You are on page 1of 17

130 Tahun PVC

Walau pertama kali ditemukan pada tahun 1872, ketika secara tak sengaja orang menemukan
serbuk putih dalam botol berisi gas vinil klorida yang terekspos oleh sinar Matahari, orang harus
menunggu 54 tahun berikutnya hingga ditemukannya teknik pemanfaatan polivinil klorida, serbuk
putih yang biasa disebut PVC itu. Usaha pemanfaatan PVC pada awalnya banyak menemui jalan
buntu karena sifatnya yang mudah rusak jika dipanaskan padahal pemanasan merupakan cara
pengolahan yang paling logis, mengikuti analogi pengolahan besi, gelas serta beberapa bahan
polimer organik yang ketika itu sudah ditemukan. Pada tahun 1926, seorang peneliti pada
perusahaan ban BFGoodyear dalam usaha mencari formulasi lem untuk merekatkan karet ke
logam menemukan bahan elastomer thermoplastik pertama di dunia (bahan elastis yang dapat
diubah bentuknya jika dipanaskan) ketika memanaskan PVC dalam cairan tricresyl phosphate
atau dalam dibutyl phthalate. Yang terjadi adalah bahwa PVC dapat bercampur secara sempurna
(miscible) dengan masing-masing zat yang kemudian lazim disebut sebagai plasticizer itu,
menghasilkan bahan baru dengan sifat yang dapat direkayasa, mulai dari yang keras, ketika
hanya sedikit plasticizer dicampurkan dengan PVC, hingga yang sangat elastis, ketika komponen
terbesar dalam campuran itu adalah plasticizer . Terobosan teknis ini merupakan awal dari
revolusi penggunaan PVC sebagai commodity plastics, yang melibatkan penggunaan plasticizer
(misalnya tricresyl phosphate atau dibutyl phthalate seperti dalam kisah diatas) guna
mempermudah pemrosesannya serta memberinya sifat elastis yang cocok untuk berbagai aplikasi
seperti kulit imitasi, plastik untuk alas meja, dan sebagainya. Terobosan teknis kedua berupa
berkembangnya teknologi formulasi PVC dengan penggunaan zat-zat yang lazim disebut
stabilizer, processing aid dan sebagainya, dan yang tak kalah penting, perkembangan teknologi
mesin pemroses PVC sehingga dimungkinkan pemrosesan PVC tanpa kandungan plasticizer
(rigid application). Kini mayoritas penggunaan PVC adalah pada aplikasi tanpa plasticizer
tersebut terutama di bidang konstruksi, seperti berbagai jenis pipa untuk air bersih maupun untuk
air limbah domestik, pembungkus (isolator) berbagai macam kabel, jendela, lantai, pelapis
dinding (wall paper) dan sebagainya, serta porsi yang jauh lebih kecil untuk produk-produk botol
plastik, plastik pembungkus dan sebagainya. Bisa dibilang PVC merupakan bahan plastik yang
paling luwes karena dapat diformulasi dan diproses menjadi produk dengan sifat yang sangat
berbeda, mulai dari yang paling keras seperti pipa, hingga yang lunak dan fleksibel.

Bagaimana PVC Dibuat?


PVC dihasilkan dari dua jenis bahan baku utama: minyak bumi dan garam dapur (NaCl). Minyak
bumi diolah melalui proses pemecahan molekul yang disebut cracking menjadi berbagai macam
zat, termasuk etilena ( C2H4 ), sementara garam dapur diolah melalui proses elektrolisa menjadi
natrium hidroksida (NaOH) dan gas klor (Cl2). Etilena kemudian direaksikan dengan gas klor
menghasilkan etilena diklorida (CH2Cl-CH2Cl). Proses cracking/pemecahan molekul etilena
diklorida menghasilkan gas vinil klorida (CHCl=CH2) dan asam klorida (HCl). Akhirnya,
melalui proses polimerisasi (penggabungan molekul yang disebut monomer, dalam hal ini vinil
klorida) dihasilkan molekul raksasa dengan rantai panjang (polimer): polivinil klorida (PVC),
yang berupa bubuk halus berwarna putih. Masih diperlukan satu langkah lagi untuk mengubah
resin PVC menjadi berbagai produk akhir yang bermanfaat.

Penampakan resin PVC sangat mirip dengan tepung terigu. Dan resin PVC memang dapat
dianalogikan seperti tepung terigu: keduanya tidak dapat digunakan dalam bentuk aslinya.
Seperti halnya tepung terigu yang harus diolah dengan mencampurkan berbagai kandungan lain
hingga menjadi kue tart dan berbagai jenis roti yang menarik, resin PVC juga harus diolah
dengan mencampurkan berbagai jenis zat aditif hingga dapat menjadi berbagai jenis produk yang
berguna dalam kehidupan sehari-hari.

Pemrosesan Menjadi Produk Akhir

Satu tahap penting lagi sebelum resin PVC bisa ditransformasikan menjadi berbagai produk
akhir adalah pembuatan compound/adonan (compounding). Compound adalah resin PVC yang
telah dicampur dengan berbagai aditif yang masing-masing memiliki fungsi tertentu, sehingga
siap untuk diproses menjadi produk jadi dengan sifat-sifat yang diinginkan. Sifat-sifat yang dituju
meliputi warna, kefleksibelan bahan, ketahanan terhadap sinar ultra violet (bahan polimer/plastik
cenderung rusak jika terpapar oleh sinar ultra violet yang terdapat pada cahaya matahari),
kekuatan mekanik transparansi, dan lain-lain. PVC dapat direkayasa hingga bersifat keras untuk
aplikasi-aplikasi seperti pipa dan botol plastik, lentur dan tahan gesek seperti pada produk sol
sepatu, hingga bersifat fleksibel/lentur dan relatif tipis seperti aplikasi untuk wall paper dan kulit
imitasi. PVC dapat juga direkayasa sehingga tahan panas dan tahan cuaca untuk penggunaan di
alam terbuka. Dengan segala keluwesannya, PVC cocok untuk jenis produk yang nyaris tak
terbatas dan setiap compound PVC dibuat untuk memenuhi kriteria suatu produk akhir tertentu.

Compound PVC kemudian dapat diproses dengan berbagai cara untuk memenuhi ratusan jenis
penggunaan yang berbeda, misalnya:

 PVC dapat diekstrusi, artinya dipanaskan dan dialirkan melalui suatu cetakan berbagai
bentuk, sehingga dihasilkan produk memanjang yang profilnya mengikuti bentuk cerakan
tersebut, misalnya produk pipa, kabel dan lain-lain.
 PVC juga dapat di lelehkan dan disuntikkan (cetak-injeksi) ke dalam suatu ruang cetakan
tiga dimensi untuk menghasilkan produk seperti botol, dash board, housing bagi produk-
produk elektronik seperti TV, computer, monitor dll.
 Proses kalendering menghasilkan produk berupa film dan lembaran dengan berbagai
tingkat ketebalan, biasanya dipakai untuk produk alas lantai, wall paper , dll.
 Dalam teknik cetak-tiup (blow molding), lelehan PVC ditiup di dalam suatu cetakan
sehingga membentuk produk botol, misalnya.
 Resin PVC yang terdispersi dalam larutan juga dapat digunakan sebagai bahan
pelapis/coating, misalnya untuk lapisan bawah karpet dll.

PVC dan Lingkungan Hidup

Telah menjadi mitos bahwa khususnya pembakaran sampah PVC memberikan kontribusi yang
besar terhadap terjadinya dioxin. Dioxin dapat dihasilkan dari pembakaran bahan-bahan
organoklorin, yang sebenarnya banyak terdapat di alam (dedaunan, pepohonan). Suatu
penelitian yang dilakukan oleh New York Energy Research and Development Authority pada
tahun 1987 menyimpulkan bahwa ada atau tidaknya sampah PVC tidak berpengaruh terhadap
banyaknya dioxin yang dihasilkan dalam proses insinerasi/pembakaran sampah. Kontribusi
terbesar bagi terjadinya dioxin adalah kebakaran hutan, hal yang justru tidak banyak diekspos.

Kandungan klor (Cl) dalam PVC diketahui memberikan sifat-sifat yang unik bagi bahan ini.
Tidak seperti umumnya bahan plastik yang merupakan 100% turunan dari minyak bumi, sekitar
50% berat PVC adalah dari komponen klor-nya, yang menjadikannya sebagai bahan plastik yang
paling sedikit mengkonsumsi minyak bumi dalam proses pembuatannya. Relatif rendahnya
komponen minyak bumi dalam PVC menjadikannya secara ekonomis lebih tahan terhadap krisis
minyak bumi yang akan terjadi di masa datang serta menjadikannya sebagai salah satu bahan
yang paling ramah lingkungan.

Walaupun PVC merupakan bahan plastik dengan volume pemakaian kedua terbesar di dunia,
sampah padat di negara-negara maju yang paling banyak menggunakan PVC-pun hanya
mengandung 0,5% PVC. Hal ini dikarenakan volume pemakaian terbesar PVC adalah untuk
aplikasi-aplikasi berumur panjang, seperti pipa dan kabel. Sampah PVC juga dapat diolah secara
konvensional, seperti daur-ulang, ditanam dan dibakar dalam insinerator (termasuk pembakaran
untuk menghasilkan energi).

PVC juga dianggap menguntungkan untuk aplikasi sebagai pembungkus (packaging). Suatu studi
pada tahun 1992 tentang pengkajian daur-hidup berbagai pembungkus/wadah dari gelas, kertas
kardus, kertas serta berbagai jenis bahan plastik termasuk PVC menyimpulkan bahwa PVC
ternyata merupakan bahan yang memerlukan energi produksi terendah, emisi karbon dioksida
terendah, serta konsumsi bahan bakar dan bahan baku terendah diantara bahan plastik lainnya.
Bahkan sebuah kelompok pecinta lingkungan Norwegia, Bellona, menyimpulkan bahwa
pengurangan penggunaan bahan PVC secara umum akan memperburuk kualitas lingkungan
hidup.

Fact about PVC Material

Resin PVC

1. Bahan baku yang diperlukan untuk pembuatan resin PVC adalah gas chlorine dan
ethylene. Gas chlorine didapat dari garam dapur, dan ethylene dihasilkan dari minyak
bumi. Porsi chlorine adalah 57% dari keseluruhan berat PVC, jadi PVC termasuk bahan
plastik dengan ketergantungan yang rendah terhadap minyak bumi yang ketersediaannya
kian hari kian menipis.
2. Pembuatan PVC memerlukan sangat sedikit energi. Studi menunjukkan bahwa energi
yang digunakan untuk memproduksi PVC jauh lebih kecil dibanding energi yang
digunakan untuk memproduksi bahan-bahan jenis lain. Pembuatan PVC hanya
memerlukan 40% dari energi yang diperlukan untuk memproduksi besi baja dan hanya
13% dari energi yang diperlukan untuk memproduksi aluminium. PVC juga
menggunakan paling sedikit komponen minyak bumi dibanding bahan plastik yang lain.
3. Bahan PVC juga memiliki kontribusi terhadap pelestarian hutan tropis. Jika kayu hutan
tropis digunakan sebagai bahan baku pembuatan jendela dan pintu, maka hutan tropis
harus dikelola dengan baik untuk menjamin kelestariannya. Jika tidak, yang akan terjadi
adalah eksploitasi terus menerus yang mengakibatkan musnahnya hutan tropis. PVC
adalah bahan yang populer digunakan untuk produk jendela rumah.
4. Melalui teknologi bahan-bahan aditif, PVC dapan dibentuk menjadi produk-produk
bermanfaat dengan variasi sifat yang sangat beragam: keras, lunak dan transparan;
menghasilkan produk-produk yang begitu beragam, mulai dari pipa dengan berbagai
ukuran dan spesifikasi kekuatan, peralatan medis, berbagai kemasan makanan maupun
non-makanan, kulit imitasi, automotive parts, selang dan kabel, electronics parts, dan
lain-lain.

Plasticizer (Phthalates)

1. Phthalates adalah sekelompok zat cair tak berbau yang digunakan sebagai plasticizer,
yaitu salah satu additive PVC untuk menghasilkan produk PVC yang bersifat
lunak/fleksibel seperti.kulit imitasi, sepatu, taplak meja transparan, dan lain-lain. Jenis
plasticizer yang populer digunakan diantaranya DEHP/DOP, DINP, DIDP.
2. Selain digunakan dalam sebagian produk dari bahan PVC, phthalates juga digunakan
dalam produk-produk lain seperti karet, cat, tinta cetak, adhesive, lubricant dan beberapa
jenis kosmetika.
3. Tak ada satupun dari phthalates yang terbukti bersifat karsinogen (dapat menyebabkan
penyakit kanker).
4. Rumor yang juga banyak beredar adalah bahwa phthalates dapat menyebabkan tumor.
Sumber dari rumor ini adalah suatu penelitian dimana tikus-tikus diberi makanan yang
mengandung DOP dalam jumlah beribu-kali lipat dari yang mungkin terkonsumsi dalam
kehidupan sehari-hari seekor tikus. Akibat dari konsumsi DOP dalam jumlah yang luar
biasa besar ini adalah timbulnya tumor pada hati tikus. Ketika dalam percobaan lain
DOP diberikan kepada beberapa jenis monyet, ternyata tidak mengakibatkan kelainan
apapun. Monyet dianggap memiliki metabolisme yang lebih menyerupai metabolisme
manusia. Saat ini dunia ilmiah mengakui bahwa phthalates dapat menyebabkan tumor
pada tikus melalui mekanisme metabolisme yang tidak terdapat pada tubuh manusia.
5. Rumor yang beredar juga menyebutkan bahwa phthalate dapat menyebabkan gangguan
fungsi hormon, berkurangnya jumlah sperma pada pria dan gangguan reproduksi
lainnya. Sumber dari rumor ini adalah suatu hipothesa bahwa ada zat-zat kimia yang
dapat menyerupai fungsi hormon wanita (estrogen). Zat-zat inilah yang diduga
menyebabkan banyak kasus berkurangnya jumlah sperma pada pria. Akan tetapi hingga
hari ini hipothesa tersebut masih berupa hipothesa, tanpa dapat dibuktikan
kebenarannya. Banyak studi telah dilakukan pada species tikus, dengan kesimpulan
bahwa berbagai jenis phthalates tidak menyebabkan gangguan hormonal.
6. Penggunaan DEHP/DOP dalam produk peralatan medis telah menjadi sesuatu yang vital
bagi industri kesehatan. PVC yang menggunakan plasticizer DEHP telah menjadi pilihan
utama dalam banyak aplikasi medis, seperti selang infus, kantung darah dll, karena
sifatnya yang transparan, ekonomis, kuat, fleksibel/lunak, mudah disterilisasi dan tidak
mengerut. Di Eropa DEHP adalah satu-satunya plasticizer yang penggunaannya
direkomendasikan oleh European Pharmacopoeia. Penggunaan DEHP/DOP secara
aman selama puluhan tahun dalam dunia medis merupakan bukti keamanan penggunaan
bahan ini sehingga seharusnya tak perlu dikhawatirkan lagi.
7. Phthalates tidak termasuk zat organic yang terakumulasi di lingkungan sekitar.
Walaupun phthalates ditemukan tersebar di lingkungan sekitar, tapi jumlahnya amat
sedikit karena molekul phthalates di alam terdegradasi oleh cahaya matahari dan juga
secara biologis. Saat ini telah banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
phthalates tidak mendatangkan resiko kepada kesehatan manusia maupun kelestarian
lingkungan hidup.
8. Dalam European Union Official Journal (April 2006), Uni Eropa mengumumkan bahwa
dua jenis plasticizer yang paling banyak digunakan diisononyl phthalate (DINP) dan
diisodecyl phthalate (DIDP) tidak tergolong sebagai zat berbahaya dan tak menimbulkan
resiko pada manusia maupun alam sekitarnya.
9. Petisi yang dilakukan oleh beberapa kelompok Environ- mentalist di Amerika Serikat
untuk melarang penggunaan PVC dalam produk mainan anak-anak ternyata ditolak oleh
The United States Consumer Product Safety Commission (CPSC) (February 2003). CPSC
menyatakan bahwa tak ada bukti-bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa penggunaan
bahan PVC pada mainan anak-anak dapat menimbulkan resiko kesehatan.
10. Tak ada bahan beracun yang layak dikonsumsi manusia. Segala jenis bahan yang terbukti
beracun memang seharusnya dilarang. Sebaliknya, bahan yang bermanfaat yang tidak
terbukti beracun selayaknya dapat terus digunakan untuk melayani kebutuhan
masyarakat, apalagi bahan tersebut telah digunakan selama puluhan tahun.

9 Misunderstanding about PVC Material

1. Analisa Daur Hidup – Life Cycle Analysis (LCA)

Banyak pakar sepakat bahwa untuk benar-benar memahami dampak lingkungan dari
penggunaan suatu produk, seluruh daur hidup produk tersebut harus dievaluasi secara
seksama. Inilah yang disebut Analisa Daur Hidup.
Efek-efek lingkungan yang diakibatkan oleh proses produksi suatu produk dengan
berjalannya waktu dapat dikompensasi atau diimbangi dengan usia pakai yang panjang,
manfaat yang besar dari digunakannya produk tersebut serta dampak lingkungan yang
rendah atas penggunaan produk tersebut. Misalnya, untuk kasus jendela PVC, emisi yang
terjadi selama proses pembuatan produk ini ternyata tidak berarti apa-apa dibandingkan
dengan keuntungan yang didapat selama puluhan tahun karena penggunaan jendela
PVC: penghematan energi.

o Produk-produk dari bahan PVC unggul dalam efisiensi energi, kapasitas isolasi
termal, kontribusi yang rendah terhadap efek rumah kaca, kemudahan perawatan
dan usia pakai yang panjang (tahan lama).
o Hasil studi terbaru tentang daur hidup produk PVC di sektor konstruksi
bangunan menyatakan bahwa dampak lingkungan dan kesehatan dari
digunakannya produk PVC sama atau lebih kecil dibanding kebanyakan bahan-
bahan lain.
2. Keselamatan Kerja

Pada tahun 1973, dokter-dokter di suatu pabrik VCM (vinyl chloride monomer, bahan
baku utama PVC) menemukan beberapa kasus suatu jenis kanker hati yang langka yang
diidap beberapa pekerja disitu. Dalam masa dua tahun sesudahnya US Occcupational
Safety and Health Administration (OSHA) dan US Environmental Protection Agency
(EPA) mengeluarkan regulasi untuk mengurangi paparan terhadap bahan kimia dan
emisi bahan kimia ke lingkungan sekitar. Untuk memenuhi tuntutan ini industri PVC di
seluruh dunia merekayasa-ulang proses produksinya.

o Tidak ada lagi kasus terdokumentasi tentang pengidap kanker di kalangan


pekerja di industri VCM dan PVC yang karirnya dimulai semenjak
diresmikannya regulasi tersebut.
3. Vinyl Chloride Monomer (VCM)

EPA memperkirakan bahwa emisi VCM di industri PVC telah ditekan sebanyak lebih dari
99% semenjak tahun 1970-an. Lebih jauh lagi, tidak ditemui adanya catatan kasus
dimana ada anggota masyarakat dirugikan karena paparan VCM.

4. Dioxin
PVC merupakan sumber dioxin yang sangat rendah, begitu rendahnya hingga kadar
dioxin di lingkungan sekitar kita pada dasarnya tidak berubah jika semua pabrik PVC
ditutup dan semua produk PVC tidak digunakan lagi di seluruh dunia. Di lain pihak
justru banyak sekali manfaat penting yang didapat dari penggunaan PVC di seluruh
dunia selama ini. Akan tetapi industri PVC tetap terus menerus mengupayakan
pengurangan dihasilkannya dioxin, pada saat ini proses produksi PVC hanya
menghasilkan beberapa gram dioxin saja per tahun. Sumber dioxin yang utama
diantaranya kebakaran hutan, gunung meletus, pembakaran kayu di perapian, emisi
kendaraan bermotor dan proses pembuatan bahan bangunan yang lain.
Menurut data dari EPA, tingkat emisi dioxin selalu menurun sepanajng 30 tahun terakhir,
sementara volume produksi PVC telah meningkan menjadi tiga kali lipat pada jangka
waktu yang sama.

Menurut EPA:

o Porsi emisi dioxin oleh industri PVC adalah sangat kecil, hanya 0.5% dari total
emisi dioxin.
5. Pengisian tanah (Landfill)

Produk-produk dari bahan PVC bersifat sangat tahan terhadap kondisi korosif yang
terjadi pada landfill dan tidak akan menjadi rusak atau terdegradasi dalam kondisi
tersebut. Bahkan PVC seringkali digunakan untuk membuat pembungkus dan penutup
bahan-bahan yang ditimbun tersebut karena kestabilannya dan ketahanannya terhadap
bahan-bahan yang korosif.

o Bahan PVC yang berakhir di landfill hanya sekitar 0.6% dari berat total limbah
tersebut.
o Sekitar 18 juta pound limbah berbahan PVC batal dikirim ke landfill dan didaur
ulang menjadi produk-produk generasi kedua.
6. Asam Klorida (HCl)

Asam klorida (HCl) adalah produk sampingan dari pembakaran bahan PVC. Dalam
situasi kebakaran yang sesungguhnya, kandungan HCl di udara jauh lebih rendah dari
batas konsentrasi yang dinyatakan berbahaya bagi manusia. Karena sifatnya yang
menimbulkan iritasi dan baunya yang menyengat, HCl yang terbakar justru berfungsi
sebagai zat yang memacu orang untuk menjauh dari tempat terjadinya kebakaran.

7. Phthalate dan Aditif-Aditif yang lain

Sifat-sifat fisik PVC menyebabkan aditif-aditif seperti stabilizer dan antioxidant dengan
aman terkurung dalam struktur bahan tersebut dan tidak mudah lepas mencemari
manusia dan lingkungan sekitarnya. Akan tetapi yang akhir-akhir ini ramai diberitakan
adalah kekhawatiran tentang paparan plasticizer dari jenis phthalate yang banyak
digunakan dalam produk PVC yang lunak. Data hasil studi yang telah terakumulasi
selama bertahun-tahun menyimpulkan bahwa phthalate tidak menyebabkan gangguan
pada kesehatan dan kesejahteraan manusia.

o Aditif-aditif PVC telah dipelajari selama bertahun-tahun oleh para ilmuwan yang
independent, badan-badan pemerintah:serta industri, dan saat ini bahan PVC
telah digunakan dengan aman selama lebih dari 50 tahun.
8. Pembakaran sampah (Insinerasi)

PVC dapat dengan aman di-insinerasi dan energi hasil pembakarannya digunakan lagi.
Studi skala besar yang dilakukan oleh American Society of Mechanical Engineers
(ASME) menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kandungan klorin dalam
sampah dan jumlah emisi dioxin yang dihasilkan dalam proses pembakaran sampah
tersebut secara terkontrol dalam insinerator.
Studi tersebut menyebutkan bahwa banyak literature ilmiah yang secara jelas telah
menyebutkan bahwa kondisi operasi pembakaran adalah factor terpenting yang
menyebabkan terjadinya dioxin.

9. Klorin
PVC tidak menyebabkan pencemaran udara.karena gas klorin yang digunakan untuk
membuat PVC terkunci rapat secara kimiawi dalam struktur bahan PVC. Juga ketika
PVC didaur ulang, dimanfaatkan sebagai pengisi tanah (landfill), ataupun dibakar dalam
incinerator modern, emisi gas klorin ke lingkungan tidak terjadi.

Diisononyl Phthalate (DINP) Toys from PVC Material and Health

Diisononyl Phthalate (DINP) adalah termasuk kandungan utama dalam formulasi bahan PVC
untuk mainan anak-anak. Fungsi DINP adalah untuk membuat mainan tersebut lunak, fleksibel
dan murah, selain juga untuk menjamin tingkat keamanan dalam penggunaannya.

 DINP adalah zat pelunak/plasticizer PVC pilihan utama perusahaan-perusahaan pembuat


mainan anak-anak di Amerika Serikat karena keefektifannya serta harganya ayng
ekonomis.
 DINP telah digunakan dalam formulasi bahan PVC untuk produk mainan anak-anak
semenjak puluhan tahun yang lalu.
 The US Consumer Product Safety Commission (Komisi Negara untuk Keamanan Produk
– Amerika Serikat) telah memberi rekomendasi: “Jika DINP dalam mainan anak-anak
harus digantikan, resiko yang dibawa oleh bahan penggantinya harus juga
dipertimbangkan baik-baik. Bahan plastic pengganti PVC yang sifatnya lebih keras dan
mudah pecah justru dapat membahayakan anak karena pecahan tersebut beresiko tertelan
oleh anak. Sementara kalau plasticizer lain akan digunakan menggantikan DINP,
plasticizer-plasticizer selain DINP belumlah banyak diuji dan diteliti seperti halnya
DINP”.

Tinjauan-tinjauan independent tentang keamanan penggunaan DINP telah menyimpulkan bahwa


bahan ini aman digunakan dalam produk mainan anak-anak.

 The US Consumer Product Safety Commission telah menghabiskan waktu 4 tahun untuk
mempelajari DINP dan telah melakukan riset orisinil untuk mempelajari berapa lama dan
berapa sering sebenarnya anak-anak memasukkan mainan ke dalam mulutnya. Mereka
menyimpulkan bahwa “tidak diamati adanya resiko terhadap kesehatan” dari
digunakannya DINP dalam mainan anak-anak dan “tidak ada justifikasi” untuk melarang
penggunaan DINP dalam mainan anak-anak.
 Suatu tinjauan keamanan oleh Komisi Eropa, yang dilaksanakan atas perintah European
Chemical Bureau, telah menemukan bahwa penggunaan DINP dalam produk sehari-hari,
termasuk mainan anak-anak, “tidak menimbulkan resiko kesehatan bagi orang dewasa,
balita maupun bayi-bayi yang baru dilahirkan”.
 The National Toxicology Program (Program Toksikologi Nasional”, yang merupakan
program kerja dari US National Institutes of Health, telah menyatakan “kekhawatiran
yang minimum” terhadap digunakannya DINP dalam mainan anak-anak.
 Data dari Centers for Decease Control and Prevention (Pusat-Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit) menunjukkan bahwa jumlah rata-rata paparan DINP terhadap
manusia nilainya jauh dibawah ambang batas yan gtelah ditentukan oleh EPA (US
Environmental Protection Agency).

Tidak ada klaim yang dapat dipercaya tentang adanya efek negatif terhadap kesehatan yang
disebabkan oleh paparan suatu jenis phthalate maupun campuran dari beberapa jenis phthalate.

 Jumlah rata-rata paparan phthalate terhadap penduduk Amerika Serikat adalah jauh
nilainya dibawah ambang batas yang dianggap aman oleh Pemerintah, ketika paparan
phthalate terhadap banyak orang dijumlahkan, nilainya masih juga lebih kecil dari
ambang batas aman yang ditentukan Pemerintah.
 Tidak ada studi yang mengklaim adanya hubungan antara paparan DINP dan efeknya
terhadap manusia.
 Efek kesehatan yang diamati pada tikus-tikus disebabkan oleh dosis phthalate yang
besarnya jauh diatas jumlah yang mungkin terjadi dalam kehidupan nyata manusia sehari-
hari, seperti yang pernah dihitung oleh CDC (Centers for Decease Control and
Prevention).

Question Answer about Phthalate

Tanya: Apakah phthalate itu?


Jawab:
Phthalate adalah sekelompok zat yang banyak digunakan dalam produk sehari-hari. Phthalate
tidak berwarna, kekentalannya mirip minyak goreng, sedikit atau tanpa bau serta tidak mudah
menguap.

Tanya: Apa saja kegunaan phthalate?


Jawab:
Sekitar 12 jenis phthalate yang digunakan di seluruh dunia saat ini terkandung dalam ribuan
jenis produk. Aplikasi utama dari phthalate adalah sebagai aditif yang berfungsi melunakkan
PVC dan membuatnya menjadi fleksibel, tanpa mengorbankan kekuatan bahan PVC. Phthalate
digunakan sebagai pelunak (plasticizer) dalam produk mainan anak-anak, mobil dan banyak
produk-produk lain yang terdapat di rumah-rumah maupun di rumah sakit. Misalnya, phthalate
merupakan aditif penting dalam pembuatan peralatan medis dari bahan PVC yang banyak
manfaatnya dalam menyelamatkan jiwa manusia. Phthalate jenis yang lain banyak digunakan
dalam formulasi parfum dan berbagai produk-produk perawatan kecantikan dengan fungsi untuk
membuat keharumannya bertahan lebih lama. Phthalate jenis yang lain lagi berfungsi untuk
mencegah rusaknya berbagai jenis lapisan coating pada berbagai jenis produk.

Tanya: Apa kah phthalate aman digunakan?


Jawab:
Badan-badan pembuat kebijakan produk industri dan juga badan-badan independen telah
menyimpulkan bahwa phthalate aman digunakan sebagai plasticizer PVC dan dalam produk-
produk perawatan kecantikan. Tidak pernah ada bukti terpercaya yang menunjukkan bahwa
phthalate pernah membawa kerugian kepada manusia selama sejarah penggunaannya yang
sudah berjalan selama 50 tahun. Phthalate merupakan satu diantara beberapa jenis zat kimia
yang paling banyak dipelajari, sehingga sangat banyak infomasi tentang zat ini yang tersedia
bagi masyarakat umum berkenaan dengan keamanan penggunaan zat ini dalm kehidupan sehari-
hari.

Tanya: Siapa bilang phthalate aman digunakan?


Jawab:
Uni Eropa telah melakukan tinjauan extensif terhadap keamanan penggunaan phthalate dari
jenis yang paling banyak digunakan saat ini. Mereka menemukan bahwa phthalate bukanlah zat
yang patut dikhawatirkan menimbulkan resiko kesehatan bagi manusia dalam berbagai
penggunaannya sejauh ini. Tinjauan tersebut secara spesifik juga mencakup penggunaan
phthalate dalam mainan anak-anak dan dalam cat/pelapis kuku.
US Consumer Product Safety Commission juga menyimpulkan bahwa zat phthalat yang banyak
digunakan dalam produk mainan anak-anak adalah tidak terbukti dapat menimbulkan resiko
kesehatan pada anak-anak.
Tanya: Saya dengar phthalate menyebabkan masalah kesehatan ketika diuji pada hewan
percobaan?
Jawab:
Beberapa jenis phthalate (tidak semua) memang diketahui mengganggu sistem reproduksi tikus
jantan ketika tikus tersebut mengkonsumsi phthalate dalam jumlah besar. Dosis ini jauh lebih
besar dibanding yang mungkin masuk ke dalam tubuh manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Efek negatif pada tikus ini tidak lah berarti hal tersebut juga akan terjadi pada manusia, karena
tikus dan manusia memiliki metabolisme yang sangat berbeda. Ketika phthalate dipaparkan
kepada hewan mamalia yang paling kecil (marmoset), ternyata samasekali tidak ada gangguan
kesehatan yang ditemukan pada hewan tersebut, sedangkan metabolisme Marmoset lebih
menyerupai metabolisme tubuh manusia.

Tanya: Apa sebenarnya yang terjadi pada tikus yang mengkonsumsi phthalate tersebut?
Jawab:
Para peneliti meyakini bahwa pemaparan beberapa jenis phthalate dalam dosis yang extrem
tinggi kepada tikus menyebabkan tertekannya produksi hormon testosterone yang dibutuhkan
untuk perkembangan sistem reproduksi jantan.
Ada dua hal penting yang menyebabkan studi ini tidak relevan bagi manusia:

1. Besarnya dosis phthalate yang menyebabkan gangguan sistem reproduksi pada tikus
adalah jauh lebih besar dibandingkan dengan tingkat paparan yang mungkin masuk ke
tubuh manusia dari penggunaan produk sehari-hari.
2. Terlebih lagi, hingga saat ini samasekali tidak ditemukan bukti-bukti bahwa mekanisme
yang terjadi pada tikus juga terjadi pada manusia.

Tanya: Apakah hal yang terjadi pada tikus bisa terjadi juga pada manusia?
Jawab:
Tidak ada bukti bahwa itu bisa terjadi pada manusia. Ada beberapa bukti bahwa hal itu tidak
terjadi pada manusia. Sebuah studi dilakukan terhadap anak-anak yang mengalami kondisi kritis
ketika baru dilahirkan sehingga harus menggunakan peralatan medis PVC yang mengandung
phthalate dan karenanya anak-anak tersebut terpapar oleh phthalate dalam jumlah yang cukup
besar. Studi tersebut mencatat bahwa kondisi anak-anak tersebut yang kini sudah mencapai usia
remaja sangat sehat dan normal.

Tanya: Apakah ada bukti-bukti bahwa phthalate tidak memberi efek buruk kepada manusia?
Jawab:
Test-test yang dilakukan terhadap marmoset, yang termasuk golongan primate seperti manusia,
menyimpulkan bahwa bahkan dengan dosis yang sangat tinggi yang diberikan pada marmoset
semenjak lahir hingga mencapai usia yang matang secara seksual (usia dimana semua organ
reproduksinya sudah tumbuh sempurna) ternyata tidak menimbulkan efek apapun terhadap
perkembangan organ-organ reproduksinya.
Sebuah studi yang lain menyimpulkan bahwa manusia tidak dapat menyerap phthalate, sementara
tikus-tikus sangat mudah menyerap phthalate. Manusia bias mencerna phthalate dan
membuangnya segera melalui saluran pembuangan. Bukti-bukti ini menguatkan bahwa efek
negative dari phthalate yang terjadi pada tikus tidak terjadi pada manusia,

Tanya: Bukankah studi mutakhir menunjukkan bahwa phthalate mempengaruhi fungsi


perkembangan seksual manusia?
Jawab:
The National Institutes of Health melalui “Program Toksikologi Nasional”-nya telah melakukan
tinjauan terhadap semua studi yang mengklaim adanya efek phthalate terhadap manusia, dan
pada akhir 2006 mereka menyatakan bahwa semua studi tersebut tidak menunjukkan cukup bukti
untuk dapat disimpulkan secara benar.
Semua studi yang disebutkan diatas bersifat statistik, mereka mengklaim menemukan korelasi
antara paparan phthalate dan dampak-dampak tertentu terhadap kesehatan manusia. Akan tetapi
dalam studi tersebut banyak terjadi penyimpangan dan dalam kasus ini banyaknya penyimpangan
membuat kesimpulan yang ditarik dari studi tersebut sangat diragukan kebenarannya. Juga, tak
ada satupun dari studi yang disebutkan diatas mengklaim bahwa phthalate menyebabkan efek
negatif pada kesehatan manusia. Mereka hanya mengatakan bahwa phthalate secara statistik
memiliki korelasi terhadap efek-efek tersebut. Korelasi-korelasi semacam itu sangat mungkin
merupakan fluktuasi statistic belaka.

Tanya: Apakah demikian juga dengan studi oleh Swan?


Jawab:
Yang pasti, banyak expert meragukan studi tersebut. Studi oleh Swan mengklaim bahwa ada
terjadi perubahan (bukan kerusakan) pada perkembangan proses reproduksi bayi-bayi, yang
diduga diakubatkan terpaparnya para ibu bayi oleh campuran dari 4 jenis phthalate. Dr.Rebecca
Goldin, seorang Ph.D. bidang Matematika yang bekerja pada Statistical Assessment Services
(STATS), ketika ditanya komentarnya tentang sudi Swan, malah balik bertanya, “berapa banyak
data tersebut harus di-otak-atik agar bisa ditemukan kesimpulannya?” Para ahli yang lain
mempertanyakan dan mengkritik studi tersebut dari segi metodologinya, data klinisnya, dan
bahkan keabsahan logikannya dari sudut pandang ilmu Biologi.

Tanya: Bukankah phthalate bisa mengganggu fungsi endocrine/hormon?


Jawab:
Pada uji laboratorium terhadap tikus, phthalate tidak menghambat aksi kerja hormon jantan
maupun betina. Efek dari paparan phthalate terhadap tikus juga terbukti tidak menyerupai efek
kerja hormone-hormon tersebut.

Tanya: Bukankah phthalate menyebabkan kanker?


Jawab:
The International Agency for Research on Cancer, yang merupakan anak organisasi dari WHO,
telah menyatakan pada tahun 2000 bahwa DEHP atau yang popular disebut dengan nama DOP
“tidak dapat digolongkan” sebagai zat pemicu kanker pada manusia. Dasar dari kesimpulan
tersebut adalah adanya cukup bukti bahwa proses biologis yang memicu terjadinya kanker pada
tikus ternyata tidak terdapat pada tubuh manusia.

Plastic Material Recycle

Pernahkah anda memperhatikan adanya simbol-simbol ini pada pengemas yang terbuat dari
bahan plastik? Apakah makna dan tujuan dari dicantumkannya simbol-simbol tersebut?

Simbol segitiga dengan arah panah berputar merupakan symbol dari aktivitas daur ulang. Ini
juga menyiratkan bahwa bahan-bahan plastik dapat di daur ulang. Sementara angka dan kata
yang ada di dalam atau dibawah symbol segitiga tersebut adalah merupakan kode untuk
mengidentifikasi jenis bahan plastik yang digunakan pada bahan pengemas tersebut. Terkadang
kode indentifikasi yang digunakan berupa angka saja (1-7), dan terkadang berupa kata saja
(PET atau PETE, HDPE, PVC atau V, LDPE, PP, PS, OTHER).

Apapun kode yang digunakan, masyarakat umum tetap memerlukan penjelasan mengenai makna
kode-kode tersebut.

Berikut ini adalah arti dari kode daur ulang bahan plastik:
“1” atau “PET” atau “PETE” adalah kode untuk bahan Poly Ethylene Terephthalate.
“2” atau “HDPE” adalah kode untuk bahan High Density Poly Ethylene.
“3” atau “V” atau “PVC” adalah kode untuk bahan Poly Vinyl Chlorida.
“4” atau “LDPE” adalah kode untuk bahan Low Density Poly Ethylene.
“5” atau “PP” adalah kode untuk bahan Poly Propylene.
“6” atau “PS” adalah kode untuk bahan Poly Styrene.
“7” atau “OTHER” adalah kode untuk bahan plastik jenis selain itu, seperti Poly Carbonate,
Poly Methyl Methacrylate, dan lain-lain.

Seperti kita ketahui, aktivitas daur ulang sampah rumah tangga di Indonesia belum dikelola
dengan efisien. Proses pengelolaan daur ulang sampah rumah tangga harus di mulai di rumah-
rumah, yaitu tempat dimana sampah-sampah tersebut mula-mula dihasilkan, dan di tahapan
inilah sebenarnya efisiensi keseluruhan proses daur ulang sampah domestik ditentukan.
Idealnya, di rumah-rumah, sampah-sampah sudah dipisah-pisahkan menurut jenisnya, biasanya
dibagi menurut kategori ”sampah basah” dan ”sampah kering”. Sampah basah adalah sampah
organik sisa-sisa makanan, sementara sampah kering biasanya dipisah-pisahkan lagi menjadi
”gelas dan plastik”, ”kaleng/aluminium”, dan ”kertas”.

Mengapa sampah perlu dipisah-pisahkan sedemikian rupa? Alasan utamanya adalah agar
sampah yang masih bisa didaur ulang itu tidak rusak sifat-sifatnya. Sebagai contoh, jika sampah
plastik yang bersih tercampur dengan sampah basah yang berupa sisa-sisa makanan, maka
diperlukan usaha-usaha untuk membersihkan plastik tersebut dari kotoran berminyak dari sisa -
sisa makanan dan itu bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Jika plastik yang berminyak dan
bercampur dengan sedikit sisa makanan itu dicoba diproses kembali menjadi barang baru
dengan menggunakan mesin pemroses plastik, maka sifat produk plastik yang dihasilkan akan
menjadi jauh lebih buruk karena adanya kontaminasi dengan bahan-bahan lain (kotoran).

Aktivitas daur ulang atas sebagian dari sampah rumah tangga sebenarnya sudah berlangsung
selama ini, yang dimungkinkan karena adanya nilai ekonomi dari sebagian komponen dalam
sampah rumah tangga, misalnya botol-botol plastik, besi, kayu dan gelas. Tapi sebenarnya
masih banyak lagi komponen sampah yang bisa di daur ulang, jika saja aktivitas daur ulang
tersebut dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi. Aktivitas semacam ini memerlukan
dukungan segenap masyarakat dan terutama campur tangan pemerintah.

Di Jepang, misalnya, daur ulang dilakukan secara besar-besaran, dengan melibatkan seluruh
rakyat, lengkap dengan undang-undang yang disetujui lembaga DPRD disana, yaitu UU
Pengumpulan Sampah Terpilah dan Daur Ulang Kaleng dan Kemasan (1997). Mengingat
masalah penanganan sampah kita yang kurang baik dan sudah seringkali menimbulkan masalah
sosial dan lingkungan, maka adanya inisiatif Pemerintah dan masyarakat untuk menggiatkan
aktivitas daur ulang yang didukung dengan adanya undang-undang tentang pengelolaan sampah
dan daur ulang sebenarnya sudah menjadi suatu kebutuhan yang mendesak saat ini.

Bahan plastik yang sebenarnya hingga saat ini telah memberi banyak manfaat bagi kehidupan
manusia, pada akhirnya malah dibebani citra buruk ”tidak ramah lingkungan” karena
bertebarannya sampah plastik dimana-mana. Sampah-sampah plastik yang bertebaran ini
termasuk dalam kategori sampah plastik yang sudah terkontaminasi oleh kotoran, sehingga
mempersulit (mempermahal biaya) proses daur ulangnya, sehingga menjadikannya tidak
ekonomis untuk didaur ulang. Jika saja dilakukan pemisahan atas sampah di rumah-rumah,
maka jenis sampah yang terkontaminasi kotoran semacam ini akan dapat dikurangi secara
drastis. Sehingga sebagian besar sampah plastik akan dapat dengan mudah di daur ulang.
Sebenarnya ini adalah tanggungjawab seluruh masyarakat untuk mengelola sampah-sampah
plastik tersebut, karena daur ulang tidak mungkin dilakukan tanpa kerjasama yang baik
oleh masyarakat. Ada sementara pihak yang mengusulkan pengurangan penggunaan bahan
plastik sebagai suatu solusi bagi masalah yang ditimbulkan oleh sampah plastik. Sebenarnya
solusi semacam itu tidak menyentuh akar dari permasalahan yang sesungguhnya. Jika kita
amati, tingkat konsumsi bahan plastik perkapita di suatu negara adalah sebanding dengan
pendapatan perkapita negara tersebut. Artinya dengan semakin majunya suatu negara maka
otomatis tingkat konsumsi bahan plastik akan meningkat, karena bahan plastik adalah
kebutuhan dasar masyarakat modern yang telah menyumbang pada perbaikan tingkat kesehatan,
higienis, kemudahan dan kenyamanan hidup masyarakat. Tingkat konsumsi plastik PVC di
Indonesia pertahun saat ini adalah 1,45 kg per kapita (data tahun 2007), hanya sedikit lebih
tinggi dibanding negara-negara miskin di Afrika. Angka ini masih 4 kali lebih rendah dari
Thailand (5,97 kg per kapita) dan 7 kali lebih rendah dibandingkan Malaysia (10,4 kg per
kapita) (data tahun 2004). Dan tingkat konsumsi plastik PVC tertinggi adalah di Eropa Barat
(14,1 kg per kapita) dan Amerika Serikat (15,5 kg per kapita) (data tahun 2004). Sementara
tingkat konsumsi plastik jenis lain di negara-negara tersebut kurang lebih proporsional dengan
tingkat konsumsi PVC tersebut.

Mengurangi konsumsi plastik berarti membawa kita setingkat atau bahkan lebih rendah dari
negara-negara miskin di Afrika. Sementara itu negara-negara Eropa mampu ”berdamai”
dengan tingkat konsumsi plastik yang begitu tinggi (14,1 kg per kapita) disebabkan karena
proses daur ulang plastik telah dilakukan secara intensif di negara-negara tersebut, sehingga
sampah plastik tidak menjadi masalah. Di negara-negara dengan tingkat daur ulang plastik
yang baik, bahan plastik justru menjadi sahabat masyarakat karena telah diakui luas
manfaatnya selama ini.

You might also like