You are on page 1of 13

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS DENGAN GIGITAN BINATANG

A. Konsep Teori
1. Pengertian
Gigitan binatang adalah gigitan atau serangan yang di akibatkan oleh gigitan
hewan seperti anjing, kucing, monyet,dll. Rabies adalah penyakit infeksi akut
susunan saraf pusat pada manusia dan mamalia yang berakibat fatal yang salah
satunya disebabkan oleh gigitan binatang seperti anjing, monyet dan kucing.
2. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang termasuk genus Lyssa-virus, famih
Rhabdoviridae dan menginfeksi manusia melalui secret yang terinfeksi pada
gigitan binatang atau ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies terutama
anjing, kucing, dan kera. Nama lainnya ialah hydrophobia la rage (Prancis), la
rabbia (Italia), la rabia (spanyol), die tollwut (Jerman), atau di Indonesia dikenal
sebagai penyakit anjing gila.
Adapun penyebab dari rabies adalah :
a. Virus rabies.
b. Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.
c. Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.
3. PATOFISIOLOGI
Virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang terinfeksi, menularkan kepada
hewan lainnya atau manusia melalui gigitan atau melalui jilatan pada kulit yang
tidak utuh . Virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan
otak, yang merupakan tempat mereka berkembangbiak dengan kecepatan 3mm /
jam. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke kelenjar liur dan
masuk ke dalam air liur.
Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang
menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode
yang pendek dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan dan demam.
Keresahan akan meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan
penderita akan mengeluarkan air liur.Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa
menyebabkan rasa sakit yang luar biasa.
Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses
menelan dan pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa
menyebabkan kekejangan ini. Oleh karena itu penderita rabies tidak dapat minum,
gejala ini disebut hidrofobia (takut air). Lama-kelamaan akan terjadi kelumpuhan
pada seluruh tubuh, termasuk pada otot-otot pernafasan sehingga menyebabkan
depresi pernafasan yang dapat mengakibatkan kematian.
4. Manifestasi Klinis
Pada manusia secara teoritis gejala klinis terdiri dari 4 stadium yang dalam
keadaan sebenarnya sulit dipisahkan satu dari yang lainnya, yaitu:
 Gejala prodromal non spesifik
 Ensefalitis akut
 Disfungsi batang otak
 Koma dan kematian STADIUM LAMANYA (% KASUS) MANIFESTASI
KLINIS
 Inkubasi < 30 hari (25%) 30-90 hari (50%) 90 hari-1 tahun (20%) >1 tahun
(5%) Tidak ada
 Prodromal 2-10 hari Parestesia, nyeri pada luka gigitan, demam, malaise,
anoreksia, mual dan muntah, nyeri kepala, letargi, agitasi, ansietas, depresi,
neurologik akut
 Furious (80%)
 Paralitik
 Koma (0-14 hari)
Halusinasi, bingung, delirium, tingkah laku aneh, takut, agitasi, menggigit,
hidropobia, hipersaliva, disfagia, avasia, hiperaktif, spasme faring, aerofobia,
hiperfentilasi, hipoksia, kejang, disfungsi saraf otonom, sindroma
abnormalitas ADH.

E. PENATALAKSANAAN

a. Tindakan Pengobatan

1. Jika segera dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, maka seseorang yang digigit
hewan yang menderita rabies kemungkian tidak akan menderita rabies. Orang yang digigit
kelinci dan hewan pengerat (termasuk bajing dan tikus) tidak memerlukan pengobatan lebih
lanjut karena hewan-hewan tersebut jarang terinfeksi rabies. Tetapi bila digigit binatang buas
(sigung, rakun, rubah, dan kelelawar) diperlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-
hewan tersebut mungkin saja terinfeksi rabies.

2. Tindakan pencegahan yang paling penting adalah penanganan luka gigitan sesegera
mungkin. Daerah yang digigit dibersihkan dengan sabun, tusukan yang dalam disemprot
dengan air sabun. Jika luka telah dibersihkan, kepada penderita yang belum pernah
mendapatkan imunisasi dengan vaksin rabies diberikan suntikan immunoglobulin rabies,
dimana separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan.

3. Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies diberikan pada
saat digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Nyeri dan pembengkakan di
tempat suntikan biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi reaksi alergi yang serius, kurang dari
1% yang mengalami demam setelah menjalani vaksinasi.

4. Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka risiko menderita rabies akan
berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap dibersihkan dan diberikan 2 dosis vaksin (pada hari
0 dan 2).

5. Sebelum ditemukannya pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari.


Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang, kelelahan
atau kelumpuhan total. Meskipun kematian karena rabies diduga tidak dapat dihindarkan,
tetapi beberapa orang penderita selamat. Mereka dipindahkan ke ruang perawatan intensif
untuk diawasi terhadap gejala-gejala pada paru-paru, jantung, dan otak. Pemberian vaksin
maupun imunoglobulin rabies tampaknya efektif jika suatu saat penderita menunjukkan
gejala-gejala rabies.

b. Pencegahan

Ada dua cara pencegahan rabies yaitu:

1. Penanganan Luka

Untuk mencegah infeksi virus rabies pada penderita yang terpapar dengan virus rabies
melalui kontak ataupun gigitan binatang pengidap atau tersangka rabies harus dilakukan
perawatan luka yang adekuat dan pemberian vaksin anti rabies dan imunoglobulin. Vaksinasi
rabies perlu pula dilakukan terhadap individu yang beresiko tinggi tertular rabies.
2. Vaksinasi
Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera
setelah terjangkit. Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang

orang yang beresiko tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu:

Ø Dokter hewan Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi

Ø Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada
anjing banyak ditemukan

Ø Para penjelajah gua kelelawar

Ø Vaksinasi memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi kadar antibodi akan menurun,
sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap penyebaran selanjutnya harus mendapatkan
dosis buster vaksinasi setiap 2 tahun.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ada beberapa pemeriksaan pada penyakit rabies yaitu:

1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari
kejang.

2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan


lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak
yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.

4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang


membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah
dalam otak.

5. Uji laboratorium

· Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler


· Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit

· Panel elektrolit

· Skrining toksik dari serum dan urin GDA

· Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang < 200 mq/dl

· BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
toksik akibat dari pemberian obat.

· Elektrolit : K, Na

· Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang Kalium ( N 3,80 – 5,00


meq/dl ) Natrium ( N 135 –)

H. KOMPLIKASI

1. Hiperaktif

2. Hidrofobia

3. Kejang fokal

4. Gejala neurologi local

5. Edema serebri

6. Aerofobia
I. ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Status Pernafasan
• Peningkatan tingkat pernapasan

Takikardi

Suhu umumnya meningkat (37,9º C)

Menggigil

b. Status Nutrisi

kesulitan dalam menelan makanan

berapa berat badan pasien

mual dan muntah

porsi makanan dihabiskan

status gizi

Status Neurosensori

Adanya tanda-tanda inflamas

d. Keamanan
e. Kejang
• Kelemahan
f. e. Integritas Ego
g. Klien merasa cemas
Klien kurang paham tentang penyakitnya

Pengkajian Fisik Neurologik :

a. Tanda – tanda vital:


b. Suhu
c. Pernapasan
d. Denyut jantung
Tekanan darah
Tekanan nadi
Hasil pemeriksaan kepala Fontanel :
menonjol, rata, cekung
Bentuk Umum Kepala

c. Reaksi Pupil
• Ukuran

Reaksi terhadap cahaya

Kesamaan respon

e. Tingkat kesadaran Kewaspadaan :


f. respon terhadap panggilan
g. Iritabilitas
h. Letargi dan rasa mengantuk
i. Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
j. Afek
k. Alam perasaan
l. Labilitas

f. Aktivitas kejang
• Jenis
• Lamanya

g. Fungsi sensoris
• Reaksi terhadap nyeri
• Reaksi terhadap suhu

h. Refleks
• Refleks tendo superficial
• Reflek patologi
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia

b. Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan penurunan refleks menelan

c. Demam berhubungan dengan viremia

d. Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi tentang penyakit

e. Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan

3. INTERVENSI

a. Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan pasien bernafas tanpa ada
gangguan

Intervensi :

Ø Obsevasi tanda-tanda vital pasien terutama respirasi.


R/: Tanda vital merupakan acuan untuk melihat kondisi pasien.

Ø Beri pasien alat bantu pernafasan seperti O2


R/: O2 membantu pasien dalam bernafas.

Ø Beri posisi yang nyaman.


R/: Posisi yang nyaman akan membantu pasien dalam bernafas.

b. Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan penurunan refleks menelan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien


terpenuhi

Intervensi :

Ø Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
R/: Untuk menetapkan cara mengatasinya.
Ø Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.
R/: Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien

Ø Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.


R/: Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan.

Ø Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.


R/: Untuk menghindari mual.

Ø Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
R/: Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.

Ø Kaloborasi pemberian obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.


R/: Antiemetik membantu pasien mengurangi mual dan muntah dan diharapkan nutrisi pasien
meningkat.

Ø Ukur berat badan pasien setiap minggu.


R/: Untuk mengetahui status gizi pasien

c. Demam berhubungan dengan viremia

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan demam pasien teratasi

Intervensi :

Ø Kaji saat timbulnya demam


R/: Untuk mengidentifikasi pola demam pasien.

Ø Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam


R/: Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.

Ø Berikan kompres hangat


R/: Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan dan mempercepat Penurunan suhu
badan.

Ø Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.


R/: Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
d. Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi tentang penyakit.

Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan tingkat kecemasan keluarga


pasien menurun/hilang

Intervensi :

Ø Kaji tingkat kecemasan keluarga.


R/: Untuk mengetahui tingkat cemas dan mengambil cara apa yang akan digunakan.

Ø Jelaskan kepada keluarga tentang penyakit dan kondisi pasien.


R/: Informasi yang benar tentang kondisi pasien akan mengurangi kecemasan keluarga.

Ø Berikan dukungan dan support kepada keluarga pasien.


R/: Dengan dukungan dan support,akan mengurangi rasa cemas keluarga pasien.

e. Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan pasien tidak mengalami cedera

Intervensi :

Ø Identifikasi dan hindari faktor pencetus


R/: Penemuan factor pencetus untuk memutuskan rantai penyebaran virus.

Ø Tempatkan klien pada tempat tidur yang memakai pengaman di ruang yang tenang dan
nyaman.
R/: Tempat yang nyaman dan tenang dapat mengurangi stimuli atau ransangan yang dapat
menimbulkan kejang.

Ø Anjurkan klien istirahat


R/: Efektivitas energi yang dibutuhkan untuk metabolism.

Ø Lindungi klien pada saat kejang dengan :


• longgarakan pakaian
• posisi miring ke satu sisi
• jauhkan klien dari alat yang dapat melukainya
• kencangkan pengaman tempat tidur
• lakukan suction bila banyak secret
R/: Tindakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya cedera fisik.

Ø Catat penyebab mulainya kejang, proses berapa lama, adanya sianosis dan inkontinesia,
deviasi dari mata dan gejala-hgejala lainnya yang timbul.
R/: Dokumentasi untuk pedoman dalam tindakan berikutnya,

Ø Sesudah kejang observasi TTV setiap 15-30 menit dan obseervasi keadaan klien sampai
benar-benar pulih dari kejang.
R/: Tanda-tanda vital indicator terhadap perkembangan penyakitnya dan gambaran status
umum pasien.

Ø Observasi efek samping dan keefektifan obat.


R/: Efeksamping dan efektifnya obat diperlukan motitorng untuk tindakan lanjut.

Ø Observasi adanya depresi pernafasan dan gangguan irama jantung.


R/: Komplikasi kejang dapat terjadi depresi pernapasan dan kelainan irama jantung.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang masuk ke
dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu. Salah satu penyebab
keracunan adalah gigitan binatang. Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat
pada manusia dan mamalia yang berakibat fatal yang salah satunya disebabkan oleh gigitan
binatang seperti anjing, monyet dan kucing.
Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang
menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek
dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan meningkat
menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur. Kejang
otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebabkan rasa sakit yang luar biasa.

B. SARAN

1. Dengan terselesaikannya tugas makalah ini kami berharap para pembaca


dapat memahami tentang Asuhan Keperawatan Klien Dengan Keracunan dan Gigitan
Binatang.

2. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk membuat pembaca lebih mengetahui dan
menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan Klien Dengan Keracunan dan Gigitan
Binatang.

DAFTAR PUSTAKA

Noer Syaifoellah.1996.Ilmu Penyakit Dalam. FKUI : Jakarta

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1 Media Aesculapius.

FKUI : Jakarta

Suzanne C. Brenda G.2001. Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta

Marilyn E. Doenges .1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerjemah Kariasa I Made.


EGC: Jakarta

You might also like