Professional Documents
Culture Documents
Diajukan Kepada :
Pembimbing : dr. Retno Wahyuningsih, Sp.M
Disusun Oleh :
Vivi Anisa Putri 1710221021
1
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus
Disusun oleh :
Vivi Anisa Putri 1710221021
Pembimbing :
_________________________
dr. Retno Wahyuningsih, Sp.M
2
KATA PENGANTAR
Penulis
3
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 65 tahun
No RM : 057671-2014
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Legarang Gunung 03/04 Jatirunggo, Pringapus
Tanggal pemeriksaan : 02 Juli 2018
II. ANAMNESA
Anamnesis : Autoanamnesis
Keluhan utama : Mata kanan tidak dapat melihat jelas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh mata kanannya tidak dapat melihat jelas dan
hanya dapat melihat cahaya sejak 1 tahun yang lalu, awalnya 5 tahun yang
lalu pandangan mata kanan hanya terasa kabur seperti terhalang kabut.
Kabut pada mata kanan dirasakan semakin bertambah tebal seiring
berjalannya waktu dan mulai terasa mengganggu aktivitas sehari-hari
pasien. Keluhan mata merah, mata berair, nyeri, dan silau saat melihat
cahaya disangkal.
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok. Pasien menyangkal
memiliki riwayat pemakaian obat tetes mata atau konsumsi obat dalam
waktu lama.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien sudah pernah mengalami hal serupa sebelumnya pada mata
kiri dan sudah dioperasi 10 tahun yang lalu. Riwayat trauma pada mata
disangkal, riwayat alergi, darah tinggi, penyakit jantung, dan kencing
manis disangkal.
4
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada yang mengalami hal serupa sebelumnya pada keluarga
pasien. Tidak ada riwayat darah tinggi, kencing manis, ataupun penyakit
jantung di keluarga.
5
b. Status oftalmologis
OD OS
OD OS
KETERANGAN OD OS
1. VISUS
Tajam penglihatan 1/300, LP (+), PW (+) 6/20
Koreksi Tidak dilakukan Tidakdilakukan
Addisi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Distansia Pupil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
6
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Enoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. SUPRA SILIA
Warna Hitam Hitam
Letak Simetris Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema Tidak Ada Tidak Ada
Nyeri tekan Tidak Ada Tidak Ada
Ektropion Tidak Ada Tidak Ada
Entropion Tidak Ada Tidak Ada
Blefarospasme Tidak Ada Tidak Ada
Trikiasis Tidak Ada Tidak Ada
Sikatriks Tidak Ada Tidak Ada
Fisura palpebra 9 mm 9 mm
Hordeolum Tidak Ada Tidak Ada
Kalazion Tidak Ada Tidak Ada
Ptosis Tidak Ada Tidak Ada
5. KONJUNGTIVA TARSAL SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis Tidak Ada Tidak Ada
Folikel Tidak Ada Tidak Ada
Papil Tidak Ada Tidak Ada
Sikatriks Tidak Ada Tidak Ada
Anemia Tidak Ada Tidak Ada
Kemosis Tidak Ada Tidak Ada
6. KONJUNGTIVA BULBI
7
Injeksi konjungtiva Tidak Ada Tidak Ada
Injeksi siliar Tidak Ada Tidak Ada
Perdarahan subkonjungtiva Tidak Ada Tidak Ada
Pterigium Tidak Ada Tidak Ada
Pinguekula Tidak Ada Tidak Ada
Nervus pigmentosus Tidak Ada Tidak Ada
7. SISTEM LAKRIMALIS
Punctum lakrimal Terbuka Terbuka
Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
8. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak Ada Tidak Ada
9. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran 12 mm 12 mm
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Benda Asing Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus senilis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
8
Efek Tyndall Tidak ada Tidak ada
11. IRIS
Warna Coklat Coklat
Kripte Jelas Jelas
Bentuk Bulat Bulat
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada
12. PUPIL
Letak Sentral Sentral
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 4 mm 4 mm
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya tidak langsung + +
13. LENSA
Kejernihan Keruh Tidak keruh
Letak Menyeluruh Menyeluruh
Tes Shadow Negatif Tidak dilakukan
14. BADAN KACA
Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
15. FUNDUS OKULI
a. Reflex fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b. Papil
o Bentuk Tidak dilakukan Tidak dilakukan
o Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
o Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
o C/D Ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. A/V Ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
d. Retina
9
o Edema Tidak dilakukan Tidak dilakukan
e. Makula lutea
o Refleks fovea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
16. PALPASI
Nyeri tekan Tidak Ada Tidak Ada
Massa tumor Tidak Ada Tidak Ada
Tensi okuli (digital) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
V. RESUME:
Pasien laki-laki usia 64 tahun datang ke RSUD Ambarawa dengan keluhan
mata sebelah kanan tidak dapat melihat jelas sejak 1 tahun SMRS. Pasian
mengaku hanya dapat melihat cahaya. Awalnya pasien merasa pandangan
berkabut dan kabut terlihat semakin tebal seiring berjalannya waktu.
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok. Pasien menyangkal mempunyai
riwayat pemakaian obat tetes mata, trauma pada mata atau konsumsi obat
dalam waktu lama. Pasien dan keluarganya tidak ada yang mempunyai
10
riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis, dan alergi. Tekanan darah
120/70, Nadi 80x/menit, Respirasi 20x/menit, Suhu 36oC. Pemeriksaan
visus didapatkan 1/300, LP(+), PW(+) OD dan 6/20 OS. Terdapat
kekeruhan pada lensa mata kanan yang menyeluruh dengan shadow test (-
).
VIII. PENATALAKSANAAN:
I. Non Medikamentosa:
Edukasi kepada pasien mengenai katarak yang diderita, rencana
terapi atau operasi dan komplikasi yang mungkin dapat terjadi
Edukasi kontrol ke poli mata apabila ada keluhan
II. Pro operasi EKEK (Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular) + IOL (Intra
Ocular Lens)
Laporan operasi:
Informed consent
Betadine OD
Injeksi lidocaine subconjungtiva OD
OD EKEK + IOL
Irigasi Aspirasi
Antibiotik Intra kamera okuli
Jahit Nylon 10.00
Xitrol OD
Bebat OD
Operasi selesai
11
III. Medikamentosa post operasi:
Ciprofloxacin tablet 500 mg 2 x sehari sesudah makan selama 7
hari
Natrium diclofenac tablet 50 mg 2 x sehari sesudah makan selama
7 hari
Floxa ED 3 x 1 tetes pada mata kanan
Cendo xitrol ED 3 x 2 tetes pada mata kanan
IV. Edukasi post operasi:
Kontrol ke poli mata 5 hari kemudian
Sesampainya dirumah bebat dibuka dan mulai dieteskan antibiotik
setiap 3 jam sampai dengan pukul 21.00 kemudian mulai
diteteskan 3 x sehari untuk keesokan harinya.
IX. PROGNOSIS
a. Ad vitam : ad bonam
b. Ad visam : ad bonam
c. Ad fungsionam : ad bonam
d. Ad sanationam : ad bonam
e. Ad kosmetikam : ad bonam
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 KATARAK
1.1.1 Definisi
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya
yang disebabkan oleh berbagai keadaan. Biasanya kekeruhan mengenai kedua
mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam
waktu yang lama. Katarak yang dapat ditemukan dengan atau tanpa kelainan mata
atau kelainan sistemik lainnya.1,2
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Hal ini terjadi karena suatu perubahan
degenerasi dari lensa atau karena proses penuaan. Pada katarak senilis terjadi
penurunan penglihatan secara bertahap dan lensa mengalami penebalan secara
progresif. Dalam perlangsungannya katarak senilis dibagi dalam 4 stadium:
stadium insipien, imatur, matur, dan hipermatur..2,3,4
1.1.2 Epidemiologi
Katarak merupakan penyebab utama gangguan penglihatan di seluruh
dunia. Sebanyak tujuh belas juta populasi dunia mengidap kebutaan yang
disebabkan oleh katarak dan dijangka menjelang tahun 2020, angka ini akan
meningkat menjadi empat puluh juta populasi. Katarak lebih banyak ditemukan
pada ras Afrika-Amerika dibandingkan Kaukasia. Katarak senilis merupakan
bentuk katarak yang paling sering ditemukan. 90% dari seluruh kasus katarak
adalah katarak senilis. Menurut sebuah studi yang dilakukan di Australia katarak
ditemukan dua kali lebih tinggi pada usia lebih dari 40 tahun dan hampir seluruh
individu berusia diatas 90 tahun menderita katarak.
1.1.3 Etiologi
Sampai dengan saat ini penyebab katarak masih belum dapat diketahui
secara pasti. Diduga terdapat peran dari beberapa faktor sebagai berikut:
13
a. Usia: merupakan faktor risiko utama untuk terbentuknya katarak, individu
dengan katarak meningkat drastis pada usia >85 tahun dibandingkan pada usia
>45 tahun
b. Keturunan: mempengaruhi peran genetik dalam mulainya awitan seorang
individu terkena katarak dan maturasi dari katarak tersebut.
c. Radiasi Ultraviolet: paparan UV yang tinggi mempercepat maturasi dan usia
munculnya katarak.
d. Hormonal: wanita pada usia post menopause didapatkan memiliki risiko yang
lebih tinggi untuk mengalami katarak, diduga disebabkan karena hilangnya
efek proteksi dari hormone estrogen.
e. Faktor diet: Defisiensi dari beberapa jenis protein, asam amino dan vitamin E
serta riboflavin dihubungkan dengan kecepatan maturasi dan usia munculnya
katarak.
f. Krisis dehidrasi: Riwayat dehidrasi berat seperti pada kolera dapat
meningkatkan resiko.
g. Alkohol: konsumsi alkohol dengan kandungan 91 gram ethanol murni per
minggu dapat meningkatkan risiko 4 kali lebih tinggi untuk menimbulkan
katarak
h. Merokok: merokok mempercepat keparahan dan kekeruhan katarak. Merokok
menyebabkan penumpukan molekul berpigmen -3 hydroxykhynurine dan
chromophores, yang menyebabkan terjadinya penguningan warna lensa, yang
menyebabkan kekuningan. Sianat dalam rokok juga menyebabkan
terjadinya karbamilasi dan denaturasi protein.
1.1.4 Klasifikasi
Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, lokasi dan usia sebagai
berikut:2
a. Berdasarkan etiologi
1) Katarak kongenital: berhubungan dengan faktor maternal atau herediter
2) Katarak akuisita:
- Katarak traumatik
- Katarak senilis
14
- Katarak komplikata (timbul akibat penyakit mata lainnya seperti ablasi
retina, retinitis pigmentosa, glaukoma)
- Katarak metabolik (diabetes mellitus)
- Katarak karena radiasi
- Katarak karena cidera listrik
- Katarak karena obat-obatan
b. Berdasarkan lokasi
Berdasarkan lokasi timbulnya, katarak dapar diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Katarak kapsular: meliputi katarak yang terbentuk pada bagian kapsul
- Katarak kapsular anterior
- Katarak kapsular posterior
b. Katarak subkapsular: mengenai bagian superfisial dari korteks lensa atau
tepat dibawah kapsul
- Katarak subkapsular anterior
- Katarak subkapsular posterior
c. Katarak kortikal: katarak yang meliputi sebagian besar dari korteks lensa
d, Katarak supranuklear: katarak pada bagian dalam korteks diluar nukleus
e. Katarak nuklear: katarak yang meliputi bagian nukleus dari lensa
f. Katarak polaris: katarak yang meliputi kapsul dan bagian superfisial dari
korteks bagian polar
- Katarak polaris anterior
- Katarak polaris posterior
15
Gambar 1. Katarak berdasarkan lokasi
c. Berdasarkan usia
1) Katarak kongenital: katarak yang terjadi sebelum atau segera setelah lahir
dan bayi yang berusia kurang dari 1 tahun. Disebabkan karna riwayat
prenatal ibu yang menderita rubella, histoplasmosis, toksoplasmosis,
diabetes mellitus dan galaktosemia yang biasanya timbul disertai dengan
kelainan mata lainnya.
2) Katarak juvenile: katarak yang timbul pada anak-anak usia lebih dari 1
tahun dan biasanya merupakan bentuk lanjutan dari katarak kongenital.
3) Katarak senilis: katarak yang terjadi pada usia lanjut (>50 tahun) yang
biasanya disebabkan karena proses degeneratif.
Katarak senil dapat muncul dalam 3 bentuk yaitu:
- Katarak nuklear: diawali dengan sclerosis nuklear dan perubahan
warna lensa menjadi kekuningan yang menghasilkan perubahan pada
opasitas lentikular sentral lensa. Pada beberapa keadaan disebut juga
sebagai katarak nuclear brunnesen.
- Katarak kortikal: disebabkan karena perubahan pada hidrasi serat lensa
dan komposisi ionik korteks lensa.
16
- Katarak subkapsular posterior: diawali dengan terbentuknya opasitas
yang granular dan seperti plak pada korteks subkapsular bagian
posterior.
17
b. Katarak intumesen/Imatur:
Kekeruhan semakin menebal tetapi belum menyeluruh sehingga masih terlihat
masih ada bagian yang jernih pada lensa. Terjadi pembengkakan lensa akibat
lensa yang degeneratif menyerap air. Bertambahnya volume di dalam lensa
mengakibatkan lensa membengkak dan besar yang dapat mendorong iris
sehingga bilik mata menjadi tampak lebih dangkal serta dapat menyebabkan
hambatan pupil yang berakibat glaukoma. Lensa yang mencembung
menyebabkan daya biasnya bertambah dan mengakibatkan terjadinya
miopisasi. Pada pemeriksaan menggunakan slitlamp akan terlihat vakuol pada
lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.
c. Katarak matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa dan pada pupil
akan nampak lensa terlihat seperti mutiara. Proses degenerasi berjalan terus
dan cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali ke ukuran normal. Akan
terjadi kekeruhan di seluruh lensa yang bila berjalan lama akan menyebabkan
kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal
kembali. Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji
bayangan iris negatif.
18
d. Katarak hipermatur
Proses degenerasi terus berlanjut dan lensa berubah menjadi keras atau lembek
dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga
lensa menjadi mengecil, kuning dan kering. Bilik mata menjadi lebih dalam
dan mulai terbentuk lipatan pada kapsul lensa. Bila proses katarak berjalan
lanjut disertai kapsul yang tebal, maka korteks yang berdegenerasi dan cair
tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan sekantong susu dengan
nukleus yang terbenam di korteks lensa karena massanya yang menjadi lebih
berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni.
19
1.1.6 Patofisiologi
Patofisiologi katarak sangatlah kompleks dan masih belum sepenuhnya
diketahui. Diduga terdapat interaksi antara berbagai proses fisiologis yang
berperan dalam terjadinya katarak.
Komponen yang terkandung paling banyak dalam lensa ialah air dan
protein. Semakin bertambahnya usia kandungan air di dalam lensa akan semakin
berkurang disertai denga pembentukan lapisan kortikal yang baru pada lensa yang
mengkibatkan nukleus lensa terdesak dan mengeras (sklerosis lensa). Pemadatan
yang terjadi disertai dengan perubahan protein lensa menjadi protein dengan berat
molekul yang lebih tinggi dan mengakibatkan perubahan pada indeks refraksi
lensa. Perubahan kimia ini juga diikuti dengan pembentukan pigmen pada nuklear
lensa. Perubahan tersebut mengakibatkan lensa menjadi keruh. Kekeruhan dapat
terjadi di berbagai lokasi pada lensa sepeti korteks dan nukleus.
Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa menjadi tidak transparan sehingga
menyebabkan gangguan penglihatan (pandangan kabur/buram) dan pupil terlihat
berwarna abu-abu/putih. Kekeruhan yang terjadi menyebabkan fundus okuli
menjadi sulit untuk dinilai dan seiring semakin padatnya kekeruhan lensa reaksi
fundus dapat hilang sama sekali.
20
hingga silau pada saat siang hari atau sewaktu melihat lampu mobil atau
kondisi serupa di malam hari. Keluhan silau tergantung dengan lokasi dan
besar kekeruhannya, biasanya dijumpai pada tipe katarak subkapsular
posterior atau kortikal.
c. Myopic shift
Seiring dengan perkembangan katarak, dapat terjadi peningkatan dioptri
kekuatan lensa, yang pada umumnya menyebabkan miopia ringan atau
sedang. Biasanya, pasien dengan presbiopi merasakan perbaikan pada
penglihatan jakat dekatnya tanpa menggunakan kacamata Perubahan ini
disebut”second sight”. Akan tetapi, seiring dengan penurunan kualitas optikal
lensa, kemampuan tersebut pada akhirnya akan hilang.
d. Diplopia monokular atau poliopia
Terkadang, perubahan nuklear terletak pada lapisan dalam nukleus lensa,
menyebabkan daerah pembiasan multipel di tengah lensa sehingga
menyebabkan refraksi yang ireguler karena indeks bias yang berbeda.
Keadaan ini disebut ”lens within a lens phenomenon” dimana pasien merasa
pandangannya double atau bertambah banyak.
e. Halo
Hal ini bisa terjadi pada beberapa pasien oleh karena terpecahnya sinar putih
menjadi spektrum warna oleh karena meningkatnya kandungan air dalam
lensa. Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang
terlihat disekeliling sumber cahaya terang.
f. Perubahan persepsi warna
Perubahan warna inti nukleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan
persepsi warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau
kecoklatan dibanding warna sebenarnya.
1.1.8 Diagnosis
Katarak didiagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang lengkap. Pada anamnesis ditanyakan gejala atau
keluhan yang dirasakan perjalanan pernyakit serta faktor risiko yang diduga dapat
memicu terjadinya katarak.
21
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya penurunan ketajaman
penglihatan yang biasanya tergantung pada derajat maturitasnya. Katarak insipien
masih memiliki tajam penglihatan 6/6 dengan keluhan gangguan penglihatan
disertai hasil slitlamp yang menujukan adanya opasitas, katarak imatur biasanya
memiliki tajam penglihatan sekitar 6/9-1/60 sedangkan pada katarak matur hanya
1/300-1/~. Untuk melihat jenis, lokasi maupun maturitas dari katarak dapat
dilakukan pemeriksaan loupe dan sentoloup atau slitlamp.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk memperjelas diagnosis
katarak dan mencari penyebab awal munculnya katarak. Pemeriksaan
laboratorium dilakukan untuk mengetahui kemungkinan penyebab timbulnya
katarak (diabetes mellitus) dan skrining preoperatif untuk meminimalisir
terjadinya penyulit perioperatif (trombositopenia kerap menimbulkan perdarahan
perioperatif ).
1.1.9 Tatalaksana
Tatalaksana untuk katarak terbagi menjadi tatalaksana bedah dan non bedah
sebagai berikut:
a. Non operatif
1) Edukasi
Dilakukan edukasi terhadap pasien untuk:
- mencegah atau menghindari faktor risiko seperti menghentikan
kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol, menggunakan
kacamata hitam ketika beraktifitas diluar ruangan, mencukupi asupan
cairan untuk mencegah dehidrasi, memenuhi kebutuhan asupan nutrisi
protein, dan menjaga kadar gula darah agar tetap terkontrol pada
pasien DM
3) Medikamentosa
Pengobatan dengan medikamentosa tidak dapat menyembuhkan melainkan
ditujukan untuk memperlambat progresi dan mempermudah untuk
dilakukannya operasi. Beberapa agen yang dapat digunakan ialah sebagai
berikut:
- Midriatik:
22
Autonomic agent yang digunakan untuk memaksimalkan dilatasi pupil
agar mempermudah proses ekstraksi lensa dengan cara menghambat
respon sfingter iris dan muskulir siliaris terhadap rangsangan
kolinergik (Phenylephrine ophtalmic/Altafrin, Tropicamide/Midriacyl)
- Non Sterois Anti-inflammatory Drugs (NSAID) oftalmik:
Digunakan untuk menangani nyeri dan inflamasi yang terjadi pada saat
dilakukannya operasi katarak dengan cara menghambat
siklooksigenase yang mengakibatkan penurunan produksi
prostaglandin (Nepafenac ophtalmic/Nevanac&Ilevro, Bromfenac
ophtalmic/ Bromday & Prolensa)
- Kombinasi:
Digunakan untuk mengurangi nyeri pada saat operasi dan menjaga
mata untuk tetap midriasis pada saat operasi (Ketorolac&penylephrine
ophtalmic/Omidria)
- Kortikosteroid:
Membantu mengurangi dan menanggulangi terjadinya respon
inflamasi segera setalah dilakukannya operasi. (Prednisolone acetate
1%/Pred Forte & Omnipred, Dexamethasone ophtalmic/ Ozurdex &
Maxidex, Difluprednate ophtalmic/Durezol, Loteprednol ophtalmic/
Alrex & Lotemax )
- Antibiotik:
Antibiotik spektrum luas untuk mencegah terjadinya infeksi
pascaoperasi dari bakteri gram negarif maupun gram positif
(Ciprofloxacin ophtalmic/Ciloxan, Mixofloxacin ophtalmic/Moxena &
Vigamox, Besifloxacin ophtalmic/Besivance, Levofloxacin
ophtalmic/Quixin, Gtifloxacin ophtalmic/Zymaxid, Erythromycin
ophtalmic/Ilotycin, Dexamethasone & Tobramycin/Tobradex,
Tobramycin & Loteprednol ophtalmic/Zylet)
b. Operatif
Operasi atau pembedahan dapat dilakukan sesuai dengan indikasi yaitu:
23
1) Indikasi optik: Jika penurunan tajam penglihatan pasien telah menurun
hingga mengganggu kegiatan sehari-hari, maka operasi katarak bisa
dilakukan.
2) Indikasi kosmetik: beberapa individu tidak dapat menerima secara
kosmetik kekeruhan yang terlihat pada pupil, maka operasi katarak dapat
dilakukan hanya untuk membuat pupil tampak hitam kembali.
3) Indikasi medis: meskipun pasien merasa nyaman dari aspek penglihatan
maupun kosmetik, operasi dapat dianjurkan apabila pasien menderita:
- Katarak hipermatur
- Glaukoma lens-induced
- Endoftalmitis fakoanafilaktik
- Penyakit retina seperti retinopati diabetikum dan ablasio retina yang
terapinya terganggu karena adanya kekeruhan lensa. 5
24
1) Peradangan pada hari pertama post-operasi, dapat dicegah dengan
pemberian antibiotika lokal dan sistemik.
2) Prolaps iris melewati lubang diantara sayatan atau tempat jahitan
3) Jika prolaps iris dibiarkan, maka sekitar hari ke 4-5 dapat menyebabkan
COA dangkal, kemudian dapat timbul ablasi retina, akibat badan siliar
kedepan
25
2) Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK/ECCE)
Metode ini mengangkat isi lensa dengan memecah atau merobek
kapsul lensa anterior, sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar
melalui robekan tersebut. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak
yang lebih muda. Keuntungan dari metode ini adalah karena kapsul
posterior untuh maka dapat dimasukan lensa intraokuler ke dalam kamera
posterior serta insiden komplikasi paska operasi (ablasi retina dan edema
makula sistoid) lebih kecil jika dibandingkan metode intrakapsular.
Penyulit yang dapat terjadi yaitu dapat timbul katarak sekunder.3,6,8
26
Keuntungan dari metode ini ialah insisi yang dilakukan kecil, dan
tidak diperlukan benang untuk menjadhit karena akan menutup sendiri.
Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya astigmatisma, dan rasa adanya
benda asing yang menempel setelah operasi. Selain itu teknik ini juga akan
mencegah peningkatan tekanan intraokuli selama pembedahan, yang juga
mengurangi resiko perdarahan. Selain itu proses penyembuhan luka pasca
operasi juga lebih cepat dibandingkan teknik operasi lainnya.9
Gambar 7. Fakoemulsifikasi
1.1.10 Komplikasi
Komplikasi tersering yang dapat timbul pada katarak ialah glaukoma yang
dapat terjadi karena proses fakotropik (perubahan bentuk dan posisi lensa yang
menyebabkan iris terdorong kedepan dan terjadi penyempitan pada sudut kamera
okuli anterior), fakolitik (substansi lensa yang keluar sebabkan penumpukan pada
sudut kamera okuli anterior secara langsung atau memancing sel-sel radang untuk
mereabsorisi substabsi lensa tersebut sehingga menutupi sudut COA) dan
fakotoksik (substansi lensa pada COA merupakam zat toksik bagi mata sendiri).
27
Sedangkan untuk komplikasi pasca dilakukannya operasi katarak adalah dapat
terjadi komplikasi seperti edema kornea, endoftalmitis akut, hifema, dan TASS
(Toxic Anterior Segment Syndrome).
1.1.11 Prognosis
Dengan dilakukannya EKEK atau fakoemulsifikasi dapat terjadi
peningkatan tajam penglihatan sampai dengan 2 baris pada Snellen chart.
Prognosis visual akan menjadi kurang baik pada pasien dengan diabetes mellitus
dan retinopati diabetes.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S, Tansil MS, Azhar Z. Sari ilmu penyakit mata. Cetakan kedua. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 2000.
2. Ilyas S, Yulianti SR, Ilmu penyakit mata. Edisi Kelima, Jakarta, Balai Penerbit
FKUI, 2015.
3. Ilyas S, Katarak, Dalam : Penuntun Ilmu Penyakit Mata, FKUI, Jakarta, 2005.
29