Professional Documents
Culture Documents
DISSEMINATED INTRAVASCULAR
COAGULATION
0
DAFTAR ISI
1
PEMBAHASAN
I. Pendahuluan
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) atau dalam bahasa Indonesia
dikenal dengan Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) merupakan salah satu
kedaruratan medik karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera. KID
yang merupakan kedaruratan medik terutama KID fulminan atau akut, sedangkan KID
derajat rendah atau kompensasi bukan suatu keadaan darurat. Namun perlu diwaspadai
KID derajat rendah dapat berubah menjadi KID fulminan sehingga harus diantisipasi.
Gejala klinik KID dapat sangat bervariasi tergantung penyakit penyebabnya
(underlying disease). Hal ini merupakan sebab mengapa banyak istilah lain yang dipakai
untuk KID, misalnya konsumsi koagulopati, hiperfibrinolisis, defibrinasi dan sindrom
trombo-hemoragik.
Keberhasilan pengobatan selain ditentukan oleh keberhasilan mengatasi penyakit
dasar yang mencetuskan KID, juga ditentukan akibat KID itu sendiri.
II. Definisi
KID merupakan suatu sindrom patologiklinis yang menyebabkan berbagai
komplikasi. Hal ini ditandai dengan aktivasi sistemik jalur menuju dan mengatur
koagulasi, yang dapat mengakibatkan generasi bekuan fibrin yang dapat menyebabkan
kegagalan organ bersamaan dengan konsumsi trombosit dan faktor koagulasi yang dapat
mengakibatkan klinis perdarahan.
2
III. Etiologi
Telah diketahui berbagai penyakit yang dapat mencetuskan KID seperti dibawah
ini :
3
Hemolisis karena reaksi transfusi darah dapat memicu sistem koagulasi sehingga
terjadi KID. Akibat hemolisis, eritrosit melepaskan ADP atau membran fosfolipid
eritrosit yang mengaktifkan sistem koagulasi baik sendiri maupun secara bersamaan dan
menyebabkan KID. Pada septikemia, KID terjadi akibat endotoksin atau mantel poli-
sakarida bakteri memulai koagulasi dengan cara mengaktifkan Faktor XII menjadi F
XIIa, menginduksi pelepasan reaksi trombosit, menyebabkan endotel terkelupas yang
dilanjutkan aktivasi XII menjadi XIIa atau X-XIa, dan pelepasan materi prokoagulan dari
granulosit, dan semuanya ini dapat mencetuskan KID. Terakhir dilaporkan bahwa
organisme gram positif dapat menyebabkan KID dengan mekanisme seperti endotoksin
yaitu mantel bakteri yang terdiri dari mikropolisakarida menginduksi KID.
Viremia termasuk HIV, varisela, hepatitis, virus sitomegalo, demam berdarah
dengue, dapat disertai KID. Mekanisme tidak jelas tetapi mungkin atas dasar antigen
antibodi mengaktifkan F XII, reaksi pelepasan trombosit atau endotel terkelupas dan
terpapar kolagen subendotel dan membran basalis.
Hepatitis virus berat dan gagal hati akut ataupun etiologinya termasuk obat, toksin
atau infeksi dapat menyebabkan KID sukar dibedakan dengan koagulasi karena gangguan
fungsi hati yang berat. Kolestasis intrahepatik atau ekstrahepatik yang sudah lebih dari 5
hari bisa disertai KID.
Pada penderita keganasan, terutama yang sudah menyebar sering ditemukan KID
dengan atau tanpa gejala klinik, dengan bukti laboratorium. Pada kasus hematologi selain
keganasan, penyakit lain sering disertai KID derajat rendah seperti polisitemia vera,
sedang pada paroksimal noktural hemoglobinuria (PNH) ditemukan KID yang lebih
bermanifestasi sebagai trombosis.
Asidosis dan alkalosis walaupun jarang tetapi dapat memicu KID. Pada asidosis
yang menjadi pemicu, kemungkinan adalah endotel terkelupas mengaktifkan F XII
menjadi F XIIa, dan atau XI-XIa dan reaksi pelepasan trombosit yang diakhiri dengan
aktivasi sistem prokoagulan. Pada alkalosis mekanismenya belum jelas.
Pasien dengan luka bakar yang luas sering disertai dengan KID disebabkan
mikrohemolisis eritrosit melepaskan ADP dan fosfolipid. Selain itu nekrosis jaringan
yang terbakar melepaskan material tromboplastin dan kedua faktor tersebut akan memicu
KID. Pada trauma, nekrosis jaringan merupakan materi tromboplastin atau material
4
menyerupai fosfolipid masuk ke sirkulasi darah dan mengaktifkan sistem koagulasi
sehingga terjadi KID.
Kelainan pembuluh darah seperti sindrom Kasabach-Merrit yang disertai
hemangioma cavernosa raksasa pada + 25% kasus ditemukan KID derajat rendah atau
kompensasi yang dapat berubah menjadi KID fulminan tanpa ada petunjuk yang jelas.
Lebih kurang 50% pasien dengan telangiektasis hemoragik herediter disertai KID derajat
rendah yang kadang-kadang dapat menjadi fulminan.
Penyakit sistemik pembuluh darah kecil seperti fenomena vasospastik termasuk
sindrom Raynaud, angiopati diabetes berat, atau angiopati pada penyakit autoimun atau
sindrom Leriche yang disertai KID kompensasi sering berkembang menjadi KID
fulminan. Penyakit vaskular kolagen terutama apabila mengenai pembuluh darah kecil
dapat disertai KID. KID kompensasi juga terlihat pada pasien rematoid artritis berat,
SLE, sindrom Sjorgen dermatosis, penyakit hati kronis dan ginjal kronis.
IV. PATOFISIOLOGI
5
Pada pasien dengan Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID), fibrin terbentuk
sebagai hasil dari generasi dimediasi oleh trombin faktor jaringan. Faktor jaringan,
diekspresikan pada permukaan sel-sel mononuklear dan sel endotel teraktivasi, mengikat
dan mengaktifkan faktor VII. Kompleks faktor jaringan dan VIIA faktor dapat
mengaktifkan faktor X langsung (panah hitam) atau tidak langsung (panah putih) dengan
cara diaktifkan faktor IX dan faktor VIII. Faktor X diaktifkan, dalam kombinasi dengan
faktor V, dapat mengkonversi protrombin (faktor II) menjadi trombin (faktor IIa). Secara
bersamaan, ketiga cara fisiologis dari antikoagulasi - antitrombin III, protein C, dan
faktor jaringan-jalur inhibitor (TFPI) - terganggu.
Pembentukan intravaskular yang dihasilkan dari fibrin tidak seimbang dengan
penghapusan memadai fibrin karena fibrinolisis endogen ditekan oleh kadar plasma
tinggi plasminogen aktivator tipe-inhibitor 1 (PAI-1). Tingginya tingkat PAI-1
menghambat plasminogen aktivator-aktivitas dan akibatnya mengurangi tingkat
pembentukan plasmin. Kombinasi peningkatan pembentukan fibrin dan penghapusan
tidak memadai hasil fibrin dalam trombosis intravaskular diseminata. FDPs menunjukkan
fibrin-degradasi.
Apabila sistem koagulasi diaktifkan oleh berbagai hal misalnya tromboplastin
yang dikeluarkan akibat kerusakan jaringan, maka trombin dari plasma beredar dalam
sirkulasi darah. Trombin memecah fibrinogen hingga terbentuk fibrinopeptida A dan B
dan fibrin monomer. Fibrin monomer mengalami polimerisasi membentuk fibrin yang
beredar dalam sirkulasi membentuk trombus dalam mikrovaskuler dan makrovaskuler
sehingga meng-ganggu aliran darah dan menyebabkan terjadi iskemia perifer dan
berakhir dengan kerusakan organ. Karena fibrin dideposit dalam mikrosirkulasi,
trombosit terperangkap dan diikuti trombositopenia. Selain itu plasmin juga beredar
dalam sirkulasi dan memecahkan terminal akhir karboksi fibrinogen menjadi fibrin
degradation product (FDP; hasil degradasi fibrin), membentuk fragmen yang dikenal
dengan X, Y, D dan E. Hasil degradasi fibrinogen (FDP) dapat bergabung dengan
fibrinogen monomer dan kompleks FDP dan fibrin monomer ini disebut fibrin monomer
larut. Fibrin monomer larut ini merupakan dasar reaksi para-koagulasi untuk uji gelasi
etanol dan uji protamin sulfat.
6
Apabila protamin sulfat atau etanol ditambahkan pada plasma pasien yang
berisikan fibrin monomer larut, maka etanol atau protamin sulfat akan membersihkan
FDP dan fibrin monomer, dan fibrin monomer mengalami polimerisasi dan membentuk
benang fibrin dalam tabung dan inilah yang diartikan sebagai protamin sulfat atau
gelation test positif. Jadi FDP dalam sistem sirkulasi akan mengganggu polimerisasi
monomer, yang selanjutnya mengganggu pembekuan dan menyebabkan perdarahan.
Fragmen D dan E mempunyai afinitas terhadap membran trombosit dan menyebabkan
fungsi trombosit terganggu. Hal ini akan menyebabkan atau memperberat perdarahan
yang sudah ada pada KID.
Berbeda dengan trombin, plasmin adalah suatu enzim proteolitik global dan
mempunyai afinitas yang sama terhadap fibrinogen dan trombin. Plasmin juga efektif
menghancurkan (biodegradasi) faktor V, VIII, IX dan X dan plasma protein lain termasuk
hormon pertumbuhan, kortikotropin dan insulin. Plasmin menghancurkan fibrin ikat
silang (cross-linked fibrin) dan menghasilkan D-Dimer. Jadi bila D-Dimer positif berarti
terjadi fibrin-olisis sekunder yang secara klinis ada trombosis atau KID.
XII
prekalikrein
kininogens
Kerusakan endotel kolagen
XIIa kalikrein
kinins
Kompleks Ag-Ab
XI
plasminogen PLASMIN
XIa
Endotoksin
X Xa
Kerusakan jaringan
Protrombin
Aktivitas tromboplastin Aktivasi
Kerusakan VII P-F. 1-2 komplemen
trombosit
fosfolipid
Fibrinogen
Fibrin D-Dimer
7
Gambar : Mekanisme pencetusan KID
8
Keempat patofisiologi tersebut perlu diingat dan dicatat sebagai tolak ukur
laboratorik yang tepat untuk suatu diagnosis KID secara objektif.
V. GEJALA KLINIS
Gejala klinis KID tergantung penyakit dasar, akut atau kronis dan proses patologis
mana yang lebih utama, apakah akibat trombosis mikrovaskular atau diatesis hemoragik.
Kedua proses patologis ini menimbulkan gejala klinis yang berbeda dan dapat ditemukan
dalam waktu yang bersamaan.
Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat, dapat terlihat sebagai petekie,
ekimosis, atau hematoma di kulit, hematuria, melena, epistaksis, perdarahan gusi,
hemoptisis dan kesadaran yang menurun sampai koma akibat perdarahan otak. Gejala
akibat trombosis mikrovaskuler dapat ditemukan kesadaran menurun sampai koma, gagal
ginjal akut, gagal nafas akut dan iskemia fokal serta gangren pada kulit.
Mengatasi perdarahan pada KID sering lebih mudah daripada mengobati akibat
trombosis pada mikrovaskuler yang menyebabkan gangguan aliran darah, iskemia dan
berakhir dengan kerusakan organ dan kematian.
9
VI. DIAGNOSA BANDING
Manifestasi klinis atau kelainan laboratorium dari beberapa kondisi dapat
menyerupai atau dibedakan dari yang ada di DIC, dan penting untuk membedakan
kondisi ini dari DIC akut. Empat dari kondisi yang lebih umum adalah :
• thrombocytopenic purpura trombotik
• kronis DIC (Trousseau sindrom)
• Gagal hati fulminan
• HELLP syndrome (hemolisis, tes fungsi hati yang tinggi, dan trombosit rendah).
VII.PEMERIKSAAN LABORATORIUM
10
banyak metode baru tersedia untuk uji laboratorium yang memudahkan pemeriksaan
pasien dengan KID. Dibawah ini dijelaskan kriteria laboratorik yang objektif yang
diperlukan untuk diagnosis KID yang didasarkan atas pengetahuan patofisiologinya.
11
Pemeriksaan kadar faktor pembekuan memberikan sedikit informasi yang berarti
pada pasien KID. Sebagaimana sudah disebut sebelumnya pada kebanyakan pasien KID
fulminan faktor pembekuan yang aktif beredar dalam sirkulasi terutama faktor Xa, IXa
dan trombin. Pemeriksaan faktor yang didasarkan atas standar PTT dan masa protrombin
dengan teknik menggunakan defisiensi substrat akan memberikan hasil yang tidak dapat
diinterpretasi. Sebagai contoh jika faktor VIII diperiksa sedang pada penderita KID
disertai faktor Xa maka jelas faktor VIII yang dicatat akan tinggi karena dalam uji sistem
ini faktor Xa meminta kebutuhan faktor VIII sehingga terjadi perubahan fibrinogen
menjadi fibrin dengan cepat dan waktu yang dicatat dalam kurva standar pendek dan ini
akan diinterpretasi sebagai kadar faktor VIII yang tinggi.
4. FDP
Kadar FDP akan meningkat pada 85-100% kasus KID. Hasil degradasi ini adalah
akibat biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh plasmin, sehingga secara tidak langsung
menunjukkan jumlah plasmin melebihi jumlah normal dalam darah.
Tes protamin sulfat atau etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada
fibrin monomer solubel. Tetapi sama seperti FDP, ini bukan sebagai diagnostik karena
fibrin monomer solubel lain dapat dijumpai pada keadaan klinis lain, seperti pada wanita
dengan kontrasepsi oral, pasien dengan emboli paru, pada beberapa pasien infark
miokard, pasien penyakit ginjal tertentu, trombosis vena atau arteri serta tromboembolik.
5. D-Dimer
Tes terbaru untuk KID adalah D-Dimer yang merupakan hasil degradasi dari
fibrin ikat silang yaitu fibrinogen yang diubah menjadi fibrin dan kemudian diaktifkan
oleh faktor XIII. Dari pemeriksaan atau tes yang paling banyak dilakukan untuk menilai
KID, tampak-nya D-Dimer merupakan tes yang paling dapat dipercaya untuk menilai
kemungkinan KID. Analisis beberapa pemeriksaan yang dilakukan pada KID, ditemukan
12
D-Dimer abnormal pada 93% kasus, kadar AT III abnormal pada 89% kasus, kadar
fibrinopeptida abnormal pada 88% kasus dan titer FDP abnormal pada 75% kasus.
Kadang titer FDP dan reaksi parakoagulasi dapat negatif pada KID. Hal ini
disebab-kan pada KID akut jumlah plasmin yang beredar sangat banyak dan fibrinolisis
sekunder mengakibatkan degradasi fragmen D dan E, padahal fragmen inilah yang
dideteksi sebagai FDP. Selain itu pelepasan yang berlebihan dari protease-granulosit,
kolagenase dan elastase dapat juga melakukan degradasi pada semua sisa fragmen D dan
E dan akhirnya memberikan hasil FDP negatif. Jadi FDP negatif belum dapat
menyingkirkan diagnosis KID. Dengan tersedianya pemeriksaan D-Dimer, pemeriksaan
FDP dan tes protamin sulfat menjadi terbatas dalam diagnosis KID.
6. Plasmin
Pemeriksaan sistem fibrinolisis yang tersedia sekarang dalam lab klinik yang
berguna pada KID yaitu pemeriksaan plasminogen dan plasmin. Fibrinolisis sekunder
merupakan respons tubuh mencegah trombosis dalam upaya tubuh menghindari
kerusakan organ yang ireversibel pada pasien KID. Jika terjadi gangguan sistem
fibrinolisis, morbiditas dan mortal-itas akan meningkat sebagai akibat terjadinya
kerusakan organ. Aktivasi sistem fibrinolisis dapat dinilai dengan mengukur kadar
plasminogen dan plasmin dengan teknik substrat sinte-tis. Masa lisis euglobin
memberikan sedikit manfaat untuk menilai sistem fibrinolisis pada KID.
7. Trombosit
Trombositopenia khas pada KID; jumlah trombosit bervariasi mulai yang paling
rendah 2000-3000/mm3 hingga >100.000/mm3. Pada kebanyakan pasien KID trombosit
yang diperiksa dalam sediaan apus darah tepi pada umumnya jumlahnya rata-rat
6000/mm3.
Uji fungsi trombosit seperti masa perdarahan, agregasi trombosit biasanya
bergantung pada KID. Gangguan ini disebabkan FDP menyelubungi membran trombosit.
Jadi tidak ada alasan dan tidak perlu melakukan uji trombosit pada KID.
Faktor 4 trombosit (PF4) dan beta-tromboglobulin merupakan petanda terjadinya
re-aktivitas dan pelepasan trombosit dan biasanya meningkat pada KID. Bila pada KID
13
kadar PF4 dan beta-tromboglobulin meningkat dan kemudia menurun sesudah
pengobatan, hal ini menunjukkan pengobatan berhasil. Meningkatnya PF4 dan beta-
tromboglobulin pada KID selain merupakan bukti tidak langsung adanya aktivasi
prokoagulan, juga bermanfaat pada pemantauan pengobatan.
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Individu
Berhubungan dengan banyak macam penyakit yang mencetuskan KID dan derajat
penyakit maupun KID bervariasi. Maka pengobatan kasus demi kasus mendapat
perhatian yang besar. Kadang pemberian heparin pada kasus yang satu sangat
14
diperlukan, sebaliknya pada kasus yang lain sama sekali tidak. Jadi setiap individu harus
dilihat keuntungan dan kerugian dari pengobatan.
2. Terapi Umum
Didasarkan atas etiologi KID, umur, keadaan hemodinamik, beratnya perdarahan,
beratnya trombus dan gejala klinis.
a. Pengobatan faktor pencetus
Pengobatan pada KID fulminan yaitu mengobati secara progresif dan
menghilangkan penyakit pencetus KID.
b. Menghentikan proses koagulasi.
Dapat dilakukan dengan memberikan antikoagulan misalnya heparin. Indikasi
pemberian heparin : (1) bila penyakit dasar tidak dapat dihilangkan dalam waktu
singkat; (2) penderita yang masih perdarahan bila penyakit dasar sudah
dihilangkan; (3) bila ada tanda terjadi trombosis dalam mikrosirkulasi, gagal
ginjal, gagal hati.
Cara pemberian heparin klasik pada KID dimulai dengan dosis awal 100-200 U/
kgBB iv, selanjutnya pemberian dosis ditentukan dari hasil APTT atau masa pembekuan
dan diperiksa 2-3 jam sesudah pemberian heparin. Target APTT 1,5-2,5 kontrol atau
masa pem-bekuan 2-3 kali kontrol. Bila APTT kurang dari 1,5 kali kontrol atau MP
kurang 2 kali kon-trol dosis heparin dinaikkan. Bila APTT lebih dari 2,5 kali kontrol atau
MP lebih dari 3 kali kontrol maka diulang 2 jam. Kemudian bila APTT atau MP tetap
lebih dari 2,5 atau 3 kali kontrol dosis dinaikkan, sedang bila kurang dosis diturunkan.
Bila APTT 1,5-2,5 kali kontrol atau MP 2-3 kali kontrol, dosis heparin diteruskan.
Heparin diberikan tiap 4-6 jam dan dosis diberikan berkisar 100.000 – 200.000 U/
hari. Akhir-akhir ini dianjurkan heparin subkutan dosis 80-100 U/kg tiap 4-6 jam.
Heparin juga dapat diberikan dengan kombinasi AT III atau anti agregasi trombosit.
Kontraindikasi pemberian heparin subkutan maupun intravena pada KID yaitu
pasien dengan perdarahan SSP dan gagal hati fulminan. KID fulminan berhasil diobati
dengan pemberian AT III tiap 8 jam. Dosis yang dibutuhkan dapat dihitung dengan
jumlah total yang dibutuhkan = kenaikan kadar yang diinginkan – kadar permulaan x 0,6
x BB. Kadar yang diinginkan biasanya > 125%.
15
3. Terapi Substitusi
Bila perdarahan masih terus berlangsung sesudah penyakit dasar diobati dan
sesudah antikoagulan diberikan, untuk ini dapat diberikan plasma beku segar (fresh
frozen plasma; FFP). Bila trombosit turun sampai <25.000/mm 3 pemberian trombosit
konsentrat perlu diberikan.
4. Anti Fibrinolisis
Asam traneksamat atau epsilon-asam amino kaproat hanya diberikan bila
trombosis tidak ada dan terjadi fibrinolisis.
16
kekhawatiran ini. Terapi penggantian tidak diindikasikan jika tidak ada perdarahan klinis
dan ada prosedur invasif yang direncanakan. Jika pasien mengalami perdarahan atau
prosedur diperlukan, maka upaya untuk mengembalikan kapasitas hemostatik dengan
mengganti trombosit dan faktor koagulasi ditunjukkan.
Mengukur konsentrasi trombosit dan fibrinogen dan menilai waktu protrombin
dan waktu tromboplastin parsial teraktivasi sangat penting untuk membimbing
manajemen. Penggantian dipantau oleh efek langsung setelah transfusi dan beberapa jam
kemudian untuk menentukan kebutuhan untuk melanjutkan penggantian lebih lanjut.
Komponen darah yang tersedia ditunjukkan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Komponen umum
digunakan dalam LPS adalah: plasma beku segar (FFP), kriopresipitat, trombosit
konsentrat dan dikemas sel darah merah atau darah.
Dosis awal yang diberikan dalam tabel 3 adalah panduan kasar dan dosis lanjutan
akan bervariasi tergantung pada tingkat konsumsi dan apakah DIC akan datang
terkendali. Penggantian dapat dihentikan bila ada kenaikan jumlah trombosit, kadar
fibrinogen dan penurunan FDPs.
17
3.Terapi heparin
Penggunaan heparin secara teori menarik karena harus berhenti pembentukan
trombin dan proses DIC, tapi dalam prakteknya manfaat ini jarang terlihat. Untuk pasien
yang secara aktif perdarahan, heparin akan memperburuk pendarahan sebelum manfaat
potensial. Dalam sebagian besar situasi khas DIC akut (yang mencakup 95% atau lebih
pasien) terapi heparin belum terbukti berguna dan mungkin berbahaya. Heparin telah
terbukti memiliki efek yang menguntungkan dalam kecil, studi terkontrol pasien dengan
koagulasi intravaskular diseminata, tetapi tidak dalam uji klinis terkontrol. Namun ada
beberapa indikasi terbatas terapi heparin, seperti pendarahan yang berlebihan terkait
dengan hemangioma raksasa.
18
Tingkat beredar dari AT yang rendah DIC, oleh karena itu suplementasi harus
meningkatkan hasilnya. Dalam plasebo buta ganda terkontrol multisenter besar fase III
percobaan (Kybersept percobaan) AT digunakan dalam dosis 30.000 IU selama 4 hari.
Tidak ada perbedaan angka kematian antara pengobatan dan kelompok plasebo. Selain
itu, pasien yang dirawat dengan AT mengalami komplikasi perdarahan lebih lanjut. Ia
berspekulasi bahwa seiring penggunaan heparin dengan AT bertanggung jawab atas
komplikasi perdarahan lebih lanjut. Studi lain dievaluasi peran AT tanpa heparin
bersamaan pada pasien dengan sepsis berat dengan atau tanpa DIC. Ditemukan bahwa AT
secara signifikan mengurangi angka kematian pada pasien dengan DIC.14 Namun,
penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi temuan ini.
7. C1-Inhibitor (C1-Inh)
Aktivasi faktor Xia menyebabkan ledakan trombin, oleh karena itu penghambatan
Xia faktor dengan inhibitor C1 mungkin akan bermanfaat. Dalam sebuah studi pilot
dengan jumlah terbatas C1-inhibitor pasien, C1-Inh diberikan kepada pasien dengan
sepsis berat atau syok septik. Disfungsi organ meningkat secara signifikan tetapi tidak
berpengaruh pada mortalitas diamati karena sejumlah kecil pasien.
19
8. Inhibitor Sintetis
Pengobatan heparin mungkin tidak efektif karena memerlukan antithrombin untuk
aktivitas antikoagulan dan ini biasanya berkurang pada DIC. Langsung inhibitor trombin
mungkin lebih efektif karena mereka tidak memerlukan antithrombin. Hirudin
rekombinan mengurangi aktivitas trombin di DIC, tapi manfaat klinis belum dievaluasi.
Novel antitrombin III - inhibitor trombin independen seperti desirudin dan senyawa
terkait, mungkin akan lebih efektif daripada heparin, dan peneliti juga telah menjanjikan
hasil. Namun, ada belum pernah ada uji klinis terkontrol obat ini pada pasien dengan
DIC dan risiko yang relatif tinggi perdarahan berhubungan dengan penggunaan senyawa
ini dapat menjadi faktor pembatas.
DAFTAR PUSTAKA
20
6. Labelle Carrie Ann, Kitchens Craig S.Disseminated intravascular coagulation:Treat
the cause, not the lab values, on Cleaveland Clinic Journal of Medicine Volume 72
Number 5.2005.
7. Kumar R, Gupta1 V, Disseminated Intravascular Coagulation: Current Concepts, on
Indian Journal of Pediatrics Volume 75.2008.
21