You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masalah kesehatan ibu dan bayi terutama pada masa perinatal merupakan
masalah nasional yang perlu mendapat prioritas utama, karena sangat
menentukan kualitas sumber daya manusia pada generasi mendatang. 1 angka
kematian perinatal pada tahun 1984 adalah 45 /1000 kelahiran ,1994 adalah
36/1000 kelahiran sedangkan di rumah sakit besar dan rujukan dapat lebih
tinggi lagi .Penyebab utama kematian adalah aspiksia, komplikasi BBLR,
tetanus neonatorum, dan trauma kelahiran terutama di negara berkembang
.Dengan pemeriksaan prenatal care yang baik ,hanya lebih kurang 5% bayi baru
lahir memerlukan pertolongan resusitasi dan ¼ diantaranya memerlukan
intubasi.

Angka kematian perinatal di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 40 per


1000 kelahiran hidup. Banyak faktor yang mempengaruhi angka tersebut, antara
lain penyakit dan perkembangan kesehatan ibu dan janin serta semua hal yang
berkaitan dengan pelayanan kesehatan baik langsung maupun tidak
langsung.Pemeriksaan antenatal memegang peranan yang amat penting untuk
dapat mengenal faktor risiko secepatnya sehingga dapat dihindari kematian atau
penyakit yang tidak perlu terjadi. Semua kendala di atas perlu ditangani melalui
konsep pelayanan yang jelas sehingga masyarakat dapat berperan aktif dalam
usaha menurunkan kematian perinatal dan meningkatkan mutu generasi yang
akan datang.

Resusitasi diperlukan oleh neonatus yang dalam beberapa menit pertama


kehidupannya tidak dapat mengadakan ventilasi efektif dan perfusi adekuat
untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi dan eliminasi karbondioksida, atau bila
sistem kardiovaskular tidak cukup dapat memberi perfusi secara efektif kepada
susunan saraf pusat, jantung dan organ vital lain. (Gregory, 1975)

Deteksi dini faktor resiko dan kelainan yang ditemukan pada bayi baru
lahir bahkan janin ,sangat membantu agar tidak terjadi kerugian dikemudian
hari. Antisipasi penangganan dini bayi aspeksia dapat menghindarkan bayi
tersebut dari kecacatan dan dampak yang merugikan. Resusitasi yang memadai
dapat mengurangi akibat yang merugikan pada BBL yang menderita kegawatan
napas, karena dampak jangka panjang aspeksia neonatorum ataupun hipoksia
akibat gawat napas tergantung selain lamanya terjadi aspeksia atau beratnya
hipoksia ,lokalisasi kerusakan gangguan metabolisme juga tergantung
kecepatan penangganan, Sebagian besar bayi baru lahir tidak memerlukan
bantuan apapun agar dapat bernapas dengan efektif setelah dilahirkan, dan
apabila mereka memerlukannya, sebagian besar hanya membutuhkan bantuan
minimal. Beberapa memerlukan intubasi dan ventilasi sementara kebutuhan
untuk menggunakan obat dan kompresi dada jarang diperlukan. Kurang lebih
10% dari semua neonatus memerlukan bantuan pada waktu dilahirkan, hanya
1% yang memerlukan resusitasi lanjut. Diperkirakan asfiksia perinatal
merupakan penyebab seperlima semua kematian neonatal di seluruh dunia;
tindakan resusitasi sederhana dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas yang
disebabkan asfiksia perinatal.

Terdapat beberapa faktor resiko antepartum dan intrapartum in utero,


seperti hipertensi yang disebabkan kehamilan (PIH), gangguan pertumbuhan
intra uterin (IUGR), prematuritas, perdarahan antepartum (APH), ruptur
membran prematur (PROM), dan sumbatan mekonium sehingga bayi
memerlukan resusitasi. Pada benyak peristiwa, asfiksia terjadi tanpa diduga, jadi
penting untuk memiliki personel yang cukup terlatih dalam hal resusitasi
neonatal dengan piranti yang memadai pada waktu persalinan sedang
berlangsung. Bayi lahir namun kesulitan bernapas dan berat lahir rendah
merupakan salah satu faktor penyebab AKB di Indonesia. bayi lahir kesulitan
bernapas menjadi penyebab utama kematian (AKB), namun saat ini telah
menjadi urutan kedua. Urutan pertama kini berat lahir bayi rendah, karena gizi
ibu yang berkurang saat mengandung,”

Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan


segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997).
Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis
yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten. Perawat harus dapat
membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan
penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi
kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis
(Hudak dan Gallo, 1997).

Angka Kematian Bayi (AKB) bisa ditekan melalui pembekalan dan


pelatihan resusitasi neonatus kepada paramedis di tanah air. “AKB di Indonesia
akan terus menurun dengan adanya pembekalan melalui pelatihan resusitas
neonatus . pembekalan resusitasi neonatus bagi paramedis itu bertujuan untuk
mencegah terjadinya kegagalan saat membantu proses persalinan, baik di rumah
sakit maupun klinik kebidanan. Data yang dikutip dari Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan AKB di Indonesia saat ini masih pada
posisi 31/1.000 kelahiran pada 2009. Tercatat sekitar 7.116 paramedis hingga
saat ini telah memperoleh pelatihan dan pembekalan resusitasi bayi gawat nafas
secara nasional. Paramedis itu antara lain terdiri dari dokter spesialis anak,
anestesi, umum dan kebidanan. Dalam kasus persalinan, kesulitan bernapas saat
bayi lahir juga berdampak pada gagalnya proses persalinan, misalnya terkait
dengan perjalanan yang jauh dari praktik kebidanan ke rumah sakit.
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas dan sesuai dengan judul
laporan penatalaksanaan resusitasi, maka dalam hal ini rumusan masalah adalah
“ Bagaimana pelaksanaan resusitasi yang diberikan pada bayi baru lahir untuk
menurunkan angka kematian bayi”.

C. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Sebagai acuan untuk melaksanakan resusitasi pada bayi baru lahir
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada bayi baru lahir
b. Mampu merumuskan diagnosa bayi baru lahir yang memerlukan
tindakan resusitasi
c. Mampu menyusun perencanaan tindakan yang akan dilakukan
d. Mampu menerapkan rencana tindakan yang akan dilakukan
e. Mampu melakukan evaluasi dari tindakan resusitasi tersebut.

D. MANFAAT

Penulis mengharapkan laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua


sebagai pertimbangan bagi calon tenaga kesehatan professional dalam
memberikan pelayanan resusitasi pada bayi baru lahir.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN

Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung


dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan
jantung dan menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini
merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan
terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan
pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang
singkat (sekitar 4 – 6 menit).

Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera


sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi
pada anak yang mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus
dilakukan oleh perawat yang kompeten. Perawat harus dapat membuat
keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan
pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan
mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis (Hudak dan
Gallo, 1997)

2.2 ETIOLOGI/PENYEBAB

Penyebabnya karena terjadinya oksigenasi yang tidak efektif dan perfusi


yang tidak adekuat pada neonatus dapat berlangsung sejak saat sebelum
persalinan hingga masa persalinan.
2.3 FISIOLOGI

Waktu bayi lahir ,napas pertama terjadi karena rangsangan udara dingin,
cahaya,perubahan biokomia darah dsb. Cairan yang ada pada paru-paru
sebagian besar akan dikeluarkan pada saat bayi dilahirkan karena tekanan jalan
lahir pada dinding thorak ( squeeze) dan sebagian kecil diserap oleh pembuluh
darah kecil. Sirkulasi darah berubah dari sirkulasi janin ke sirkulasi dewasa.
Pada saat bayi dilahirkan dan terjadi pernapasan alveoli yang padea saat belum
lahir berisi air,akan berkembang dengan berisi udara. Aliran darah ke paru akan
bertambah karena oksigen yang didapat bayi akan menyebabkan dilatasi
pembuluh darah paru .aliran darah balik paru ( venous return ) akan meningkat.
Sehingga akibatnya akan terjadi aliran darah keluyar dari ventrikel kiri. Pada
bayi baru lahir yang normal penutupan duktus arteriosus dan penurunan tahanan
pembuluh darah paru akan berakibat penurunan tekanan arteri pulmonalis dan
ventrikel kanan. Penurunan terendah terjadi 2 atau 3 hari post natal Kadang-
kadang sampai lebih dari 7 hari post natal ( Behrman , 1992 ).

2.4 PATOFISIOLOGI

1) MASALAH PELAYANAN PERINATAL

Sebagian besar kehamilan (65%) tidak mendapat pemeriksaan antenatal


sedangkan persalinan umumnya (90%) masih ditolong oleh dukun. Kualitas
pelayanan antenatal sesuai tingkat pelayanan masih belum memadai sehingga
kehamilan risiko tinggi mungkin tidak mendapat pelayanan yang tepat.

2) PELAYANAN INTRANATAL

Kematian terbesar terjadi pada saat intranatal, dan saat ini memang sangat kritis
mengingat faktor yang berkaitan, yaitu penyakit ibu, plasenta dan janin.
Penyakit ibu dapat lebih mudah diketahui, tetapi keadaan dan fungsi plasenta
serta keadaan janin sulit diketahui. Gerakan janin mungkin dapat dipakai
sebagai patokan kesejahteraan janin, walaupun mungkin sangat kasar. Besar
janin dapat disebagai pertanda nutrisi janin masih adekuat tetapi suplai oksigen
mungkin amat sukar untuk diketahui. Untuk itu maka pada pusat rujukan
diperlukan alat bantu pemantau elektronik. Pengenalan dan kesadaran akan
adanya faktor risiko merupakan awal dari proses rujukan. Rujukan yang tepat
akan dapat mengurangi kematian perinatal.

3) PELAYANAN POSTNATAL

Kehidupan dan kualitas bayi baru lahir amat ditentukan oleh pelayanan
kebidanan. Sejak saat lahir bayi dapat mengalami cedera seperti trauma lahir,
trauma dingin, renjatan, resusitasi yang tidak adekuat atau infeksi. Bayi dapat
menderita renjatan, bradikardia yang tidak segera diatasi dan baru disadari
bahwa bayi tersebut “sakit” dan timbul gangguan pernafasan. Bayi risiko tinggi
memerlukan perawatan intensif, untuk itu pengenalan faktor risiko dan proses
rujukan merupakan kunci keberhasilan usaha menurunkan kematian perinatal.

2.5 MANIFESTASI KLINIK/TANDA DAN GEJALA

Gejala umum yang terjadi pada bayi baru lahir yang memerlukan tindakan
resusitasi adalah bayi yang baru lahir namun tidak mampu untuk menghirup
oksigen dengan adekuat dengan tanda dan gejala : Bayi tidak bernapas atau
napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis,
pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

A. Kondisi yang memerlukan resusitasi neonatus misalnya :

1. sumbatan jalan napas : akibat lendir / darah / mekonium, atau akibat lidah
yang jatuh ke posterior.
2. kondisi depresi pernapasan akibat obat-obatan yang diberikan kepada ibu
misalnya obat anestetik, analgetik lokal, narkotik, diazepam, magnesium
sulfat, dan sebagainya
3. kerusakan neurologis.
4. kelainan / kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau susunan saraf
pusat, dan / atau kelainan-kelainan kongenital yang dapat menyebabkan
gangguan pernapasan / sirkulasi.
5. syok hipovolemik misalnya akibat kompresi tali pusat atau perdarahan.

Penting untuk resusitasi yang efektif :

a. Tenaga yang terampil, tim kerja yang baik


b. Pemahaman tentang fisiologi dasar pernapasan, kardiovaskular, serta
proses asfiksia yang progresif
c. Kemampuan / alat pengaturan suhu, ventilasi, monitoring.
d. obat-obatan dan cairan yang diperlukan.

1. Prinsip-prinsip umum prosedur resusitasi neonatus

Prinsip resusitasi neonatus :T (temperature), baru kemudian A-B-C-D

Pengaturan suhu

Semua neonatus dalam keadaan apapun mempunyai kesukaran untuk


beradaptasi pada suhu lingkungan yang dingin. Neonatus yang mengalami
asfiksia khususnya, mempunyai sistem pengaturan suhu yang lebih tidak stabil,
dan hipotermia ini dapat memperberat / memperlambat pemulihan keadaan
asidosis yang terjadi. Segera sesudah lahir, badan dan kepala neonatus
hendaknya dikeringkan seluruhnya dengan kain kering dan hangat, dan
diletakkan telanjang di bawah alat / lampu pemanas radiasi, atau pada tubuh
ibunya, untuk mencegah kehilangan panas. Bila diletakkan dekat ibunya, bayi
dan ibu hendaknya diselimuti dengan baik. Namun harus diperhatikan pula agar
tidak terjadi pemanasan yang berlebihan pada tubuh bayi. Tindakan resusitasi
pada bayi sebaiknya dilakukan pada suatu meja yang telah dilengkapi dengan
peralatan resusitasi.

Penilaian status klinik

Digunakan penilaian Apgar untuk menentukan keadaan bayi pada menit ke 1


dan ke 5 sesudah lahir. Nilai pada menit pertama : untuk menentukan seberapa
jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis
dan kelangsungan hidup Nilai pada menit kelima : untuk menilai prognosis
neurologik.

2. Penyulit yang mungkin terjadi selama resusitasi


a. Hipotermia
Dapat memperberat keadaan asidosis metabolik, sianosis, gawat
napas, depresi susunan saraf pusat, hipoglikemia.
b. Pneumotoraks
ventilasi tekanan positif dengan inflasi yang terlalu cepat dan tekanan
yang terlalu besar dapat menyebabkan komplikasi ini.
c. Trombosis vena
Pemasangan infus / kateter intravena dapat menimbulkan lesi trauma
pada dinding pembuluh darah, potensial membentuk trombus. Selain
itu, infus larutan hipertonik melalui pembuluh darah tali pusat juga
dapat mengakibatkan nekrosis hati dan trombosis vena.
Jika bayi lahir dengan usia kehamilan memadai, cairan amnion bebas dari
mekonium dan tanda-tanda infeksi dan bayi bernapas/menangis bayi masuk ke
dalam salah satu tindakan berikut:

1. Langkah awal stabilisasi (berikan kehangatan, posisikan bayi, bebaskan


jalan napas, keringkan, stimulasi, reposisi)
2. Bernapas, yaitu dengan ventilasi
3. Kompresi dada
4. Pemberian adrenalin dan/atau ekspansi volume

Diperlukan waktu tiga puluh detik untuk menyelesaikan setiap langkah, dan
menentukan apakah langkah selanjutnya diperlukan :

a) Langkah Dasar

Langkah awal resusitasi neonatal sama pentingnya dengan aspek lainnya.


Langkah tersebut yaitu mencegah hilangnya panas, keracunan, suctioning,
evaluasi dan stimulasi taktil.

b) Mencegah hilangnya panas.

Bayi harus ditempatkan di bawah sumber radiasi panas (radiator pemanas,


lampu bohlam, atau pemanas) dengan matras/kain linen yang sudah dihangatkan
sebelumnya. Bayi dikeringkan dengan benar, kain linen basah diganti dan
kemudian dibungkus dengan kain hangat dan selimut. Setelah dikeringkan, ia
diletakkan bersentuhan kulit di dada atau perut ibunya untuk mempertahankan
kehangatan. Bayi prematur memerlukan teknik penghangatan tambahan seperti
membungkus bayi dengan plastik atau kantung (plastik tahan panas yang bisa
digunakan untuk makanan) dengan kepala bayi di luar kantung sementara tubuh
terbungkus sepenuhnya. Hal ini efektif mengurangi hilangnya panas selama
resusitasi.
c) Posisikan bayi.

Bayi paling baik diletakkan terlentang atau menyamping dengan kepala pada
posisi netral atau sedikit ekstensi, menggunakan sandaran bahu satu inchi, dan
jika mungkin, dengan kepala menghadap ke arah sisi.

d) Suctioning.

Bayi baru lahir yang sehat dan aktif biasanya tidak memerlukan suctioning pada
waktu dilahirkan. Sekresi dapat disingkirkan dari hidung dan mulut
menggunakan selang atau handuk. Jika diperlukan suctioning, bersihkan dahulu
sekresi dari mulut kemudian hidung dengan bulb syringe atau kateter suction (8
atau 10 Fr). Tekanan suction tidak boleh melebihi 80-100 mm Hg. Suction
faringeal yang agresif dapat menyebabkan spasme laringeal dan bradikardia
vagal sehingga mengakibatkan keterlambatan pernapasan spontan.

e) Membersihkan jalan napas dari mekonium.

Bayi yang dilahirkan dengan cairan yang mengandung mekonium beresiko


mengalami pneumonia respirasi. Intrapartum suctioning (menghisap dari mulut
dan faring bayi sebelum mengeluarkan bahu) tidak mempengaruhi insidens atau
beratnya sindrom aspirasi mekonium sehingga tidak lagi dianjurkan. Jika bayi
tidak menunjukkan respirasi atau mengalami depresi pernapasan, hipotonia atau
bradikardia, menghisap mekonium dari faring harus dilakukan dibawah
pengawasan dan, jika diperlukan, diikuti intubasi singkat dan suction trakea.
Penghangatan dapat diberikan oleh radiator pemanas namun pengeringan dan
stimulasi biasanya harus ditunda pada bayi dengan keadaan demikian.

f) Suction trakea

Suction trakea dilakukan dengan memasang suction langsung ke endotracheal


tube pada waktu dikeluarkan dari jalan napas. Suction melalui kateter yang
dimasukkan ke dalam tube ET tidak dianjurkan. Intubasi dan suctioning
dilakukan kembali sampai hanya sedikit mekonium yang ditemukan. Akan
tetapi, jika denyut jantung atau respirasi sangat terdepresi, maka perlu dilakukan
ventilasi tekanan positif walau ditemukan sedikit mekonium di jalan napas.

g) Stimulasi taktil.

Stimulasi dilakukan dengan mengeringkan dan suctioning biasanya cukup untuk


memulai respirasi efektif pada sebagian besar bayi baru lahir. Rangsang taktil
tambahan diberikan dengan menggosok telapak kaki atau menggosok
punggung, dilakukan sekali atau dua kali, bersama dengan pemberian oksigen
aliran bebas. Stimulasi taktil bisa memicu respirasi spontan pada bayi apnu
primer namun apabila ia tidak merespon tindakan ini, maka bayi apnu sekunder
sehingga dibutuhkan ventilasi tekanan positif.

h) Evaluasi Periodik dengan Interval 30 Detik

Setelah pemeriksaan awal dan langkah awal, resusitasi lanjut harus dipandu
pemeriksaan simultan respirasi, denyut jantung, dan warna. Bayi harus bernapas
reguler yang memadai untuk memperbaiki warna dan mempertahankan denyut
di atas 100 denyut per menit.

Semua bayi baru lahir harus diperiksa:

1. Respirasi

2. Denyut jantung

3. Warna
i) Respirasi.

Respirasi dinilai dengan mengamati dada dan menggolongkannya ke dalam


pernapasan spontan, ektif, apnu atau terengah. Sebagian besar bayi baru lahir
dapat bernapas reguler dengan warna yang baik dan denyut diata 100 kali per
menit setelah upaya pernapasan awal. Terengah atau apnu mengindikasikan
perlunya penggunaan ventilasi.

j) Denyut jantung.

Denyut jantung dimonitor dengan auskultasi precordium menggunakan


stetoskop atau palpasi pulsasi korda umbilikalis yang dihitung selama enam
detik kemudian dikalikan sepuluh. Denyut jantung normal lebih dari 100 kali
per menit.

k) Warna.

Warna bayi dapat dikelompokkan menjadi sianosis sentral, sianosis perifer, atau
merah muda. Neonatus sehat akan tampak merah muda tanpa oksigen.
Acrosianosis (warna kebiruan pada kaki atau tangan saja) biasa ditemukan pada
awal dan bisa menjadi petunjuk keadaan lain seperti stress dingin. Sianosis
sentral biasanya ditemukan di wajah, badan dan mukosa. Pucat (pallor) bisa
disebabkan hipotensi, hipovolemia, anemia berat, hipotermia atau asidosis.

l) Pemberian oksigen.

Secara konvensional, resusitasi dilakukan dengan pemberian oksigen 100%.


Terdapat kekhawatiran mengenai potensi efek samping pemberian oksigen
100% pada bayi baru lahir. Uji kontrol acak menunjukkan reduksi signifikan
mortalitas dan tidak ada tanda kerusakan pada bayi yang diresusitasi di udara
ruang dibandingkan dengan oksigen 100%, walaupun masih ada masalah
metodologis mengenai penelitian tersebut dan hasilnya harus diinterpretasikan
dengan hati-hati. Resusitasi saat ini bisa dilakukan dengan udara ruangan atau
oksigen 100% atau campuran keduanya. Dianjurkan oksigen tambahan harus
tersedia apabila 90 detik setelah persalinan keadaan tidak membaik.

m) Ventilasi

Ventilasi efektif saja merupakan kunci resusitasi semua bayi yang apnu atau
bradikardi pada waktu lahir. Ventilasi tekanan positif harus dilakukan apabila
bayi masih tetap apnu atau terengah, jika denyut jantung < 100 kali per menit
setelah 30 detik dilakukannya langkah pertama, atau bayi masing mengalami
sianosis sentral walaupun telah diberikan oksigen tambahan.

Respon yang tidak adekuat terhadap ventilasi dapat disebabkan oleh:

– kurang rapatnya sungkup dan wajah

– obstruksi jalan napas

– kurangnya tekanan inflasi

– oksigen yang tidak adekuat

n) Kantong resusitasi.

Kantong (bag) resusitasi yang bisa mengembang sendiri biasanya digunakan


pada neonatus, lebih cocok yang bervolume 240 ml untuk menghasilkan voleme
tidal 5-8 ml/ kg. Ventilasi efektif juga dapat dicapai dengan kantong yang
mengembang akibat aliran udara atau T-piece. Tidak terdapat cukup bukti yang
mendukung penggunaaan “laryngeal mask airway” sebagai alat utama dalam
resusitasi neonatus pada keadan-keadaan: cairan amnion yang bercampur
dengan mekonium, saat diperlukan kompresi dada, pada bayi dengan berat lahir.
o) Sungkup (Facemask).

Sungkup harus erat dengn mulut dan hidung tanpa menutupi mata. Ukurannya
biasanya 0 dan 1 dan berbentuk bulat atau anatomis. Penting melakukan
pengetesan alat sebelum dipakai dengan menempelkan ke telapak tangan untuk
mengetahui tekanan yang adekuat, katup yang bekerja dengn baik, dan tidak ada
kerusakan lain.

p) Kompresi dada.

Kompresi dada diindikasikan bila, setelah 30 menit ventilasi dengan kantong


dan sungkup 100% oksigen, denyut jantung masih tetap dibawah 60 kali per
menit. Kompresi dada harus selalu disertai ventilasi dengan 100% oksigen.

q) Teknik Kompresi.

Teknik yang dapat digunakan adalah teknik dengan dua telapak tangan dan
teknik dua jari. Teknik dua telapak tangan adalah teknik yang lebih disukai.
Kedua ibu jari diletakkan di sternum, berdekatan atau saling tumpang tindih,
dan jari yang lain mengelilingi dada dan menopang bagian belakang. Cara
lainnya, dua jari diletakkan di atas sternum, sedangkan tangan yang lainnya
menopang bagian belakang.

r) Obat-obatan

Obat-obatan jarang diperlukan pada resusitasi neonatus. Bradikardi yang


dijumpai biasanya akibat inflasi paru yang tidak adekuat atau hipoksia;
bradikardi biasanya membaik dengan ventilasi yang adekuat. Obat-obatan
diperlukan hanya jika denyut jantng tetap dibawah 60 kali/menit meskipun telah
diberikan ventilasi dengan 100% oksigen dan kompresi dada.
s) Rute pemberian.

Rute pemberian yang lebih disukai adalah vena umbilikalis karena dapat diakses
dengan mudah. Semua obat-obatan dan volume expanders dapat melalui rute
ini.

t) Volume expanders.

Hipovolemia saat kelahiran bermanifestasi sebagai pucat yang menetap selama


oksigenasi, perfusi yang jelek, nadi yang jelek meskipun denyut jantung baik
dan tidak berespon pada resusitasi. NaCl 0,9% adalah cairan pilihan, dengan
dosis 10 ml/kg IV selama 5 menit. Jika tanda-tanda hipovolemi menetap,
pemberian volume expanders dapat diulang.

u) Adrenalin.

Indikasi penggunaan adrenalin adalah denyut jantung dibawah 60/menit setelah


30 detik dilakukan IPPV dan kompresi dada, atau jika terdapat asistol. Sediaan
standar adrenalin adalah 1:1000, ini diencerkan 10 kali hingga menjadi 1:
10.000 dan 0,1-0,3 ml/kg diberikan secara IV bolus cepat. Obat ini memiliki
efek inotropik dan kronotropik dan denyut jantung dapat meningkat lebih dari
100/menit dalam 30 detik. Jika bradikardi menetap dapat diberikan ulang
setelah 3-5 menit.

v) Sodium bikarbonat.

Penggunaan obat ini hanya diindikasikan pada kasus henti jantung yang tidak
berespon terhadap terapi lain. Dosis yang diperlukan adalah 1-2mEq/kg dari
sediaan larutan 0,5 mEq/ml yang diberikan pelan selama 2 menit atau lebih.

Obat lain seperti atropin, dexamethasone, kalsium coramin dan dextrosa tidak
berperan pada resusitasi neonatus.
Prosedur setelah resusitasi.

Penting untuk mendokumentasikan kondisi bayi saat lahir dan responnya


terhadap resusitasi. Apgar score pada menit pertama dan kelima berguna untuk
kepentingan medis dan medikolegal. Setelah ventilasi dan sirkulasi sudah
tertangani, bayi harus dimonitor, diberikan layanan pendukung sesuai indikasi,
dan dijaga agar gula darahnya tetap dalam batas normal.

Hipotermia terinduksi.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hipotermia terinduksi (sekitar 34°C)


untuk anak-anak dengan ensefalopati iskemik hipoksik dapat menurunkan
mortalitas dan derajat kerusakan otak pada beberapa diantaranya. Masih perlu
penelitian lebih lanjut untuk menilai penggunaan metode ini. Penghindaran
hipertermia sangat penting bagi bayi yang mengalami hipoksia-iskemia. Orang
tua dan keluarga dari penderita harus diterangkan mengenai prosedur yang
dijalani dan hal-hal yang akan dilakukan setelah usaha resusitasi telah berhasil.
Pada kondisi tertentu seperti pada prematuritas berat dan malformasi kongenital
yang mematikan, perlu dipertimbangkan penghentian atau malah tidak perlu
dilakukan resusitasi.

Asistol dan apnea selama lebih dari 10 menit meskipun dilakukan resusitasi
yang adekuat dan kontinyu biasanya jarang tidak menimbulkan kecacatan. Oleh
karena itu jika telah dilakukan ventilasi selama 30 menit dan hanya
menghasilkan refleks gasping maka perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri
usaha resusitasi. Keluarga harus dikonseling dan diberikan dukungan emosi
C. Tindakan

Segera lakukan tindakan apabila :

a. Bayi tidak bernafas atau megap-megap atau lemas, lakukan langkah-langkah


resustasi BBL

1. Persiapan Resustasi BBL

Di dalam setiap persalinan penolong harus selalu siap melakukan tindakan


resusitasi bayi baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat menghindarkan
kehilangan waktu yang sangat berharga bagi upaya pertolongan. Walaupun
hanya beberapa menit tidak bernafas, bayi baru lahir dapat mengalami kenaikan
otak.

2. Persiapan keluarga

Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai


kemungkinan-kemungkinan yang dapat pada ibu dan bayinya.

3. Persiapan tempat resusitasi

Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi


gunakan ruangan yang hangat dan terang. Tempat resusitasi hendaknya rata
keras, bersih dan kering, misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas tikar
kondisi yang rata diperlukan untuk mengatur posisi kepala bayi tempat
resusitasi sebaiknya didekat sumber pemanas (misal : lampu surat) dan tidak
banyak tiupan angin (jendela atau pintu yang terbuka biasanya digunakan lampu
surat atau bahkan berdaya 60 watt atau lampu gas minyak bumi (petromax,
nyalakan lampu menjelang kelahiran bayi

4. Persiapan alat
Sebelum menolong persalinan, selain peralatan persalinan, siapkan juga alat-alat
resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :

– 2 helai kain / handuk

– Bahan ganjal bahu bayi, berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil

– Alat penghisap lendir delle atau bulu karet

– Tabung dan sungkap atau balon atau sungkup neonatal

– Kotak alat resusitasi

– Jam atau pencatat waktu.

.1. Peralatan resusitasi neonatal :

• Permukaan meja resusitasi dengan alas yang cukup keras

• Sumber kehangatan dan cahaya

• Jam dengan pencatat waktu

• Oksigen

• Kain linen, kantung polietilen atau pembungkus yang hangat

• Sarung tangan

• Stetoskop

• Ekstraktor lendir/suction apparatus, kateter suction (6, 8, 10 Fr)

• Facemask (ukuran 0 dan 1)

• Kantung self-inflating dengan penampung (ukuran bayi baru lahir).


• Laringoskop dengan bilah lurus (ukuran 0 dan 1).

• Endotracheal tubes (ukuran 2.0, 2.5, 3.0, 3.5 dan 4 mm ID)

• Stylet

• Nasogastric tubes (6, 8 Fr)

• Disposable syringes (1, 2 dan 10 ml), jarum sekali pakai

• Kanul intravena, Kateter pembuluh umbilikalis

• Pita perekat, gunting

• Obat – larutan NaCl, naloxone, adrenalin (1:10.000)

2. Langkah-langkah Resusitasi BBL

a. Langkah awal

Sambil melakukan langkah awal

Beritahu ibu dan keluarganya bahwa bayinya memerlukan bantuan untuk


memulai bernafas dan minta keluarga mendampingi ibu.

Langkah awal perlu dilakukan secara cepat (dalam waktu 30 detik) secara
umum 6 langkah awal dibawah ini cakup untuk merangsang bayi baru lahir.

b. Jaga bayi tetap hangat

– Alat pemancar panas telah diaktifkan sebelumnya sehingga tempat


meletakkan bayi hanya.

– Letakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu atau dekat perineum dan
selimuti bayi dengan kain tersebut, potong tali pusat.
– Pindahkan bayi keatas kain ke tempat resusitasi di bawah alat pemancar panas
tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut
hangat (apabila diperlukan penghisapan mekonium, dianjurkan menunda
pengeringan tubuh yaitu setelah mekonium dihisap

c. Atur posisi bayi

– Baringkan bayi terlentang di alas yang di atas dengan kepala didekat penolong

– Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi, sehingga bahu terangkat ¾ sampai 1
inci (2-3 cm).

d. Isap Lendir / Bersihkan jalan nafas

– Kepala bayi dimirngkan agar cairan berkumpul di mulut dan tidak difaring
bagian belakang.

– Mulut dibersihkan terlebih dahulu dengan maksud.

• Cairan tidak teraspirasi

Hisapan pada hidung akan menimbulkan pernafasan megap-megap

– Apabila mekonium kental dan bayi mengalami depresi harus dilakukan


penghisapan dari trakea dengan menggunakan pipa endotrakea (pipa et)

e. Keringkan dan rangsang bayi

– Keringkan bayi mulai dari mulut kepala dan bagian tubuh lainnya dengan
sedikit tekanan rangsangan ini dapat memulai pernafasan bayi atau pernafasan
lebih baik.
PENYULIT YANG MUNGKIN TERJADI SELAMA RESUSITASI

Hipotermia

Dapat memperberat keadaan asidosis metabolik, sianosis, gawat napas, depresi


susunan saraf pusat, hipoglikemia.

Pneumotoraks

Pemberian ventilasi tekanan positif dengan inflasi yang terlalu cepat dan
tekanan yang terlalu besar dapat menyebabkan komplikasi ini.

Jika bayi mengalami kelainan membran hialin atau aspirasi mekonium, risiko
pneumotoraks lebih besar karena komplians jaringan paru lebih lemah.

Trombosis vena

Pemasangan infus / kateter intravena dapat menimbulkan lesi trauma pada


dinding pembuluh darah, potensial membentuk trombus. Selain itu, infus larutan
hipertonik melalui pembuluh darah tali pusat juga dapat mengakibatkan
nekrosis hati dan trombosis vena.

Program rersusitasi neonatus ini akan merujuk perawatan pasca resusitasi pada
tiga perawatan dibawah ini :

A. Perawatan rutin

Hampir 90 % bayi baru lahir merupakan bayi bugar tanpa faktor resiko dan
bersih dari cairsn amnion. Mereka tidak perlu dipisahkan dari ibunya untuk
mendapatkan langkah awal resusitasi. Pengaturan suhu tubuh akan didapatkan
dengan meletakkan bayi di dada ibunya ,dikeringkan dan di tutupi dengan
selimut yang kering .kehangatan tubuh akan dipertahankan melalui kmontak
kulit bayi dengan kulit ibunya ( skin to skin contact) Membersihkan jalan napas
atas dapat dilakukan bila diperlukan dengan membersihan mulut dan hidung
bayi . sambil melakukan langkah awal seperti ini , pengalaman terus menerus
terrhadap usaha napas , aktivitas dan warna kulit tetap dilakukan untuk
menentukan perlunya tindakan tambahan.

B. Perawatan supportif

Bayi yang memiliki resiko prenatal dan intrapartum , dengan mekoneum pada
air ketuban atau pada kulit ,gangguan usaha napas dan sianosis , memerlukan
tindakan resusitasi saat lahir. Bayi-bayi ini harus dievaluasi dan ditanggani
dibawah alat pemancar panas dan mendapatkan langkah awala dengan benar .
Bayi semacam ini tetap memiliki resiko perburukkan yang berhubungan .

C. Perawatan lanjut

Bayi yang mendapatkan ventilasi tekana positif atau tindakan lebih lanjut yang
memerlukan tindakan terus menerus ,memiliki risiko yang berulang dan
berisiko tinggi untuk mendapatkan komplikasi pada masa transisi.Bayi
semacam ini pada umumnya harus ditanggani dalam ruanggan yang dapat
dilakukan pengawasan dan monitoring terus menerus. Bila perlu, dirujruk ke
unit perawatan intens
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Di seluruh dunia , lebih dari 1 juta bayi pertahun akan membaik melalui
penggunaan teknik program resusitasi neonatus. Hampir semua bayi sehat 10 %
memerlukan sebagian tindakan resusitasi . 1 % memerlukan resusitasi lengkap
untuk mempertahankan kehidupannya. Paru-paru janin berkembang didalam
kandungan ,tetapi alveoli masih terisi cairan. Pembuluh darah paru janin masih
kontriksi sehingga darah untuk perfusi paru dipompakan dari arteri pulmonalis
melalui duktus arteriosus ke aorta .Saat lahir , cairan dalam alveoli diserap
jaringan paru dan diganti dengan udara. Masuknya oksigen sesaat lahir , akan
menyebabkan relaksasi arteri pulmonalis akan meningkat secara dramatis .
darah akan menyerap oksigen dari udara ke alveoli dan darah yang kaya
oksigen akan diedarkan ke seluruh tubuh bayi.

B. Saran

1. Tenaga kesehatan harus dapat mengetahui tanda dan gejala secara dini
agar dapat melakukan penanganan segera

2. Dengan asuhan kebidanan yang diberikan, diharapkan dapat memberi


gambaran pengalaman bahwa segera akan memberikan damapak yang tidak
merugikan untuk di masa yang akan datang .

3. Meningkatkan upaya-upaya untuk KIA, Promotif, preventive, kuratif,


dan rehabilitatif, kepada masyarakat, sehingga ikut berperan serta dalam upaya
menurunkan Angka Kematian Bayi.

You might also like