Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
Bedasarkan perumusan masalah di atas, berikut tujuan penulisan masalah ini :
1. Untuk mengetahui definisi dari proses menua
2. Untuk mengetahui faktor penggunaan obat pada lansia
3. Untuk mengetahui dosis obat untuk lansia
4. Untuk mengetahui metabolisme obat pada lansia
5. Untuk mengetahui Penyakit kronik degeratif yang kerap dialami para
lanjut usia
6. Untuk mengetahui contoh kasus pengobatan resiko tinggi pada usia lanjut
di tatanan pelayanan kesehatan
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
2.3 Dosis obat untuk Lansia
Pada umumnya kecepatan absorbsi obat lebih lambat pada lansia dari pada
dewasa muda karena faktor faktor berikut:
1. Berkurangnya sekresi getah lambung sehingga kecepatan disolusi sediaan
tablet & kapsul menurun , juga kadar ionisasi obat.
2. Perubahan mukosa g.i. dapat memperlambat transpor aktif obat
3. Perubahan kecepatan pengosongan lambung, motilitas usus , menurunnya
aliran darah ke mesenterik
4
secara aktif disekresi oleh tubulus ginjal, mengalami penurunan faali glomerolus
dan tubulus
2.5 Penyakit kronik degeratif yang kerap dialami para lanjut usia
2. Osteoporosis
Osteoporosis merupakan salah satu bentuk gangguan tulang dimana masa
atau kepadatan tulang berkurang. Terdapat dua jenis osteoporosis, tipe I merujuk
pada percepatan kehilangan tulang selama dua dekade pertama setelah
menopause, sedangkan tipe II adalah hilangnya masa tulang pada usia lanjut
karena terganggunya produksi vitamin D.
Terapi :
- menopause untuk mencegah osteoporesis (estradiol 1-2mg/hari)
- Klimakterik : (estrogen + androgen)
3. Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama atau lebih
tinggi
dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90mmHg, yang terjadi
karena
5
menurunnya elastisitas arteri pada proses menua. Bila tidak ditangani, hipertensi
dapat memicu terjadinya stroke, kerusakan pembuluh darah (arteriosclerosis),
serangan/gagal jantung, dan gagal ginjal
Terapi :
- Tiazid
- Betabloker
- Prazosin
- Reserpin
- Nipedipin
- Tiazid + betabloker
4. Diabetes Mellitus
Sekitar 50% dari lansia memiliki gangguan intoleransi glukosa dimana gula
darah masih tetap normal meskipun dalam kondisi puasa. Kondisi ini dapat
berkembang menjadi diabetes melitus, dimana kadar gula darah sewaktu diatas
atau sama dengan 200 mg/dl dan kadar glukosa darah saat puasa di atas 126
mg/dl. Obesitas, pola makan yang buruk, kurang olah raga dan usia lanjut
mempertinggi risiko DM. Sebagai ilustrasi, sekitar 20% dari lansia
berusia 75 tahun menderita DM. Beberapa gejalanya adalah sering haus dan lapar,
banyak berkemih, mudah lelah, berat badan terus berkurang, gatal-gatal, mati rasa,
dan luka yang lambat sembuh.
Terapi :
- Diabetes dengan diet, pengurangan BB
- Sulfonilurea jika diet gagal
- Insulin jika sulfoniurea gagal atau terjadi keton urea
6
5. Penyakit jantung koroner
Penyempitan pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menuju jantung
terganggu. Gejala umum yang terjadi adalah nyeri dada, sesak napas, pingsan,
hingga kebingungan.
Terapi :
- Terapi awal jantung kronis : tiazid lebih banyak digunakan
- Hipokalemia : preparat K/pisang/jeruk
6. Kanker
Kanker merupakan sebuah keadaan dimana struktur dan fungsi sebuah sel
mengalami perubahan bahkan sampai merusak sel-sel lainnya yang masih sehat.
Sel yang berubah ini mengalami mutasi karena suatu sebab sehingga ia tidak bisa
lagi menjalankan fungsi normalnya. Biasanya perubahan sel ini mengalami
beberapa tahapan, mulai dari yang ringan sampai berubah sama sekali dari
keadaan awal (kanker). Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah
penyakit jantung. Faktor resiko yang paling utama adalah usia. Dua pertiga kasus
kanker terjadi di atas usia 65 tahun. Mulai usia 40 tahun resiko untuk timbul
kanker meningkat
7
BAB III
TINJAUAN KASUS
a. Identitas Klien
Nama : Tn. S
Umur : 66 Tahun
Agama : Islam
Bahasa : Jawa
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
a. Diagnosa Medis
b. Pemberian Resep
R/ Metformin 500 XLV
S 3 dd 1
R/ Glibenklamide 5 XV
S 1 dd 1
R/ Captopril 50 XLV
S 3 dd 1
R/ furosemid X
S ½-0-0
R/ BC XLV
S 3 dd 1
8
R/ Amlodipin 5 XV
S 1 dd 1
R/ Na-diklofenak 50 XXX
S 0-0-1
R/ Simvastatin 10 XV
S 0-0-1
c. Analisa resep
Dalam kasus ini pasien menerima 8 item obat, sebagai berikut :
- Metformin sebagai antidiabetes
- Glibenklamide sebagai antidiabetes
- Captopril sebagai antihipertensi
- Furosemid sebagai antihipertensi
- BC/ vitamin B kompleks sebagai suplemen kekurangan vitamin B
- Amlodipin sebagai antihipertensi
- Na-diklofenak sebagai antiinflamasi
- Simvastatin sebagai antihiperlipidemia
d. Analisa Kasus
Penanganan hipertensi dalam kasus ini digunakan kombinasi 3 antihipertensi,
yaitu captopril (ACE inhibitor), furosemid (loop diuretik), dan amlodipin
(Pemblok kanal kalsium). Kombinasi tersebut diperbolehkan.
Dosis furosemid merupakan dosis terendah yaitu 20 mg, dengan waktu
pemberian yang tepat yaitu pada pagi hari.
Sedangkan dosis captopril merupakan dosis maksimum yaitu 150 mg/hari,
dalam dosis terbagi 3.
Sedangkan amlodipin yang diberikan adalah dosis menengah, yaitu 5
mg/hari, lazimnya 2,5-10 mg/hari.
Kasus :
Perlu diperhatikan pasien telah cukup lanjut usianya (66 tahun), captopril
diberikan pada dosis maksimum dikombinasi dengan furosemid, dan amlodipin,
akan berpotensi menimbulkan efek hipotensi.
9
1. Dengan pemberian furosemid, pasien akan mengalami diuresis, yang
berarti volume darah menurun dan menurun pula tekanan darahnya.
2. Sedangkan pemberian ACE inhibitor dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah sehingga resiko hipotensinya semakin meningkat,
terlebih pada pasien yang telah lanjut usia, ditambah dengan kombinasi
dengan amlodipin. Tekanan darah harus senantiasa dipantau.
e. Penyelesaian :
1. Kombinasi captopril, furosemid, dan amlodipin, perlu dipantau efeknya,
ada baiknya dosis captopril dikurangi
2. Konsumsi captopril 1 jam sebelum makan, untuk menghindari
interaksinya dengan makanan karena menyebabkan absorpsi captopril
menurun.
3. Pasien perlu diberi obat untuk mengatasi sindrome dispepsianya, terlebih
dalam resep tersebut terdapat obat-obat yang menimbulkan efek-efek yang
tidak menyenangkan pada saluran cerna, berupa iritasi lambung (natrium-
diklofenak), mual, muntah, diare (metformin dan glibenklamid).
Ranitidine dan antiemetic seperti domperidon atau metoklopramid
mungkin perlu diberikan.
10
4. Pasien juga harus diingatkan untuk senantiasa melakukan terapi non
farmakologis, berupa diet makanan rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
5. Pasien juga harus menghindari konsumsi rokok dan atau alcohol
6. Olah raga ringan secara teratur sangat dianjurkan
11
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Terapi/penggunaan obat pada pasien lansia perlu diperhatikan karena
terdapat perubahan-perubahan fungsi, kemampuan organ menurun, dosis dalam
darah meningkat sehinggamenjadi racun, serta laju darah dalam ginjal menurun.
Efek samping obat lebih sering terjadi pada populasi lanjut usia. Pasien
lanjut usia tigakali lebih beresiko masuk rumah sakit akibat efek samping obat.
Hal ini berpengaruh secarabermakna terhadap segi finansial seperti halnya
implikasi teraupetik. Kepatuhan penggunaan obat sering kali mengalami
penurunan karena beberapa gangguan pada lanjut usia. Kesulitan dalam hal
membaca, bahasa, mendengar dan ketangkasan, semuanya dapat berperan dalam
masalah ini.
4.2 Saran
Dalam pemberian obat harus melihat efek samping dan memperhatikan dosis
obat yang telah diberikan dokter atau tenaga kesehatan lainnya penggunaan obat
jangan sampai berkepanjangan karena dapat mengakibatkan berbagai komplikasi
dan penyakit tertentu yang muncul nantinya didalam tubuh pengunaan obat harus
sesuai anjuran dokter
12
DAFTAR RUJUKAN
13