You are on page 1of 19

KARAKTERISTIK SITUS-SITUS ARKEOLOGI KALIMANTAN SELATAN

BERDASARKAN LOKASI GEOGRAFIS

CHARACTERISTICS OF ARCHAEOLOGICAL SITES IN SOUTH KALIMANTAN


BASED ON GEOGRAPHICAL LOCATION
Nia Marniati Etie Fajari
Balai Arkeologi Kalimantan Selatan, Jalan Gotong Royong II, RT 03/06 Banjarbaru 70711 Kalimantan Selatan;
email: nia.marniati@kemdikbud.go.id

Diterima 7 Maret 2017 Direvisi 19 April 2017 Disetujui 25 April 2017

Abstrak. Provinsi Kalimantan Selatan memiliki bentang lahan berupa wilayah Pegunungan Meratus, perbukitan karst
Meratus, lahan basah pada daerah aliran sungai, serta wilayah pesisir dan kepulauan. Lingkungan di keempat satuan lahan
tersebut menyediakan kekayaan hayati melimpah sehingga menjadi kawasan budaya yang dihuni oleh manusia sejak masa
prasejarah sampai dengan saat ini. Penelitian arkeologi di Kalimantan Selatan menemukan situs-situs arkeologi yang
tersebar pada tiap-tiap satuan lahan. Artikel ini mengangkat permasalahan mengenai bagaimana karakteristik situs arkeologi
yang berada di Kalimantan Selatan berdasarkan kondisi geografisnya. Penelitian ini diawali dengan pengumpulan data
berdasarkan Laporan Penelitian Arkeologi di Balai Arkeologi Kalimantan Selatan dari tahun 1993-2015 di wilayah Kalimantan
Selatan. Metode penelitian dilakukan dengan melakukan klasifikasi situs berdasarkan lokasi geografis. Langkah selanjutnya
adalah identifikasi situs berdasarkan parameter letak geografis dan kondisi lingkungan, karakteristik temuan, karakteristik
budaya, dan kronologi waktu baik absolut ataupun relatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik situs pada
setiap lokasi geografis yang berbeda. Hasil analisis menghasilkan kecenderungan karakteristik situs arkeologi di Kalimantan
Selatan, yaitu adanya orientasi pemilihan lokasi hunian seiring dengan kronologi waktu, karakteristik situs dan data arkeologi
dipengaruhi oleh kondisi geografisnya, dan usulan lokasi strategis yang dapat ditindaklanjuti oleh tim peneliti di Balai Arkeologi
Kalimantan Selatan.

Kata kunci: situs arkeologi, lahan rawa, sungai, Pegunungan Meratus, Barito, Kalimantan Selatan

Abstract. South Kalimantan Province has a landscape in the form of Meratus Mountains, Meratus karst hills, wetlands in
the Barito River Basin, coastal areas and islands. Environment at those landscapes provides abundant resources and
become cultural areas that has been occupied since prehistory until recently. The archaeological research in Kalimantan
Selatan has found archaeological sites that spreads along each landscapes. This article discusses about characteristics of
archaeological sites in Kalimantan Selatan based on geographical location. The sources of study are from some archaeological
reports conducted by Balai Arkeologi Kalimantan Selatan during 1993 to 2015. The research method has been done by
classifying the archaeological sites based on geographical location. Then identyfication is conducted to develop the parameter
consisting of geography and environmental conditions, characteristic of data, cultural characteristics, and the chronology
either absolute or relative to define the character of archaeological sites. This study aims to determine the characteristics of
sites in each different geographic location. The result shows that there is a tendency of the characteristics such as
orientation of residential location choice which is along with chronology, the characteristics and archaeological data are
influenced by geographical conditions, and the proposed strategies of site location that can be followed up by researchers
at Balai Arkeologi Kalimantan Selatan.

Keywords: archaeological site, wetland, river, Pegunungan Meratus, Barito, Kalimantan Selatan

PENDAHULUAN yang berada di daerah rawa-rawa sepanjang aliran


Barito. Pegunungan Meratus memiliki panjang
Geomorfologi Kalimantan Selatan (Kal-Sel) sekitar 472,1 km dan lebar sekitar 100 km.
dapat dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu daerah Kawasan ini membentang di zona utara yang
Pegunungan Meratus, dataran rendah timur- meliputi Kabupaten Tabalong, Hulu Sungai Tengah,
tenggara yang terdapat di antara perbukitan jalur Hulu Sungai Selatan,dan Tapin; zona tenggara di
Pegunungan Meratus, dan dataran rendah barat Kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru; dan zona

Karakteristik Situs-situs Arkeologi Kalimantan Selatan 61


Berdasarkan Lokasi Geografis-Nia Marniati Etie Fajari(61-79)
barat daya di Kabupaten Banjar. Wilayah geografis yang telah dihuni oleh manusia. Penelitian pada
Pegunungan Meratus memiliki jajaran bukit karst kedua kawasan tersebut menemukan sejumlah
yang membentang di zona utara dan tenggara situs arkeologi yang memberikan gambaran
Pegunungan Meratus. Bukit karst yang ada di di okupasi manusia sejak masa prasejarah sampai
Pegunungan Meratus umumnya berupa satu bukit sekarang. Artikel ini mencoba mengangkat
yang berdiri sendiri, dengan kemiringan bukit permasalahan mengenai bagaimanakah karak-
antara 30º hingga 90º. teristik situs-situs arkeologi yang berada di
Selain Pegunungan Meratus, ikon wilayah wilayah Kal-Sel berdasarkan kondisi
geografis di Kal-Sel adalah Sungai Barito yang geografisnya?. Penelitian ini bertujuan untuk
merupakan sungai terpanjang di Kalimantan (900 mengetahui karakteristik situs pada setiap lokasi
m). Sungai ini berhulu di Pegunungan Muller geografis yang berbeda.
mengalir ke arah selatan melalui daerah rawa- Bintliff menyebutkan bahwa, menempatkan
rawa, dan bermuara di laut sekitar Kota suatu situs hunian kuno dalam konteks geografis
Banjarmasin. Aliran Sungai Barito memiliki sistem merupakan hal yang menarik (Bintliff 1992: 5)
sungai yang terdiri atas cekungan dan dataran karena akan mempengaruhi seluruh sistem
rendah, serta danau tapal kuda atau oxbow lake pemukiman kuno. Selain itu, segala bentuk
(Mackinnon dkk. 1996: 12). Oleh karena itu, daerah aktivitas manusia dalam suatu ekosistem akan
Kalimantan Selatan sebagian besar merupakan membawa pengaruh pada perubahan
wilayah lahan basah yang berada pada cekungan geomorfologi dan lingkungannya (Bintliff 1992:
Barito. Definisi lahan basah berdasarkan Konvesi 12). Lokasi geomorfologi dan lingkungan perlu
Ramsar 1971 adalah wilayah rawa, lahan gambut, diperhatikan terutama yang terkait dengan batas-
dan air, baik alami maupun buatan yang bersifat batas kawasan di mana situs arkeologi berada.
tetap atau sementara, berair ladung (stagnant) atau Kondisi geografis juga sangat berpengaruh
mengalir yang bersifat tawar, payau, atau asin yang terhadap cara hidup manusia yang terwujud dalam
mencakup wilayah air marin yang pada waktu surut pola adaptasi.
dalamnya tidak lebih dari enam meter Pembahasan mengenai karakteristik tentunya
(Notohadiprawiro 1997: 1). Lahan basah di Kal- tidak lepas dari arti kata itu sendiri. Kata
Sel sebagian besar adalah lahan rawa yang 'karakteristik' bermakna memiliki ciri khusus atau
merupakan wilayah peralihan antara sistem mempunyai sifat yang khas (Tim Penyusun 1995:
daratan dan perairan. Lahan rawa dapat 445). Karakteristik dapat didefinisikan sebagai fitur
diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu zona I, pembeda dari seseorang atau sesuatu. Oleh
zona II, dan zona III (Widjaja-Adhi 1992 dalam karena itu, karakteristik situs berarti ciri khusus
Subagyo 2006a: 3). Zona I adalah rawa pasang situs arkeologi yang membedakannya dari situs
surut air asin/payau yang terdapat di daratan yang lainnya. Situs arkeologi yang dimaksud dalam
bersambungan dengan laut, khususnya muara artikel ini adalah lokasi dengan data arkeologi
sungai besar. Wilayah ini memiliki fisiografi utama yang berada pada satuan lahan tertentu dan sudah
gambut dan marin dengan tanah yang didata oleh Balar Kal-Sel berdasarkan hasil
mengandung kadar garam tinggi sehingga tidak penelitian yang sudah dilakukan. Pembahasan
sesuai untuk pertanian. Zona II adalah rawa pasang mengenai sebaran dan karakteristik situs
surut yang berada di daerah aliran sungai bagian menggunakan pendekatan arkeologi ruang, yang
bawah, namun posisinya lebih ke arah hulu. menitikberatkan perhatian pada kajian dimensi
Daerah ini dipengaruhi oleh curah hujan dan ruang (Mundardjito 2002: 2). Kajian dalam
limpahan banjir yang terendapkan secara periodik arkeologi ruang berkaitan dengan aktivitas
sehingga membentuk tanggul alam (Subagyo manusia dalam satuan ruang, data arkeologi yang
2006a: 3-8). ditinggalkan, infrastruktur fisik yang memberikan
Lingkungan di Pegunungan Meratus dan DAS akomodasi bagi manusia pendukungnya,
Barito menyediakan kekayaan hayati yang lingkungan fisik, dan interaksi yang terjadi di
melimpah, sehingga menjadi kawasan budaya antara seluruh aspek tersebut (Mundardjito 2002:

62 Naditira Widya Vol. 11 No. 1 April 2017-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan


4; Kantner 2008: 41). Dasar yang diterapkan HASIL DAN PEMBAHASAN
dalam arkeologi ruang adalah penekanan pada
hubungan spasial antara manusia dan Sebaran Situs Arkeologi di Kalimantan Selatan
lingkungannya, yang dalam beberapa hal hampir
serupa dengan pola yang muncul pada analisis Penelitian arkeologi di wilayah Kal-Sel dari
pemukiman (Kantner 2008: 43). Sementara itu, tahun 1993-2015 menemukan total 43 situs dan 7
Mundardjito yang sependapat dengan Clarke kawasan situs1. Pengamatan terhadap sejumlah
(1977 dalam Mundardjito 2002: 4) mengatakan situs arkeologi di Kal-Sel menunjukkan adanya
bahwa arkeologi ruang tidak hanya analisis karakteristik tertentu yang dipengaruhi oleh
terhadap pemukiman saja tetapi mencakup semua kondisi lingkungan di mana situs tersebut berada.
tempat pusat aktivitas dari komunitas manusia Secara umum, bentang lahan Kal-Sel dapat
pada masa lalu. dikelompokkan dalam beberapa satuan lahan,
yaitu (1) rawa lebak atau zona III berada di daerah
METODE Pegunungan Meratus yang menjadi hulu anak-
anak Sungai Barito; (2) rawa pasang surut atau
Artikel ini disusun dengan menelaah kembali zona II berada di cekungan Barito yang
hasil-hasil penelitian Balar Kal-Sel dalam LPA merupakan lahan rawa dan gambut; (3) estuari
(Laporan Penelitian Arkeologi) yang ditulis pada atau zona III yang berada di muara-muara sungai;
tahun 1993-2015. Penelitian difokuskan untuk dan (4) perbukitan karst. Situs-situs arkeologi di
mengungkapkan karakteristik situs-situs arkeologi Kal-Sel berdasarkan keletakan geografisnya
di Kal-Sel berdasarkan lokasi geografisnya. dibagi menjadi empat kelompok, yaitu situs yang
Langkah awal yang dilakukan adalah klasifikasi berada di daerah hulu sungai/rawa lebak, situs
situs berdasarkan letak geografisnya. Langkah di wilayah basin Sungai Barito/rawa pasang surut,
selanjutnya adalah identifikasi situs berdasarkan situs di daerah pesisir atau hilir/estuari, dan situs
parameter letak geografis dan kondisi lingkungan, yang terletak di perbukitan karst.
karakteristik temuan, karakteristik budaya, dan
kronologi waktu baik absolut ataupun relatif. Situs di Hulu Sungai/Rawa Lebak
Parameter tersebut menjadi dasar untuk Rawa lebak atau zona III merupakan daerah
menentukan karakteristik situs arkeologi di yang tergenang dengan tinggi muka air antara 50-
Kalimantan Selatan. Selanjutnya, analisis 200 cm selama minimal 3 bulan. Rawa lebak
dilakukan secara kualitatif dengan memaparkan berada di wilayah pedalaman di mana pengaruh
hubungan yang saling mempengaruhi antara pasang surut air laut tidak ada lagi. Daerah ini
karakteristik situs arkeologi dan kondisi geografis- berupa cekungan dan menjadi daerah tangkapan
geomorfologis di mana situs berada. Aspek air suatu kawasan daerah aliran sungai. Sungai
pengamatan karakteristik situs yang dikaji meliputi sangat berpengaruh pada lingkungan di rawa
jenis artefak/peralatan hidup yang dihasilkan lebak, berupa banjir musiman yang terjadi secara
manusia, pola subsistensi yang diterapkan, dan periodik. Bentang lahan di wilayah ini dapat
periodesasi serta kondisi lingkungan fisik di mana berupa dataran banjir, dataran banjir bermeander,
situs berada. Identifikasi ini menghasilkan bekas aliran sungai tua, dan danau oxbow
kelompok situs dengan karakteristik tertentu yang (Subagyo 2006b: 100). Tipologi rawa lebak terdiri
diasumsikan dipengaruhi oleh kondisi atas lebak pematang (memiliki kondisi tergenang
lingkungannya. air dengan kedalaman <50 m dalam waktu <3

1
Awangbangkal, Rantau Balai, dan Pulau Sirang (kawasan situs Riam Kanan), Gua Babi, Gua Tengkorak, dan Gua Cupu (kawasan situs
Batubuli), Gua Sidabong, Gua Berangin, Gua Batu Batulis, dan Gua Debu (kawasan situs Balangan), Gua Ultra, Gua Janggawari, Gua
Pendalaman I, dan Gua Pendalaman II (kawasan situs Telaga Langsat), Gua Payung, Liang Bangkai, Liang Bangkai 10, dan Liang Ulin 2
(kawasan situs Mantewe), Penggadingan, Bajayau, dan Tanjung Selor (kawasan situs Nagara), Jambu Hulu, Jambu Hilir, dan Balanti
(kawasan situs Padang Batung), dan Sungai Sipei, Cindai Alus, Lok Udat, Candi Agung, Candi Laras, Candi Pematang Bata, Patih Muhur,
Ulu Benteng, Jangkung, Pengaron, Karanganyar, Pelajau, Pagatan, Sebamban, Sigam, Sungai Tabuk, Tabanio, Maluka, dan Sebelimbingan.

Karakteristik Situs-situs Arkeologi Kalimantan Selatan 63


Berdasarkan Lokasi Geografis-Nia Marniati Etie Fajari(61-79)
bulan), lebak tengahan (tergenang air dengan memanfaatkan batu kerakal dari jenis rijang,
kedalaman 50-100 m dalam waktu antara 3-6 andesit, basalt, kuarsit, dan diorite (Fajari 2012:
bulan), dan lebak dalam yang tergenang air >100 17-22). Data terbaru mengenai budaya paleolitik
m lebih dari 6 bulan. Jenis tanah di wilayah lebak di Riam Kanan ditemukan di situs Pulau Sirang
umumnya terdiri atas tanah gambut dan tanah yang terdapat di Desa Belangian, dengan temuan
mineral. Tanah gambut merupakan tanah dengan berupa kapak perimbas-penetak, batu inti,
lapisan gambut lebih dari 50 m, sedangkan tanah serpih, serut berpunggung tinggi, kerakal
mineral adalah tanah dengan ketebalan gambut dipangkas.
antara 0-50 m. Tanah mineral sendiri terbagi dalam Selanjutnya, situs sejarah yang berada di
dua tipe, yaitu tanah mineral murni yang memiliki lokasi rawa lebak antara lain situs Sungai Sipei
ketebalan gambut kurang dari 20 cm, dan tanah terletak di Desa Sei Sipei, Kecamatan Martapura
mineral bergambut dengan ketebalan gambut Kota, Kabupaten Banjar dengan temuan berupa
antara 20-50 cm (Subagyo 2006b: 105-107). gerabah, keramik, terak besi, fragmen bata, dan
Situs yang ditemukan di kawasan ini dapat mata uang Belanda. Hasil penelitian mengung-
dibagi menjadi dua berdasarkan periodesasi kapkan bahwa Sungai Sipei adalah lokasi hunian
masa huniannya, yaitu situs prasejarah dan yang diperkirakan terjadi pada masa
sejarah. Situs prasejarah ditemukan di kawasan pendudukan Hindia Belanda di Kal-Sel. Lokasi
hulu Sungai Riam Kanan yang terdapat pada Sungai Sipei berada pada aliran sungai kecil
lereng Pegunungan Meratus sisi barat daya, yaitu yang disebut guntung dalam istilah lokal (Fajari
Desa Awangbangkal di Kecamatan Karangintan, 2015: 87-92). Situs Cindai Alus terletak di Desa
dan Desa Rantau Balai serta Desa Belangian2 Cindai Alus, Kabupaten Banjar, pada area rawa
Kecamatan Aranio. Temuan di Awangbangkal yang lebak di pertemuan antara Sungai Kemuning,
dilaporkan tahun 1939 (oleh H. Kupper), 1958 (oleh Guntung Bayung, dan Danau Biru. Data
Toer Soetardjo), dan 1976 (D. D. Bintarti) berupa arkeologi yang ditemukan berupa gerabah,
alat batu yang digolongkan dalam budaya kapak katambung (semacam kendang), sendok dari
perimbas oleh van Heekeren (Soejono 1993: 102- kayu dan tempurung kelapa, wadah berbentuk
103). Situs Awangbangkal kemudian dikenal bulat lonjong dari kayu, senjata dari kayu, palu
sebagai situs budaya paleolitik pertama yang dari kayu, tugal (alat pertanian), kulit kayu,
ditemukan di Kalimantan. Sayangnya, keberadaan anyaman tali ijuk, sirap, damar. Analisis stratigrafi
situs Awangbangkal saat ini sulit untuk ditelusuri menunjukkan adanya endapan organik yang
kembali karena lokasinya telah ditenggelamkan memberikan indikasi keberadaan lahan gambut
akibat proyek pembangunan waduk Ir. P.M. Noor topogen, yang terbentuk karena topografi yang
yang dibangun pada 1959-1973. Situs Rantau Balai cekung. Gambut topogen dikenal memiliki tanah
berada di hulu Sungai Riam Kanan pada aliran yang relatif subur (Tim Peneliti 2015a: 32-37; 76-
Sungai Hajawa dan Paao (Fajari 2012: 6). Hasil 80). Situs Lok Udat diketahui berada di aliran
penelitian menunjukkan bahwa data arkeologi lebih Sungai Rangas yang bermuara di Sungai
banyak ditemukan di aliran Sungai Paao3. Temuan Martapura (Tim Peneliti 2015b: 26-27). Penelitian
yang didapatkan berupa kapak perimbas-penetak, di situs Lok Udat menemukan data arkeologi
batu inti, serpih, kerakal dipangkas. Pengamatan yang tersebar di lima sektor di wilayah
awal terhadap teknologi menunjukkan bahwa alat Banjarbaru, yaitu, Sektor Perahu (Taluk 1),
batu tersebut dibuat dari kerakal yang dipangkas Tambak Tembikar (Taluk 2), Kebun Sayur (Taluk
secara monofasial yang merupakan ciri dari 3), Taluk 4, dan Taluk 5; serta tiga sektor di wilayah
budaya paleolitik. Alat batu dibuat dengan Banjar, yaitu Tambak Pulantan (CAS-1), Danau

2
Data arkeologi di Desa Belangian ditemukan di situs Pulau Sirang, sebuah daratan kecil di tengah waduk Riam Kanan yang mengalami
penurunan debit air secara signifikan pada akhir 2016-awal 2017. Dalam kondisi normal, sebagian besar wilayah di Pulau Sirang tenggelam
di bawah permukaan air waduk.
3
Data arkeologi ditemukan pada 22 titik pengamatan di Sungai Paao, 8 titik di Sungai Hajawa, dan 6 titik pada aliran Sungai Riam Kanan
setelah pertemuan Paao dan Hajawa. Titik pengamatan berada pada gosong pasir di meander sungai yang memiliki deposit endapan batuan
(Fajari 2012: 6-11).

64 Naditira Widya Vol. 11 No. 1 April 2017-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan


Biru (CAS-2), dan CAS-3. Data arkeologi yang dibandingkan dengan lokasi di sekitarnya,
ditemukan berupa keramik (mangkuk, piring, dan berupa cekungan yang dikelilingi oleh tanggul
sendok), stoneware (botol, wadah terbuka, dan tanah setinggi 0,5-2 m. Temuan sebaran bata di
tempayan), gerabah (wadah tertutup, tungku, dan Candi Laras diindikasi sebagai bangunan bata
kendi), botol kaca, logam, tempurung kelapa, ijuk, dengan konstruksi kayu kalang sunduk (Rangkuti
gaharu, peralatan dari kayu (gasing, alat pemukul dan Kusmartono 1998: 17-19). Serupa dengan
kulit kayu, ember, lesung, dayung, dan alat Candi Laras, sebaran bata di Pematang Bata
penyulam jala), logam, bijih besi, kerak besi, dan yang ditemukan dalam lahan seluas ± 1.600 m2
manik-manik. Hunian di Lok Udat umumnya mengindikasikan adanya bangunan bata.
terdapat pada areal tambak atau kubah gambut Bangunan bata di situs tersebut diasumsikan
yang tidak tergenang air (Tim Peneliti 2015b: 63- sebagai bangunan suci dibangun langsung di
64). atas tanah (Rangkuti dan Kusmartono 1998: 16-
Kawasan situs Negara yang berada di DAS 27). Hasil pertanggalan situs Candi Laras (1240-
Negara terdiri atas tiga lokasi, yaitu Penggadingan, 1426 M) dan Pematang Bata (1014-1267 M)
Tanjung Selor, dan Bajayau. Ketiga situs tersebut berdasarkan sampel arang memberikan rentang
diindikasi sebagai lokasi tempat tinggal dengan waktu penggunaan bangungan pada abad 11-13
komunitas yang cukup besar, dengan temuan M (Sulistyanto dan Siswanto 1999: 25).
berupa gerabah, keramik, stoneware, genteng, Selain situs pemukiman di atas, ditemukan
bata, tugal, dayung, tonggak kayu ulin, patung bekas tambang batu bara di daerah Pengaron,
kayu ulin, manik-manik, perhiasan emas, besi, dan Kabupaten Banjar. Berlainan dengan situs
terak besi (Sunarningsih 2007: 3-11). Situs pemukiman yang lain, Pengaron merupakan
arkeologi di DAS Amandit berada di kawasan pemukiman yang tumbuh karena adanya aktivitas
Padang Batung yang terdiri atas Jambu Hilir pertambangan batu bara oleh pemerintah
(gerabah, keramik, artefak besi, terak besi, kolonial Belanda. Kawasan situs Pengaron
pemberat jala dari tanah liat, kowi, oker, arang, terletak di Desa Benteng dan Pengaron,
batu setengah mulia), Jambu Hulu (Gerabah, Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar. Lokasi
keramik, pemberat jala dari tanah liat, besi, situs berada di kaki perbukitan di tepi Sungai
damar), dan Balanti (gerabah). Analisis Riam Kiwa. Data arkeologi yang ditemukan
pertanggalan terhadap empat sampel arang berupa fitur sisa bangunan pendukung tambang
menunjukkan hasil pertanggalan yang beragam batu bara, seperti sumur putaran, makam, lorong
dengan perbedaan yang cukup besar, yaitu tambang, lubang tambang, dan struktur tiang bata.
33.730±315 BP, 17.953±81 BP, 2.922±45 BP, dan Fitur-fitur tersebut ditemukan di Gunung Pagaran
19.427±97 BP. Perbedaan hasil analisis (21 LR dan 65 LBA), Gunung Jarum (1 LR), dan
disebabkan karena beberapa faktor, yaitu Gunung Kembang Kuning (4 LR dan 61 LBA) (Tim
prosedur pengambilan sampel yang kurang tepat Peneliti 2012: 17-28 dan 2014: 18-27).Tambang
dan kondisi sampel yang diambil sudah tidak insitu batu bara di Pengaron yang dibuka pada 28
(lapisan teraduk). Hasil pertanggalan yang dapat September 1849 dioperasionalkan oleh
diterima adalah 2.922±45 BP, memberikan perusahaan Oranje Nassau (Tim Peneliti 2007:
gambaran bahwa situs Jambu Hilir berasal dari 252).
1040-1210 SM dan menunjukkan keahlian dalam
mengolah logam (Sunarningsih 2009: 22-23). Situs Arkeologi di Rawa Pasang Surut
Sementara itu, situs Jambu Hulu yang karak- Rawa pasang surut atau zona II merupakan
teristiknya serupa dengan Jambu Hilir memiliki daerah aliran sungai yang meliputi wilayah hilir
pertanggalan 940±110 BP, atau 900-1120 M. (agak ke dalam) ke arah hulu sungai. Wilayah ini
Lokasi di delta Sungai Tapin dan Negara memiliki bentang lahan sangat rata sejauh mata
memiliki dua situs, yaitu Candi Laras dan memandang dengan ketinggian 0-0,5 mdpl.
Pematang Bata. Kedua situs tersebut berada pada Kondisi lingkungannya dipengaruhi oleh curah
bentang lahan dengan kontur yang lebih tinggi hujan dan air pasang ke arah hulu. Limpahan banjir

Karakteristik Situs-situs Arkeologi Kalimantan Selatan 65


Berdasarkan Lokasi Geografis-Nia Marniati Etie Fajari(61-79)
yang terendapkan secara periodik membentuk kepulauan, yaitu Sigam dan Sebelimbingan yang
bentang lahan dengan tanggul alam yang terlihat terdapat di Kabupaten Kotabaru. Deskripsi
jelas ke arah hulu dan semakin menghilang ke masing-masing situs dapat dilihat pada Tabel 2
arah hilir. Lahan rawa pasang surut memiliki dua (lihat lampiran).
jenis tanah, yaitu gambut dan mineral basah.
Tanah mineral merupakan endapan bahan halus Situs Arkeologi di Karst Pegunungan Meratus
dan lumpur yang terendapkan air pasang bersama Kawasan karst Meratus didominasi oleh bukit
dengan bahan alluvium lain yang terbawa dari karst yang secara morfologis serupa dengan tipe
muara sungai. Jenis tanah di rawa lebak tergolong karst di Gunung Sewu, yaitu bentang lahan berupa
dalam tanah alluvial basah dengan endapan puluhan ribu bukit gamping berketinggian 20-50
gambut tipis, yang terdiri atas alluvial hidromorf m yang berbentuk kerucut (Samodra 2001: 46).
(selalu jenuh air) dan alluvial (relatif kering) Bukit karst di Meratus tersebar secara terputus-
(Subagyo 2006c: 24). putus di wilayah Kabupaten Tabalong dan
Lahan rawa pasang surut merupakan lokasi Balangan (zona utara), Kabupaten Hulu Sungai
yang ideal untuk pertanian dan pemukiman. Situs Tengah dan Hulu Sungai Selatan (zona barat), dan
arkeologi yang berada di rawa pasang surut Kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru (zona
terdapat di daerah cekungan Barito, yang telah tenggara).
menjadi pusat kehidupan manusia di Kal-Sel Penelitian arkeologi di kawasan karst berhasil
selama berabad-abad. Situs-situs tersebut adalah mendata sejumlah gua yang memiliki data
situs Candi Agung (Hulu Sungai Utara); Patih arkeologi, yang ditemukan di Kabupaten
Muhur, Ulu Benteng (Barito Kuala); Jangkung Tabalong, Hulu Sungai Selatan, Balangan, dan
(Tabalong); dan Karanganyar (Banjar). Tabel 1 Tanah Bumbu (lihat lampiran Tabel 3). Survei dan
(lihat lampiran) menyebutkan deskripsi singkat penelitian di Kabupaten Hulu Sungai Tengah
masing-masing situs serta pemaparan dan sementara ini belum berhasil menemukan gua
karakternya . dengan data arkeologi. Sementara itu, data
arkeologi di kawasan karst Kabupaten Kotabaru
Situs Arkeologi di Rawa Estuari belum ditemukan karena penelitian di lokasi
Rawa estuari atau zona I adalah wilayah tersebut belum dapat dilaksanakan.
pasang surut air asin/payau yang berada di
bagian daratan yang bersambungan dengan laut. Karakteristik Situs Arkeologi di Kalimantan
Bentang lahan di daerah ini berupa mudflats, bukit- Selatan
bukit pasir (beting), dan danau-danau kecil
(laguna) dengan tanah basah. Rawa estuari Sebaran situs-situs arkeologi di Kal-Sel
memiliki tanah berupa endapan marin dengan menunjukkan pola yang terkait dengan pemilihan
kandungan mineral besi-sulfida yang berukuran dan pemanfaatan lingkungan untuk hunian. Pola
sangat halus dan disebut pirit. Jenis tanah ini tersebut terbentuk karena adanya hubungan antara
disebut tanah salin dengan reaksi alkalis (ph<7,5) aktivitas manusia dengan ruang dan lingkungan
dan kandungan garam tinggi. Hal tersebut tempat tinggalnya. Hasil analisis terhadap sebaran
menyebabkan wilayah estuari tidak cocok untuk situs memberikan gambaran pengelompokan
lahan pertanian (Subagyo 2006b: 25-27). Daerah karakter budaya dalam suatu kondisi geografis
estuari di Kal-Sel terdapat di area pesisir yang tertentu. Kelompok-kelompok tersebut antara lain
menjadi muara sungai dan pulau-pulau di pantai budaya paleolitik di pemukiman lahan terbuka
tenggara Pulau Kalimantan. Situs yang wilayah pada lembah sungai, budaya preneolitik-neolitik
pesisir muara sungai antara lain Sungai Tabuk di gua-gua kapur, pemukiman masa proto-
(Kabupaten Banjar), Tabanio dan Maluka sejarah-sejarah/klasik di lahan rawa, pemukiman
(Kabupaten Tanah laut), serta Pagatan dan dan pusat kerajaan Islam di pesisir, serta
Sebamban (Kabupaten Tanah Bumbu). Situs pemukiman dan industri pada masa Kolonial
arkeologi yang berada di pesisir wilayah Belanda.

66 Naditira Widya Vol. 11 No. 1 April 2017-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan


Pemukiman lahan terbuka dengan karakter Gua hunian di Kal-Sel ditemukan di Gua Babi,
budaya paleolitik ditemukan kawasan Riam Cupu dan Tengkorak; Gua Sidabong, Batu Batulis,
Kanan yang terdapat di tiga situs, yaitu Berangin, dan Debu (Balangan); Gua Janggawari,
Awangbangkal, Rantau Balai, dan Pulau Sirang. Pendalaman, dan Ultra (Hulu Sungai Selatan);
Situs Awangbangkal disebutkan sebagai salah serta Gua Liang Bangkai, Gua Payung, dan Liang
satu situs prasejarah dengan budaya yang tertua Ulin 2 (Tanah Bumbu). Data arkeologi yang
di Kalimantan. Temuan alat batu paleolitik di ketiga ditemukan di situs-situs tersebut memiliki jenis
situs tersebut memiliki kesamaan dengan yang sama, yaitu (1) artefak yang berupa alat batu,
teknologi budaya Pacitanian, dengan teknologi alat tulang, gerabah, serta perhiasan kerang dan
kapak perimbas yang memiliki kronologi waktu tulang; (2) ekofak yang berupa sisa makanan dari
0,9 juta tahun yang lalu (Fajari 2012: 26-27). tulang binatang dan cangkang kerang air tawar,
Kronologi absolut di kawasan Riam Kanan saat serta pecahan tulang dan gigi manusia; (3) lukisan
ini belum dapat ditentukan karena ketiadaan data dinding gua. Data pertanggalan sementara ini
untuk analisis pertanggalan karbon. Bentang lahan diperoleh dari Gua Babi (3200-3000 SM), Gua
kawasan Riam Kanan adalah lembah sungai luas Tengkorak (3989-4403 SM), Liang Bangkai (3810-
yang dikelilingi perbukitan tinggi pada lereng 3867 SM dan 14568-15514 SM), Gua Payung
Pegunungan Meratus. Wilayah tersebut memiliki (1200-940 SM), dan Liang Ulin 2 (9198-9770 SM).
hutan tropis yang menjadi daerah tangkapan air. Penggunaan artefak batu nonmasif dan alat
Sungai Riam Kanan memiliki jaringan anak sungai tulang merupakan salah satu ciri dalam budaya
antara lain Sungai Kalaan, Amangung, Haui, Paao, preneolitik. Tinggalan artefak dan ekofak tersebut
dan Hajawa, yang saat ini semuanya sudah menunjukkan adanya aktivitas manusia untuk
ditenggelamkan karena pembangunan waduk. pemenuhan kebutuhan hidup yang paling dasar.
Lingkungan tersebut menyediakan sumber daya Hasil analisis terhadap temuan di Liang Ulin 2
alam yang mendukung pola subsistensi manusia memberikan gambaran mengenai penggunaan
prasejarah yang bertahan hidup dengan berburu gerabah, alat batu, dan alat tulang untuk
dan mengumpulkan makanan. pemenuhan kebutuhan pangan dan pola adaptasi
Hasil analisis terhadap jenis batuan yang dengan melakukan eksploitasi sumber daya
digunakan untuk membuat alat menunjukkan lingkungan (Fajari dan Oktrivia 2015: 105).
beberapa kecenderungan yang berbeda dari Eksploitasi tersebut tampak pada pemanfaatan
ketiga situs tersebut. Batuan yang digunakan di kerang air tawar dan beberapa jenis binatang
Awangbangkal dan Pulau Sirang didominasi oleh sebagai sumber makanan yang diperoleh
jenis kuarsa dan andesit/riolit, sementara alat batu dengan pola subsistensi berburu dan meramu.
di Rantau Balai banyak menggunakan jenis rijang Penggunaan wadah dari gerabah juga menjadi
atau chert. Pemilihan bahan batuan ini tentunya salah satu karakter hunian gua pada masa
dipengaruhi oleh faktor ketersediaan sumber preneolitik. Analisis gerabah dari Gua Payung
bahan yang ada di sekitar lokasi situs. Geologi memberikan gambaran adanya pengaruh budaya
Riam Kanan yang terdiri atas formasi Manunggul, Austronesia di kawasan karst Mantewe. Gerabah
formasi Paau, dan alluvium menyediakan Gua Payung memiliki ciri teknologi dan motif hias
berbagai batuan yang dapat digunakan sebagai yang sama dengan gerabah budaya Austronesia,
bahan pembuatan alat batu. yaitu penggunaan tatap pelandas yang dipadukan
Karakteristik budaya prasejarah dari masa dengan roda putar, penambahan slip merah, dan
yang lebih lanjut, yaitu preneolitik dan neolitik penerapan motif hias lubang bulat yang tembus
ditemukan pada gua-gua di perbukitan karst (dentate) (Fajari 2010: 19-22).
Pegunungan Meratus. Analisis terhadap sejumlah Gua hunian yang juga digunakan untuk
gua yang memiliki data arkeologi menghasilkan penguburan antara lain Gua Babi, Gua Tengkorak,
tiga kelompok gua, yaitu situs gua hunian, gua Liang Bangkai 10, dan Liang Ulin 2. Data arkeologi
yang difungsikan sebagai hunian dan di gua-gua tersebut memberikan gambaran
penguburan, serta gua hunian dan perbengkelan. adanya pembagian ruang gua untuk hunian dan

Karakteristik Situs-situs Arkeologi Kalimantan Selatan 67


Berdasarkan Lokasi Geografis-Nia Marniati Etie Fajari(61-79)
penguburan. Temuan fragmen tulang dan gigi diet utama adalah umbi-umbian, serta mengenal
manusia berasosiasi dengan data artefaktual budaya pangur gigi dan mengunyah sirih
berupa gerabah, alat batu, dan alat tulang yang (Sugiyanto dkk. 2015: 26-31).
diasumsikan sebagai peralatan hidup sehari-hari. Selain sebagai hunian dan penguburan, gua
Analisis terhadap himpunan tulang dan gigi juga dimanfaatkan sebagai situs perbengkelan.
manusia di Gua Babi menunjukkan jumlah minimal Istilah perbengkelan di sini maksudnya adalah
individu, yaitu 11 individu (Widianto dan Handini lokasi yang menjadi tempat aktivitas pembuatan
2003: 45). Rangka manusia yang ditemukan di alat batu. Karakteristik situs perbengkelan
Gua Tengkorak disebut sebagai Sang Pencipta ditunjukkan oleh serpih dan serpihan batu dalam
Budaya prasejarah Batubuli. Rangka manusia ini jumlah yang signifikan. Hal ini ditemukan di Gua
diidentifikasi berasal dari ras Australomelanesid. Liang Bangkai di mana artefak batu, berupa
Kecenderungan identifikasi tersebut didukung serpih, batu inti, fragmen serpih, dan tatal
oleh karakter mandibula dengan bagian arcus ditemukan dalam jumlah yang melimpah.
alveolaris yang lebih tebal dibandingkan bagian Pemilihan lokasi pemukiman selanjutnya
basilaris. Selain itu, kondisi tulang tengkorak bergeser ke dataran rendah di tepi aliran sungai,
memiliki bentuk dan ukuran tulang parietal dan yang umumnya berupa rawa-rawa. Pemukiman
bagian bawah temporal lebih kekar dibandingkan di tepi sungai dapat ditemukan di setiap wilayah
dengan manusia sekarang (Widianto dan Handini Kal-Sel, dari daerah hulu sampai ke hilir. Sungai
2003: 48). Kelompok ras inilah yang telah memiliki peranan yang sangat kuat dalam
mengembangkan budaya batu di kawasan ini kehidupan masyarakat di Kal-Sel (Hartatik 2004:
Keletakan rangka manusia tersebut secara 148-149). Situs arkeologi yang terdapat di tepian
kontekstual terkait langsung dengan distribusi alat- sungai sebagian besar diidentifikasi sebagai
alat batu yang menjadi temuan dominan di layer pemukiman kuno. Pengelompokkan berdasarkan
B yang diidentifikasi sebagai lapisan budaya Gua karakter geomorfologinya membagi situs
Tengkorak. Alat-alat serpih dan masif ditemukan arkeologi menjadi tiga, yaitu pemukiman di rawa
menempel pada rangka yang mengindikasikan lebak, pemukiman di rawa pasang surut/
bahwa aktivitas kehidupan terus berjalan pada cekungan Barito, dan pemukiman di daerah
saat individu tersebut dikubur (Widianto dan pesisir.
Handini 2003: 59-60). Pemukiman kuno di daerah rawa lebak
Temuan rangka manusia di Liang Bangkai 10 ditemukan di situs Lok Udat, Cindai Alus, Sungai
dan Liang Ulin 2 di kawasan karst Mantewe Sipei, kawasan situs Negara (Penggandingan,
memberikan warna baru dalam informasi Tanjung Selor, dan Bajayau), kawasan situs
prasejarah di wilayah tersebut. Hasil analisis di Padang Batung (Jambu Hilir, Jambu Hulu, dan
Liang Bangkai 10 menunjukkan, terdapat empat Balanti), Candi Laras dan Pematang Bata. Hasil
individu yang terdiri atas tiga dewasa dan satu pertanggalan situs Cindai Alus (448-606 M dan
anak-anak. Informasi mengenai manusia 105-267 SM) dan Jambu Hilir (1040-1210 SM)
pendukung budaya di Liang Bangkai, antara lain: mengindikasikan bahwa kedua situs tersebut
berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, berasal telah dihuni sejak masa prasejarah. Hasil
dari ras Mongoloid, sumber diet umbi-umbian dan penelitian di Cindai Alus sejauh ini belum
makanan keras yang belum diolah secara menemukan data arkeologi yang memiliki
sempurna, serta memiliki ciri budaya pangur dan karakteristik masa prasejarah. Sebagian besar
mengunyah sirih (Sugiyanto dkk. 2015: 7-25). temuan menunjukkan karakteristik hunian masa
Sementara itu, hasil analisis rangka yang sejarah. Rentang waktu panjang antara
ditemukan di Liang Ulin 2 menunjukkan terdapat pertanggalan Cindai Alus dan Lok Udat
minimum enam individu yang terdiri atas tiga mengindikasikan bahwa kedua situs tersebut
dewasa dan tiga anak-anak. Analisis terhadap sisa dihuni pada periode yang berbeda, meskipun
rangka tersebut memberikan gambaran mengenai secara geografis keduanya berada dalam
pendukung budaya di Liang Ulin, yaitu berasal kawasan yang berdekatan. Persamaan
dari ras Mongoloid, mengalami malnutrisi, sumber karakteristik hunian terlihat dari pemanfaatan kayu

68 Naditira Widya Vol. 11 No. 1 April 2017-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan


untuk membuat peralatan pertanian, senjata, Hasil analisis pertanggalan situs Candi Laras
perhiasan, perahu, dan rumah. (1240-1426 M) dan Pematang Bata (1014-1267
Temuan kayu sisa tiang rumah di Cindai Alus M) yang berdekatan juga menunjukkan rentang
dan Lok Udat memberikan gambaran mengenai waktu yang berbeda. Kronologi di kedua situs
konstruksi rumah panggung sebagai pilihan tempat tersebut dapat dijadikan acuan sebagai periode
tinggal di lingkungan rawa. Tonggak-tonggak kayu klasik Hindu-Buddha di wilayah Kal-Sel.
sisa tiang rumah juga ditemukan di situs Tanjung Sebaran bata yang ditemukan bersama dengan
Selor dan Penggandingan. Kayu juga menjadi konstruksi kayu mengindikasikan adanya
bahan untuk membuat peralatan hidup lainnya, bangunan yang bersifat keagamaan. Hal ini
seperti wadah, senjata, kapal dan dayung, tugal, didukung oleh ketiadaan artefak fragmentaris
tutujah, dan gasing. Sisa alat pertanian berupa tugal yang umumnya dijadikan penanda adanya
dan tutujah menunjukkan bahwa pertanian aktivitas hunian. Data arkeologi dari Candi Laras
merupakan salah satu sumber ekonomi juga terdapat di Museum Lambung Mangkurat,
masyarakat kala itu. Rawa lebak merupakan lahan yaitu arca babi, arca Buddha Dipangkara
yang cocok untuk pertanian dibandingkan dengan (perunggu), cincin emas bermata akik, lempeng
rawa pasang surut atau salin. emas berwajah dewa, prasasti batu berhuruf
Sementara itu, kayu tidak ditemukan di situs Pallawa dari abad VII Masehi yang ditemukan
Sungai Sipei, Jambu Hilir, Jambu Hulu, dan Balanti. di Sungai Amas (bertuliskan "jaya siddha"), dan
Data arkeologi di keempat situs tersebut patung kayu setinggi 28 cm dengan lebar 5 cm
didominasi oleh temuan gerabah, yang berupa (Suhadi dkk. 1994: 9-10).
wadah, pemberat jala, dan tungku. Ketiadaan alat Pengaruh Hindu-Buddha di lokasi lain
pertanian yang ditemukan di situs Jambu Hilir, diasumsikan berada di kawasan Negara yang
Jambu Hulu, dan Balanti mengindikasikan bahwa berada di jaringan sungai yang sama 4 .
pertanian bukan subsistensi utama. Keberadaan Pertanggalan relatif diketahui berdasarkan
terak besi di situs Jambu Hilir, Jambu Hulu, dan identifikasi keramik yang ditemukan di Negara,
Sungai Sipei menggambarkan adanya masyarakat yaitu Song (abad 11-13 M), Yuan (abad 13-14
pengolah logam. Temuan wadah pelebur logam M), Ming (abad 14-17 M), dan Qing (abad 17-19
atau kowi mengindikasikan bahwa Jambu Hilir M) (Sunarningsih 2013: 92). Situs-situs di Negara
merupakan situs pemukiman pada masa logam disinyalir memiliki kaitan dengan keberadaan
awal. Hal ini sesuai dengan salah satu hasil kerajaan Negara Dipa-Daha, yang didirikan oleh
pertanggalan di Jambu Hilir, yaitu 1040-1210 SM. tokoh bernama Mpu Jatmika yang berasal dari
Namun, pertanggalan situs Jambu Hilir dengan Keling. Interpretasi terhadap data arkeologi yang
Jambu Hulu yang berada dalam satu kawasan ditemukan sejauh ini belum bisa mengung-
memiliki selisih yang jauh (Sunarningsih 2009: 23). kapkan mengenai keterkaitan tersebut. Sebutan
Kondisi ini nyaris sama dengan di Cindai Alus dan 'daha' saat ini dikenal sebagai nama kecamatan
Lok Udat, meskipun selisihnya tidak sebesar di lokasi tersebut, yaitu Daha Barat dan Daha
Jambu Hilir-Jambu Hulu. Oleh karena itu, angka Utara. Lokasi tersebut sekarang lebih dikenal
yang diperoleh dari analisis pertanggalan di kedua sebagai daerah penghasil gerabah. Negara
situs, terutama di Jambu Hilir perlu dikonfirmasi sebagai perajin gerabah sudah dikenal sejak
ulang. Hasil analisis keempat sampel arang dari masa Kerajaan Tanjungpuri, Nagara Dipa, dan
situs Jambu Hilir mengindikasikan adanya Nagara Daha. Jenis gerabah Negara terdiri atas
permasalahan, mengingat selisihnya terlalu jauh. tungku, kuali, cubik dan kukulak, kendi,
Pertanggalan situs Jambu Hulu diperoleh dari padaringan, balanai, tajau, gadur, panai, kapit,
analisis satu sampel saja, sehingga tidak ada data pedupaan, pelebur logam/musa, pot bunga,
pembanding untuk penggambaran kronologi wadah tabungan, dan mainan. Produksi gerabah
hunian secara tepat. tersebut dipasarkan ke wilayah-wilayah di

4
Candi Laras dan Pematang Bata berada di DAS Tapin yang bermuara di Sungai Negara.

Karakteristik Situs-situs Arkeologi Kalimantan Selatan 69


Berdasarkan Lokasi Geografis-Nia Marniati Etie Fajari(61-79)
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Berdasarkan konteks sampel analisis, kronologi
Kalimantan Timur. Pemasaran gerabah ke situs Pelajau dapat dikatakan berada pada kisaran
wilayah pedalaman dilakukan melalui jalur 1776-1800 M, sesuai dengan informasi yang
sungai, antara lain Sungai Barito, Sungai menyebutkan bahwa Masjid Keramat Pelajau
Negara, dan Sungai Martapura (Sulistyanto dan dibangun bersamaan dengan lima masjid besar
Nurani 1999: 21-22). lainnya di Kalimantan Selatan pada pertengahan
Pembagian kronologi situs di daerah rawa abad 18 M (Hartatik 2015: 39).
pasang surut DAS Barito menyebutkan terdapat Pada periode selanjutnya pemukiman kuno di
situs sejarah yang diasumsikan merupakan DAS Barito seperti di Banua Halat (14-19 M), dan
hunian yang berkelanjutan (masa prasejarah- Jangkung (15-19 M) berkaitan erat dengan
sejarah). Kronologi penghunian wilayah di DAS Nansarunai yang terdiri atas komunitas masyarakat
Barito telah dikemukakan oleh Sunarningsih Maanyan yang muncul jauh sebelum pengaruh
(2015b: 94-102). Pertanggalan situs di kawasan Hindu-Buddha datang. Pengaruh Hindu-Buddha
tersebut menunjukkan bahwa hunian sudah ada ditandai dengan Kerajaan Dipa yang didirikan oleh
sejak masa prasejarah, seperti yang berada di Mpu Jatmika, dari Keling. Keberadaan Kerajaan
Candi Agung (242-226 SM) dan Pelajau 5. Dipa dikaitkan dengan Candi Agung (708-745 M)
Penghunian di Candi Agung tidak menunjukkan dan Candi Laras, yang diasumsikan sebagai
budaya yang berlanjut karena perubahan bangunan suci keagamaan yang didirikan oleh Mpu
budaya tidak terjadi secara gradual, melainkan Jatmika. Pada perkembangannya, Kerajaan Dipa
drastis. Hal ini ditunjukkan dengan perbedaan berubah nama menjadi Kerajaan Daha, yang
antara lapisan C yang diidentifikasi sebagai berpusat di wilayah Negara dan sekitarnya
hunian dari masa prasejarah terlihat jelas tanpa (Sunarningsih 2015b: 94-102).
ada gradasi sama sekali dengan lapisan B yang Situs arkeologi di rawa pasang surut pada
memiliki konsentrasi temuan jauh lebih sedikit. cekungan Barito dapat dibedakan menjadi dua
Penempatan lokasi tersebut sebagai jenis, yaitu pemukiman dan bangunan keagamaan.
pemukiman disebutkan sebagai hunian Pemukiman kuno pada lahan rawa pasang surut
mendadak karena pada lapisan di bawahnya ditemukan di Patih Muhur (1200-1420 M), Ulu
sama sekali tidak ditemukan data arkeologi. Benteng, Jangkung, Pelajau, dan Karanganyar.
Hunian di Candi Agung diasumsikan berasal dari Sementara itu, situs bangunan keagamaan
dua periode yang berbeda dan tidak ditemukan di Candi Agung. Pengamatan pada jenis
berhubungan (Kusmartono dan Widianto 1997: data arkeologi yang ditemukan menunjukkan bahwa
14-19). Kontinuitas budaya sepertinya juga tidak pemukiman kuno di cekungan Barito memiliki
ditemukan di Pelajau. Sampel analisis untuk beberapa persamaan terkait dengan pola aktivitas
ketiga pertanggalan untuk periode prasejarah hidup. Karakteristik yang menonjol adalah
tidak memiliki konteks data yang mendukung pemanfaatan konstruksi kayu untuk membangun
asumsi adanya budaya yang berkelanjutan. rumah panggung di atas rawa-rawa. Sisa struktur
Pertanggalan tertua yang diperoleh di sektor kayu yang ditemukan di Candi Agung dan Patih
Banua Asam berupa tonggak kayu yang Muhur menunjukkan teknologi yang serupa, yaitu
tertancap di tanah. Secara kontekstual, tonggak sistem kalang sunduk.
kayu tersebut tidak berada pada matriks yang Karakteristik berikutnya adalah sungai yang
dapat memberikan dukungan kuat untuk menjadi urat nadi kehidupan masyarakat, di mana
kebenaran hasil pertanggalannya. Sementara sungai berperan besar sebagai sarana transportasi,
itu, sampel dari kotak ekskavasi TP III dan TP sumber subsistensi dan perekonomian, serta
IV yang memiliki temuan keramik dan logam keperluan tradisi dan religi. Keberadaan sungai
membuat hasil pertanggalan menjadi bias. menjadi sangat penting sebagai sarana transportasi

5
Situs ini memiliki enam hasil pertanggalan, yaitu 695-539 SM (Banua Asam), 372-201 SM (Masjid Keramat Pelajau), 349-303 SM (Sumur
Candi), serta 642-667 M, 1485-1518 M, dan 1776-1800 M yang masing-masing diambil dari kayu bagian dari konstruksi Masjid Pelajau
(Hartatik 2015: 38-39).

70 Naditira Widya Vol. 11 No. 1 April 2017-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan


yang meng-hubungkan satu daerah dengan karena kondisi kubah gambut yang kering
daerah lainnya. Temuan artefak kayu bagian dari sepanjang tahun meskipun daerah sekelilingnya
kapal (jukung) dan dayung di beberapa situs terendam air.
memberikan indikasi kuat bahwa sungai menjadi Sementara itu, lokasi hunian di tepian sungai
sarana transportasi utama saat itu. Sementara itu, umumnya memilih wilayah yang terdapat di
hubungan dengan daerah lain ditunjukkan dengan pertemuan dua aliran sungai. Lokasi tersebut
keberadaan keramik asing dan manik-manik kaca. dipilih dengan mempertimbangkan faktor
Gerabah juga dapat digunakan sebagai indikasi kemudahan aksesibilitas transportasi. Wilayah-
adanya hubungan antarlokasi pemukiman pada wilayah yang berada di titik pertemuan aliran
masa lalu. Ketiga benda tersebut menjadi sungai dianggap memiliki posisi strategis yang
komoditas penting dalam pertukaran dan mendorong pertumbuhan pemukiman khususnya
perdagangan masyarakat. dalam bidang perekonomian. Situs yang berada
Data arkeologi menunjukkan bahwa pertanian pada titik strategis tersebut antara lain Negara,
merupakan salah satu aktivitas penting yang Jangkung, Candi Agung, dan Candi Laras. Candi
menunjang kehidupan masyarakat. Temuan Agung dan Negara merupakan situs pemukiman
berupa alat-alat pertanian dari kayu ulin banyak yang memegang peranan penting dalam
didapatkan di lokasi situs, antara lain di Ulu perkembangan sejarah di Kalimantan. Keduanya
Benteng, Patih Muhur, Karanganyar, dan diasumsikan memiliki keterkaitan dengan
Jangkung. Kondisi lingkungan di situs Ulu kerajaan besar di wilayah Kal-Sel, yaitu Negara
Benteng menunjukkan adanya sistem pengairan Daha yang berlatar keagamaan Hindu. Negara
dengan membuat kanal-kanal (istilah lokal disebut Daha terletak di antara Candi Agung (ke arah hulu)
saka) untuk mengalirkan air dari Sungai Barito ke dan Candi Laras (arah hilir), di mana keduanya
tanah pertanian. Pola yang serupa juga ditemukan merupakan bukti penting terkait dengan pemujaan
di situs Patih Muhur, yang memiliki sungai-sungai agama Hindu (Sunarningsih 2013: 93). Keletakan
kecil yang menyuplai air dari Sungai Barito. Situs situs Jangkung yang berada di antara aliran
Patih Muhur berada di tepian Barito di antara dua Sungai Lendang dan Sungai Tabalong
sungai kecil, yaitu Handil Ulin dan Patih Muhur. memunculkan asumsi bahwa lokasi tersebut
Usaha untuk memodifikasi kondisi lingkungan pernah menjadi pelabuhan. Temuan keramik
telah dilakukan oleh masyarakat masa lalu. Hal asing yang melimpah memberikan indikasi kuat
ini dapat dilihat pada situs Candi Agung yang adanya aktivitas perdagangan yang cukup besar
menerapkan teknologi siring dari bahan kayu di Jangkung, meskipun data untuk menguatkan
untuk menyediakan lahan kering yang digunakan asumsi tersebut sampai saat ini belum ditemukan.
sebagai area bangunan suci. Candi Agung, selain Daerah pesisir menjadi lokasi tempat
sebagai bangunan suci juga digunakan untuk berkembangnya pemukiman yang dipengaruhi
pemukiman bagi masyarakat. Berbeda dengan oleh kebudayaan pada masa Islam berkembang
Candi Laras yang diasumsikan hanya digunakan di Kal-Sel. Pesisir menjadi lokasi strategis pusat
sebagai bangunan suci saja, karena tidak banyak tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam di Kal-Sel.
data arkeologi yang menunjukkan adanya aktivitas Salah satu kerajaan Islam yang pernah jaya
hidup sehari-hari. Sebaran bata yang ditemukan adalah Kerajaan Banjar yang berpusat di
menunjukkan bahwa lokasi bangunan suci di Banjarmasin, yang terletak di muara Sungai
Candi Laras didirikan pada kubah-kubah gambut Martapura dan Barito. Posisi yang strategis ini
yang memang sudah disediakan oleh alam. menjadikan Banjarmasin berkembang sebagai
Kubah tersebut berupa gundukan tanah yang kota pusat perekonomian dan perdagangan.
menyerupai bukit kecil dan dikelilingi oleh Sebagai ibu kota kerajaan, Banjarmasin
cekungan yang tergenang air pada musim basah. dilengkapi juga dengan sistem pertahanan yang
Pemanfaatan kubah gambut sebagai lokasi berupa banteng kayu (Hindarto 2009: 190-191).
hunian juga ditemukan di situs Karanganyar dan Sesuai dengan perjanjian dengan penguasa
Jangkung. Pemilihan lokasi tersebut disebabkan Banjar pada 18 Maret 1845 yang berisi penetapan

Karakteristik Situs-situs Arkeologi Kalimantan Selatan 71


Berdasarkan Lokasi Geografis-Nia Marniati Etie Fajari(61-79)
batas-batas wilayah Kerajaan Banjar, Belanda yang dekat dengan pelabuhan besar di
menutup akses Kerajaan Banjar ke daerah Banjarmasin (Sunarningsih 2015a: 52-64). Situs
pesisir. Hal ini menyebabkan wilayah Kerajaan Maluka diasumsikan sebagai hunian masyarakat
Banjar menjadi lebih kecil dan sulit untuk yang berkembang karena adanya aktivitas
berkembang (Tim Peneliti 2007: 251-252). pertanian dan perkebunan pada masa Belanda.
Sebelumnya, Kerajaan Banjar merupakan Lokasinya yang subur cocok sebagai daerah
kerajaan Islam yang memiliki pengaruh besar pertanian, serta letaknya yang dekat dengan
hampir di seluruh wilayah Pulau Kalimantan. Banjarmasin dan dilalui sungai menjadikannya
Kerajaan Islam lain yang pernah berkembang semakin strategis. Posisinya yang berada di
di Kal-Sel adalah, Kusan Hulu, Pagatan, dan wilayah pesisir juga mendukung Maluka sebagai
Sebamban. Data arkeologi yang ditemukan di daerah pertahanan keamanan yang dianggap
situs-situs tersebut berupa kompleks makam raja cukup penting oleh Belanda untuk mendirikan
dan keluarga raja. Pagatan dan Sebamban berada sebuah lapangan terbang (Nuralang 2004: 36-43).
di pesisir tenggara Pulau Kalimantan yang Selain di Maluka, pertahanan Belanda juga
berhubungan langsung dengan Selat Makassar. didirikan di daerah Tabanio, dengan membangun
Lokasi tersebut sangat strategis sebagai jalur sebuah banteng pada tahun 1789 untuk
perdagangan yang ramai. Pada awalnya, Kerajaan memberikan dukungan pada jalur perdagangan
Kusan Hulu lebih dulu berkembang dibandingkan lada yang melalui Sungai Tabanio. Daerah
Pagatan dan Sebamban. Kusan Hulu berperan tersebut merupakan wilayah pesisir yang strategis
sebagai penyedia komoditas dagang yang karena menghadap langsung ke Laut Jawa dan
meliputi hasil hutan (rotan dan damar), sumber menjadi salah satu jalur untuk masuk ke daerah
emas dan intan, serta lada. Pada akhirnya, pedalaman.
Kerajaan Pagatan dan Sebamban menjadi lebih Penemuan mesin uap di Eropa Barat pada
berkembang dibandingkan Kusan Hulu, yang abad 18 membawa perubahan besar dalam
akhirnya menjadi negeri bawahan. Pagatan pembangunan berbagai industri dan penggunaan
berkembang menjadi pusat perdagangan yang batubara yang meningkat pesat (Erman 2005: 24).
wilayah kekuasaannya meluas sampai ke Kusan Hal tersebut mendorong Belanda untuk mencari
Hulu. Kerajaan Sebamban dikenal sebagai sumber-sumber batu bara, salah satunya
penghasil emas dan intan (Tim Peneliti 1993: 10- ditemukan di Pengaron dan Pulau Laut. Batu bara
20). Di wilayah kepulauan, kerajaan Islam yang yang ditemukan di Pengaron disebutkan sebagai
berkembang adalah Kerajaan Pulau Laut yang salah satu yang terbaik, yang terdapat pada 19
didirikan oleh Pangeran Jaya Sumitra setelah lapisan dengan ketebalan 10-66 m (Posewitz
pecah perang Banjar pada tahun 1859. 1892: 274-279). Data sejarah menyebutkan bahwa
Situs arkeologi dengan karakteristik budaya tambang di Pengaron memiliki dua lorong vertikal
masa Kolonial Belanda di Kal-Sel sebagian besar sedalam 80 m yang dibangun pada produksi
merupakan bekas kawasan industri dan tahap kedua, yaitu tahun 1872-1876. Kedua lorong
perkebunan. Pemukiman yang berada di lokasi tersebut dihubungkan dengan lorong horizontal
situs merupakan bagian dari aktivitas industri pada kedalaman 25 m dan 75 m. Pada
tersebut. Situs yang ditemukan antara lain Sungai perkembangan operasionalnya, produksi
Tabuk (perkebunan dan industri karet), Maluka batubara di Pengaron mengalami banyak
(perkebunan lada), Pengaron dan Sebelimbingan hambatan yang berpengaruh secara signifikan
(tambang batu bara). Sungai Tabuk diketahui terhadap produktivitas. Salah satu hambatan
merupakan lokasi pabrik karet N.V. Nederlandsch tersebut adalah faktor keletakan tambang yang
Rubber Unie yang beroperasi pada tahun 1927. berada di pedalaman dan belum didukung oleh
Lokasi tersebut dipilih karena posisinya yang prasarana transportasi, sehingga biaya produksi
strategis dengan bentanglahan dan daya dukung untuk mengangkut batu bara menjadi mahal.
yang ideal untuk pemukiman dan pabrik. Sungai Selain itu, transportasi melalui sungai adakalanya
Tabuk berada pada daerah endapan alluvial tua menjadi tidak memungkinkan ketika air sungai
yang merupakan point bar dari Sungai Martapura, dalam kondisi surut (Posewitz 1892: 463-469).

72 Naditira Widya Vol. 11 No. 1 April 2017-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan


Berbeda dengan tambang di Pengaron, memanfaatkan sumber daya di lingkungan
produksi batu bara di Sebelimbingan nampaknya sekitarnya untuk membangun rumah dari kayu.
memberikan hasil yang lebih baik. Produksi batu Konstruksi rumah panggung dipilih karena paling
bara dioperasikan oleh perusahaan "Pulau Laut" sesuai dengan kondisi lingkungan yang berada
yang mulai beroperasi pada tahun 1903 di daerah di daerah rawa pasang surut. Karakteristik
Sebelimbingan. Struktur pemukiman yang pemukiman ini bahkan masih berlanjut sampai
berkembang di Sebelimbingan diduga lebih dengan masa sekarang, di mana sungai menjadi
lengkap daripada yang ada di Pengaron. urat nadi kehidupan masyarakat di Kal-Sel.
Sebelimbingan memiliki unsur fasilitas kota, antara Kedua, karakteristik situs dan data arkeologi
lain bangunan rumah sakit, rumah disel sebagai dipengaruhi oleh kondisi geografisnya. Data
pembangkit listrik, serta rumah hunian dan arkeologi yang ditemukan menunjukkan model
makam. Faktor keberhasilan pertambangan di adaptasi manusia terhadap kondisi lingkungannya.
Sebelimbingan antara lain disebabkan oleh Pendukung budaya paleolitik di kawasan Riam
letaknya yang strategis dan dekat dengan Kanan bertahan hidup dengan memanfaatkan
pelabuhan di daerah Stagen. Pelabuhan Stagen sumber batuan di sekitar lingkungan untuk
saat itu merupakan satu-satunya pelabuhan untuk membuat alat-alat batu yang diperlukan. Temuan
pengapalan batu bara di wilayah Selat Makassar. sisa konstruksi rumah panggung baik di area rawa
Letak yang strategis tersebut tentunya lebak, pasang surut, maupun pesisir memberikan
memudahkan aksesibitas untuk mencapai lokasi gambaran mengenai strategi manusia masa itu
dan pengadaan sarana pengangkutan untuk hasil untuk menciptakan ruang kehidupan di atas lahan
industri.Tambang batu bara di Pulau Laut diketahui basah. Pemanfaatan kayu untuk bahan pembuatan
lebih mendatangkan keuntungan daripada rumah dan peralatan hidup menggambarkan
Pengaron yang lebih banyak merugi karena hasil eksploitasi manusia terhadap sumber daya alam
produksinya tidak sesuai harapan. sebagai bentuk interaksi dengan lingkungan.
Demikian pula penempatan area industri pada
PENUTUP masa Kolonial Belanda, pemilihan lokasi
didasarkan pada ketersediaan sumber daya alam
Keberadaan situs arkeologi di Kal-Sel yang dapat dieksploitasi. Letak situs yang
menunjukkan kecenderungan terkait dengan strategis kemudian berperan besar dalam sukses
karakteristik situs dan lokasi geo-grafisnya. atau tidaknya hasil produksi. Lokasi yang kurang
Pertama, adanya orientasi pemilihan lokasi hunian strategis, seperti halnya industri batu bara di situs
seiring dengan kronologi waktu. Pilihan lokasi Pengaron, nampaknya turut berperan dalam
hunian masa prasejarah di Kal-Sel memiliki pola penutupan operasional tambang karena hasil
yang umum, yaitu pemukiman dengan produksi yang kurang menguntungkan.
karakteristik budaya yang lebih tua (paleolitik) Ketiga, pengelompokkan situs dan kawasan
terdapat pada tepi-tepi aliran sungai dan hunian situs arkeologi ini memberikan gambaran
pada masa selanjutnya (preneolitik-neolitik) mengenai titik-titik strategis yang dapat
berada di dalam gua-gua di perbukitan kapur. Hal ditindaklanjuti oleh tim peneliti di Balar Kal-Sel.
ini menunjukkan terdapat perubahan dalam Penelitian mendalam mengenai kawasan strategis
kebutuhan manusia akan ruang. Gua yang telah tersebut diharapkan dapat memberikan
disediakan oleh alam menjadi pilihan terbaik untuk sumbangan terhadap posisi arkeologi Kalimantan,
ketersediaan ruang yang aman dalam beraktivitas khususnya di bagian selatan, dalam kerangka
tanpa mengerahkan upaya yang besar. Pada nasional dan regional. Titik strategis yang perlu
masa protosejarah/paleometalik, pilihan lokasi dikembangkan, yaitu (1) kawasan Riam Kanan,
hunian kembali bergeser ke tepi-tepi aliran sungai, untuk mengetahui bentuk budaya paleolitik yang
seperti yang ditemukan di Jambu Hilir-Jambu berkembang di Kalimantan dan menempatkannya
Hulu, dan Candi Agung. Gua tidak lagi cukup pada kerangka prasejarah regional, (2) kawasan
untuk memenuhi kebutuhan manusia akan ruang karst Meratus, untuk menjelaskan perkembangan
yang semakin berkembang. Manusia kemudian budaya preneolitik-neolitik serta kronologinya

Karakteristik Situs-situs Arkeologi Kalimantan Selatan 73


Berdasarkan Lokasi Geografis-Nia Marniati Etie Fajari(61-79)
dalam kerangka regional sehingga dapat mengetahui proses masuk dan berkembangnya
menggambarkan persebaran dan jalur migrasi Islam di Kalimantan Selatan, dan (5) situs-situs
manusia, (3) kawasan cekungan Barito, untuk industri Belanda untuk menggambarkan pola kota
menggambarkan kehidupan masa Hindu-Buddha tambang yang terbentuk di Kalimantan Selatan.
di Kalimantan Selatan, yang diasumsikan terkait Pembahasan mendalam terhadap kelima hal
dengan keberadaan Kerajaan Negara Dipa/Daha tersebut dapat dijadikan dasar untuk menyusun
yang mendapat pengaruh dari Majapahit, (4) kerangka besar arkeologi Kalimantan Selatan dari
penelusuran lebih lanjut di daerah pesisir untuk masa prasejarah sampai dengan saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Atmojo, Bambang Sakti Wiku. 1998. "Peninjauan Hartatik. 2004. "Situs dan Budaya Sungai,
di Situs Ulu Benteng Kecamatan Marabahan Prospek Wisata di Kalimantan". Hlm. 139-
Kota, Kabupaten Batola, Kalimantan 162 dalam Sungai dan Kehidupan
Selatan". Laporan Penelitian Arkeologi. Masyarakat di Kalimantan, diedit oleh
Banjarbaru: Balai Arkeologi Banjarmasin. Gunadi Kasnowihardjo, Wasita, dan Andi
Bintliff, J. 1992. "Interaction Between Archaelogical Nuralang. Banjarbaru: Ikatan Ahli Arkeologi
Sites and Geomorphology". Cuaternario y Indonesia Komda Kalimantan.
Geomorfologia 6: 5-20. _______. 2014. "Permukiman di Kawasan Pelajau
Erman, Erwiza. 2005. Membaranya Batubara Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan
Konflik Kelas dan Etnik Ombilin-Sawahlunto- Selatan". Laporan Penelitian Arkeologi.
Sumatera Barat (1892-1996). Jakarta: Banjarbaru: Balai Arkeologi Banjarmasin.
Desantara. _______. 2015. "Keberlanjutan Budaya di
Fajari, Nia Marniati Etie dan Vida Pervaya Rusianti Pelajau". Kindai Etam 1 (1): 19-48.
Kusmartono. 2013. The Excavation of Gua Hindarto, Imam. 2009. "Dikotomi Budaya Sungai
Payung, South Kalimantan, Indonesia. pada Masa Perkembangan Budaya Islam".
Journal of Indo Pacific Archaeology 33: 20- Naditira Widya 3 (2): 185-194.
23. Kantner, John. 2008. "The Archaeology of
Fajari, Nia Marniati Etie dan Ulce Oktrivia. 2015. Regions: From Discrete Analytical Toolkit
"Liang Ulin 2: Informasi Baru Prasejarah to Ubiquitous Spatial Perspective". Journal
Kalimantan Selatan". Naditira Widya 9 (2): Archaology Res 16: 37-81.
93-106. Kusmartono, Vida Pervaya Rusianti, Endang Sri
Fajari, Nia Marniati Etie. 2010. "Gerabah Gua Hardiati, Priyo Panunggul, Agung Sukardjo,
Payung: Jejak-jejak Austronesia di Wawan Suhawan, Normalina, Attaberani
Kalimantan Bagian Selatan". Naditira Widya Kusuma, Harry Widianto, Bambang
4 (1):11-24. Sulistyanto, dan Siswanto. 1996.
_______. 2012. "Eksplorasi Jejak Budaya di Hulu "Ekskavasi Situs Candi Agung Tahap I,
Sungai Riam Kanan". Berita Penelitian Kabupaten Hulu Sungai Utara". Laporan
Arkeologi Balai Arkeologi Banjarmasin 6 (1): Penelitian Arkeologi. Banjarbaru: Balai
1-32. Arkeologi Banjarmasin.
_______. 2015. "Hunian Kuno di Sungai Sipei, Kusmartono, Vida Pervaya Rusianti dan Harry
Martapura, Kalimantan Selatan". Kindai Widianto. 1997. "Ekskavasi Situs Candi
Etam 1(1): 77-94. Agung Kabupaten Hulu Sungai Selatan,
_______. 2016. "Survei Arkeologi di Daerah Pulau Kalimantan Selatan". Berita Penelitian
Laut, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Arkeologi Balai Arkeologi Banjarmasin 2: 1-
Selatan." Kindai Etam 2 (1): 11-38. 26.
Hakim, dkk. 2009. Sejarah Kotabaru. Kotabaru: Lukito, Nugroho Harjo. 2005. "Ekskavasi Candi
Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Agung Tahun 2005". Laporan Penelitian
Pariwisata Kabupaten Kotabaru.
74 Naditira Widya Vol. 11 No. 1 April 2017-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan
Arkeologi. Banjarbaru: Balai Arkeologi Bogor: Balai Besar Penelitian dan
Banjarmasin. Pengembangan Sumberdaya Lahan
Mackinnon, Kathy, Gusti Hatta, Hakiman Halim, Pertanian.
Arthur Mangalik. 1996. The Ecology of ________. 2006c. "Lahan Rawa Pasang Surut".
Kalimantan Indonesian Borneo. Singapura: Hlm. 23-98 dalam Karakteristik dan
Periplus Edition. Pengelolaan Lahan Rawa, diedit oleh Didi
Mundardjito. 2002. Pertimbangan Ekologis Ardi dkk. Bogor: Balai Besar Penelitian dan
Penempatan Situs Masa Hindu-Buda di Pengembangan Sumberdaya Lahan
Daerah Yogyakarta. Jakarta: Wedatama Pertanian.
Widya Sastra. Sugiyanto, Bambang. 2002. "Survei Gua-gua
Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 1997. Lahan Prasejarah di Kecamatan Muara Uya,
Basah: Terra Incognita. Makalah dalam Kabupaten Tabalong". Laporan Penelitian
Seminar Nasional Pemberdayaan Lahan Arkeologi. Banjarbaru: Balai Arkeologi
Basah Pantai Timur Sumatera yang Banjarmasin.
Berwawasan Lingkungan Menyongsong ________. 2008. "Penelitian Eksploratif Gua-gua
Abad Ke-21, Fakultas Pertanian, Prasejarah di Kabupaten Tanah Bumbu,
Universitas Jambi, 22 Desember 1997. Kalimantan Selatan". Laporan Penelitian
Diunduh dari http://soil.blog.ugm.ac.id/ Arkeologi. Banjarbaru: Balai Arkeologi
files/2006/11/1997-Lahan-basah.pdf, Banjarmasin.
tanggal 3 Februari 2016. Hlm. 1-10. ________. 2012. "Penelitian Situs Prasejarah
Nuralang, Andi. 2004. "Penelitian dan Ekskavasi Liang Bangkai, Kecamatan Mantewe,
Permukiman Kolonial di Kecamatan Kurau, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi
Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Kalimantan Selatan Tahap IV". Laporan
Selatan". Laporan Penelitian Arkeologi. Penelitian Arkeologi. Banjarmasin: Balai
Banjarbaru: Balai Arkeologi Banjarmasin. Arkeologi Banjarmasin.
Posewitz, Theodor dan Frederick H. Hatch. 1892. Sugiyanto, Bambang, Jatmiko, Nugroho Nur
Borneo Its Geology and Mineral Resources. Susanto, Yuka Nurtanti Cahyaningtyas,
London: Edward Standford. Imam Hindarto, Eko Herwanto, Sundoko.
Rangkuti, Nurhadi dan Vida P. R. Kusmartono. 2014. "Penelitian Gua-gua Hunian
1998. "Penelitian Situs Candi Laras Tahap Prasejarah di Bukit Bangkai, Kabupaten
III, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan". Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan
Laporan Penelitian Arkeologi. Banjarbaru: Selatan". Laporan Penelitian Arkeologi.
Balai Arkeologi Banjarmasin. Banjarbaru: Balai Arkeologi Banjarmasin.
Samodra, Hanang. 2001. Nilai Strategis Kawasan Sugiyanto, Bambang, Sofwan Noerwidi, Ulce
Kars di Indonesia Pengelolaan dan Oktrivia, dan Sundoko. 2015. "Penelitian
Perlindungannya. Bandung: Badan Identifikasi Kubur pada Situs Liang Bangkai
Penelitian dan Pengembangan Energi dan dan Liang Ulin, Kecamatan Mantewe,
Sumberdaya Mineral. Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan
Soejono, R. P. 1993. Sejarah Nasional Indonesia Selatan." Laporan Penelitian Arkeologi.
I. Jakarta: Balai Pustaka. Banjarbaru: Balai Arkeologi Kalimantan
Subagyo. 2006a. "Klasifikasi dan Penyebaran Selatan.
Lahan Rawa." Hlm. 1-22 dalam Karakteristik Suhadi, Machi, Attabranie Kusuma, Agung
dan Pengelolaan Lahan Rawa, diedit oleh Sukardjo, M. Rusli, dan Harry Widianto.
Didi Ardi dkk. Bogor: Balai Besar Penelitian 1994. "Survei dan Ekskavasi Candi Laras".
dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Laporan Penelitian Arkeologi. Banjarbaru:
Pertanian. Balai Arkeologi Banjarmasin.
________. 2006b. "Lahan Rawa Lebak". Hlm 99- Sulistyanto, Bambang dan Siswanto. 1999.
116 dalam Karakteristik dan Pengelolaan "Pertanggalan Radiokarbon Situs
Lahan Rawa, diedit oleh Didi Ardi dkk. Pematang Bata, Candi Laras, Kabupaten
Karakteristik Situs-situs Arkeologi Kalimantan Selatan 75
Berdasarkan Lokasi Geografis-Nia Marniati Etie Fajari(61-79)
Tapin, Kalimantan Selatan". Laporan Arkeologi. Banjarbaru: Balai Arkeologi
Penelitian Arkeologi. Banjarbaru: Balai Banjarmasin dan Dinas Kebudayaan
Arkeologi Banjarmasin. Pariwisata Pemuda dan Olahraga
Sulistyanto, Bambang dan Indah Asikin Nurani. Kabupaten Banjar.
1999. "Penelitian Etnoarkeologi Tradisi Tim Peneliti. 2014. " Penelitian Tambang Batubara
Pembuatan Gerabah Nagara Hulu Sungai Oranje Nassau, Pengaron Tahap II,
Selatan, Kalimantan Selatan". Berita Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan
Penelitian Arkeologi Balai Arkeologi Selatan". Laporan Penelitian Arkeologi.
Banjarmasin 5: 1-33. Banjarbaru: Balai Arkeologi Banjarmasin
Sunarningsih. 2007. "Penelitian Ekskavasi dan Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda
Pemukiman Di Nagara Kabupaten Hulu dan Olahraga Kabupaten Banjar.
Sungai Selatan Kalimantan Selatan". Tim Peneliti. 2015a. "Penelitian Pemukiman Kuna
Laporan Penelitian Arkeologi. Banjarbaru: di Kawasan Cindai Alus, Kabupaten Banjar,
Balai Arkeologi Banjarmasin. Kalimantan Selatan". Laporan Penelitian
_______. 2009. "Pemukiman Prasejarah Situs Arkeologi. Banjarbaru: Balai Arkeologi
Jambu Hilir dan Jambu Hulu Kecamatan Banjarmasin.
Padang BAtung, Kabupaten Hulu Sungai Tim Peneliti. 2015b. "Penelitian Pemukiman Kuna
Selatan Provinsi Kalimantan Selatan". di Kawasan Lok Udat, DAS Martapura,
Laporan Penelitian Arkeologi. Banjarbaru: Kalimantan Selatan". Laporan Penelitian
Balai Arkeologi Banjarmasin. Arkeologi. Banjarbaru: Balai Arkeologi
_______. 2012. "Penelitian Arkeologi Situs Pulau Banjarmasin.
Jangkung Kabupaten Tabalong, Kalimantan Tim Peneliti. 2015c. Studi Potensi Arkeologi Karst
Selatan". Laporan Penelitian Arkeologi. di Kabupaten Balangan. Banjarbaru: Balai
Banjarbaru: Balai Arkeologi Banjarmasin. Arkeologi Banjarmasin dan Sekretariat
_______. 2013. "Kerajaan Negara Daha di Tepi Daerah Kabupaten Balangan.
Sungai Negara". Naditira Widya 7 (2): 85- Tim Penyusun. 1995. Kamus Besar Bahasa
105. Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
_______. 2015a. "Pabrik Pengolahan Karet Wasita. 2007. "Ekskavasi Permukiman Lahan
Peninggalan Belanda di Sungai Tabuk, Basah di Situs Gambut, Kabupaten Banjar
Kalimantan Selatan". Kindai Etam 1 (1): 49- dan Patih Muhur Kabupaten Barito Kuala
76. Kalimantan Selatan". Laporan Penelitian
_______. 2015b. "DAS Barito dan Jejak Arkeologi. Banjarbaru: Balai Arkeologi
Kehidupan Masyarakat Masa Proto Banjarmasin.
Sejarah." Hlm. 85-116 dalam Budaya di _______. 2015. "Situs Karanganyar: Karakter Situs
Kawasan Pegunungan Meratus dalam Lahan Basah, Ancaman, dan Upaya
Perspektif Arkeologi, diedit oleh Bambang Pelestariannya". Kindai Etam 1(1): 1-18.
Sulistyanto. Banjarbaru: Balai Arkeologi Wasita, Hartatik, dan Gunadi. 2004. "Penelitian
Kalimantan Selatan. Eksploratif Gua-gua Prasejarah di
Tim Peneliti. 1993. "Penelitian Arkeologi Islam di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Hulu
Daerah Pagatan dan Sekitarnya Kabupaten Sungai Tengah, Kalimantan Selatan".
Kotabaru, Kalimantan Selatan". Laporan Laporan Penelitian Arkeologi. Banjarbaru:
Penelitian Arkeologi. Banjarbaru: Balai Balai Arkeologi Banjarmasin.
Arkeologi Banjarmasin. Widianto, Harry dan Retno Handini. 2003.
Tim Peneliti. 2007. Sejarah Banjar. Banjarmasin: "Karakter Budaya Prasejarah di Kawasan
Balitbangda Provinsi Kalimantan Selatan. Gunung Batubuli, Kalimantan Selatan:
Tim Peneliti. 2012. "Laporan Penelitian Arkeologi Mekanisme Hunian Gua Pasca-Plestosen".
Situs Pengaron, Kabupaten Banjar, Provinsi Berita Penelitian Arkeologi Balai Arkeologi
Kalimantan Selatan". Laporan Penelitian Banjarmasin12: 1-91.

76 Naditira Widya Vol. 11 No. 1 April 2017-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan


sumber: hasil olah peta Ulce Oktrivia, S.S.
Gambar 1. Peta Sebaran Situs-situs Arkeologi di Provinsi Kalimantan Selatan.

Karakteristik Situs-situs Arkeologi Kalimantan Selatan 77


Berdasarkan Lokasi Geografis-Nia Marniati Etie Fajari(61-79)
Tabel 1. Situs Arkeologi di Rawa Pasang Surut.
Lokasi dan Kond isi
Situs Karakteristik Data Arkeologi
Lingkungan
Candi Tepi Sungai Malang yang Bangunan candi bata yang berlatar keagamaan Hindu. Situs ini dibangun di atas gundukan artifisial di
Agung bermuara di Sungai Nagara; tepi sungai yang ditahan siring kayu ulin (Kusmartono 1996: 2). Indikasi pemukiman ditemukan di sisi
rawa pasang-surut bagian selatan bangunan candi, berupa pecahan wadah gerabah dan keramik yang menunjukkan adanya
dari Cekungan Barito aktivitas hidup manusia. Temuan bata dan kayu merupakan gambaran mengenai keberadaan
bangunan ber konstruksi bata dan kayu serta beratap genteng yang diindikasi sebagai bangunan
pemukiman (Lukito 2005: 8). Analisis pertanggalan menunjukkan adanya dua periodesasi hunian di
Candi Agung, yaitu masa prasejarah (242-226 SM) dan klasik (708-745 M).
Patih Muhur Lingkungan berupa rawa Data arkeologi tonggak kayu ulin mengindikasikan adanya sebuah str uktur bangunan besar yang
pasang surut dengan didirikan di tepi sungai. Kedua sisi bangunan tersebut dipasang siring yang ditata rapat dan berfungsi
ketinggian 1-2 m dpl, di sebagai penahan erosi akibat gerakan air. Situs Patih Muhur yang memiliki angka tahun 1200-1420
tepian Sungai Barito Masehi ini diasumsikan berasal dar i masa Kerajaan Negara Daha yang pada saat itu memiliki pelabuhan
besar di daerah Muarabahan. Wilayah tersebut merupakan lokasi yang strategis dalam kaitannya
dengan kerajaan-kerajaan di Kalimantan Selatan (Wasita 2007: 17-58).
Ulu Benteng Daerah alluvial rawa Temuan berupa gerabah, botol kaca, manik-manik, alat dari kayu ulin, dan tonggak kayu sisa tiang
pasang-surut di antara dua bangunan. Situs Ulu Benteng diindikasi sebagai pemukiman dengan rumah-rumah panggung dari kayu
sungai di wilayah Cekungan dan aktivitas manusia yang terkait dengan pertanian (Atmojo 1998: 13-16).
Jangkung Lingkungannya dialiri Jangkung diasumsikan sebagai situs pemukiman yang berada bukit kecil di bekas guntung/sungai kecil
sungai-sungai kecil yang yang melereng ke arah Sungai Lendang. Berdasarkan letak geografisnya, situs tersebut diasumsikan
kering pada saat musim pernah berfungsi sebagai dermaga atau pelabuhan kecil yang ramai. Lokasi hunian cenderung berada
kemarau dengan pada lokasi yang mendekati sungai, sementara area punggung bukit yang tidak memiliki data arkeologi
geomorfologi berbukit pada diasumsikan tidak dihuni. P ulau Jangkung memiliki pertanggalan relatif pada abad 15-17 Masehi
ketinggian 25-35 m dpl (Sunarningsih 2012: 6-8 dan 41-34).
Karanganyar Lingkungan berupa rawa Temuan tiang-tiang kayu yang diasumsikan sebagai bekas tiang bangunan rumah. Data artefak tual
pasang surut yang memiliki yang ditemukan berupa peralatan sehari-hari, seperti pecahan genteng, wadah gerabah, lunas kapal,
kubah gambut. dayung, wadah kayu, dan tajau. Data tersebut ditemukan pada kaki kubah gambut, sementara bagian
atas kubah yang saat ini digunakan untuk bercocok tanam steril (Wasita 2015: 4-11).
Pelajau Delta Sungai Palayarum, Pelajau merupakan pemukiman yang berkembang seiring dengan pendirian Masjid Keramat Pelajau
yang merupakan anak pada pertengahan abad 18 atau 1750 M. Situs ini terdiri atas beberapa sektor, yaitu Banua Asam,
Sungai Nagar a. Masjid Keramat Pelajau, Sumur Pemandian Raja, dan Sumur Candi. Data arkeologi yang ditemukan
berupa pecahan gerabah wadah dan bukan wadah, keramik asing dar i Dinasti Ming dan Qing, alat-alat
logam, dayung kayu, stoneware, tajau, dan mata uang Hindia Belanda (Hartatik 2014: 2-15, 21; 2015:
25-33, 41).
Sumber: Hasil Penelitian dan Penelusuran LPA Balar Banjarmasin Tahun 1993-2015

Tabel 2. Situs Arkeologi di Berada di Wilayah Pesisir


Lokasi dan Kondisi
Situs L ingkungan Deskripsi Data Arkeologi
Sungai Tabuk Desa Sungai Tabuk, pada Temuan berupa struktur bangunan sisa pabrik karet yang dioperasikan oleh NV. Nederlandshe Rubber
DAS Martapura, Kabupaten Unie yang dibangun pada tahun 1927. Data artefak yang ditemukan berupa artefak besi, tembaga,
Banjar. keramik , dan ubin (Sunarnings ih 2015a: 67-71).
Tabanio Desa Tabanio, di hilir Benteng pertahanan Belanda yang dibangun pada tahun 1789 untuk mendukung perdagangan lada yang
Sungai Tabanio yang melalui Sungai T abanio. Data arkeologi yang ditemukan saat ini adalah struktur bata bagian dari fondasi,
bermuara di Laut Jawa. batu bata, genteng, paku, artefak besi, gerabah, keramik, dan pecahan botol.
Maluka Lahan pesis ir di tepi Sungai Tinggalan monumental berupa rumah tuan Kundu, balai pengobatan, bungker, lapangan terbang, loji
Kurau, Kabupaten Tanah Tuan Harle, gudang penimbunan dan pengasapan k aret. Sebaran temuan menunjukkan pola pemukiman
Laut yang merupakan yang mengikuti jalan, berbeda dengan hunian masyarakat lokal yang umumnya mengikuti sungai
muara Sungai Maluka. (Nuralang 2004: 11-37).
Pagatan Pesisir di hilir Sungai Kusan, Kompleks istana dan benda-benda yang berkaitan dengan pemerintahan, seperti stempel, buk u, piagam,
Kab. Tanah Bumbu dan perkakas rumah tangga, serta kompleks makam raja-raja Pagatan (Tim Peneliti 1993: 12-13).
Catatan sejarah menunjukkan kekuasaan Pagatan berlangsung dar i tahun 1775 sampai 1908 (Hak im dkk.
2009: 63-65).
Sebamban Pesisir di muara Sungai Kompleks makam yang diindikasi sebagai mak an raja Sebamban. Catatan sejarah mengenai kerajaan
Angsana, Kab. Tanah Sebamban sangat minim, sehingga awal munculnya tidak dapat diketahui. Kerajaan Sebamban berakhir
Bumbu pada tahin 1903 ditandai dengan terbitnya Staablad Belanda no 179 terkait dengan penghapusan
kerajaan-kerajaan di pesisir tenggara Kalimantan (Hakim dkk. 2009: 68).
Sigam Pesisir utara Pulau Laut, Kompleks makam raja Pulau Laut, serta data artefaktual yang berupa pecahan keramik asing. Sigam
Kabupaten Kotabaru merupakan bekas pusat pemerintahan Kerajaan Pulau Laut yang berkuasa pada tahun 1859 -1903 (Fajari
2016: 11-38 )
Sebelimbingan Desa Sebelimbingan, Pulau Temuan berupa sisa struktur bangunan bekas infrastruktur tambang batu bara pada masa pendudukan
Laut, yang berada di wilayah Belanda di Pulau Laut. Tambang batu bara tersebut dioperasikan oleh perusahaan batu bara ‘Pulau Laut’
perbukitan dan gunung pada tahun 1903-1930an.
Sumber: Hasil Penelitian dan Penelusuran LPA Balar Banjarmasin Tahun 1993-2015.

78 Naditira Widya Vol. 11 No. 1 April 2017-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan


Tabel 3. Situs Arkeologi pada Kawasan Perbukitan Karst di Kalimantan Selatan.
Situs Lokasi Deskripsi Data Arkeologi
Gua Babi Gunung Batubuli, Temuan arkeologi di Gua Babi berupa litik, gerabah, alat tulang, kerang, serta tulang dan gigi binatang
Tabalong menunjukkan adanya hunian intensif pada masa pr asejarah. Selain itu, penelitian di Gua Babi juga menemukan
sejumlah fragmen tulang dan gigi manusia yang memberikan indikasi adanya aktivitas penguburan.
Gua Gunung Batubuli, Temuan dari Gua Tengkorak yang berupa rangka manusia memiliki petunjuk penting mengenai manusia
Tengkorak Tabalong pendukung budaya prasejarah di Kalimantan. Penguburan di G ua Tengkorak merupakan jenis kubur primer
dengan posisi terlipat. Kronologi pertanggalan memperoleh angka 5050±100 BP. Hasil analisis terhadap temuan
rangka manusia di Gua Tengkorak menunjukkan bahwa kawasan tersebut dihuni oleh manusia ras
Austr alomelanesid sejak 6000 tahun yang lalu (Widianto dan Handini 2003: 72)
Gua Cupu Gunung Batubuli, Temuan berupa pecahan gerabah, tulang-tulang binatang, manik-manik dari batu kapur, beliung persegi, dan
Tabalong serpih batu (Sugiyanto 2002: 10-11).
Gua Gunung Belawan, Data arkeologi berupa artefak batu, cangkang kerang, dan pecahan tulang binatang
Sidabong Balangan
Gua Gunung Batu Data arkeologi berupa gerabah dan artefak batu.
Berangin Sungsum, Balangan
Gua Batu Gunung Batu Batulis, Temuan berupa pecahan gerabah bagian badan dari wadah.
Batulis Balangan
Gua Debu Gunung Batu Temuan berupa gerabah polos dan berhias, artefak batu, mata panah, cangkang kerang, pecahan tulang dan gigi
Sungsum, Balangan binatang, serta duri ikan (Tim Peneliti 2015c: 30-39).
Telaga Perbukitan Telaga Penelitian arkeologi di kawasan Telaga Langsat data arkeologi di Gua Janggawari, Gua Pendalaman I dan II, serta
Langsat Langsat, Hulu Gua Ultra (Wasita dkk. 2004: 8-17). Sejauh ini belum ditemukan indikasi adanya aktivitas penguburan dalam gua di
Sungai Selatan kawasan tersebut.
Gua Payung Bukit Batu Tanjak, Himpunan cangkang kerang dan pecahan tulang yang diasumsikan sebagai sisa makanan manusia. Selain itu,
Mantewe, Tanah ditemukan juga gerabah dan artefak batu, serta perhiasan tulang. Aktivitas manusia di Gua Payung berasal dari
Bumbu masa Neolitik dengan kronologi waktu 3007-3013 cal BP (Fajar i dan Kusmartono 2013: 32).
Liang Bukit Bangkai, Himpunan artefak batu dalam jumlah yang melimpah, gerabah, pecahan tulang binatang, gigi binatang, dan
Bangkai Mantewe, Tanah cangkang kerang. Aktivitas manusia di Liang Bangkai terkait dengan alimentasi kerang dan binatang sebagai
Bumbu sumber energi serta pemanfaatan gerabah sebagai wadah (Sugiyanto 2008: 20; 2010: 18; 2013: 22).Gua Liang
Bangkai disebutkan sebagai situs hunian dengan aktivitas perbengkelan (Sugiyanto 2012: 16)
Liang Bukit Bangkai, Temuan data artefak dan ekofak, serta rangka manusia. Artefak yang ditemukan adalah serpih batu dan gerabah.
Bangkai 10 Mantewe, Tanah Data ekofak berupa pecahan tulang dan gigi binatang serta cangkang kerang. Rangka manusia yang ditemukan
Bumbu terdiri atas dua individu dengan posisi yang menunjukkan bentuk penguburan primer (Sugiyanto dkk. 2014: 29-44).
Liang Ulin 2 Bukit Ulin, Mantewe, Data berupa artefak batu, gerabah, cangkang kerang, tulang dan gigi binatang, serta tulang dan gigi manusia
Tanah Bumbu (F ajari dan Oktrivia 2015: 98). Liang Ulin 2 merupakan gua hunian yang sekaligus menjadi lokasi penguburan.
Penelitian yang dilakukan tahun 2015 berhasil mengidentifikasi sejumlah tulang dan gigi manusia, yang berasal
dari ras Mongoloid (Sugiyanto dkk. 2015: 26-33).
Sumber: Hasil Penelitian dan Penelusuran LPA Balar Banjarmasin Tahun 1993-2015.

Karakteristik Situs-situs Arkeologi Kalimantan Selatan 79


Berdasarkan Lokasi Geografis-Nia Marniati Etie Fajari(61-79)

You might also like