You are on page 1of 12

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

L
DENGAN HEMOROID
di RUANG CEMPAKA 1 RUMAH SAKIT UMUM KUDUS

Disusun Oleh :

ANGGA MUHROM TOHANI (11.01.16.04)


DEVI SILVIANA (11.01.16.07)
DIAN FEBRIANA (11.01.16.08)
PARAMITA SHOLINA (11.01.16.32)

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


STIKES AN-NUR PURWODADI
Tahun 2012/2013
A. Pengertian

Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal


(Brunner and Suddart, 2001).
Hemoroid adalah pelebaran (varises satu segmen atau lebih vena-
vena hemoroiddalis (Mansjoer, 2000).
Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis
yang tidak merupakan keadaan patologik (Smeltzer, 2000).

B. Klasifikasi Dan Derajat

Klasifikasi Hemoroid menurut (Smeltzer, 2000) dalam buku ajar


Keperawatan Medikal Bedah yaitu :
1. Hemoroid Interna
Adalah hemoroid yang terjadi di atas sfingter anal. Hemoroid interna
merupakan vena yang berdilatasi pada pleksus rektalis superior dan
media.
2. Hemoroid Eksterna
Adalah hemoroid yang muncul di luar sfingter anal atau di bawah
linea dentata.
Derajad hemoroid menurut (Mansjoer, 2000) meliputi :
1. Hemoroid Derajad I
Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar kanal
anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop dengan gejala
perdarahan berwarna segar pada saat buang air besar.
2. Hemoroid Derajat II
Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk
sendiri ke dalam anus secara spontan.
3. Hemoroid Derajat III
Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus
dengan bantuan dorongan jari.

4. Hemoroid Derajat IV
Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk
mengalami trombosis dan infark.

C. Etiologi

Menurut Brunner dan Sudarth, (2000) dalam buku patofisiologi


penyebab hemoroid adalah :
1. Konstipasi atau diare
2. Sering mengejan
3. Kongesti pada kehamilan
4. Pembesaran prostat (benigna prostat hyperplasia)
5. Fibroma uteri
6. Tumor rectum
7. Duduk lama
8. Kegemukan
9. Kehamilan

Menurut Mansjoer, (2000) penyebab hemoroid adalah :


1. Herediter
2. Makanan
3. Pekerjaan
4. Psikis
5. Senilitas (Ageing process)
D. Patofisiologi

Hemoroid timbul karena dilatasi, pembekakan atau inflamasi vena


hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor resiko/pencetus.
Faktor resiko hemoroid antara lain faktor mengedan pada buang air
besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak memakai
jamban duduk, terlalu lama duduk di jamban sambil sambil membaca,
merokok), usia tua, konstipasi kronik, diare kronik atau diare akut yang
berlebihan, hubungan seks peranal, kurang minum air, kurang makanan
berserat (sayur dan buah), kurang olah raga (Alwi, 2009).

E. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala menurut Smeltzer, 2002 :


1. Perdarahan (blooding spoting)
2. Nyeri akibat inflamasi
3. Edema akibat trombus
F. Pathway

Konstipasi, Diare, Sering Mengejan,


Kongesti pada pelvis pada kehamilan,
fibroma uteri, prostat, tumor rectum

Kongesti vena (gangguan aliran


balik dari Vena hemoroidalis)

Hemoroid

Eksternal internal

Akut kronik DRJ I DRJ II DRJ III DRJ IV


Pembengkakan terdapat lipatan
Sekitar anus kulit anus intake serat adekuat hemoroidektomi
Nyeri/gatal nyeri sembuh

Pre operasi intra operasi post operasi

Cemas/ takut perdarahan luka insisi anastesi

Gangguan Saraf perifer Resti injuri


Volume cairan terputus
G. Komplikasi

1. Perdarahan hebat (anemia)


2. Abses
3. Fistula anal
4. Inkaserasi
5. Trombosis
( Mansjoer, 2002).

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Anoskopi untuk melihat hemoroid interna yang tidak mengalami


penonjolan
2. Pemeriksaan feses untuk mengetahui occult bleding

( Mansjoer, 2000).

I. Penatalaksanaan
1. Medis
Hemoroid Interna diterapi dengan gradenya. Tetapi hemoroid eksterna
selalu dengan operasi. Konservatif indikasi untuk grade 1-2 < 6 jam,
belum terbentuk trobus. Operatif indikasi untuk grade 3-4, perdarahan
dan nyeri.
a. Foto koagulasi intra merah, diatermi bipolar, tetapi laser adalah
tehnik terbaru untuk melekatkan mukosa ke otot yang
mendasarinya.
b. Injeksi larutan skleroson efektif untuk hemoroid yang berukuran
kecil.
c. Tindakan bedah konservatif hemoroid internal
Adalah prosedur ligasi pita karet. Hemoroid dilihat melalui
anoscop, dan bagian proksimal di atas garis mukokutan di pegang
dengan alat. Pita karet kecil kemudian diselipkan di atas hemoroid.
Bagian distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik setelah
beberapa hari dan dilepas. Terjadi fibrosa yang mengakibatkan
mukosa anal bawah turun dan melekat pada otot dasar. Meskipun
tindakan ini memuaskan beberapa pasien, namun pasien lain
merasakan tindakan ini menyebabkan nyeri dan mengakibatkan
hemoroid sekunder dan infeksi perianal.

d. Hemoroidektomi kriosirurgi
Adalah metode untuk menghambat hemoroid dengan cara
membekukan jaringan hemoroid selama waktu tertentu sampai
timbul nekrosis. Meskipun hal ini kurang menimbulkan nyeri,
prosedur ini tidak digunakan dengan luas karena menyebabkan
keluarnya rebas yang berbau sangat menyengat dan luka yang
ditimbulkan lama sembuh.
e. Laser Nd : YAG
Digunakan dalam mengeksisi hemoroid eksternal. Tindakan ini
cepat dan kurang menimbulkan nyeri. Hemoragi dan abses jarang
menjadi komplikasi pada periode paska operatif.
f. Metode pengobatan hemoroid tidak efektif untuk vena trombosis
luas, yang harus diatasi dengan bedah lebih luas.
g. Hemororoidektomi atau eksisi bedah
Dapat dilakukan untuk mengangkat semua jaringan sisa yang
terlibat dalam proses ini. Selama pembedahan, sfingter rektal
biasanya didilatasi secara digital dan hemoroid diangkat dengan
klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi. Setelah
prosedur operasi selesai, selang kecil dimasukkan melalui sfingter
untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah, penempatan
felfoan atau kasa oxigel dapat di berikan diatas luyka kanal.
2. Keperawatan
Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan :
a. Personal higiene yang baik dan menghindari mengejan berlebihan
selama defekasi.
b. Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam, bila gagal
dibantu menggunakan laksatif yang berfungsi mengabsorpsi air
saat melewati usus.
c. Tindakan untuk mengurangi pembesaran dengan cara rendam
duduk dengan salep, supositoria yang mengandung anastesi,
antingen (witch hazel).
d. Anjurkan tirah baring dengan posisi recumben untuk mengurangi
penekanan, edema, dan prolaps.

( Mansjoer, 2000).
J. Fokus Pengkajian
1. Riwayat Klien
a. Melakukan pengkajian nyeri, gatal, dan kemungkinan perdarahan.
b. Menanyakan kebiasaan buang air besar, konstipasi, dan mengejan
saat defekasi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi untuk hemoroid eksternal ada prolaps atau tidak dan
lakukan inspeksi untuk hemoroid internal.
b. Pemeriksaan rectal toucer (colok dubur).
3. Proctosigmoidoscopy
Untuk menentukan lokasi dan keadaan dari hemoroid
( Brunner and Suddarth, 2001).

K. Fokus Intervensi
Pre operatif
1. Diagnosa keperawatan : Nyeri b/d proses inflamasi
Tujuan : Nyeri terkontrol
Intervensi
1) Kaji karakteristik nyeri (PQRST)
2) Berikan teknik relaksasi distraksi
3) Kolaborasi pemberian analgetik
4) Berikan posisi yang nyaman untuk pasien
Rasionalisasi
1) Untuk mengetahui karakteristik nyeri
2) Untuk mengurangi nyeri
3) Untuk mengurangi nyeri yang tidak terkntrol
4) Posisi yang nyaman dapat mengurangi rasa nyeri
2. Diagnosa Keperawatan : ansietas b/d tindakan operatif
Tujuan : ansietas terkontrol
Intervensi
1) Evaluasi tingkat ansietas, cara verbal dan nonverbal pasien
2) Jelaskan dan persiapkan untuk tndakan prosedur sebelum
dilakukan
3) Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur
Rasionalisasi
1) Untuk mengetahui tingkat ansietas untuk perawatan lanjutan
2) Penjelasan prosedur untuk mengurangi ansietas pre operasi
3) Istirahat yang adekuat untuk mengurangi ansietas
3. Diagnosa keperawatan : gangguan volume cairan b/d perdarahan
berlebih pada proses operasi
Tujuan : keseimbangan cairan terpenuhi

Intervensi
1) Monitor intake dan output cairan
2) Monitor TTV
3) Kolaborasi pemberian cairan parenteral
Rasionalisasi
1) Untuk mengetahui keseimbangan cairan
2) Tanda vital untuk mengetahui status keseimbangan metabolisme
pasien
3) Mengurangi resiko kekurangan cairan, memenuhi kebutuhan cairan
Post operatif
1. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
Intervensi :
a. Kaji skala nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas presipitasi.
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
c. Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri klien sebelumnya.
d. Berikan lingkungan yang tenang.
e. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
f. Ajarkan tehnik relaksasi distraksi untuk mengatasi nyeri.
g. Evaluasi tindakan pengurang nyeri, kontrol nyeri.
h. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplikasi pemberian analgetik.
i. Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.
2. Resiko konstipasi berhubungan dengan obstruksi post pembedahan.
Intervensi :
a. Monitor tanda dan gejala konstipasi.
b. Monitor pergerakan usus, frekuensi, konstipasi.
c. Anjurkan dan ajarkan mobilisasi bertahap.
d. Anjurkan pada klien untuk meningkatkan intake nutrisi dan cairan
serta berikan education pentingnya nutrisi untuk kesembuhan
lukanya.
e. Evaluasi intake makanan dan minuman.
f. Kolaborasi medis untuk terapinya.
3. Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan, pemgobatannya
berhubungan dengan kurang paparan terhadap informasi, keterbatasan
kognitif.
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proces
penyakit.
b. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta
penyebabnya.
c. Sediakan informasi tentang perkembangan klien.
d. Berikan informasi tentang perkembangan klien.
e. Diskusikan perubahan gaya hidup myang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau
kontrol proses penyakitnya.
f. Diskusikan tentang pilihan terapi atau pengobatan.
g. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi.
h. Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh
alternatif pilihan.
i. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi.
j. Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit.
k. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada.
l. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul
pada petugas kesehatan.

( Carpenito, 2001).
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Smeltzer. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Mansjoer. 2000. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta.

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta.

You might also like