You are on page 1of 9

I.

DEFINISI
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat
mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001).
Jadi, berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa asfiksia merupa
suatu keadaan di mana bayi tidak dapat menangis secara spontan setelah lahir.

II. KLASIFIKASI
Tabel penilaian APGAR SCORE
Skor APGAR
Tanda
0 1 2
Frekuensi Tidak ada < 100 x/menit > 100 x/menit
Jantung
Usaha Tidak ada Lambat tak teratur Menangis kuat
bernafas
Tanus otot Lumpuh Ekstremitas agak fleksi Gerakan aktif
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan kuat/melawan
Warna kulit Biru/pucat Tubuh kemerahan, eks Seluruh tubuh
biru kemerahan

Klasifikasi klinis APGAR SCORE :


a. Asfiksia berat (Nilai APGAR 0-3)
Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung tidak ada atau < 100 x/ menit, tonus otot
buruk/lemas, sianosis berat, tidak ada reaksi, respirasi tidak ada.
b. Asfiksia ringan – sedang (Nilai APGAR 4 – 6)
Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung < 100 / menit, tonus otot kurang baik atau baik ,
sianosis (badan merah, anggota badan biru), menangis. Respirasi lambat, tidak teratur.
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia 7 – 9
Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung > 100 / menit, tonus otot baik/ pergerakan aktif ,
seluruh badan merah, menangis kuat. Respirasi baik.
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Bayi dianggap sehat, tidak perlu tindakan istimewa.

III. ETIOLOGI
a. Faktor ibu
· Preeklampsia dan eklampsia
· Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
· Partus lama atau partus macet
· Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
· Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
· Lilitan tali pusat
· Tali pusat pendek
· Simpul tali pusat
· Prolapsus tali pusat
c. Faktor Bayi
· Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
· Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)
· Kelainan bawaan (kongenital)
· Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk
menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus
dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi.
Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak
dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan
resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.

IV. TANDA DAN GEJALA


 Pernapasan terganggu
 Detik jantung menurun
 Refleks/ respons bayi melemah
 Tonus otot menurun
 Warna kulit biru atau pucat
 Kejang
 Penurunan kesadaran

V. PATOFISIOLOGI
Pada penderita asfiksia telah dikemukakan bahwa gangguan pertukaran gas serta
transport 02 akan menyebabkan berkurangnya penyediaan 02 dan kesulitan pengeluaran C02.
Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia
fungsi tadi dapat reversibel atau menetap, sehingga menimbulkan komplikasi, gejala sisa, atau
kematian penderita.
Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan 02 dan pengeluaran C02 tubuh ini mungkin
hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka
akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang
terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya keseimbangan asam basa berupa
asidosis metabolik. Keadaan ni akan menganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi
penurunan sirkulasi kardiovaskuler yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekwensi
denyut jantung
VI. PATHWAY

VII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan
menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal
istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada
keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal.
Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia padapembuluh darah mesentrium dan ginjal
yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal
ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena
beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

VIII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


 Analisis gas darah ( ph kurang dari 7,20 )
 Penilaian apgar scor meliputi ( warna kulit, usaha bernafas, tonus otot )
 Pemeriksaan EEG dan CT scan jika sudah terjadi komplikasi
 Pengkajian spesifik

IX. PENATALAKSANAAN
a. Terapi suportif
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang
bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang
mungkin muncul. Tindakan resusiksi bayi baru tahir mengikuti tahap tahapan-tahapan yang
dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
A. Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
B. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea
C. Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
A. Lakukan rangsangan taktil
B. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
C. Mempertahankan sirkulasi darah (Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan)
D. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit )
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
Tindakan Umum

a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan

b. Tindakan Khusus
Tindakan ini dikerjakan setelah tindakan umum diselenggarakan tanpa hasil prosedur yang
dilakukan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul pada bayi, yang dinyatakan oleh
tinggi-rendahnya Apgar.
1) Asfiksia berat (nilai Apgar 0 – 3)
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama memperbakti ventilasi paru
dengan pemberian 02 dengan tekanan dan intemitery cara terbaik dengan intubasi endotrakeal
lalu diberikan 02 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfikasi berat hampir selalu disertai asidosis,
koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan
dosis 2-4 mEq/kgBB Kedua obat ini disuntikan ke dalam intra vena perlahan melalui vena
umbilikatis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah
berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali,
bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan. Pernapasan atau frekuensi jantung, maka
masase jantung eksternal dikerjakan dengan & frekuensi 80-I00/menit. Tindakan ini diselingi
ventilasi tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3
kali kompresi dinding torak. Jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali,
mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikorekrsi atau
gangguan organik seperti hernia diaftagmatika atau stenosis jalan nafas.

2) Asfiksia ringan – sedang (nilai Apgar 4 – 6)


Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu 30-60 detik tidak
timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan. Ventilasi sederhana dengan
kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala.
Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu
keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding torak
dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti
gerakan tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit sehingga ventilasi
paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu dari mulut ke rnulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventitasi
dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan 02, ventilasi dilahirkan
dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin
timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhak jika setelah dilekuknn berberapa saat teqadi penurunan
frekuens jantung atau perbaikan tonus otot intubasi endotrakheal harus segera dilahirkan,
bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak
memperlihatkan pernapasan teratur meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
Terapi Medikamentosa
Epinefrin
Indikasi:
1. Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan
kompresi dada belun ada respon.
2. Sistotik
Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03 mg / kgBB). Cara : i.v atau
endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu
Volume Ekspander
Indikasi:
1. Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak ada respon dengan
resueitasi.
2. Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ,diitandai dangan adanya
pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respons yang
adekuat.
Jenis Cairan :
1. Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10 ml / kgBB i.v pelan
selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
2. Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.
Bikarbonat
Indikasi:
1. Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi
dan sirkulasi sudah baik.
2. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia Harus disertai
dengan pemerIksaan analisa gas darah dan kimia.
Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7’4%).
Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak diberikan secara i.v dengan
kecepaten min 2 menit.
Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak
furgsi miokardium dan otak.
Nalokson
Nalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak rnenyebabkan depresi pernapasan.
Indikasi:
1. Depresi psmapa$an pada bayi bam lahir yang ibunya menggunailcan narkotik 4 jam sebelurn
pmsalinan.
2. Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil.
3. Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai pemakai obat
narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tiba-tiba pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)
Cara : i.v endotrakheal atau bila perfusi baik diberikan i.m atau s.c
X. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
 Data subyektif, terdiri dari: Biodata atau identitas pasien (Bayi) meliputi nama, tempat tanggal
lahir, jenis kelamin, Orangtua; meliputi nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau
kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat, Riwayat kesehatan, Riwayat
antenatal, Riwayat natal, komplikasi persalinan, Riwayat post natal, Pola eliminasi, Latar
belakang sosial budaya, Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama
jenis psikotropika, Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, Hubungan psikologis.
· Data Obyektif, terdiri dari:
a. Keadaan umum Tanda-tanda Vital, Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi. bila
suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 ?C. Sedangkan suhu
normal tubuh antara 36,5 C – 37,5 C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal
antara 40-60 kali permenit.
b. Pemeriksaan fisik.
 Kulit; warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat
lanugo dan verniks.
 Kepala; kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar
cekung atau cembung.
 Mata; warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva, warna sklera
tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
 Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
 Mulut; Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
 Telinga; perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan Leher; perhatikan kebersihannya karena
leher nenoatus pendek
 Thorax; bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi,
frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
 Abdomen, bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada garis papila
mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya
hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat
retensi karena GI Tract belum sempurna. Umbilikus, tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan
atau tidak, adanya tanda-tanda infeksi pada tali pusat.
 Genitalia; pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada
neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi
mucus keputihan, kadang perdarahan
 Anus; perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari faeses.
 Ekstremitas; warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau
adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
 Refleks; pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro
dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang
(Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 : 109-356).

B. DIAGNOSA
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-
agen infeksius.
5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
6. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
C. NURSING CARE PLAN
DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL
Bersihan jalan Setelah dilakukan1. Tentukan kebutuhan oral/1. pengumpulan data untuk
nafas tidak efektif tindakan keperawatan suction tracheal perawatan optimal
b.d produksi selama proses2. Auskultasi suara nafas2. membantu mengevaluasi
mukus banyak keperawatan diharapkan sebelum dan sesudah suction keefektifan upaya batuk
jalan nafas lancar dengan3. Bersihkan daerah bagian klien
kriteria: tracheal setelah suction3. meminimaliasi
1. Tidak menunjukkan selesai dilakukan. penyebaran
demam 4. Monitor status oksigen mikroorganisme
2. Tidak menunjukkan pasien, status hemodinamik4. untuk mengetahui
cemas. segera sebelum, selama dan efektifitas dari suction.
3. Rata-rata repirasi dalam sesudah suction.
batas normal.
4. Pengeluaran sputum
melalui jalan nafas.
5. Tidak ada suara nafas
tambahan.

Pola nafas tidak Setelah dilakukan1. Pertahankan kepatenan jalan1. untuk membersihkan
efektif b.d tindakan keperawatan nafas dengan melakukan jalan nafas
hipoventilasi. selama proses pengisapan lendir. 2. guna meningkatkan kadar
keperawatan diharapkan2. Pantau status pernafasan dan oksigen yang bersirkulasi
pola nafas menjadi oksigenasi sesuai dengan dan memperbaiki status
efektif. kebutuhan. kesehatan
1. Kriteria hasil :3. Auskultasi jalan nafas untuk3. membantu mengevaluasi
Pasien menunjukkan pola mengetahui adanya keefektifan upaya batuk
nafas yang efektif. penurunan ventilasi. klien
2. Ekspansi dada simetris. 4. Kolaborasi dengan dokter4. perubahan AGD dapat
3. Tidak ada bunyi nafas untuk pemeriksaan AGD dan mencetuskan disritmia
tambahan. pemakaian alat bantu nafas jantung.
4. Kecepatan dan irama5. Berikan oksigenasi sesuai5. terapi oksigen dapat
respirasi dalam batas kebutuhan. membantu mencegah
normal. gelisah bila klien menjadi
dispneu, dan ini juga
membantu
mencegahedema paru.

Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji bunyi paru, frekuensi1. membantu mengevaluasi


pertukaran gas b.d tindakan keperawatan nafas, kedalaman nafas dan keefektifan upaya batuk
ketidakseimbangan selama proses produksi sputum. klien
perfusi ventilasi. keperawatan diharapkan 2. Auskultasi bunyi nafas, catat2. membantu mengevaluasi
pertukaran gas teratasi. area penurunan aliran udara keefektifan upaya batuk
Kriteria hasil : dan / bunyi tambahan. klien
1. Tidak sesak nafas 3. Pantau hasil Analisa Gas3. perubahan AGD dapat
2. Fungsi paru dalam Darah mencetuskan disritmia
batas normal jantung.

Risiko cedera b.d Tujuan : Setelah 1. Cuci tangan setiap sebelum1. untuk mencegah infeksi
anomali kongenital dilakukan tindakan dan sesudah merawat bayi. nosokomial
tidak terdeteksi keperawatan selama 2. Pakai sarung tangan steril. 2. untuk mencegah infeksi
atau tidak teratasi proses keperawatan 3. Lakukan pengkajian fisik nosokomial
pemajanan pada diharapkan risiko cidera secara rutin terhadap bayi3. untuk mencegah keadaan
agen-agen dapat dicegah. baru lahir, perhatikan yang kebih buruk.
infeksius. Kriteria hasil : pembuluh darah tali pusat dan4. untuk meningkatkan
1. Bebas dari cidera/ adanya anomali. pengetahuan keluarga
komplikasi. 4. Ajarkan keluarga tentang dalam deteksi awal suatu
2. Mendeskripsikan tanda dan gejala infeksi dan penyakit
aktivitas yang tepat dari melaporkannya pada pemberi
level perkembangan pelayanan kesehatan.
anak. 5. Berikan agen imunisasi
3. Mendeskripsikan teknik sesuai indikasi
pertolongan pertama (imunoglobulin hepatitis B
dari vaksin hepatitis
Risiko Setelah dilakukan1. Hindarkan pasien dari 1. untuk menjaga suhu
ketidakseimbangan tindakan keperawatan kedinginan dan tempatkan tubuh agar stabil.
suhu tubuh b.d selama proses pada lingkungan yang hangat 2. untuk mendeteksi lebih
kurangnya suplai keperawatan diharapkan2. Monitor gejala yang awal perubahan yang
O2 dalam darah. suhu tubuh normal. berhubungan dengan terjadi guna mencegah
Kriteria Hasil : hipotermi, misal fatigue, komplikasi
1. Temperatur badan dalam apatis, perubahan warna kulit3. peningkatan suhu dapat
batas normal. dll. menunjukkan adanya
2. Tidak terjadi distress3. Monitor TTV. tanda-tanda infeksi
pernafasan. 4. Monitor adanya bradikardi. 4. penurunan frekuensi nadi
3. Tidak gelisah. 5. Monitor status pernafasan. menunjukkan terjadinya
4. Perubahan warna kulit. asidosis resporatori
5. Bilirubin dalam batas karena kelebihan retensi
normal. CO2.

Proses keluarga Setelah dilakukan


1. Tentukan tipe proses1. untuk mengetahui
terhenti b.d tindakan keperawatan keluarga. tindakan yang tepat
pergantian dalam selama proses
2. Identifikasi efek pertukaran untuk diberikan
status kesehatan keperawatan diharapkan peran dalam proses keluarga. 2. untuk mempersiapkan
anggota keluarga. koping keluarga adekuat. 3. Bantu anggota keluarga untuk psikologi keluarga
Kriteria Hasil : menggunakan mekanisme3. untuk memanfaatkan
1. Percaya dapat mengatasi support yang ada. dukungan yang ada dari
masalah. 4. Bantu anggota keluarga untuk keluarga.
2. Kestabilan prioritas. merencanakan strategi normal4. untuk mengatasi situasi
3. Mempunyai rencana dalam segala situasi. yang tidak terduga.
darurat.
4. Mengatur ulang cara
perawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Informedika

Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil
NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC

http://bluesteam47.blogspot.com/2010/05/asuhan-keperawatan-asfiksia-neonatorum.html
http://www.scribd.com/doc/31144164/ASKEP-ASFIKSIA-NEONATORUM

http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/07/asfiksia-neonatarum/

You might also like