You are on page 1of 14

ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN

1. Teori Kebijakan dan Konsep Kebijakan Kesehatan


A. Definisi Kebijakan Kesehatan
 Kebijakan (Policy): Sejumlah keputusan yang dibuat oleh mereka yang
bertanggung jawab dalam bidang kebijakan tertentu
 Kebijakan Publik (Public Policy): kebijakan – kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah atau negara
 Kebijakan Kesehatan (Health Policy): Segala sesuatu untuk mempengaruhi
faktor – faktor penentu di sektor kesehatan agar dapat meningkatkan kualitas
kesehatan masyarakat; dan bagi seorang dokter kebijakan merupakan segala
sesuatu yang berhubungan dengan layanan kesehatan (Walt, 1994)
B. Pentingnya Kebijakan Kesehatan
 Sektor kesehatan merupakan bagian penting perekonomian di berbagai negara
 Kesehatan mempunyai posisi yang lebih istimewa dibanding dengan masalah
sosial yang lainnya
 Kesehatan dapat dipengaruhi oleh sejumlah keputusan yang tidak ada
kaitannya dengan pelayanan kesehatan (misal: kemiskinan, polusi)
 Memberi arahan dalam pemilihan teknologi kesehatan
Segitiga Analisis Kebijakan terdiri dari : 1. Konteks 2. Aktor/ pelaku yang
terdiri dari Individu dan Organisasi dan isi/ Konten Proses
Segitiga analisis kebijakan:

Konteks

Aktor/Pelaku:
Individu
Sumber: Walt and Gilson (1994) Pelaku
Keuntungan Analisis Kebijakan Organisasi
 Kaya penjelasan mengenai
Isi/Konten apa dan bagaimana hasil (outcome) kebijakan akan
Proses
dicapai
 Piranti untuk membuat model kebijakan di masa depan dan
mengimplementasikan dengan lebih efektif

Contoh penggunaan Analisis Kebijakan:


 Kasus: Kebijakan Tarif RS untuk meningkatkan efisiensi di pelayanan
kesehatan
 Konteks: kondisi ekonomi, ideologi, dan budaya
 Konten/ Isi: Apa tujuan yang ingin dicapai?Apakah ada pengecualian?
 Aktor/ Pelaku: Siapa yang mendukung dan menolak kebijakan tarif RS?

1
2

 Proses : Pendekatan Top‐ Down? Dan bagaimana kebijakan ini akan


dikomunikasikan
Faktor Kontekstual yang Mempengaruhi Kebijakan
 Faktor situasional: Faktor yang tidak permanen atau khusus yang dapat
berdampak pada kebijakan (contoh: kekeringan)
 Faktor struktural: bagian dari masyarakat yang relatif tidak berubah (misal:
sistem politik)
 Faktor Budaya: Faktor yang dapat berpengaruh seperti hirarki, gender, stigma
terhadap penyakit tertentu
 Faktor Internasional atau eksogen: faktor ini menyebabkan meningkatnya
ketergantungan antar negara dan mempengaruhi kemandirian dan kerja sama
internasional dalam kesehatan.
Proses Penyusunan Kebijakan
 Identifikasi Masalah dan Isu
 Perumusan Kebijakan
 Pelaksanaan Kebijakan
 Evaluasi Kebijakan
 Menggunakan Segitiga Kebijakan Kesehatan. Segitiga kebijakan kesehatan
digunakan untuk memahami kebijakan tertentu dan menerapkan untuk
merencanakan kebijakan khusus dan dapat bersifat : Retrospektif (meliputi
evaluasi dan monitoring kebijakan) dan Prospektif (Memberi pemikiran
strategis, advokasi dan lobi kebijakan)

C. Organisasi Kesehatan
 Definisi Organisasi Kesehatan
Organisasi kesehatan adalah perpaduan secara sistematis daripada bagian-
bagian yang saling ketergantungan/berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan
yang bulat melalui kewenangan, koordinasi dan pengawasan dalam usaha
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
 Tujuan Organisasi Kesehatan
Tujuan umum dari suatu organisasi kesehatan adalah untuk menyusun dan
melaksanakan suatu program atau kebijakan guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat
 Jenis Organisasi Kesehatan
Sangat banyak organisasi kesehatan yang sudah terbentuk di indonesia,
beberapa diantaranya adalah:
1) Organisasi kesehatan pemerintah pusat
2) Organisasi kesehatan pemerintah daerah
3) Rumah sakit
4) Unit pelaksana teknik
5) Organisasi kesehatan swasta
3

 Fungsi Organisasi Kesehatan


Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa bayak sekali organisasi kesehatan
yang sudah terbentuk di Indonesia, namun semuanya mempunyai tujuan umum
yang sama yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

D. Manajemen Kesehatan
 Definisi Manajemen Kesehatan
Manajemen adalah suatu kegiatan untuk mengatur orang lain guna mencapai
suatu tujuan atau menyelesaikan pekerjaan.” Apabila batasan ini diterapkan
dalam bidang kesehatan masyarakat dapat dikatakan sebagai beriku:
“Manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan atau suatu seni untuk mengatur
para petugas kesehatan dan nonpetugas kesehatan guna meningkatkan
kesehatan masyarakat melalui program kesehatan.” Dengan kata lain
manajemen kesehatan masyarakat adalah penerapan manajemen umum dalam
sistem pelayanan kesehatan masyarakat sehingga yang menjadi objek dan
sasaran manajemen adalah sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
 Fungsi Manajemen Kesehatan
Pada umumnya, fungsi manajemen dalam suatu organisasi meliputi:
1) Planning (perencanaan) adalah sebuah proses yang dimulai dengan
merumuskan tujuan organisasi sampai dengan menetapkan alternative
kegiatan untuk pencapaiannya.
2) Organizing (pengorganisasian) adalah rangkaian kegiatan menajemen untuk
menghimpun semua sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh organisasi dan
memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi.
3) Actuating (directing, commanding, motivating, staffing, coordinating) atau
fungsi penggerakan pelaksanaan adalah proses bimbingan kepada staff agar
mereka mampu bekerja secara optimal menjalankan tugas-tugas pokoknya
sesuai dengan ketrampilan yang telah dimiliki, dan dukungan sumber daya
yang tersedia.
4) Controlling (monitoring) atau pengawasan dan pengendalian (wasdal) adalah
proses untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai
dengan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi jika
terjadi penyimpangan.
 Penerapan Manajemen Kesehatan
Sehat adalah suatu keadaan yang optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan
tidak hanya terbatas pada keadaan bebas dari penyakit atau kelemahan saja.
Tujuan sehat yang ingin dicapai oleh sistem kesehatan adalah peningkatan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sesuai dengan tujuan
sistem kesehatan tersebut, administrasi (manajemen) kesehatan tidak dapat
disamakan dengan administrasi niaga (business adminstration) yang lebih
banyak berorientasi pada upaya untuk mencari keuntungan finansial (profit
oriented). Administrasi kesehatan lebih tepat digolongkan ke dalam
4

administrasi umum/publik (public administration) oleh karena organisasi


kesehatan lebih mementingkan pencapaian kesejahteraan masyarakat umum.
Manajemen kesehatan harus dikembangkan di tiap-tiap organisasi kesehatan di
Indonesia seperti Kantor Depkes, Dinas Kesehatan di daerah, Rumah Sakit dan
Puskesmas dan jajarannya. Untuk memahami penerapan manajemen kesehatan
di RS, Dinas Kesehatan dan Puskesmas perlu dilakukan kajian proses
penyusunan rencana tahunan Depkes dan Dinas Kesehatan di daerah. Khusus
untuk tingkat Puskesmas, penerapan manajemen dapat dipelajari melalui
perencanaan yang disusun setiap lima tahun (micro planning), pembagian dan
uraian tugas staf Puskesmas sesuai dengan masing-masing tugas pokoknya.
 Ruang Lingkup Manajemen Kesehatan
1) Manajemen personalia (mengurusi SDM)
2) Manajemen keuangan
3) Manajemen logistik (mengurusi logistik-obat dan peralatan)
4) Manajemen pelayanan kesehatan dan sistem informasi manajemen
(mengurusi pelayanan kesehatan)

2. Organisasi Bidang Kesehatan


A. Aspek Vertikal
BPOM
5

B. Dekonsentrasi
RSUD Dr. Soetomo Surabaya (Terlampir)
Pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi
Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah
C. Desentralisasi
Penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya
kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya
DINAS KESEHATAN KABUPATEN
Fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten
1) Bidang Pelayanan Kesehatan, mempunyai fungsi :
a. Penyelenggaraan upaya kesehatan dasar. Dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan dasar termasuk kesehatan komunitas.
b. Penyelenggaraan upaya kesehatan rujukan meliputi kesehatan rujukan/
spesialistik, dan sistem rujukan.
c. Penyelenggaraan upaya kesehatan khusus. Dalam penyelenggraan upaya
kesehatan khusus meliputi : kesehatan jiwa, kesehatan mata, kesehatan kerja,
kesehatan haji, kesehatan gigi dan mulut.
2) Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan
a. Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit. Dalam penyelenggaraan
pengendalian dan pemberantasan peyakit meliputi surveilans epidemiologi,
pengendalian penyakit menular langsung, pengendalian penyakit bersumber
binatang, pengendalian penyakit tidak menular, imunisasi dan kesehatan
matra.
b. Pengendalian Wabah dan Bencana. Dalam penyelenggaraan pengendalian
wabah dan bencana meliputi kesiapsiagaan, mitigasi dan kesiapsiagaan,
tanggap darurat dan pemulihan.
c. Penyelenggaraan Penyehatan Lingkungan. Dalam penyelenggaraan
penyehatan lingkungan meliputi : penyehatan air, pengawasan kualitas
lingkungan, penyehatan kawasan dan sanitasi darurat, sanitasi makanan dan
bahan pangan serta pengamanan limbah.
3) Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan
a. Perencanaan dan Pendayagunaan.
b. Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan.
c. Penyelenggaraan Registrasi dan Akreditasi. Dalam penyelenggaraan
registrasi dan akreditasi meliputi registrasi, perizinan dan akreditasi tenaga
medis, tenaga para medis dan tenaga non medis/tradisional terlatih.
4) Bidang Jaminan dan Sarana Kesehatan, mempunyai fungsi
a. Penyelenggarakan Jaminan Kesehatan. Dalam penyelenggaraan jaminan
kesehatan meliputi kepesertaan, pemeliharaan kesehatan dan pembiayaan.
b. Pelayanan Sarana dan Peralatan Kesehatan. Dalam pelayanan sarana dan
peralatan kesehatan meliputi : monitoring dan evaluasi, registrasi,
akreditasi dan sertifikasi sarana dan peralatan kesehatan.
c. Penyelenggaraan kefarmasian.
d. Dalam penyelenggaraan kefarmasian meliputi obat, makanan dan minuman,
6

napza, kosmetika dan alat kesehatan.


5) Sekretariat, mempunyai fungsi:
a. Penyusunan Program. Dalam penyelenggaraan penyusunan program
meliputi penyusunan program dan anggaran.
b. Penyelenggaraan Ketatausahaan. Dalam penyelenggaraan urusan
ketatausahaan meliputi : urusan rumah tangga, kepegawaian, hukum dan
organisasi, hubungan masyarakat.
c. Penyelenggaraan Urusan Keuangan dan Perlengkapan. Dalam
penyelenggaraan urusan keuangan dan perlengkapan meliputi urusan
perbendaharaan, akuntansi, verifikasi, ganti rugi, tindak lanjut LHP dan
perlengkapan.

3. Undang-undang Kesehatan
A. Undang-undang Kesehatan
UU NO.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Terlampir)
B. Undang-Undang Keperawatan
UU NO.38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan (Terlampir)
C. Undang-Undang Praktek Kedokteran
UU NO.29 Tahun 2004 Tetntang Praktik Kedokteran (Terlampir)
D. Undang-Undang Psikotropika
UU NO. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Dilengkapi dengan: (untuk menggantikan jenis narkotika golongan I dan II)
UU NO. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
E. Undang-Undang Tenaga Kesehatan
UU NO.36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
F. Undang-Undang Rumah Sakit
UU NO.44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
G. Undang-Undang Pokok Pemerintahan Daerah
UU NO.22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah
H. Undang-Undang BPJS
UU NO.24 Tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial
I. Undang-Undang SJSN
UU NO.40 Tahun 2004 Tentang Jaminan Sosial Nasional
J. Undang-Undang Keuangan
UU NO.25 Tahun 1999. Tentang. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat Dan Daerah
K. Undang-Undang Pemerintahan Propinsi
UU NO.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah

4. BLU
Badan Layanan Umum (“BLU”) diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum (“PP 23/2005”)sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
74 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (“PP 74/2012”).
BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual
7

tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya


didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

A. Tujuan BLU
BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan
prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.

B. Asas BLU
BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah
daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan
kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan.
BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU
tidak terpisah dari kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai
instansi induk.
Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas
pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya
kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.
Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan
kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh
menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota.
Perlu diketahui bahwa BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa
mengutamakan pencarian keuntungan. Meskipun demikian, BLU dapat
memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan
yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan ditetapkan
dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan
atau hasil per investasi dana.
Tarif layanan harus mempertimbangkan aspek-aspek:
a. kontinuitas dan pengembangan layanan;
b. daya beli masyarakat;
c. asas keadilan dan kepatutan; dan
d. kompetisi yang sehat.

C. Karakteristik BLU
Berdasarkan uraian pengertian dan asas BLU di atas dapat dilihat bahwa ciri
karakteristik dari BLU adalah:
a. Berkedudukan sebagai instansi di lingkungan pemerintah;
8

b. Menyediakan barang dan/atau jasa yang dijual kepada masyarakat;


c. Tidak mengutamakan mencari keuntungan;
d. Didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas;
e. Pejabat pengelola BLU dan pegawai BLU dapat terdiri dari Pegawai Negeri
Sipil (“PNS”) dan/atau tenaga profesional non-PNS sesuai dengan
kebutuhan BLU.
D. Syarat BLU
Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan
dengan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (“PPK-
BLU”) apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.

Persyaratan Substantif
Instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang
berhubungan dengan:[13]
a. Penyediaan barang atau jasa layanan umum.
Contoh: pelayanan bidang kesehatan seperti rumah sakit pusat atau daerah,
penyelenggaraan pendidikan, serta pelayanan jasa penelitian dan pengujian.
b. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan
perekonomian masyarakat atau layanan umum.
Contoh: otorita dan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet).
c. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau
pelayanan kepada masyarakat.
Contoh: pengelola dana bergulir untuk usaha kecil dan menengah, pengelola
penerusan pinjaman, dan pengelola tabungan perumahan.

Persyaratan Teknis
a. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan
ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan
oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) sesuai dengan kewenangannya; dan
b. Kinerja keuangan satker instansi yang bersangkutan sehat sebagaimana
ditunjukan dalam dokumen usulan penetapan BLU.

Persyaratan Administratif
Persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang
bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut:
a. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan,
dan manfaat bagi masyarakat;
b. Pola tata kelola;
c. Rencana strategis bisnis;
d. Laporan keuangan pokok;
e. Standar pelayanan minimal; dan
9

f. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara


independen.

E. Contoh Badan Layanan Umum


Seperti yang telah diuraikan, BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan. Contoh instansi pemerintah yang menjadi BLU pada umumnya
adalah rumah sakit dan perguruan tinggi negeri selaku penyelenggara
pendidikan.

5. Proses, Evaluasi, Implementasi Kebijakan


A. Proses Kebijakan
Proses Kebijakan Proses kebijakan adalah cara dari kebijakan itu diinisiasi,
dikembangkan atau diformulasikan, dinegosiasikan, dikomunikasikan,
diimplementasi dan dievaluasi (Sutcliffe & Court, 2006). Ada dua langkah dalam
mengformulasikan proses kebijakan yaitu tentukan pilihan dari kebijakan dan
pilihlah yang diutamakan. Pada kedua tahapan ini pembuat kebijakan idealnya
harus memahami situasi yang rinci, sehingga dapat membuat keputusan untuk
dapat diimplementasi (Sutton, 1999).
Proses pengembangan kebijakan menurut Brehaut dan Juzwishin adalah
mengumpulkan, memproses, dan mendesiminasikan informasi yang berhubungan
dengan kebijakan yang akan dikembangkan; mempromosikan pilihan-pilihan
untuk langkah yang akan diambil; mengimplementasi pada pengambil keputusan;
memberikan sanksi bagi yang tidak bisa mentaati; dan mengevaluasi hasil
pencapaian (Brehaut & Juzwishin, 2005).
Pendekatan yang paling sering digunakan untuk mengerti suatu proses
kebijakan adalah yang disebut “stages heuristic” yaitu memilah proses kebijakan
tersebut ke dalam suatu rangkaian tingkatan dengan menggunakan teori dan model
serta tidak mewakili apa yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Langkah
pengenalan akan hal-hal yang baru termasuk besar persoalan-persoalannya. Pada
langkah ini dieksplorasi bagaimana hal-hal yang menjadi perhatian masuk dalam
ke dalam agenda. Kedua, formulasi kebijakan yang mengexplorasi siapa-siapa saja
yang terlibat dalam perumusan kebijakan, bagaimana kebijakan itu disepakati dan
bagaimana akan dikomunikasikan. Ketiga, implementasi kebijakan. Tahap ini
sering kali diabaikan namun demikian merupakan fase yang sangat penting dalam
membuat suatu kebijakan, karena apabila kebijakan tidak diimplementasikan maka
dapat dianggap keliru. Keempat, evaluasi termasuk hal-hal yang muncul dan tidak
diharapkan dari suatu kebijakan (Pollard & Court, 2005).
10

Agenda-agenda dari kebijakan kesehatan didominasi oleh hal-hal yang


spesifik yang berhubungan dengan kebutuhan yang dirasakan dalam konteks
sistem kesehatan untuk menjawab persoalan kesehatan masyarakat, penyebab
penyakitpenyakit atau hal-hal yang behubungan dengan organisasi dan manajemen
kesehatan. Contohnya, obat-obatan, peralatan, akses terhadap fasilitas kesehatan
dan lain sebagainya (Leppo, 2001).

B. Implementasi
Sesuai dengan harapan dan akibat dari kebijakan yang dirasakan (DeLeon,
1999). Implementasi kebijakan cenderung untuk memobilisasi keberadaan
lembaga (Blakie & Soussan, 2001).
Pada kebijakan dilihat apakah ada kesenjangan antara yang direncanakan dan
yang terjadi sebagai suatu akibat dari kebijakan. Sebagai contohnya ada banyak
studi kasus dari dampak kebijakan. Contohnya, studi kebijakan upaya
penanggulanggan kekurangan garam yodium di mana kesenjagaan antara aktor-
aktor yang berperan dan proses juga implementasi tidak terlibat.
Pendekatan pengembangan kebijakan oleh pembuat kebijakan biasanya
berdasarkan hal-hal yang masuk akal dan mempertimbangkan informasiinformasi
yang relevan. Namun demikian apabila pada implementasi tidak mencapai apa
yang diharapkan, kesalahan sering kali bukan pada kebijakan itu, namun kepada
faktor politik atau managemen implementasi yang tidak mendukung (Juma &
Clarke, 1995). Sebagai contoh, kegagalan dari implementasi kebijakan bisa
disebabkan oleh karena tidak adanya dukungan politik, managemen yang tidak
sesuai atau sedikitnya sumber daya pendukung yang tersedia (Sutton, 1999).
Suatu kebijakan kesehatan dapat berubah saat diimplementasikan, di mana
bisa muncul output dan dampak yang tidak diharapkan dan tidak bermanfaat untuk
masyarakat (Baker, 1996)

C. Evaluasi
Analisis Kebijakan Menurut Springate, Baginski & Soussan, 2007, ada
beberapa tujuan untuk melaksanakan suatu analisis dari kebijakan yaitu:
- Untuk dapat memahami proses kebijakan yang dikembangkan dan
diimplementasi.
- Untuk mengetahui tujuan dan motivasi di balik kebijakan yang diimplementasi
termasuk fokus pada pendekatan pendapatan keluarga dan kemiskinan.\
- Untuk memahami cara kebijakan tersebut berpengaruh terhadap area
keberadaan pendapatan keluarga.
- Untuk memahami area-area yang potensial untuk diintervensi dalam proses
kebijakan. Dalam hal ini untuk mendapatkan efek pemantapan dalam
pengembangan kebijakan dan proses implementasi.
Analisis dari kebijakan umumnya bersifat retrospektif yaitu dengan
11

mengexplorasi determinandeterminan kebijakan (bagaimana memasukkan dalam


agenda yang diawali dari perumusan) dan apa kontennya. Di sini termasuk hasil
monitoring dan evaluasi, apakah kebijakan itu mencapai sasaran atau tidak.
Demikian juga, analisis dari kebijakan bersifat prospektif dengan melihat ke depan
hal-hal yang berhubungan. Contohnya kemungkinan apa yang akan terjadi apabila
suatu kebijakan dikembangkan. Pemikiran-pemikiran strategi ke depan, yang
terkadang menggunakan advokasi dan lobi (Buse, Mays & Walt, 2005).
Untuk melakukan analisis hubungan antara proses kebijakan dan
implementasi ada beberapa langkah yang diusulkan (Blaikie et al 2001),
Milestones Kunci Kebijakan
Pada umumnya kebijakan baru dikembangkan dari kebijakan dan aturan-
aturan yang sudah ada kemudian digabungkan dengan pengalamanpengalaman di
waktu lampau serta prioritas-prioritas yang akan dikembangkan. Milestones kunci
kebijakan adalah keseluruhan dari kebijakan yang lampau, yang sudah ada,
peraturan-peraturan, program-program yang sementara dijalankan.
Konteks Pemerintahan dan Politi
Kelanjutan proses kebijakan adalah antara konteks dan gaya birokrasi serta
kemampuan institusi publik, termasuk unsur-unsur sosial dan politik serta
kecenderungan perubahannya.
Pendekatan Isu-isu Kunci Kebijakan dan Hubungannya dengan Pendapatan
Keluarga
Penelitian harus dapat mengidentifikasi kunci hal-hal kebijakan yang
mendesak sehubungan dengan hal-hal yang baru.
Proses Pengembangan Kebijakan
Inti daripada proses pengembangan kebijakan adalah menganalisis proses
pengembangan kebijakan dan pengertian termasuk interaksi dan respons dari aktor
sangatlah penting dalam hal mengformulasikan kebijakan, di mana hasil daripada
proses ini dapat berbentuk suatu formulasi kebijakan makro.
Pada proses ini dibutuhkan suatu pengertian dari struktur formal organisasi
yang berhubungan dengan pengembangan dan implementasi kebijakan. Demikian
juga identifikasi dari aktor-aktor utama di setiap tingkatan pada proses
pengembangan kebijakan, yang meliputi peran dan kekuatan, dan bagaimana
kebijakan tersebut dilakukan pengujian.
Hal-hal yang berpengaruh dalam pada point ini antara lain strategi yang
digunakan oleh aktoraktor yang terlibat dalam proses kebijakan untuk memenuhi
atau mengalihkan tujuan-tujuan daripada implementasi kebijakan; aktor-aktor
utama yang sangat memengaruhi proses formal di tingkat implementasi; aksi dari
kelompok masyarakat lokal serta ketergantungan pada hubungan antar pusat dan
daerah.
Hasil, Luaran dan Dampak untuk Kesejahteraan Masyarakat
Dengan mempertimbangkan proses pengembangan kebijakan, perhatian
12

ditujukan kepada proses implementasi. Hal ini ditandai dengan aksi terhadap
output, outcome dan impak terhadap kesejahteraan masyarakat. Institusi yang
membuat suatu kebijakan pada hakikatnya akan mengalihkan kepada pemegang
manajemen di tingkat bawah, dan diharapkan hasilnya dapat berpengaruh terhadap
kesejahteraan masyarakat.
Ilustrasi analisis kebijakan yang dapat dikemukakan dalam tinjauan
kepustakaan ini adalah kebijakan kesehatan untuk keluarga miskin. Pengertian dari
keluarga miskin adalah tidak memiliki kemampuan atau tidak memiliki uang untuk
membayar jasa atau barang. Dalam kenyataan sehari-hari keluarga miskin
cenderung menggunakan fasilitas kesehatan yang disediakan oleh publik termasuk
pengobatan tradisional dibandingkan dengan fasilitas swasta.
Dari keadaan ini hal-hal yang perlu dialamatkan kepada kebijakan kesehatan
untuk keluarga miskin antara lain: bagaimana memantapkan status kesehatan
mereka? bagaimana memastikan apakah pelayanan kesehatan berkualitas jelasnya
apakah pelayanan tersebut terjangkau? Bagaimana memastikan masyarakat tidak
akan jatuh miskin disebabkan oleh biaya untuk kesehatan?
Kebijakan kesehatan oleh karena sebabsebab di atas adalah untuk memastikan
bahwa pertanyaan-pertanyaan di atas harus dapat dijawab dan kebijakan kesehatan
perlu dikembangkan dan diimplementasikan. Tujuan untuk memantapkan
kesehatan keluarga miskin di sini harus lebih implisit apakah benar-benar berpihak
kepada keluarga miskin (Brehaut & Juzwushin, 2005).

Masalah

Basis Bukti

Basis Bukti

Transfer Pengetahuan

Action (decision-maker)

Gamabar 1. Langkah-langkah pada Kebijakan Kesehatan


Demikian juga apakah kebijakan kesehatan terhadap keluarga miskin tersebut
untuk memaksimalkan pemantapan kesehatan mereka? Selanjutnya pemantapan
kesehatan dan pemantapan kesejahteraan harus dibedakan karena dari dua
13

kebijakan ini karena sangatlah berbeda maknanya. Kebijakan kesehatan untuk


keluarga miskin adalah untuk memantapkan kesehatan mereka. Contoh,
penyediaan pelayanan kesehatan dasar bagi semua keluarga miskin melalui
kebijakan jaminan sosial kesehatan masyarakat. Pada hakikatnya walaupun
kebijakan kesehatan di atas sangat luas perlindungan dari penyakit terhadap
keluarga miskin dan penurunan beban biaya penyakit, perlu dipastikan apakan
keluarga miskin itu memiliki akses pengobatan yang sesuai untuk kesehatan
mereka (Brehaut & Juzwushin, 2005).
14

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Pengantar Manajemen Kesehatan. Tersedia di:


http://ajago.blogspot.com. Diakses tanggal: 5 desember 2012.

Anonim. 2011. Makalah Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan. Tersedia


di: http://tugas2kuliah.wordpress.com. Diakses tanggal: 5 desember 2012.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Teknis Pengorganisasian


Dinas Kesehatan Daerah. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Buse K. (2009). Chapter 1: Kerangka Kebijakan Kesehatan: Konteks, Proses dan


Pelaku. Making Health Policy: Understanding Public Health.

You might also like