You are on page 1of 6

Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460 - 8696

Buku 1 ISSN (E) : 2540 - 7589

ANALISIS DATA PTS (PRESSURE, TEMPERATURE, SPINNER) SETELAH


DILAKUKAN KEGIATAN ACIDIZING PADA SUMUR ABL-1

Ababil Rao Akbar 1), Sugiatmo kasmungin 2) Bambang kustono 3)


1).Mahaiswa Jurusan Teknik Perminyakan FTKE Universitas Trisakti
2).Dosen Jurusan Teknik Perminyakan FTKE Universitas Trisakti
3).Dosen Jurusan Teknik Perminyakan FTKE Universitas Trisakti
ababilrao@ymail.com
sugiatmo_ftke@trisakti.ac.id

Abstrak
Sumur panas bumi ABL-1 adalah sumur panas bumi yang berjenis water
dominated, karena itu sumur ini diduga memiliki masalah sumur akibat scalling.
Berdasarkan profil suhu dan tekanan dari data PTS (Preasure, Temperature, Spinner),
sumur ini memliki laju alir yang tidak stabil (spikey) sehingga kemungkinan terdapat
konten - konten yang dapat menyebabkan permeabilitas sumur terganggu sehingga
produktivitas sumur berkurang. Berdasarkan indikasi tersebut sumur ABL-1 dilakukan
acidizing job untuk memperbaiki permeabilitas sumur yaitu dengan cara melarutkan
konten-konten penyebab kerusakan formasi yang dapat menurunkan produktivitas sumur.
Nilai (II) dan enthalpy yang di dapat pada major feedzone setelah dilakuikan acidizing
adalah sebesar 22.7 kg/bar dengan enthalpy sebesar 1028.0 kJ/kg, sedangkan sebelum
dilakukan acidizing job nilai II 10.9 kg/s.bar dan nilai enthalpy sebesar 803.1 kJ/kg. Dilihat
dari aspek kuantitatif dapat dinyatakan acidizing job yang dilakukan pada sumur ABL-1
berhasil.

Kata kunci : Pressure Temperature Spinner, kontribusi feedzone, scalling, acidizing,


injectivity index, kondisi reservoir.

Pendahuluan
Tidak berbeda dengan sumur minyak dan gas, pada sumur geothermal juga
terdapat downhole measurement atau pengukuran di sepanjang lubang sumur dan juga
terdapat well logging yaitu upaya untuk mendapatkan rekaman detil di sepanjang lubang
sumur. Tujuan dari downhole measurement dan well logging adalah untuk mengetahui
kondisi sumur dan mempelajari karakteristik reservoir-nya. Untuk dapat mengembangkan
sumur panas bumi dengan baik kita harus melakukan survey terhadap sumur tersebut
yang biasanya dilakukan uji komplesi. Uji komplesi yang pada umumnya dilakukan pada
sumur panas bumi terdiri dari PTS (Pressure,Temperature,Spinner) multirate injectivity
test dan PT (Pressure, Temperature) heating up survey. Sehingga setelah dilakukan uji
komplesi tersebut, dapat diperoleh data-data atau informasi karakteristik sumur seperti
lokasi, kontribusi aliran, injectivity index (II) dari suatu feedzone, lalu didapatkan informasi
tentang jenis reservoir, jenis fluida produksi, serta temperatur dan tekanan fluida di dalam
sumur, reservoir, maupun di kepala sumur.

Studi Pustaka
PTS survey merupakan pengujian sumur yang dilakukan dengan memasukan PTS
tool kedalam sumur untuk memperoleh data karakteristik sumur. PTS tool dapat merekam
tekanan, temperature, dan laju alir di dalam sumur pada saat waktu bersamaan.
Temperatur direkam menggunakan sensor temperature recorder.tekanan di rekam
menggunakan pressure recorder, dan laju alir fluida di dalam sumur direkam
menggunakan spinner. Multi-rate injectivity test merupakan suatu tes yang dilakukan
untuk mengetahui transien tekanan dengan menggunakan laju injeksi yang berbeda-beda
hingga didapatkan tekanan yang stabil. Efek dari perubahan laju injeksi dapat dimonitor
dengan cara mencari hubungan laju injeksi dan tekanan yang stabil sehingga dapat
diperoleh besarnya injectivity index. Tes ini dilakukan pada suatu kedalaman yakni pada

1
kedalaman feedzone utama, dan test ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dari masing
– masing feedzone yang didapatkan.

Setelah uji komplesi selesai, penginjeksian air dihentikan dengan mematikan


pompa. Sumur relatif dingin setelah uji komplesi. Uji produksi tidak dilakukan pada sumur
dingin, karena aliran fluida panas melalui casing yang dingin dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan pada casing. Setelah uji komplesi biasanya sumur ditutup selama
beberapa waktu agar menjadi panas sebelum sumur tersebut diuji kemampuan
produksinya kegiatan ini biasanya disebut Heating Up. Tekanan dan temperatur di dalam
sumur diukur pada interval-interval waktu tertentu sesuai program, biasanya sampai
kondisi tekanan dan temperatur di dalam sumur stabil. Didalam analisa data PTS
digunakan persamaan:

……………………………………………………………………………..(1)
V : Fluid Velocity (m/s)
RPS : Spinner (RPS)
C.S. : Cable Speed (m/s)

Setelah didapatkan nilai fluid velocity dapat dihitung nilai mass rate dengan
menggunakan persamaan :

‫………………………………………………………………………………………………………………ܣ ܸ ߩ = ܯ‬......…(2)
M : Mass rate (kg/s)
ߩ : Densitas (kg/m3)
V : Kecepatan aliran fluida (m/s)
A : Luas penampang lubang (m2)

Pengasaman matriks atau biasa disebut matrix acidizing, Acid Job, atau Acid
Treatment merupakan salah satu metode stimulasi sumur yang paling banyak digunakan
baik pada lapangan minyak maupun panas bumi, Metode ini juga merupakan metode
stimulasi yang paling tua dimana pekerjaan pengasaman pertama kali dilakukan pada
tahun 1895. Konsep dasar dari pekerjaan pengasaman matriks adalah injeksi larutan
asam ke dalam sistem rekahan formasi yang dilakukan untuk memperbaiki permeabilitas
formasi yang telah berkuang akibat pengaruh scaling ataupun kerusakan formasi yang
diakibatkan oleh endapan fluida pemboran pada formasi. Asam yang diinjeksikan ke
dalam formasi akan melarutkan material-material penyebab penyumbatan aliran serta
menciptakan system rekahan mini yang disebut dengan Wormholes. Sistem rekahan mini
ini meyebar seperti jarring-jaring di dalam batuan formasi dan kelak akan bergabung
dengan system rekahan yang tidak mengalami kerusakan formasi. Pelaksanaan
pengasaman dapat dikategorikan menjadi empat tahap yaitu tahap planning
(perencanaan). Preparation (persiapan), serta pelaksanaan pengasaman matriks
tersebut. Sebelum pengasaman dilakukan, terlebih dahulu harus dilakukan studi
kelayakan untuk menentukan apakah sumur layak untuk menerima pengasaman dan
berapa besar kenaikan produksi yang dapat dihasilkan.

Metodologi Penelitian
Langkah awal untuk mengolah data PTS agar menjadi output yang diinginkan
yaitu mendapatkan fluid velocity, mass rate, dan II adalah dengan cara meng-sorting data
awal PTS, disini meng-sorting data setiap dua meter agar data yang dihasilkan tidak

2
Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460 - 8696
Buku 1 ISSN (E) : 2540 - 7589

begitu banyak jumlahnya tetapi tetap akurat. Setelah itu data dapat di plot dan didapatkan
profil pressure, temperature, dan spinner per kedalaman. Setelah itu dapat menentukan
nilai slope berdasarkan cable speed dan spinner dan dapat dihitung nilai fluid velocity
dengan persamaan 1, setelah didapat nilai fluid velocity dapat dihitung nilai massrate
dengan menggunakan persamaan 2. Setelah didapat nilai massrate dapat diketahui
kontribusi dan nilai injectivity index setiap feedzone, dengan cara plotting data rate
injection vs pressure terhadap kedalaman lokasi feedzone tersebut.Alur dari cara kerja
pengolahan data PTS ini dari awal sampai selesai dapat dilihat pada flowchart pada
Gambar 2 dibawah ini .

Gambar 2
Flowchart Pengolahan Data PTS

Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan profil massrate pada Gambar 3, sumur ABL-1 memiliki 3 feedzone.
Feedzone pertama yaitu pada kedalaman 1600 m pada kondisi sumur pre acidizing
memiliki kontribusi sebesar 31% dengan nilai mass rate 8.36 kg/s, lalu pada kondisi
sumur post acidizing memiliki nilai kontribusi sebesar 26.5% dengan nilai mass rate
sebesar 7 kg/s, feed zone ke 2 terletak pada kedalaman 1900 m dengan nilai kontribusi
pada kondisi sumur pre acidizing sebesar 30 % dengan mass rate sebesar 10.3 kg/s dan
pada sumur kondisi post acidizing memiliki kontribusi sebesar 19.3 % dengan nilai mass
rate sebesar 5.1 kg/s, dan feed zone yang terakhir terletak pada kedalaman 2100m,
dengan nilai kontribusi pada sumur kondisi pre acidizing sebesar 30 % dan dengan nilai
mass rate sebesar 7.8 kg/s, lalu pada kondisi sumur post acidizing memiliki nilai
kontribusi sebesar 54.2 % dan dengan nilai mass rate 14.36 kg/s.

3
Major feed zone pada keadaan pre dan post acid terletak pada kedalaman yang
berbeda. Pada kondisi pre acid major feed zone terletak pada feed zone pertama yaitu
pada kedalaman 1600 m dengan nilai kontribusi 39 %, sedangkan pada sumur kondisi
post acidizing major feed zone terletak pada feed zone terakhir yaitu pada kedalaman
2100 m dengan nilai kontribusi sebesar 54.2 %. Dikarenakan nilai mass rate dan
kontribusi tidak bisa dijadikan perbandingan yang concrete sebagai objective keberhasilan
acidizing job ini, maka dilakukan analisa kuantitatif dari nilai injectivity index (II).

Gambar 3
Profil Massrate Sebelum dan Sesudah Acidizing

Setelah dihitung dan dianalisa pada feed zone pertama yaitu pada kedalaman
1600m, pada kondisi pre acidizing sebesar 9.1 kg/s.bar, pada kondisi post acidizing
sebesar 19.1 kg/s.bar, terjadi penambahan nilai injectivity index (II) sebesar 10 kg/s.bar,
lalu pada feed zone ke dua yaitu pada kedalaman 1900 m mempunyai nilai injectivity
index (II) pada kondisi preacid sebesar 9.9 kg/s.bar dan pada post acidizing memiliki nilai
injectivity index (II) sebesar 20.2 kg/s.bar, terjadi kenaikan sebesar 10.3 kg/s.bar, dan
untuk feedzone yang terakhir yaitu pada kedalaman 2100m mempunyai nilai injectivity
index (II) pada kondisi pre acidizing sebesar 10.9 kg/s.bar dan pada kondisi post
acidizing memiliki nilai injectivity index (II) sebesar 22.7 kg/s.bar, pada feed zone terakhir
ini terjadi penambahan nilai injectivity index sebesar 11.8 (kg/s)/bar. Nilai injectivity index
(II) ini digunakan sebagai indikator keberhasilan yang paling akurat atas acidizing job
yang dilakukan pada sumur ABL- 1, dengan dilihat dari penambahan nilai injectivity index
(II) pada keadaan sumur setelah di acidizing.

Indikator yang dapat digunakan sebagai keberhasilan dari acidizing yang


dilakukan adalah data enthalpy setiap feed zone. Enthalpy pada keadaan sumur pre
acidizing pada feedzone pertama adalah sebesar 1009.0 kJ/kg, lalu pada feed zone
kedua nilai enthalpy sebesar 776.5 kJ/kg, dan pada feed zone yang terakhir mempunyai
nilai enthalpy sebesar 803.1 kJ/kg. Pada kondisi sumur post acidizing nilai enthalpy yang
didapat pada feedzone pertama adalah sebesar 1018.5 kJ/kg , feedzone kedua memiliki
nilai enthalpy sebesar 1032.8 kJ/kg , dan feedzone yang terakhir mempunyai nilai
enthalpy sebesar 1028.0 kJ/kg. Jika dilihat nilai enthalpy yang di dapat terdapat
peningkatan ketika sumur dilakukan acidizing.

Pada feedzone pertama yang terletak pada kedalaman 1600m mengalami


peningkatan nilai enthalpy sebesar 9.5 kJ/kg, pada feed zone yang kedua pada

4
Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460 - 8696
Buku 1 ISSN (E) : 2540 - 7589

kedalaman 1900 m terdapat peningkatan nilai enthalpy sebesar 256.3 kJ/kg , dan pada
feedzone yang terakhir yang terletak di kedalaman 2100 m mengalami kenaikan nilai
enthalpy sebesar 225 kJ/kg. Perbandingan data sumur ABL- 1 mengenai injectivity index
dan nilai enthalpy pre acidizing dan post acidizing dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2
dibawah ini.
Tabel 1
Pre acidizing kontribusi, enthalpy, dan Injectivity index

Tabel 2
Pre acidizing kontribusi, enthalpy, dan Injectivity index

Data pendukung terakhir adalah data PT shut in , pada data PT shut dilihat proses
heating up sumur, Pada kondisi pre acidizing dilakukan heating up selama 50 hari,
sedangkan pada kondisi post acidizing dilakukan heating up selama 69 hari, Jika dilihat
dari data PT heating up pada Gambar 4, di saat hari terakhir heating up terdapat
kenaikan temperatur pada sekitar lokasi feed zone pertama yaitu pada kedalman 1600 m
sebesar 16℃ yang awalnya 220℃ setelah di acidizing menjadi 236℃, pada feedzone
kedua yaitu pada kedalaman 1900℃ terdapat peningkatan temperatur sebesar 56℃,
awalnya temperatur sebesar 183℃ setelah dilakukan acidizing menjadi 239℃. Pada feed
zone yang terakhir juga mengalami peningkatan temperatur yaitu sebesar 47 ℃, pada
awalnya sebesar 189℃ naik menjadi 236℃. Pada profil tekanan jika dilihat dari tekanan
kepala sumur pada kondisi pre acidizing memliki tekanan sebesar 69 bar sedangkan
pada kondisi post acidizing mengalami penuruan menjadi 57 bar. Terdapat kenaikan
kolom air setelah di acidizing sebesar 100 m yang awalnya kolom air terletak pada
kedalaman 2100 m setelah di acidizing naik di kedalaman 2000 m.

Gambar 4
Perbandingan profil PT shut in pre dan post acidizing

5
Simpulan dan Saran
Hal yang dapat disimpulkan dari kajian diatas adalah sebagai berikut:
1. Terdapat kenaikan nilai injectivity index yang sangat besar disetiap feedzone, nilai
feedzone 1 pada awalnya sebesar 9.1 menjadi 19.1 kg/s.bar, feedzone 2 awalnya
9.9 kg/s.bar menjadi 20.2 kg/s.bar, dan feedzone 3 dari 10.9 kg/s.bar menjadi 22.7
kg/s.bar.
2. Major feedzone terletak pada feed zone 3 yaitu pada kedalaman 2100 m dengan
nilai massrate sebesar 14.36 dan kontribusi sebesar 54.2%.
3. Terdapat kenaikan nilai enthalpy pada ketiga feedzone, pada feedzone 1
mengalami peningkatan sebesar 9.5 kJ/kg menjadi 1018.5, feedzone 2 peningkatan
sebesar 256.3 kJ/kg sehingga menjadi 1032.8 kJ/kg, dan feedzone 3 mengalami
peningkatan sebesar 224.9 kJ/kg menjadi 1028 kJ/kg.
4. Terdapat kenaikan temperatur pada setiap feedzone, feedzone pertama
temperature naik sebesar 16℃ menjadi 236℃, feedzone kedua temperatur naik
sebesar 56℃ menjadi 239℃, ketiga terjadi kenaikan temperatur sebesar 47℃
menjadi 236℃.
5. Setelah dilakukan acidizing profil spinner, fluid velocity, dan mass rate jauh lebih
stabil, karena gangguan yang mengganggu aliran sumur sudah teratasi dengan
acidizing.
6. Berdasarkan hasil pembacaan PTS profil mass rate pada kondisi sumur pre
acidizing yang di dapat kurang akurat atau kurang baik, olah karena itu alat yang
digunakan untuk pengukuran PTS harus terawat secara baik agar dapat merekam
kondisi sumur secara teliti.

Daftar pustaka
Axelsson,G., and Franzson, H., 2012: Reaview of Well Stimulation Operations in Iceland.
Geothermal Resources Council Transactions, 33,11 pp.
Axelsson,G., and Gunnlaugsson, E. (convenors), 2010: Low Temperature Geothermal
Utilization in Iceland – Decades of experience. Geothermics, 39,329-338.
Feny Sri, Kustono Bambang, Ramdhan Fahmi, 2015, Seminar Nasional, Cendekiawan.
Indonesia.
Halim, Janitra at. Al. 2011. Analisa PTS Survey pada Sumur Panas Bumi Satu Fasa. ITB,
Bandung.
Hole, Hagen, 2008, Geothermal Well Completion Test, Petroleum Engineer Summer
School, Auckland.
Mahajan.M, 2006 Successes Achieved in Acidizing of Geothermal Wells in Indonesa,
Indonesia .
Marisa Devi, 2016, Jurnal Fisika Unand Vol 4, No 4, Oktober 2016, Karakterisasi
,Feedzone dan Potensi Produksi Sumur Panas Bumi ML-XX Muara Laboh, Solok
Selatan, Universitas Anadalas, Padang.
Sisler, John et al 2015, Improving the Performance of Geothermal PTS Tools used in
Downhole Measurement, World Geothermal Congress.
Steingrimsson, Benedikt, 2013, Geothermal Well Logging Temperature And Pressure
Logs, United Nations University.
Sunio, Eugene et al, 2015, Downflows in Wellsat the Mak-Ban Geothermal Field
Phillipines, World Geothermal Congress, Makati City

You might also like