubungan dengan pertahanan imun
 Nutrisi Parenteral total, pemberian makanan melalui selang
 Pemberian antibiotik (superinfeksi dan infeksi organisme resisten)

F. Pencegahan
 Pada masa Antenatal –> Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu
secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi
yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu
dan janin. Rujuk ke pusat kesehatan bila diperlukan.
 Pada masa Persalinan –> Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik.
 Pada masa pasca Persalinan –> Rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI
secepatnya, jaga lingkungan dan peralatan tetap bersih, perawatan luka umbilikus secara
steril.
G. GEJALA KLINIS
- Suhu tubuh tidak stabil (< 36 0C atau > 37,5 0C)
 Laju nadi > 180 x/menit atau <>
 Laju nafas > 60 x/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen,apnea atau laju nafas
<>
 Letargi
 Intoleransi glukosa : hiperglikemia (plasma glukosa >10 mmol/L atau >170 mg/dl)
atau hipoglikemia (<>
 Intoleransi minum
 Tekanan darah <>
 Tekanan darah sistolik <>
 Tekanan darah sistolik <>
 Pengisian kembali kapiler/capillary refill time > 3 detik
H. DIAGNOSIS
Bila ditemukan dua atau lebih keadaan : laju napas > 60 x/menit atau < 30 x/menit
atau apnea dengan atau tanpa retraksi dan desaturasi oksigen, suhu tubuh tidak stabil (<>0C
atau > 37,50C), waktu pengisian kapiler > 3 detik, hitung leukosit <>9/L atau > 34.000 x
109/L.
Laboratorium
Leukositosis (> 34.000 x 109/L)
Leukopenia (< 4.000 x 109/L)
Netrofil muda > 10%
Perbandingan netrofil immatur (stab) dibanding total (stab+segmen) atau I/T ratio > 0,2
Trombositopenia <>
CRP > 10 mg/dl atau 2 SD dari normal
DIAGNOSA BANDING
Kelainan bawaan jantung, paru, dan organ-organ lain.
I. PENYULIT
Sepsis berat : sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ tunggal
Syok sepsis : sepsis berat disertai hipotensi
Sindroma disfungsi multiorgan (MODS)
J. PENATALAKSANAAN
1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2
dosis untuk neonatus umur <> 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida) dosis
7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan
Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu pemberian sampai 1
jam pelan-pelan).
2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap, feses
lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal
dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada,
pemeriksaan CRP kuantitatif).
3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas
darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan darah
dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.
5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap
abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem
dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari
i.v i.m (atas indikasi khusus). Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes
kepekaannya. Lama pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian
antibiotika minimal 21 hari.
6. Pengobatan suportif meliputi :
Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi metabolik asidosis,
terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi
tukar.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hiperbilirubin adalah suatu kedaaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari 10
mg % pada minggu pertama yang ditendai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain.
Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus, yaitu keadaan kerusakan pada
otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. Hiperbilirubin ini keadaan fisiologis
(terdapat pada 25-50 % neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonates kurang bulan).
Hiperbilirubin ini berkaitan erat dengan riwayat kehamilan ibu dan prematuritas. Selain
itu, asupan ASI pada bayi juga dapat mempengaruhi kadar bilirubin dalam darah.

Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan
jaringan lain. Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab
daro 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi
baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi
laki-laki.
Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir,
tetapi kebanyakan muncul dalamw aktu 72 jam setelah lahir. Sepsis yang baru timbul dalam
waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang
didapat di rumah sakit).

B. Saran
Bagi pembaca di sarankan untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan hiperbillirubin
dan sepsis pada bayi, Sehingga dapat di lakukan upaya-upaya yang bermanfaat untuk
menanganinya secara efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA

http://viethanurse.wordpress.com/2008/12/01/askep-pada-sepsis-neonatorum/
http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&p
df=&html=07110-tsyz266.htm
Repository. usu. ac. id/ bitstream /123456789/37957/4/Chapter II.pdf
http://www.docstoc.com/myoffice/recommendations?docId=48037619&download=1
http://www.klinikku.com/pustaka/dasar/hati/hiperbilirubinemia3.html.
HUBUNGAN ANTARA PERSALINAN PREMATUR DENGAN
HIPERBILIRUBIN PADA NEONATUS

Yetti Anggraini

Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang

Latar Belakang

Hiperbilirubin merupakan salah satu penyebab kematian bayi. Angka kematian bayi di
Indonesia 32 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di Lampung 30 per 1000 kelahiran hidup.
Angka kejadian hiperbilirubin di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo 42,95%, di Propinsi
Lampung 15,38%, dan di RSUD Ahmad Yani Metro 29,4%. Kurang baiknya penanganan
bayi baru lahir yang sehat akan menyebabkan kelainankelainan seperti hiperbilirubin,
perdarahan, infeksi, dan kelainan-kelainan yang dapat menyebabkan cacat seumur hidup
bahkan menyebabkan kematian (Manuaba, 2012). Menurut Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) pada tahun 2008 angka kematian bayi (AKB) di Indonesia yaitu sebesar 35
per 1000 kelahiran hidup, dan terakhir pada tahun 2012 menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup.
AKB di Provinsi Lampung berdasarkan hasil SDKI tahun 2002-2012 meskipun trendnya
menunjukkan kecenderungan menurun yaitu dari 55 per 1000 kelahiran hidup tahun 2002
menjadi 30 per 1000 kelahiran hidup tahun 2012, namun bila dibandingkan dengan target dari
MDGs tahun 2015 sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup maka masih perlu kerja keras untuk
mencapainya (Riskesdas, 2013).

Tujuan

untuk mengetahui hubungan antara persalinan prematur dengan hiperbilirubin pada neonatus
di RSUD Ahmad Yani Kota Metro tahun 2013.

Metodologi

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan kasus kontrol (case
control study). Desain kasus kontrol dapat digunakan untuk menilai berapa besar peran faktor
risiko terhadap kejadian yang ingin diteliti dan menilai kekuatan hubungan suatu faktor risiko
dengan variabel dependen. Pada penelitian ini persalinan prematur merupakan variabel bebas,
sedangkan hiperbi,lirubin sebagai variabel terikat. Populasi dalam penelitian ini yaitu semua
bayi baru lahir di ruang neonatus RSUD Ahmad Yani Kota Metro dari bulan Januari sampai
Desember tahun 2013 yang berjumlah 289 bayi. Hasil perhitungan dengan rumus
menggunakan derajat kepercayaan 95% dan kekuatan uji 80%, didapatkan jumlah sampel 52
dengan perbandingan yang digunakan 1:1 antara kasus dan kontrol, maka didapatkan jumlah
sampel yang diperlukan oleh peneliti sebanyak 52 sampel neonatus yang mengalami
hiperbilirubin sedangkan sampel kontrolnya berjumlah 52 neonatus yang tidak mengalami
hiperbilirubin. Jumlah sampel sebanyak 104 neonatus yang sudah dikelompokkan melalui
kriteria inklusi dan eksklusi. Teknik sampel yang digunakan adalah probability sampling
dengan metode systematic random sampling yaitu dengan cara membagi jumlah atau anggota
populasi dengan perkiraan jumlah sampel yang diinginkan, hasilnya adalah interval sampel.
Analisa data penelitian dengan distribusi frekuensi, dan chi quadrat untuk melihat hubungan
persalinan prematur dengan

Hasil dan pembahasan

didapatkan informasi bahwa dari 52 neonatus yang mengalami hiperbilirubin didapatkan


73,1% dengan persalinan prematur dan 26,9% dengan persalinan maturitas. Sedangkan dari
52 neonatus yang tidak mengalami hiperbilirubin didapatkan 69,2% dengan persalinan
maturitas dan 30,8% dengan persalinan prematur terdapat hubungan antara persalinan
prematur dengan hiperbilirubin dengan nilai p= 0,000 dengan OR= 6,107 (95% IK: 2,611-
14,287), artinya persalinan prematur memiliki peluang 6,107 kali lebih besar mengalami
hiperbilirubin dibandingkan dengan persalinan matur

Salah satu kelainan pada neonatus adalah hiperbilirubin, ikterus dengan konsentrasi bilirubin
serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar
bilirubin dalam darah tidak dikendalikan yaitu ≥12 mg% (FK UI, 2000). Bilirubin merupakan
salah satu hasil pemecahan hemoglobin yang disebabkan oleh kerusakan sel darah merah.
Untuk menurunkan angka kejadian hiperbilirubin pada neonatus, diharapkan petugas
kesehatan dapat meningkatkan usaha promotif dan preventif dengan memberikan penyuluhan
pada ibu hamil agar memeriksakan kehamilannya minimal empat kali selama hamil untuk
mencegah terjadinya persalinan prematur. Petugas kesehatan juga dapat memberikan
penyuluhan tentang penyebab hiperbilirubin, memberikan KIE tentang tanda-tanda bayi
kuning fisiologis yaitu bayi kuning pada kulit dan mata yang terjadi setelah usia 24 jam
kelahiran, sedangkan kuning pada bayi yang harus diwaspadai oleh ibu yaitu kuning
patologis pada bayi yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Salah satu cara yang dapat
dilakukan oleh ibu untuk menghindari kuning pada bayi adalah dengan memberikan ASI
secara adekuat pada bayi.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara
persalinan prematur dengan hiperbilurubin pada neonatus (nilai P= 0,00).
HUBUNGAN APGAR SKOR DAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN
SEPSIS NEONATORUM

1Winny Carolus

2Johnny Rompis

3Rocky Wilar

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

Latar belakang

Sepsis neonatorum sampai saat ini masih merupakan masalah utama di bidang pelayanan dan
perawatan neonatus. Menurut perkiraan World Health 34 per 1000 kelahiran hidup, dan 98%
kematian tersebut berasal dari negara berkembang. Secara khusus angka kematian neonatus
di Asia Tenggara adalah 39 per 1000 kelahiran hidup. Dalam laporan WHO yang dikutip dari
State of the world’s mother 2007 (data tahun 2000- 2003) dikemukakan bahwa 36% dari
kematian neonatus disebabkan oleh penyakit infeksi, diantaranya : sepsis; pneumonia;
tetanus; dan diare. Sedangkan 23% kasus disebabkan oleh asfiksia, 7% kasus disebabkan oleh
kelainan bawaan, 27% kasus disebabkan oleh bayi kurang bulan dan berat badan lahir rendah,
serta 7% kasus oleh sebab lain Berdasarkan latar belakang di atas penilaian Apgar skor dan
berat badan mempengaruhi terjadinya sepsis neonatorum.

Tujuan

untuk mengetahui hubungan antara apgar skor dan berat badan lahir dengan sepsis

metodologi

Penelitian ini merupakan penelitian bentuk analitik observasional dengan studi prospektif
untuk menilai hubungan antara apgar skor dan berat badan lahir dengan sepsis neonatorum di
Sub Bagian Neonati RSUP Prof.Dr.R.D Kandou Manado. Penelitian ini dilakukan selama
bulan November 2012 sampai Januari 2013. Populasi dari penelitian ini semua bayi yang
lahir di RSUP Prof.Dr.R.D Kandou Manado. Sampel penelitian adalah semua bayi tersangka
sepsis yang dirawat di Sub Bagian Neonati RSUP Prof.Dr.R.D dengan jumlah sampel yang
diperlukan sebanyak 50 sampel. Variabel bebas penelitian ini adalah Apgar skor dan berat
badan lahir dengan variable terikat sepsis neonatorum.
Defenisi operasional adalah bayi yang lahir dengan nilai Apgar yang dihitung pada menit ke-
1 dan menit ke-5 (Apgar ≤ 5 rendah dan Apgar > 5 normal, bayi dengan BBLR (2500 gram).
Bayi dengan tersangka sepsis jika terdapat 3 gejala klinik sepsis neonatorum, atau terdapat 1
faktor resiko mayor ditambah 2 faktor resiko minor. Bayi dengan terbukti sepsis jika
didapatkan faktor resiko, gejala klinik dan 2 pemeriksaan laboratorium (+). Bayi tidak
terbukti sepsis jika terdapat gejala klinik sepsis tetapi tidak terbukti pada pemeriksaan
laboratorium.

Hasil dan pembahasan

Pada penelitian ini didapatkan jumlah bayi dengan tersangka sepsis sebanyak 50 bayi, dimana
40 bayi sepsis dan 10 bayi tidak terbukti sepsis. Apgar skor di bedakan menjadi Apgar skor
menit ke-1 dan Apgar skor menit ke-5. Apgar skor menit ke-1 dengan sepsis Pada Apgar skor
menit ke-1 dengan sepsis dengan uji Fisher Exact diperoleh nilai p= 0,067 > α = 0,05. Hasil
ini menunjukkan tidak ada hubungan Apgar skor menit ke-1 dalam bentuk kategori rendah
dan normal dengan kejadian sepsis.

pada bayi yang tidak sepsis memiliki jumlah Apgar skor rendah dan Apgar skor normal yang
sama

Dari hasil uji Fisher Exact diperoleh nilai p = 0,571 > α = 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan berat badan lahir dalam bentuk kategori rendah dan normal dengan
kejadian sepsis.

Berdasarkan data diperoleh bayi sepsis neonatorum memiliki Apgar skor rendah dan berat
badan lahir rendah dengan persentase terbanyak dibandingkan bayi dengan Apgar skor
normal dan berat badan lahir normal. Hasil analisis regresi logistik multipel (melibatkan
variable Apgar skor menit pertama dan menit kelima dan berat badan lahir) hasil analisis ini
menunjukkan bahwa secara bersamasama, Apgar skor menit pertama dan menit kelima dan
berat badan lahir tidak berhubungan bermakna dengan kejadian sepsis (P > 0,05). Nilai
koefisien korelasi multipelnya (R) = 0,377.

Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang hubungan Apgar skor dan berat badan lahir dengan sepsis
neonatorum di Sub Bagian Neonati RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado bulan November
2012 sampai Januari 2013 dapat disimpulkan sebagai berikut : dari data diperoleh bayi
dengan Apgar skor rendah dan berat badan lahir rendah memiliki persentase lebih banyak
pada sepsis neonatorum. Dengan uji statistik didapatkan tidak ada hubungan bermakna antara
Apgar skor dan berat badan lahir dengan sepsis neonatorum.

You might also like