Professional Documents
Culture Documents
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya oliguria dan gagal ginjal. Iskemik
splanknikus bisa terjadi akibat dari penurunan pH mukosa, penurunan metabolisme
pada hepar dan translokasi bacteria. Tambahan lagi, perfusi pada dinding abdomen
mungkin menurun, oleh itu waktu penyembuhan akan terganggu. Terakhir, tekanan
intracranial akan meningkat akibat dari penurunan aliran balik vena cerebrum dan
peningkatan tekanan vena. (1)
Dalam arti kata lain, sindrom ini ditandai dengan distensi pada abdomen,
meningkatnya tekanan intra abdominal, meningkatnya tekanan puncak jalan napas,
ventilasi yang tidak cukup ditandai dengan hipoksia dan hiperkapnia, fungsi ginjal
dan kardiovaskular terganggu, dan peningkatan ventilasi setelah dilakukan
dekompresi abdomen. Biasanya diagnosis ditegakkan apabila pasien sakit parah
yang dirawat di unit perawatan intensif, dan status hemodinamik kembali
meningkat setelah segera dilakukan dekompresi. (2)
1
I. Pendahuluan
II. Patofisiologi
Pada tahun 1875, Odebrecht menguji tekanan di dalam kandung kemih dan
dikonfirmasi oleh temuan yang dilakukan oleh Braune. Beberapa peneliti
mengkonfirmasi bahwa tekanan abdomen dan lingkungan yang normal akan
berubah menjadi atmosfer atau subatmospherik, dan mempunyai berbagai variasi
pada tekanan intra-torasik yang normal selama berlaknya ventilasi spontan.(3)
2
Sebaliknya peningkatan konstan tekanan 12 mm Hg didefinisikan sebagai
hipertensi intra-abdominal(IAH). IAH dapat dibagi menjadi 4 kelas (Tabel 1) yang
kemudian dibagi lagi menurut kecepatan onset. Rentang nilai dari kelas 1 (12-15
mmHg) ke kelas 2 (16-20mmHg) ke kelas III (20-24 mmg) hingga kelas 4 (25
mmHg); waktu onset terbagi menjadi kronik (jarang) hingga akut, subakut dan
hiperakut. Sebagian besar hipertensi intara abdominal yang disertai dengan cedera
ginjal akut atau gagal ginjal akut melebihi kelas III dan dengan onset yang akut atau
hiperakut. (4,5,6)
Menyadari bahwa faktor penjamu mempengaruhi tekanan organ-dinamika
volume, pendekatan individualis dapat membantu dalam menetukan kontribusi
mean arterial blood pressure dan IAP terhadap aliran darah organ. Dalam cara yang
sama pada tekanan perfusi serebral, interaksi aliran masuk (mean arterial pressure)
dan tekanan keluar (IAP) berhubungan melalui tekanan perfusi abdomen. Rumus
untuk tekanan perfusi abdomen sebagai berikut : tekanan perfusi abdomen = mean
arterial pressure-IAP (normal = 60 mmHg). Tekanan perfusi abdomenial sangat
membantu dalam ketepatan pendeteksian ACS. (4,5,6)
3
IV.I. Sistem kardiovaskular
Peningkatan tekanan intra-abdominal dapat menyebabkan kompresi pada
vena cava dimana terjadi penurunan aliran balik vena yang menyebabkan pengisian
jantung menurun mengakibatkan cardiac output menurun dan berlangsung menjadi
hipotensi dan takikardi. Cardiac output menurun walaupun tekanan vena central
meningkat. Tekanan di arteri pulmonal dan resistensi vaskular sistemik juga turut
meningkat menyebabkan kesulitan dalam mengukur dan menginterprestasi keadaan
hemodinamik pasien. (7)
4
dinding usus dan translokasi bakteria, respons sistem inflamatori dan sepis serta
gagal sistem organ-organ. (7)
5
dengan menggunakan kateter intra-peritoneal yang dilakukan semasa berjalannya
laparoskopi. Selain itu, pengukuran tekanan intra-abdominal juga dilakukan dengan
cara transduksi dari tekanan vena femoral, rectal, abdomen, dan keteter buli-buli.
Metode-metode ini adalah yang sering digunakan dalam pengukuran tekanan buli-
buli dan tekanan abdomen. (7)
6
dipengaruhi oleh 3 gejala yang penting sebagai respon positif yang menandai
terjadinya hipertensi intra-abdominal dan progresinya menjadi abdominal
compartment syndrome :(9)
1. Pelepasan cytokin
2. Pembentukan oksigen radikal bebas
3. Penurunan produksi adenosine triphosphate oleh sel.(9)
VII.Diagnosis
Abdominal compartment syndrome menunujukkan nilai mortalitas yang
tinggi. Oleh itu penegakan diagnosis sangat penting sebagaimana penangannya
juga. Pasien dengan beberapa trauma jika terjadi syok sangat berisiko harus diberi
7
resusitasi yang sebaiknya. Terdapat tanda-tanda ACS yang biasa ditandai dengan
gejala : (7)
1. Distensi abdomen
2. Penurunan output urin ( kurang dari 0.5ml/kgBB/jam)
3. Peningkatan tekanan puncak inspirasi ( lebih dari 40 cm H2O)
4. Penurunan indeks transpor O2
5. Gangguan kardiovaskular dan ditandai dengan penigkatan vena central
(CVP) (7)
VIII. Gejala klinis dengan kegagalan fungsi organ-organ dan peran tekanan intra-
abdominal
Pengukuran tekanan intra-abdominal yang betul bisa menegakkan
diagnosis. Nilai tekanan intra-abdominal adalah 0 mmHg atau kurang dari itu. Nilai
ini akan meningkat dengan batuk, valsalva atau dengan keadaan obesitas dan
kehamilan tanpa memberi konsekuensi fisiologis yang merugikan. (7)
Pada pasien sakit berat, tekanan intra-abdominal yang normal mungkin
menjadi 5-7 mmHg. Kenaikan tekanan intra-abdominal di Abdominal compartment
syndrome adalah bersifat akut dan berkelanjutan. Ukuran standar pada pasien di
tempat tidur adalah pada posisi supine. Hal ini melibatkan suntikan 25 cc saline
steril melalui kateter saluran kemih. Sebuah penjepit menyumbat drainase tabung
pada bagian distal dan transduser tekanan terhubung ke port sisi kateter. (7)
Titik nol transducer disejajarkan dengan mid-aksilaris dengan posisi tempat
tidur yang rata. Nilai tekanan kandung kemih lebih besar dari atau sama dengan 20
mmHg pada nilai akhir pengukuran menunjukkan bahwa pasien ini adalah
abdominal compartment syndrome. (7)
Edema Organ
Edema organ umumnya menyertai ketiga bentuk ACS : primer, sekunder dan
rekuren. ACS primer biasanya terjadi pada keadaan cedera dan berawal dari
perdarahan serta edema viseral. ACS sekunder terjadi baik pada pasien bedah
maupun medis yang berhubungan dengan volume resusitasi yang besar
8
menyebabkan pembentukan akut asites serta edema viseral, sehingga meningkatkan
tekanan intra-abdominal dan terjadinya ACS. Sindrom kompartemen sekunder
umumnya meningkat periode awal tujuan terapi langsung untuk penanganan
resusitasi sepsis. Terdapat beberapa kontropversi apakah sindrom kompartemen
merupakan iatrogenik atau tidak dapat dihindari pada pasien dengan peritonitis
yang membutuhkan pembedahan umum darurat. ACS rekuren sebelumnya disebut
sebagai ACS tersier, menunjukkan bahwa ACS terjadi berulang setelah penanganan
medis awal atau pembedahan pada sindrom kompartemen sekunder. Hal yang
umum terjadi pada edema organ yaitu iskemia jaringan. (4)
Ketika organ akhir mengalami iskemia (vena atau arteri), maka akan
dilepaskan substansi vasodilator lokal seperti laktat dan adenosine yang
menunjukan adanyaa usaha lokal untuk meningkatkan aliran oksigen. Sejalan
berlangsungnya iskemia, hilangnya intergritas kapiler menyebabkan ekstrvasasi
cairan, elektrolit dan protein melalui tekanan hidrostatik dan hilangnya intergritas
membrane. Peningkatan jarak bantalan kapiler ke sel metabolik aktif pada dasar
edema jaringan cairan organ ekstravaskuler selanjutnya akan melumpuhkan
intergritas organ metabolik. Siklus ini akan mempengaruhi kelangsungan hidup
organ. Pada ginjal, dokter sayangnya tidak dapat melihat kelangsungan proses ini
hingga tahap berat cedera organ muncul. (4)
9
X. Manajemen Abdominal compartment syndrome
Manajemen yang bagus untuk ACS bergantung kepada waktu yang tepat
dan bergantung kepada stadium dekompresi abdomen dan diidentifikasi pada pasien
yang berisiko. (3)
X.I. Pencegahan
Pencegahan awal sangat efektif terutama pada yang telah diketahui berisiko
tinggi terkena ACS dan intervensi pre-emtif akan mengurangkan risiko penigkatan
tekanan intra-abdominal. Biasanya pasien yang berisiko ACS diketahui pada pasien
yang dilaparotomi dan operasi harus diberhentikan jika didapatkan ada gangguan
pada fisiologis pasien seperti hipotermi, asidosis, dan coagulopati. Terdapat
berbagai cara untuk menutuk luka terbuka pada abdomen. Telah tebukti bahwa
ACS dapat dicegah dengan penutupan luka dengan menggunakan jaringan yang
bersifat menyerap terutama pada pasien yang menjalani laparotomi yang paling
berisiko ACS. Resusitasi yang optimal harus diterapkan berbanding over resusitasi
untuk mencegah terjadi komplikasi dalam penanganan intensif. Terdapat berbagai
cara resusitasi yang telah dievaluasi. Laktat, deficit basa, dan pH mukosa abdomen
adalah sebagai indikator untuk resusitasi. (3)
10
pada perfusi gangguan kapiler usus pada tekanan intra-abdominal lebih dari 35
mmHg. (3)
Terapi bedah merupakan jalan alternatif yang dipilih berdasarkan indicator
fisiologis klinis yang merugikan,bukan pada pengukuran parameter tunggal. Dalam
pengaturan tekanan intra-abdominal, dekompresi abdomen telah direkomendasikan
pada kegagalan fungsi paru, kardiovaskular dan ginjal. Selain itu, tekanan intra-
abdominal yang tidak memberi respon terhadap intervensi standard dan indicator
usus iskemik ( asidosis dengan tonometri atau warna usus kehitaman terlihat
melalui materi cakupan transparan) dianjurkan tindakan dekompresi. Kegagalan
fungsi paru dan hiperkapnia telah diidentifikasikan sebagai indikator penting terjadi
kegagalan fungsi paru dan harus mendapat tindakan dekompresi dengan segera. (3)
11
dengan elevasi dalam menit ventilasi dan alkalosis respiratorik kecuali terdapat
perubahan ventilasi yang tepat. (3)
“Washout” merupakan hasil dari akumulasi metabolisme anaerob dan
member kesan dan pemberian bolus asam dan Kalium secara sistemik langsung ke
jantung. Hal ini bisa menyebabkan aritmia dan asystol. Maka sangat penting untuk
mengantisipasi, mengidentifikasi dan mengobati efek dari gejala ini. (3)
Hal pertama yang harus dilakukan setelah tindakan dekompresi adalah
penutupan fasia secara segera. Cara alternatif untuk melindungi abdomen adalah
menutup kulit dengan menggunakan klip atau jahitan juga bisa dibungkus dengan
penutup silicon dan graft. (3)
Pasien yang pernah dilakukan laparatomi dekompresi masih kemungkinan
ACS untuk kambuh, dan harus pertimbangkan untuk melakukan eksplorasi bertahap
terhadpabagian yang ditutup. Penutupan fasia mengambil waktu 7-10 hari untuk
perbaikan diikuti dengan penebalan kulit dan granulasi diikuti dengan perbaikan
dari hernia dari dinding abdomen sehingga beberapa bulan. Akhirnya, manajemen
awal pada abdomen yang terbuka harus mencakup total kehilangan cairan dan
penggantian cairan yang signifikan.(3)
Terapi Intervensi
Standar perawatan untuk hipertensi intra-abdomen mengarahkan abdominal
compartment syndrome ditangani dengan laparotomi dekompresif dengan
penutupan dinding abdominal temporer untuk memperbesar ruang peritoneal dan
mengurangi tekanan inta-abdominal sehingga mencapai tingkat yang normal.(4)
Skema penanganan ini parallel dengan standar penanganan sindrom
kompartemen ekstremitas atau sindrom kompartemen dada. Serupa dengan sindrom
kompartemen ekstremitas, setelah penyebab hipertensi intra-abdominal dikontrol
(perdarahan, asites) abdomen dapat secara primer tertutup. Jika ACS disertai
dengan edema intestinal, penutupan primer jarang terjadi dan dapat tercapai dengan
beberapa metode memperluas pembungkus peritoneal untuk mencegah ACS
rekuren. (4)
Teknik ini menggunakan teknik separasi musculo-fasial, graft prostetik, dan
graft kulit atau flap untuk rekonstruksi dinding abdomen. Ketika terapi operatif
12
denganmudah diterima di komunitas bedah, berbagai pengobatan non-bedah telah
dieksplorasi sebagai alternatif baik dikalangan medis maupun bedah, termasuk
drainase kateter, terapi pangganti ginjal, blokade neuromuscular dan agen
prokinetik jika terdapat gas usus. Merupakan hal yang penting untuk dicatat bahwa
tidak satupun alternatif diteliti dengan prospektif, analisis percobaan acak terkontrol
mendukung efisiensi mereka dibandingkan dengan gold-standar laparotomi
dekompresif. (4)
XI. Ringkasan
Abdominal compartment syndrome adalah kondisi berpotensi tinggi
membawa kematian. Kondisi ini harus didiagnosa secara dini dan harus ditangani
secara efektif untuk mengoptimalkan hasil. Sebagian besar kematian terkait dengan
ACS disebabkan oleh sepsis atau kegagalan organ multiple. Kematian terkait
dengan kondisi ini telah dilaporkan dalam 10,6-68% pasien. Dalam satu seri, pasien
yang mati akibat sindroma ini cenderung ke arah jalan yang lebih fulminan, dengan
mayoritas kematian terjadi dalam 24 jam pertama dari cedera. Ada beberapa bukti
bahwa sindrom tersebut dapat dicegah dalam kelompok pasien yang berisiko tinggi
dengan penutupan menggunakan graft pada dinding abdomen setelah dilakukan
laparotomi. (3)
Studi lebih lanjut diperlukan untuk mengkaji lebih lanjut tentang insiden ini,
dalam jangka waktu pendek maupun panjang pada morbiditas dan mortalitas. (3)
XII.Kesimpulan
13
Daftar Pustaka
14
3. Bailey J, Shapiro MJ, Abdominal compartment syndrome, Critical Care
2000, Missouri ; 4:23-29
4. Maerz L, Kaplan LJ, Abdominal compartment syndrome, Critical Care
Medicine Florida 2008 Vol. 36, No. 4
5. World Society of the Abdominal Comparment Syndrome (WSACS),
Florida 2007; p :15-16
6. Cheatham ML, Abdominalcompartment syndrome, Surgical intensive
care unit, Florida 2009 ; 15: 154-162
7. Zenilman ME, Timony MF, How to manage abdominal compartment
syndrome. Brooklyn : cited from : www.contemporarysurgery.com,
2008 ; vol 64 :468-473
8. Deslauries N, Dery R, Denault A, Acure abdominal compartment
syndrome, Perioperative Cardiovascular Round, Candian
Anestheologists’ Society, Canada 2009; 56: 678-682
9. Walker J, Criddle LM, pathophysioloy and management of abdominal
compartment syndrome, American Association of Critical-Care Nurses,
American Journal of Critical Care, America 2003; 12:367-371
10. Eddy V, Nunn C, Morris JA, Abdominal compartment syndrome, The
Nashville Experience, Damage Control Surgey, The Division of Trauma
and Surgical Critical Care, Tennessee 1997; p 801-811
15