You are on page 1of 31

0

LAPORAN KASUS

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS


TIPE AMAN FASE AKTIF AURIKULAR DEKSTRA

Oleh :
NAMA : Silmina Alifiya
NIM : H1A 212 059

Pembimbing : dr. I Gusti Ayu Trisna, A. Sp. THT-KL

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MATARAM
2017
1

BAB I
PENDAHULUAN

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) merupakan penyakit infeksi telinga


tengah dan sangat sering terjadi di Negara berkembang. Di Indonesia, penyakit
OMSK dikenal dengan istilah congek, kopok, toher, curek, teleran, atau telinga
berair. Angka kejadian OMSK di Negara berkembang sangat tinggi dibandingkan
dengan Negara maju. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun
2004, sekitar 65-330 juta orang di dunia menderita OMSK disertai dengan otorea,
60% diantaranya (39-200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan.
Menurut survei pada tahun 1996 ditemukan prevalensi OMSK sebesar 3% (6,6 juta)
dari penduduk Indonesia. Insiden OMSK tersebut bervariasi di setiap negara.
Secara umum, insiden dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Kehidupan
sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang
jelek merupakan faktor risiko yang menjadi dasar peningkatan prevalensi.1,2

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan radang kronis telinga


tengah dengan perforasi pada membran timpani dan riwayat keluar sekret dari
telinga (otorea) yang terus menerus atau hilang timbul dan biasanya diikuti dengan
gangguan pendengaran. Sebagian besar OMSK merupakan kelanjutan dari Otitis
Media Akut (OMA) dan sebagian kecil disebabkan oleh perforasi membran timpani
akibat trauma telinga. OMSK dapat dibagi dalam kasus-kasus tanpa atau dengan
kolesteatoma. OMSK dengan kolesteatoma sering disebut sebagai tipe bahaya.3

Gangguan pendengaran sering terjadi pada pasien dengan OMSK. Menurut


laporan WHO lebih dari 50% kasus OMSK mengalami penurunan pendengaran
(tuli konduktif) baik ringan sampai sedang. Penurunan pendengaran tersebut terjadi
akibat kerusakan membran timpani dan tulang pendengaran. Selain itu infeksi yang
menyebar sampai ke telinga dalam dapat pula menyebabkan tuli sensorineural.4,5

Penulisan laporan kasus ini bertujuan meningkatkan pengetahuan penulis


serta pembaca mengenai definisi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
2

diagnosa, serta penatalaksanaan OMSK tipe aman. Diharapkan dengan


pengetahuan yang baik terkait penyakit ini dapat meningkatkan pemahaman cara
penanganan penyakit tersebut sehingga mengurangi timbulnya komplikasi yang
berbahaya. Adapun komplikasi OMSK dapat menimbulkan mastoiditis, labirinitis,
paralisis saraf fasialis sampai pada komplikasi serius seperti abse intrakranial atau
thrombosis.1
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Struktur telinga terbagi menjadi tiga, yaitu bagian telinga luar, telinga
tengah, dan telinga dalam. Telinga bagian luar terdiri atas daun telinga (aurikula),
liang telinga (meatus akustikus eksternus) sampai membran timpani. Telinga
bagian tengah berbentuk kubus dan mengandung rongga timpani yang terisi udara,
suatu ruang irregular yang berada di dalam os temporal diantara membrane timpani
dan permukaan tulang telinga dalam. Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah
siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari tiga buah
kanalis semisirkularis.6,7

Gambar 1. Anatomi Telinga8


4

2.1.1 Anatomi Telinga Luar


Telinga luar terdiri dari daun telinga atau pinna dan liang telinga sampai
membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang
telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar
dan rangka tulang pada dua pertiga bagian dalam. Panjang liang telinga kira-kira
2,5 – 3 cm.6
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (modifikasi kelenjar keringat) dan rambut halus. Kelenjar terdapat pada
seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai
kelenjar serumen. Serumen menjaga membran timpani tetap lunak dan tahan-air
serta melindungi telinga tengah dan dalam dari benda asing berukuran kecil dan
serangga.6
2.1.2 Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah adalah suatu ruang yang terisi udara yang terletak di bagian petrosum
tulang pendengaran. Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas sebagai berikut:6
 Batas luar: membran timpani
 Batas depan: tuba Eustachius
 Batas bawah: vena jugularis (bulbus jugularis)
 Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
 Batas atas: tegmen timpani (meningen/ otak)
 Batas dalam: Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar
(round window) dan promontorium.
5

Gambar 2. Telinga tengah.6

a. Membran timpani
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Sharpnell) sedangkan bagian bawah disebut pars tensa
(membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah
lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia,
seperti epitel mukosa saluran pernapasan. Pars tensa memiliki satu lapisan lagi di
tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang
berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam.6
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah
bawah, yaitu pada arah jam 5 untuk membran timpani kanan, sementara membran
timpani kiri pada arah jam 7. Refleks cahaya adalah cahaya dari luar yang
dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat dua serabut yaitu
sirkuler dan radier sehingga menyebabkan timbulnya refleks cahaya.6
Membran timpani dibagi menjadi empat kuadran dengan menarik garis
searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di
6

umbo, sehingga didapatkan bagian/kuadran, yaitu atas-depan, atas-belakang,


bawah depan, dan bawah belakang.6

Gambar 3. Membran timpani.9

b. Tulang pendengaran.
Tulang pendengaran terdiri dari tulang maleus, inkus dan stapes. Tilang
pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus
melekat pada mebran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada
stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea.
Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.6
7

Gambar 4.Tulang-Tulang Pendengaran


c. Tuba eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani
berbentuk seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan
kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm
berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9
bulan adalah 17,5 mm. Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu: bagian tulang terdapat pada
bagian belakang dan pendek (1/3 bagian) dan tulang rawan terdapat pada bagian
depan dan panjang (2/3 bagian). Secara fisiologi tuba Eustachius melakukan tiga
peranan penting yaitu ventilasi dan mengatur tekanan telinga tengah, perlindungan
reflux sekresi dari nasofaring, dan pembersihan sekresi telinga tengah. 6

2.1.3 Anatomi Telinga Dalam


Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli.6
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala
timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi
endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s
8

membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis. Pada membran
ini terletak organ corti. 6
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel
rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.6

 Koklea
Koklea merupakan suatu tuba yang melingkar-lingkar, pada potongan
melintang tampak tiga tuba melingkar yang saling bersisian: skala vestibuli, skala
media dan skala timpani. Skala vestibuli dan media di pisahkan satu sama lain oleh
membran reissner atau membran vestibular. Sedangkan skala timpani dan media di
pisahkan satu sama lain oleh membran basilaris. Pada permukaan membran
basilaris terletak organ Corti yang mengandung serangkaian sel yang sensitif secara
elektromagnetik dan membangkitkan impuls saraf sebagai respon terhadap getaran
suara, yaitu sel-sel rambut atau stereosilia. Sel-sel rambut ini akan mengeluarkan
potensial reseptor sewaktu tertekuk akibat gerakan cairan di koklea. Sel rambut ini
tidak memiliki akson, namun pada bagian basis dari tiap sel rambut terdapat
terminal sinaps dari neuron sensori yang nantinya akan berkumpul menjadi
ganglion spiral dan nantinya akan menjadi nervus vestibulocochlearis (VIII).10
Di atas organ corti terdapat membran stasioner, membran tektorial tempat
stereosilia terbenam. Membran tektorial ini akan menekuk stereosilia apabila terjadi
getaran pada membran basilaris. Getaran yang datang dari telinga tengah akan
masuk ke dalam skala vestibuli melalui membran tipis, fenestra ovale (jendela oval)
dan getaran tersebut akan keluar dari koklea melalui fenestra rotundum (jendela
bulat).10

 Vestibulum
Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga
berisi perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen ovale)
yang berhubungan dengan membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot
plate) dari stapes. Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian
membrane sakkulus dan utrikulus. Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus
9

berhubungan satu sama lain dengan perantaraan duktus utrikulosakkularis, yang


bercabang melalui duktus endolimfatikus yang berakhir pada suatu lilpatan dari
duramater, yang terletak pada bagian belakang os piramidalis. Lipatan ini
dinamakan sakkus endolimfatikus.10
Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang dikelilingi oleh sel-sel
penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula sakkuli.
Sedangkan pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli.10

 Kanalis semisirkularis
Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak lurus
satu sama lain. Didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran yang
terbenam dalam perilimfe. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan dengan
antrum mastoideum dan tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis
horizontalis (lateralis). Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan
dengan fossa crania media dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai
tonjolan, eminentia arkuata. Kanalis semisirkularis posterior tegak lurus dengan
kanalis semi sirkularis superior. Kedua ujung yang tidak melebar dari kedua kanalis
semisirkularis yang letaknya vertikal bersatu dan bermuara pada vestibulum
sebagai krus komunis.6,11

Gambar 5. Telinga Dalam


10

2.2 Fisiologi pendengaran


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
dauntelinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas
membrane timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini
akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfe
pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang
medorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membrane
basilaris dan membrane tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.6,9

Gambar 6. Fisiologi Pendengaran


11

2.3 OMSK

2.3.1 Definisi

Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga


tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga
tengah menetap atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening
atau berupa nanah.9

Otitis media akut dengan perforasi membrane timpani menjadi otitis


media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses
infeksi kurang dari 2 bulan, disebut otitis media supuratif subakut. OMSK dibagi
atas dua, yaitu tipe aman (tipe mukosa, tipe benign) dan tipe bahaya (tipe tulang,
tipe maligna).9

2.3.2 Epidemiologi

Angka kejadian OMSK di Negara berkembang sangat tinggi dibandingkan


dengan Negara maju. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun
2004, sekitar 65-330 juta orang di dunia menderita OMSK disertai dengan
otorea, 60% diantaranya (39-200 juta) menderita kurang pendengaran yang
signifikan. Menurut survei pada tahun 1996 ditemukan prevalensi OMSK
sebesar 3% (6,6 juta) dari penduduk Indonesia.1,2

2.3.3 Etiologi

Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang


tidak normal atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga
tengah, keadaan tuba Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada
waktu bayi. Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media
berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya
berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga
tengah melalui tuba Eustachius. Proses infeksi ini sering disebabkan oleh
campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap
standar yang ada saat ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK
ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan
12

Staphylococcus aureus 25%. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan


faktor predisposisi yang dijumpai pada anak4,10,12.

Beberapa penyebab OMSK antara lain 10,12 :


 Lingkungan
 Genetik
 Otitis media sebelumnya.
 Infeksi
 Infeksi saluran nafas atas
 Autoimun
 Alergi
 Gangguan fungsi tuba eustachius.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap


pada OMSK10,12 :
1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.
2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan
pada perforasi.
3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan
yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah
penutupan spontan dari perforasi.

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif


menjadi kronis majemuk, antara lain :
 Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.
 Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
 Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
 Perforasi membran timpani yang menetap.
13

 Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap


lainya pada telinga tengah.
 Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid.
 Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis
persisten di mastoid.
 Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau
perubahan mekanisme pertahanan tubuh.
2.3.4 Patogenesis

Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini
merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi
yang sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus.
Perforasi sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi
pada telinga tengah misal perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan
keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media kronis. OMA dengan
perforasi membran timpani menjadi OMSK apabila prosesnya sudah lebih
dari 2 bulan. Sumbatan Tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama
terjadinya OMA5,10.

Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan


tertutup dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini
berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan
tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum
sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi
tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada
anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering
menimbulkan OMA daripada dewasa. Pada anak dengan infeksi saluran
nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke
telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah.

Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator


peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat,
seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan
14

sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas


pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah.

Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik


yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri
menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari
satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified
respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan
tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia,
mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Kondisi ini
menyebabkan peningkatan pengeluaran sekret. Perforasi membran timpani
terjadinya nekrosis jaringan akibat toxin nekrotik yang dikeluarkan oleh
bakteri. Penyembuhan OMA ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan
dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana, membran timpani yang
berangsur normal dan kemudian menutup serta sekret yang tidak ada lagi.
Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari 2 bulan maka
keadaan ini disebut Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)4,5.

2.3.5 Klasifikasi OMSK

OMSK dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu9:

1. Tipe Aman
Disebut juga tipe mukosa dan benigna. Proses peradangan pada
OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai
tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe aman jarang
menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak
terdapat kolesteatoma.9

2. Tipe Bahaya
Disebut juga tipe tulang dan maligna. OMSK tipe maligna adalah
OMSK yang disertai kolesteatoma. Perforasi pada OMSK tipe bahaya
letaknya marginal atau atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma
15

pada OMSK dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasinya yang


berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe bahaya.9
Berdasarkan aktivitas secret yang keluar dikenal juga OMSK aktif
dan OMSK tenang. OMSK aktif adalah OMSK yang sekretnya keluar dari
kavum timpani secara aktif, sedangkan OMSK tenang adalah yang keadaan
kavum timpaninya terlihat basah atau kering.9
Kolesteatoma adalah suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi
epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga
kolesteatoma bertambah besar. 9
Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johanes Muller pada
tahun 1838 karena disangka kolesteatoma merupakan suatu tumor, yang
ternyata bukan. Beberapa istilah lain yang diperkenalkan oleh para ahli
antara lain adalah : keratoma, squamous epiteliosis, kolesteatosis,
epidermoid kolesteatoma, kista epidermoid, epidermosis. Kolesteatoma
dapat dibagi menjadi atas dua jenis : 9
1. Kolesteatoma kongenital yang terbentuk pada masa embrionik dan
ditemukan pada telinga dengan membrane timpani utuh tanpa tanda-
tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma biasnya di kavum timpani, daerah
petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle yang biasanya tidak
sengaja ditemukan oleh ahli saraf. 9
2. Kolesteatoma akuisita yang terbentuk setelah anak lahir, jenis ini dibagi
menjadi dua : 9
 Kolesteatoma akuisita primer
Terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membrane timpani.
Timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membrane timpani
pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah
akibat gangguan tuba. 9
 Kolesteatoma akuisita sekunder
Terbentuk setelah adanya perforasi membrane timpani. Timbul
akibat masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir
perforasi membrane timpani ke telinga tengah atau terjadi akibat
16

metaplasia mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang


berlangsung lama. 9

2.3.6 Gejala Klinik OMSK

Otitis media kronik aktif berarti adanya pengeluaran sekret dari telinga.
Otorrhae dan supurasi kronik telinga tengah dapat menunjukkan pada
pemeriksaan pertama sifat-sifat dari proses patologi yang mendasarinya.
Umumnya otorrhae pada OMSK bersifat purulent (kental, putih) atau mukoid
(seperti air encer) tergantung stadium peradangannya. Secret mucus dihasilkan
oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Secret sangat bau,
berwarna kuning abu-abu kotor memberikan kesan kolesteatoma dan produk
degenerasinya.
Gejala klinis OMSK penting lainnya ialah gangguan pendengaran, yang
biasanya konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran
mungkin ringan sekalipun proses patologik sangat hebat. Nyeri tidak lazim
dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan tanda yang serius. Nyeri
dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengalihan secret,
terpaparnya duramater atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak. Vertigo pada pasien dengan supurasi telinga tengah kronis
merupakan gejala serius lainnya. Gejala ini memberikan kesan adanya suatu
fistula, berarti ada erosi pada labirin tulang seringkali pada kanalis semisirkularis
horizontal. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian
dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam, sehingga timbul
labirinitis (ketulisan komplit), dan berlanjut manjadi meningitis.10

2.3.7 Diagnosis OMSK

Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara4 :

1. Anamnesis
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan
penderita seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah
lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya
17

sekret di liang telinga yang pada tipe aman sekretnya lebih banyak dan
seperti berbenang (mukous), tidak berbau busuk dan intermiten, sedangkan
pada tipe bahaya, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai
pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat
bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang
pendengaran atau telinga keluar darah.

2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi
membrane timpani. Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga
tengah. Apabila letaknya sentral menunjukkan OMSK tipe aman, jika
letaknya atik dan marginal menunjukkan OMSK tipe bahaya.

3. Pemeriksaan penala
Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan sederhan untuk
mengetahui adanya gangguan pendengaran. Pemeriksaan penala terdiri dari
tes rinne, weber, dan swabach.

4. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk
menilai hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat
penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang.
Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada
kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran. Audiometri nada
murni, audimetri tutur (speech audiometry), dan pemeriksaan BERA
(brainstem evoked response audiometry) dapat dilakukan bagi pasien/anak
yang tidak kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada murni.

4. Pemeriksaan radiologi
Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller
berguna untuk menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT
scan dapat lebih efektif menunjukkan anatomi tulang temporal dan
kolesteatoma.
18

2.3.8 Penatalaksanaan
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus
berulang-ulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi.
Keadaan ini antara lain disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu (1)
Adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah
berhubungan dengan dunia luar, (2) infeksi di faring, nasofaring, hidung dan
sinus paranasal (3) sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam
rongga matoid, dan (4) gizi dan higiena yang kurang5.

A. Terapi OMSK tipe aman


Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah dengan konservatif atau dengan
medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat
pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret
berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang
mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Antibiotika topikal yang dapat
dipakai pada OMSK adalah Polimiksin B atau Polimiksin E, Neomisin, dan
Kloramfenikol. Secara oral diberikan antibiotika golongan ampisilin atau
eritromisin (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum hasil tes resistensi
diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap
ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat. Dapat juga diberikan obat
tetes telinga ofloxacin bila sekret telah berkurang dan antibiotic oral golongan
quinolone atau sefalosprin generasi IV yang aktif untuk Pseudomonas. 9,14

Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi
selam 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti.
Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi
atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. 9

Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau
terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih
dahulu, mungkin juga perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi
dan tonsilektomi. 9
19

B. Terapi OMSK tipe bahaya


Prinsip terapi OMSK tipe bahaya adalah pembedahan, yaitu
mastoidektomi. Jadi, bila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat
ialah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelebul dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal
retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum
mastoidektomi. Terdapat beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi pada
OMSK dengan komplikasi mastoiditis yaitu (1) mastoidektomi sederhana, (2)
mastoidektomi radikal, (3) mastoidektomi radikal dengan modifikasi, (4)
miringoplasti, (5) timpanoplasti, dan (6) pendekatan ganda timpanoplasti. 9

2.3.9 Komplikasi

Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis, mempunyai


potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam
kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Bentuk patologik ini tergantung
kelainan yang menyebabkan otore. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien
OMSK tipe bahaya, tetapi OMSK tipe aman pun dapat menyebabkan suatu
komplikasi, bila terinfeksi kuman yang purulen. Klasifikasi otitis media menurut
adams dkk (1989) adalah sebagai berikut9 :

1. Komplikasi di telinga tengah :


 Perforasi membran timpani persisten
 Erosi tulang pendengaran
 Paralisis nervus facialis
2. Komplikasi di telinga dalam :
 Fistula Labirin
 Labirinitis supuratif
 Tuli saraf (sensorineural)

3. Komplikasi ekstradural :
 Abses ekstradural
20

 Thrombosis sinus lateralis


 Petrositis

4. Komplikasi ke susunan saraf pusat :


 Meningitis
 Abses otak
 Hidrosefalus otitis
21

BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Umur : 63 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Dasan Agung

Suku : Sasak

Pekerjaan : Pensiunan

Tangggal periksa : 16 Oktober 2017

ANAMNESIS
 Keluhan utama :
Keluar cairan dari telinga kanan

 Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke poliklinik THT RSUP Mataram pada tanggal 16 Oktober
2017 dengan keluhan keluar cairan dari telinga kanan sejak 1 bulan yang lalu,
tampak cairan yang keluar berwarna kuning kehijauan, kental, dan tidak
disertai keluar darah, kadang disertai nyeri seperti ditusuk dan nyut-nyutan
pada telinga kanan. Pasien juga mengatakan pendengarannya berkurang
apabila sudah keluar cairan dari telinganya. Pasien tidak mengeluhkan demam
saat pemeriksaan, namun pasien mengatakan sering pusing. Pasien tidak
mengeluh batuk berdahak, nyeri tenggorok (-). Saat ini pilek, bersin-bersin, dan
hidung tersumbat disangkal oleh pasien.
22

 Riwayat penyakit dahulu :


Pasien mengatakan pernah keluar cairan pada telinga kanan pada tahun 2013.
Cairan yang keluar kental dan berwarna keputihan, nyeri, dan disertai pusing
berputar. Pasien tidak memiliki riwayat kencing manis, hipertensi, asma, dan
penyakit jantung.

 Riwayat penyakit keluarga :


Tidak ada pada keluarga pasien yang mengalami hal serupa dengan pasien,
riwayat kencing manis, hipertensi, asma tidak ada

 Riwayat alergi :
Pasien mengaku memiliki alergi obat amoxycilin dan ampisilin
 Riwayat Pengobatan :
Baru-baru ini pasien belum pernah mendapatkan pengobatan, namun dahulu
saat pernah mengalami hal yang serupa pasien mengkonsumsi obat
levofloxacin, interhistin, meloxicam.
 Riwayat Sosisal
Pasien seorang pensiunan dan sekarang bekerja di rumah untuk membuat kue

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
o Keadaan umum : Baik
o Kesadaran : Compos mentis
o GCS : E4V5M6
o Tanda vital :
TD : 130/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR: 18 x/menit
Suhu: 36,3 0C
23

Status Lokalis
Pemeriksaan telinga
Pemeriksaan
No. Telinga kanan Telinga kiri
Telinga
Bentuk dan ukuran dbn, Bentuk dan ukuran dbn,
edema (-), hiperemi (-), edema (-), hiperemi (-),
hematoma (-), fistula (-), hematoma (-), fistula (-),
1. Daun telinga massa (-), nyeri pergerakan massa (-), nyeri pergerakan
aurikula (-), nyeri tekan aurikula (-), nyeri tekan
tragus (-), nyeri tekan tragus (-), nyeri tekan
retroaurikula (-). retroaurikula (-).
Serumen (-), Tampak Serumen (-), Cairan
cairan mukopuruen yang mukopurulen (-), Edema (-),
keluar, Edema (-), hiperemi (-), furunkel (-)
2. Liang telinga luar Hiperemi (+), Furunkel (-)

Perforasi (+) perforasi Perforasi (-) retraksi (-),


sentral, retraksi (-), bulging bulging (-), cone of light (+),
(-), cone of light (-), pulsasi pulsasi (-).
(+).
3. Membran timpani
24

Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri


Bentuk (dbn), inflamasi (-), Bentuk (dbn), inflamasi (-),
Hidung luar
nyeri tekan (-), deformitas (-) nyeri tekan (-), deformitas (-)
Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi dbn, ulkus (-) dbn, ulkus (-)
Bentuk (dbn), mukosa Bentuk (dbn), mukosa
Cavum nasi
hiperemia (-) hiperemia (-)
Mukosa hiperemia (-) , sekret Mukosa hiperemia (-) , sekret
Meatus nasi media
(-), massa (-) (-), massa (-)
Edema (-), mukosa hiperemi Edema (-), mukosa hiperemi
Konka nasi inferior
(-), sekret (-), livide (-) (-), sekret (-), livide (-)
Deviasi (-), benda asing (-), Deviasi (-), benda asing(-),
Septum nasi
perdarahan (-), ulkus (-) perdarahan (-), ulkus (-)
Palpasi sinus
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
maksila dan frontal

Pemeriksaan Tenggorokan
25

Mukosa Bukal berwarna merah muda, hiperemia (-)


Lidah Normal
Uvula Normal
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)
Faring Mukosa hiperemi (-), membran (-), granul (-)
Tonsila palatina Hiperemia (-), ukuran T1-T1, Kripte melebar (-), detritus (-)

DIAGNOSIS
- Otitis media supuratif kronis tipe aman fase aktif

RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG

o Kultur dan uji resistensi kuman dari sekret telinga


o Pemeriksaan Radiologi berupa radiologi konvensional/posisi
schuller
o Pemeriksaan pendengaran dengan tes penala dan audiometri

RENCANA USULAN TERAPI


 Medikamentosa

o Jika secret masih banyak berikan Obat pencuci telinga dengan


larutan H2O2 3%

o Setelah sekret berkurang diberikan Ofloxacin 0.3% 2 x 3-6


tetes AD

o Antibiotik : Levofloxacin 1x500 mg

o Analgetik : Asam Mefenamat 3x500 mg

 Pembedahan

 Timpanoplasti
26

KIE kepada pasien :

1. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit yang dideritanya ini bernama


OMSK tipe aman, dan menjelaskan kepada pasien bahwa kedua gendang
teinga (membrane timpaninya) sudah perforasi.

2. Makan, minum dan istirahat yang cukup

3. Menjaga hygiene daerah telinga

4. Tidak mengorek telinga terlalu dalam

5. Menjaga agar air tidak masuk ke telinga sewaktu mandi dan dilarang
berenang

6. Segera berobat bila menderita ISPA

7. Kontrol jika obat habis dan bila sebelum obat habis timbul keluhan lain
segera kontrol kembali

8. Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai rencana untuk melakukan


operasi rekonstruksi yaitu timpanoplasti pada telinga kanan apabila secret
telah kering tetapi perforasi membran timpani masih ada setelah diobservasi
selama 2 bulan.

PROGNOSIS
Dubia ad bonam
27

BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis otitis media supuratis kronis (OMSK) ditegakkan dari hasil


anamnesis serta pemeriksaan fisik dimana pasien mengeluh keluarnya cairan kental
dari telinga kanan bewarna kuning kehijauan sejak 1 bulan yang lalu. Pasien
mengatakan pendengaran berkurang pada telinga kanan apabila sudah keluar cairan
tersebut.
Pemeriksaan fisik, pada telinga kanan didapatkan sekret berwarna kuning
kehijauan, kental dan tidak berbau yang keluar terus menerus, setelah sekret
dibersihkan tampak perforasi pada membran timpani telinga kanan. Terdapat
beberapa faktor pada pasien yang dapat menyebabkan OMA menjadi OMSK yaitu
virulensi kuman tinggi. Pada pemeriksaan hidung tenggorokan yang dilakukan
tidak didapatkan adanya suatu kelainan.
Pada pasien sering mengalami pusing berputar (vertigo). Vertigo pada pasien
dengan supurasi telinga tengah kronis merupakan gejala serius. Gejala ini
memberikan kesan adanya suatu fistula, berarti ada erosi pada labirin tulang
seringkali pada kanalis semisirkularis horizontal. Kemungkinan juga bias akibat
infeksi langsung ke labirin akan menyebabkan gangguan keseimbangan dan
pendengaran.
Pada pasien perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa kultur dan uji
resistensi kuman dari sekret telinga, pemeriksaan Radiologi berupa radiologi
konvensional/posisi schuller, pemeriksaan pendengaran dengan tes penala atau
audiometric.
Pada pasien direncanakan terapi dengan memberikan obat pencuci telinga,
berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi
dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antobotik
yaitu diberikan Ofloxacin 0.3% dengan aturan pakai 2 kali sehari 3-6 tetes pada
telinga kanan serta diberikan antibiotic levofloxacin 1x500 mg dan pengobatan
simptomatis yaitu asam mefenamat 3x500 mg.
28

Rencana dilakukannya timpanoplasti untuk telinga kanan apabila perforasi


membran timpani menetap. Selain pengobatan dengan medikamentosa perlu juga
untuk memberikan edukasi kepada pasien berupa anjuran untuk makan, minum dan
istirahat yang cukup, menjaga hygiene daerah telinga, tidak mengorek telinga
terlalu dalam, menjaga agar air tidak masuk ke telinga sewaktu mandi dan dilarang
berenang, segera berobat bila menderita ISPA, kontrol jika obat habis dan bila
sebelum obat habis timbul keluhan lain segera kontrol kembali, memberikan
penjelasan kepada pasien mengenai rencana untuk melakukan operasi rekonstruksi
yaitu timpanoplasti pada telinga kanan telah kering tetapi perforasi membran
timpani masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan.
29

DAFTAR PUSTAKA

1. Dewi NP, Zahara D. Gambaran Pasien Otitis Media Supuratif Kronik


(OMSK) di RSUP H. Adam Malik Medan. E-Journal FK USU Vol 1 No 1,
2013. Hlm 1-6
2. Anggarini D. Otitis Media Supuratif Kronis Dan Tonsilitis Kronis Serta
Karies Dentis Dan Perilaku Kuratif Ibu. Medula, Volume 1, Nomor 2,
Oktober 2013. Hlm 27-35
3. Asroel HA, Siregar DR, Aboet A. Profil Penderita Otitis Media Supuratif
Kronis. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 12, Juli 2013.
Hlm 567-571

4. WHO. Chronic Supurative Otitis Media Burden Illness and Management


Option. Geneva: 2004.
5. Chalise SR, & Bhandary S. Chronic Suppurative Otitis Media “Unsafe
Type”: an Experience at a Tertiary Care Hospital. Nepalese Journal of ENT
Head & Neck Surgery, 2013:4(1);23-25
6. Soetirto, Indro. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Dalam:
Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI, 2007: Hal. 10-16.
7. Mescher AL. Hostologi Dasar Junqueira. Jakarta: EGC; 2011: Hal. 415-429
8. Jung TTK, Jinn TH. Disease of the External Ear. In : Snow JB, Ballenger
JJ. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi
enambelas. 2003: Hal. 241
9. Zainul, A, Djaafar, Z.A, Helmi dan Restuti, R.D. Kelainan Telinga Tengah.
Dalam Soepardi, Efiaty Arsyad, et al., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Sixth ed. Jakarta. FKUI, 2007: p. 65-
72
10. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit Telinga Tengah dan
Mastoid. Dalam Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar
Penyakit THT (Boies Fundamental of Otolaryngology). Edisi keenam.
Jakarta. EGC Jakarta: Hal. 88-118
30

11. Imanto M. Radang Telinga Luar. Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomer 2.
2010: Hal. 201-210
12. Benson J & Mwanri L. Chronic Suppurative Otitis Media and
Cholesteatoma in Australia’s Refugee Population. Australian Family
Physician, 2012: 41(12); 978-980.
13. Pasyah MF, Wijana. Otitis Media Supuratif Kronik pada Anak. Global
Medical and Health Communication, Vol. 4 No. 1 Tahun 2016. Hlm 1-6
14. PERHATI-KL. Panduan Praktik Klinis Prosedur Tindakan Clinical
Pathway di Bidang Telinga Hidung Tenggorok + Kepala Leher. Volume 1.
2015.

You might also like