Professional Documents
Culture Documents
Laporan Kasus
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Frozen shoulder identik dengan capsulitis atau periarthritis sendi bahu yang
menimbulkan nyeri dan keterbatasan lingkup gerak (LGS) baik secara aktif
maupun pasif pada seluruh pola gerak sendi glenohumeral, Callient (1997).
Adanya rasa nyeri dapat mengganggu penderita dalam melakukan aktifitas,
biasanya nyeri ini akan timbul saat melakukan aktifitas, seperti : mengangkat
tangan ke atas waktu menyisir rambut, menggosok punggung sewaktu mandi,
menulis dipapan tulis, mengambil sesuatu dari saku belakang celana,
mengambil atau menaruh sesuatu di atas dan kesulitan saat memakai atau
melepas baju. Hal ini akan menyebabkan pasien enggan menggerakkan sendi
bahunya yang akhirnya dapat memperberat kondisi yang ada sehingga dapat
menimbulkan gangguan dalam gerak dan aktifitas fungsional keseharian
(Wiratno, 1988).
Secara epidemiologi frozen shoulder terjadi sekitar usia 40-65 tahun. Dari 2-5 %
populasi sekitar 60 % dari kasus frozen shoulder lebih banyak mengenai
perempuan dibanding laki-laki. Frozen shoulder juga terjadi pada 10-20 % dari
penderita diabetus mellitus yang merupakan salah satu faktor resiko frozen
shoulder (Sandor, 2004). Kasus frozen shoulder memiliki masalah yang komplek
bila dibandingkan dengan tendinitis dan bursitis karena terjadi keterbatasan
gerak yang lebih berat dan prognosis kesembuhan yang lebih buruk
dibandingkan dengan tendinitis dan bursitis (Calliet, 1991).
Fisioterapi sebagai salah satu tenaga kesehatan berperan dan memelihara,
meningkatkan dan memperbaiki kemampuan gerak dan fungsi. Berbagai
modalitas dapat dipergunakan untuk menyelesaikan problematik frozen
shoulder, salah satu modalitas yang dipakai adalah terapi latihan. Bentuk
terapi latihan bermacam-macam dapat berupa latihan pasif,
aktif, resisted yang diwujudkan dalam latihan pulley, shoulder wheel, shoulder
leader, latihan Codman dll. Latihan yang cukup penting salah satunya adalah
dengan latihan explosive power berupa latihan plyometrics (Kisner, 1996).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang
terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu sangat
dangkal, sehingga memungkinkan seseorang dapat menggerakkan lengannya
secara leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang
demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan ketidakstabilan ini
sering menimbulkan gangguan pada bahu. Sendi bahu merupakan sendi yang
komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh tulang-tulang yaitu :scapula
(shoulder blade),clavicula (collar bone),humerus (upper arm
bone), dan sternum.Daerah persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu
sendi sternoclavicular, sendi glenohumeral, sendi acromioclavicular,
sendi scapulothoracal. Empat sendi tersebut bekerjasama secara secara
sinkron. Pada sendi glenohumeralsangat luas lingkup geraknya karena caput
humeri tidak masuk ke dalam mangkok karena fossa glenoidalis dangkal
(Sidharta, 1984). Berbeda dngan cara berpikir murni anatomis tentang gelang
bahu, maka bila dipandang dari sudut klinis praktis gelang bahu ada 5 fungsi
persendian yang kompleks, yaitu:
1. Sendi Glenohumeralis
Sendi ini merupakan sendi synovial yang menghubungkan tulang humerus (caput
humerus) dengan scapula (cavitas glenoidalis). Caput humerus berbentuk
hampir setengah bola berdiameter 3 centimeter bernilai sudut 153° dan cavitas
glenoidalis bernilai sudut 75º, keadaan ini yang membuat sendi tidak stabil.
Adanya labrium glenoidalis, jaringan fibrocartilaginous dan menghadapnya
fossa glenoidalis agak ke atas membuat sendi ini sedikit lebih stabil lagi. Ada 9
buah otot yang menggerakkan sendi ini, yaitu : m.deltoideus, m.supraspinatus,
m.infraspinatus, m.subscapularis, m.teres minor, m.latasimus dorsi, m.teres
mayor, m.coracobracialis dan m.pectoralis mayor. m.deltoideus dan otot-otot
rotator cuff (m.supraspinatus, m.infraspinatus, m.subscapularis, m.teres
minor) tergolong prime mover (otot penting dalam memindahkan barang) dan
fungsinya sebagai abduktor lengan.
2. Sendi Acromioclavicular
3. Sendi Sternoclavicularis
Sendi ini merupakan persendian antara sternum dan extermitas sternalis
clavicula. Kedua bagian tulang ini di dalam ruang sendinya juga dihubungkan
melalui suatu cakram. Sendi ini diperkuat oleh ligamentum clavicularis dan
costo clavicularis. Adanya ligamen ini maka sendi costosternalis dan
costovertebralis (costa 1) secara tidak langsung mempengaruhi gerakan sendi
glenohumeralis secara keseluruhan.
4. Sendi Suprahumeral
1. Gliding
Gliding yaitu gerakan permukaan sendi dimana hanya ada satu titik kontak
pada satu permukaan sendi yang selalu kontak dengan titik kontak yang baru
(selalu berubah) pada permukaan sendi laannya. Arah gliding permukaan sendi
sesuai dengan hukum konkaf konvek yaitu : jika permukaan sendi konkaf, maka
arah gliding berlawanan dengan gerakan tulang. Sedangkan bila permukaan
sendi konvek maka arah gliding searah dengan gerakan tulang. Untuk sendi
bahu arah gliding berlawanan dengan arah gerakan tulang, karena pertmukaan
sendi konfek bergerak peda permukaan sendi konkaf (caput humei dengan
cavitas glenoidal).
2. Traksi
Traksi adalah gerakan translasi tulang yang arah geraknya tegak lurus dan
menjauhi bidang terapi sehimgga terjadi peregangan sendi, biasanya dapat
mengurangi nyeri pada sendi,
3. Kompresi
Kompresi adalah gerakan translasi tulang yang arahnyategak lurus tetapi kedua
pernukaan sendi saling mendekati, biasanya akan menimbulkan nyeri (mudatsir,
2007).
1. Defenisi
Merupakan frozen yang diikuti trauma yang berarti pada bahu misalnya fraktur,
dislokasi, ataupun luka bakar yang berat meskipun cedera ini mungkin sudah
terjadi beberapa tahun sebelumnya.
2. Etiologi
Etiologi dari frozen shoulder masih belum diketahui dengan pasti. Adapun
faktor predisposisinya antara lain periode immobilisasi yang lama, akibat
trauma, over use, cidera atau operasi pada sendi, hyperthyroidisme, penyakit
kardiovaskuler, clinical depression dan Parkinson (AAOS, 2000).
Menurut American Academy Of Orthopedic Surgeon (2000), teori yang
mendasari terjadinya frozen shoulder adalah sebagai berikut :
1. Teori hormonal
2. Teori genetik
3.Teori postur
Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan postur tegap
menyebabkan pemendekkan pada salah satu ligamen bahu.
3. Patologi
Frozen shoulder dapat pula terjadi karena ada penimbunan kristal kalsium
fosfat dan karbonat pada rotator cuff. Garam ini tertimbun dalam tendon,
ligamen, kapsul serta dinding pembuluh darah. Penimbunan pertama kali
ditemukan pada tendon lalu kepermukaan dan menyebar keruang bawah bursa
subdeltoid sehingga terjadi rardang bursa, terjadi berulang-ulang karena tekiri
terus-menerus menyebabkan penebalan dinding bursa, pengentalan cairan
bursa, perlengketan dinding dasar dengan bursa sehingga timbul pericapsulitis
adhesive akhirnya terjadi frozen shoulder.
Faktor immobilisasi juga merupakan salah satu faktor terpenting yang juga
dapat menyebabkan perlekatan intra, ekstra selular pada kapsul dan ligamen,
kemudian kelenturan jaringan menjadi menurun dan menimbulkan kekakuan.
Semua organ yang disekeliling jaringan lunak, terutama tendon supraspinatus
terlibat dalam perubahan patologi. Fibrotic ligamen coracohumeral cenderung
normal dari tendon bicep caput longum juga rusak (robek). Keterlibatan tendon
bicep berpengaruh secara signifikan dalam penyebaran nyeri ke anterior sendi
glenohumeral yang berhubungan dengan adhesive capsulitis.
1. Pain (Freezing) :
ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat, gerakan sendi bahu
menjadi terbatas selama 2-3 minggu dan masa akut ini berakhir sampai 10-36
minggu.
2. Stiffness (Frozen) :
ditandai dengan nyeri saat bergerak, kekakuan atau perlengketan yang nyata
dan keterbatasan gerak dari glenohumeral yang diikuti oleh keterbatasan gerak
scapula. Fase ini berakhir 4-12 bulan.
2. Recovery (Thawing) :
pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan tidak ada synovitis tetapi
terdapat keterbatasan gerak karena perlengketan yang nyata. Fase ini berakhir
6-24 bulan atau lebih.
Problematika pada frozen shoulder berupa nyeri dan keterbatasan gerak akan
menyebabkan keluhan pada keterbatasan fungsi berupa ketidakmampuan untuk
menggosok punggung saat mandi, menyisir rambut, kesulitan dalam
berpakaian, mengambil dompet dari saku belakang, kesulitan memakai pakaian
dalam bagi wanita dan gerakan- gerakan fungsional yang lain yang melibatkan
sendi bahu (Apley, 1993). Akibat selanjutnya penderita frozen shoulder akan
mendapatkan hambatan dalam aktifitas sosial masyarakat karena keadaannya.
BAB III
ANAMNESIS FISIOTERAPI
Umur : 76 tahun
Agama : katolik
1. Chief of Complain
2. History
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : CM ( Kooperatif )
Nadi : 88 x/ menit
Pernapasan : 20 x/menit
3. Asimetris
a. Observasi
Statis
* Wajah cemas,
* oedem ( – )
Dinamis
b. PFD
1) Gerak Aktif
2) Gerak Pasif
c. Palpasi
* Oedem (-)
4. Restrictive (Keterbatasan)
3. Pekerjaan
5. Tissue Impairment
Skor
24-30 : Normal
NILAI
ITEM TES NILAI
MAX
ORIENTASI
4 5 5
MENGINGAT KEMBALI
Pasien disuruh menyebutkan kembali 3 nama benda di atas
BAHASA
6 2 2
Pasien di suruh menulis dengan spontan
7 1 1
8 3 3
9 1 1
10 1 1
11 1 1
Total 30 30
b. Vas :
c.Palpasi
Pasien diminta menggaruk daerah sekitar angulus medialis scapula sisi kontra
lateral dengan tangan melewati belakang kepala.
Pasien diminta untuk menyentuh angulus inferior scapula sisi kontra lateral,
bergerak menyilang punggung.
e. Tes Mosley
Tes ini bertujuan untuk memeriksa adanya kerobekan dari otot rotator
cuff terutama otot supraspinatus. Dimana pasien disuruh mengabduksikan
lengannya dalam posisi lurus secara penuh, kemudian pasien disuruh
menurunkannya secara perlahan-lahan apabila pasien tidak bisa menurunkan
dengan perlahan tapi lengan langsung jatuh berarti tes positif.
Hasil : pasien dapat menurunkan lengan secara perlahan, tidak ada robekan
pada otot supraspinatus
MMT Nilai
Fleksor 4
Ekstensor 4
Abduktor 4
Adduktor 4
Internal rotator 4
Eksternal rotator 4
h. Muscle Length
Skala Penilaian :
Nilai
1 : Dapat melakukan tanpa bantuan.
7. Diagnosa Fisioterapi
Problem Fisioterapi :
Primer
sekunder
1. Rasa cemas
2. Nyeri
3. Kontraktur m. Pectoralis mayor
4. Keterbatasan ROM shoulder joint
kompleks
a. Tujuan
2) Mengurangi nyeri
9. Intervensi Fisioterapi
T : komunikasi
T :5 menit
F : setiap hari
2. Adanya nyeri Bio Energy I : high
T : lokal area
T : 10 menit
F : setiap hari
Interferensi I : 35 mA
T : Kontraplanar
T : 5 menit
F : setiap hari
T : sirkuler
T : 90 detik
F : setiap hari
I : 8x repetisi
3. adanya stiffness sendi Manual Therapy
T : traksi translasi
T : 3 menit
F : setiap hari
I : 8 hit, 8x repetisi
Keterbatasan ROM shoulder
4. Exercise Therapy
joint
T : Promex,Aromex
T : 3 menit
F : setiap hari
I : 8x hitungan 5x
repetisi
5. Kontraktur Exercise Therapy
T : stretching
exercise
T : 40 detik
F : setiap hari
I : 8 hit, 5x repetisi
Gangguan ADL berpakaian
6. Exercise Therapy
dan toileting
T : PNF
T : 80 detik
10. Evaluasi
Nyeri dinamis :4
S = 30o – 0o – 120o
ROM Shoulder joint
F = 80o – 0o – 3o
R= 60o – 0o – 40o
Fleksor : 4
Manual Muscle Testing
Ekstensor : 4
Abduktor : 4
Adduktor : 4
Internal rotator : 4
Eksternal rotator : 4
Tes Activity Daily Living menggunakan
Berpakaian : 2
Indeks ADL
Toileting :2
11. Modifikasi
PNF
AFPR Shoulder kiri
12. Kemitraan
Dokter Ortopedi
Perawat
Gizi Klinik