You are on page 1of 7

ANAK BALITA

Anak balita adalah anak usia kurang dari lima tahun, anak yang usianya 1-5 tahun.

Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai disapih atau selepas menyusu sampai

dengan pra-sekolah. Sesuai dengan pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya,

tubuhnya juga mengalami perkembangan sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya

pun harus disesuaikan dengan keadaannya.

A. Karakteristik Anak Batita

Menurut Persagi (1992), berdasarkan karakteristiknya anak balita dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu anak usia lebih dari satu tahun sampai tiga tahun yang dikenal

dengan “ batita “ dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai lima tahun yang dikenal

dengan usia “ prasekolah”. Batita sering disebut konsumen pasif, sedangkan usia

prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif.

1. Karakteristik batita

Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan

dari apa yang disediakan ibunya. Dengan kondisi demikian, sebaiknya anak balita

diperkenalkan dengan berbagai bahan makanan. Laju pertumbuhan masa batita lebih

besar dari masa usia prasekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif

lebih besar. Namun, perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang

mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil daripada anak yang usianya lebih

besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi

sering.
2. Karakteristik Usia Prasekolah

Pada usia prasekolah, anak menjadi konsumen aktif, yaitu mereka sudah dapat

memilih makanan yang disukainya. Masa ini juga sering dikenal sebagai “ masa keras

kepala “. Akibat pergaulan dengan lingkungannya terutama dengan anak-anak yang

lebih besar, anak mulai senang jajan. Jika hal ini dibiarkan, jajanan yang dipilih dapat

mengurangi asupan zat gizi yang diperlukan bagi tubuhnya sehingga anak kurang gizi.

B. Faktor yang Mempengaruhi Asupan Makan Anak Balita

Perilaku makan sangat dipengaruhi oleh kedaan psikologis, kesehatan, dan sosial

anak. Oleh karena itu, kedaan lingkungan dan sikap keluarga merupakan hal yang

sangat penting dalam pemberian makan pada anak agar anak tidak cemas dan khawatir

terhadap makanannya. Seperti pada orang dewasa, suasana yang menyenangkan dapat

membangkitkan selera makan anak.

C. Masalah Gizi yang Diderita Anak Balita

1. Kekurangan energy dan protein (KEP)

Berikut ini sebab-sebab kurangnya asupan energi dan protein :

a. Makanan yang tersedia kurang mengandung energy.

b. Nafsu makan anak terganggu sehingga tidak mau makan.

c. Gangguan dalam saluran pencernaan sehingga penyerapan sari makanan dalam

usus terganggu.

d. Kebutuhan yang meningkat, misalnya karena penyakit infeksi yang tidak

diimbangi dengan asupan yang memadai.


Berdasarkan penampilan yang ditunjukkan, KEP akut derajat berat dapat dibedakan

menjadi tiga bentuk, yaitu:

1. Marasmus

Pada kasus marasmus, anak terlihat kurus kering sehingga wajahnya seperti orang

tua.Bentuk ini dikarenakan kekurangan energi yang dominan.

2. Kwashiorkor

Anak terlihat gemuk semu akibat edema, yaitu penumpukan cairan di sela- sela sel

dalam jaringan. Walaupun terlihat gemuk, tetapi otot-otot tubuhnya mengalami

pengurusan. Edema dikarenakan kekurangan asupan protein secara akut, misalnya

karena penyakit infeksi padahal cadangan protein dalam tubuh sudah habis.

3. Marasmik-kwashiorkor

Bentuk ini merupakan kombinasi antara marasmus dan kwashiorkor. Kejadian ini

dikarenakan kebutuhan energi dan protein yang meningkat tidak dapat terpenuhi dari

asupannya.

2. Obesitas

Timbulnya Obesitas dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya faktor keturunan dan

lingkungan. Tentu saja, faktor utama adalah asupan energi yang tidak sesuai dengan

penggunaan.

D. Hal-hal yang Mendorong Terjadinya Gangguan Gizi

Ada beberapa hal yang sering penyebab terjadinya gangguan gizi, baik yang secara

langsung maupun tidak langsung. Berbagai faktor yang secara tidak langsung
mendorong terjadinya gangguan gizi terutama pada anak Balita antara lain sebagai

berikut:

a. Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan.

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sering terlihat keluarga yang sungguhpun

berpenghasilan cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya saja. Dengan

demikian, kejadian gangguan gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga yang

berpenghasilan kurang akan tetapi juga pada keluarga yang berpenghasilan relatif baik

(cukup). Keadaan ini menunjukkan bahwa ketidaktahuan akan faedah makanan bagi

kesehatan tubuh mempunyai sebab buruknya mutu gizi makanan keluarga, khususnya

makanan anak bali. Masalah gizi karena kurang pengetahuan dan keterampilan

dibidang memasak menurunkan komsumsi anak, keragaman bahan dan keragaman

jenis masakan yang mempengaruhi kejiwaan misalnya kebosanan.

b. Prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu.

Banyak bahan makanan yang sesungguhnya bernilai gizi tinggi tetapi tidak digunakan

atau hanya digunakan secara terbatas akibat adanya prasangka yang tidak baik

terhadap bahan makanan itu. Penggunaan bahan makanan itu dianggap dapat

menurunkan harkat keluarga. Jenis sayuran seperti genjer, daun turi, bahkan daun ubi

kayu yang kaya akan zat besi, vitamin A dan protein dibeberapa daerah masih

dianggap sebagai makanan yang dapat menurunkan harkat keluarga.

c. Adanya kebiasaan atau pantangan yang merugikan.

Berbagai kebiasaan yang bertalian dengan pantang makan makanan tertentu masih

sering kita jumpai terutama di daerah pedesaan. Larangan terhadap anak untuk makan
telur, ikan, ataupun daging hanya berdasarkan kebiasaan yang tidak ada datanya dan

hanya diwarisi secara dogmatis turun temurun, padahal anak itu sendiri sangat

memerlukan bahan makanan seperti itu guna keperluan pertumbuhan tubuhnya.

Kadang-kadang kepercayaan orang akan sesuatu makanan anak kecil membuat anak

sulit mendapat cukup protein. Beberapa orang tua beranggap ikan, telur, ayam, dan

jenis makanan protein lainnya memberi pengaruh buruk untuk anak kecil. Anak yang

terkena diare malah dipuasakan (tidak diberi makanan). Cara pengobatan seperti ini

akan memperburuk gizi anak.

d. Kesukaan yang berlebihan terhadap jenis makanan tertentu.

Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu atau disebut sebagai

faddisme makanan akan mengakibatkan tubuh tidak memperoleh semua zat gizi yang

diperlukan.

e. Jarak kelahiran yang terlalu rapat.

Banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa banyak anak yang menderita

gangguan gizi oleh karena ibunya sedang hamil lagi atau adiknya yang baru telah

lahir, sehingga ibunya tidak dapat merawatnya secara baik.

Anak yang dibawah usia 2 tahun masih sangat memerlukan perawatan ibunya, baik

perawatan makanan maupun perawatan kesehatan dan kasih sayang, jika dalam masa

2 tahun itu ibu sudah hamil lagi, maka bukan saja perhatian ibu terhadap anak akan

menjadi berkurang.akan tetapi air susu ibu ( ASI ) yang masih sangat dibutuhkan anak

akan berhenti keluar.


Anak yang belum dipersiapkan secara baik untuk menerima makanan pengganti ASI,

yang kadang-kadang mutu gizi makanan tersebut juga sangat rendah, dengan

penghentian pemberian ASI karena produksi ASI berhenti, akan lebih cepat

mendorong anak ke jurang malapetaka yang menderita gizi buruk, yang apabila tidak

segera diperbaiki maka akan menyebabkan kematian. Karena alasan inilah dalam

usaha meningkatkan kesejahteraan keluarga, disamping memperbaiki gizi juga perlu

dilakukan usaha untuk mengatur jarak kelahiran dan kehamilan.

f. Sosial Ekonomi.

Keterbatasan penghasilan keluarga turut menentukan mutu makanan yang disajikan.

Tidak dapat disangkal bahwa penghasilan keluarga akan turut menentukan hidangan

yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan.

g. Penyakit Infeksi.

Infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit

ini juga menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk

pertumbuhan. Diare dan muntah dapat menghalangi penyerapan makanan.

Penyakit-penyakit umum yang memperburuk keadaan gizi adalah: diare, infeksi

saluran pernapasan atas, tuberculosis, campak, batuk rejan, malaria kronis, cacingan.

E. Berat Badan Ideal Anak Balita

Cara menghitung berat badan ideal anak balita adalah :

BBI anak = 2n + 8

Dimana : 2n adalah usia 2 kali usia dalam tahun dan bulan.


Contoh :

Anak balita usia 14 bulan, sebelum usia balita ini dimasukan rumus, terlebih dahulu

usia 14 bulan diuraikan menjadi tahun dan bulan yaitu 1 tahun 2 bulan dimana 1 tahun

adalah 12 bulan. Karena n adalah usia dalam tahun dan bulan maka 1 tahun 2 bulan

ditulis dengan 1,2 (dibaca 1 tahun 2 bulan). Selanjutnya baru dimasukan kedalam

rumus yaitu :

BBI anak = 2n + 8

= (2 x 1,2) + 8

= 2,4 + 8

=10,4

Jadi hasilnya Berat Badan Ideal untuk anak balita usia 14 bulan adalah 10,4 kg.

You might also like