Professional Documents
Culture Documents
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus genus
Morbillivirus, famili Paramyxoviridae.Virus ini dari famili yang sama dengan virus
gondongan (mumps), virus parain-uenza, virus human metapneumovirus, dan RSV
(Respiratory Syncytial Virus).
LINIS
Masa inkubasi campak berkisar 10 hari (8-12 hari).Gejala klinis terjadi setelah
masa inkubasi, terdiri dari tiga stadium:
Stadium prodromal :
berlangsung kira-kira 3 hari (kisaran 2-4 hari), ditandai dengan demam yang dapat
mencapai 39,50C ± 1,10C. Selain demam, dapat timbul gejala berupa malaise,
coryza (peradangan akut membran mukosa rongga hidung), konjungtivitis (mata
merah), dan batuk. Gejala-gejala saluran pernapasan menyerupai gejala infeksi
saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus-virus lain. Konjungtivitis dapat
disertai mata berair dan sensitif terhadap cahaya (fotofobia). Tanda patognomonik
berupa enantema mukosa buccal yang disebut Koplik spots yang muncul pada hari
ke-2 atau ke-3 demam.Bercak ini berbentuk tidak teratur dan kecil berwarna merah
terang, di tengahnya didapatkan noda putih keabuan. Timbulnya bercak Koplik ini
hanya sebentar, kurang lebih 12 jam, sehingga sukar terdeteksi dan biasanya luput
saat pemeriksaan klinis.
Stadium eksantem:
timbul ruam makulopapular dengan penyebaran sentrifugal yang dimulai dari batas
rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher, dada, ekstremitas
atas, bokong, dan akhirnya ekstremitas bawah. Ruam ini dapat timbul selama 6-7
hari. Demam umumnya memuncak (mencapai 400C) pada hari ke 2-3 setelah
munculnya ruam.1,5,7Jika demam menetap setelah hari ke-3 atau ke-4 umumnya
mengindikasikan adanya komplikasi
Diagnosis
„
Anamnesis
berupa demam, batuk, pilek,mata merah, dan ruam yang mulai timbul dari
belakang telinga sampai ke seluruh tubuh.
„
Pemeriksaan fisik
berupa suhu badan tinggi (>380C), mata merah, dan ruam makulopapular.
Pemeriksaan penunjang:
- pemeriksaan darah berupa leukopenia dan limfositopenia.
- Pemeriksaan imunoglobulin M (IgM) campak juga apat membantu diagnosis
dan biasanya sudah dapat terdeteksi sejak hari pertama dan ke-2 setelah
timbulnya ruam. IgM campak ini dapat tetap terdeteksi setidaknya sampai 1
bulan sesudah infeksi.
Diagnosis Banding
Campak harus dibedakan dari beberapa penyakit yang klinisnya juga berupa ruam
makulopapular. Gejala klinis klasik campak adalah adanya stadium prodromal
demam disertai coryza, batuk, konjungtivitis, dan penyebaran ruam
makulopapular.Penyakit lain yang menimbulkan ruam yang sama antara lain:
- Rubella (Campak Jerman) dengan gejala lebih ringan dan tanpa disertai
batuk.
„
- Roseola infantum dengan gejala batuk ringan dan demam yang mereda
ketika
ruam muncul.
„
- Parvovirus (fifth disease) dengan ruammakulopapular tanpa stadium
prodromal.
„
- Demam scarlet(scarlet fever) dengan gejala nyeri tenggorokan dan demam
tanpa konjungtivitis ataupun coryza„
- Penyakit Kawasaki dengan gejala demam tinggi, konjungtivitis, dan ruam,
tetapi
tidak disertai batuk dan bercak Koplik.Biasanya timbul nyeri dan
pembengkakan
sendi yang tidak ada pada campak.
TATALAKSANA
Pada campak tanpa komplikasi tatalaksana bersifat suportif, berupa tirah baring,
antipiretik (parasetamol 10-15 mg/kgBB/dosis dapat diberikan sampai setiap 4
jam), cairan yang cukup, suplemen nutrisi, dan vitamin A. Vitamin A dapat
berfungsi sebagai imunomodulator yang meningkatkan respons antibodi terhadap
virus campak. Pemberian vitamin A dapat menurunkan angka kejadian komplikasi
seperti diare dan pneumonia. Vitamin A diberikan satu kali per hari selama 2 hari
dengan dosis sebagai berikut:
„
- 200.000 IU pada anak umur 12 bulan atau lebih
- 100.000 IU pada anak umur 6 - 11 bulan
- 50.000 IU pada anak kurang dari 6 bulan
- Pemberian vitamin A tambahan satu kali dosis tunggal dengan dosis sesuai
umur penderita diberikan antara minggu ke-2 sampai ke-4 pada anak dengan
gejala defisiensi vitamin A
- Pada campak dengan komplikasi otitis media dan/atau pneumonia bakterial
dapat diberi antibiotik. Komplikasi diare diatasi dehidrasinya sesuai dengan
derajat dehidrasinya.
PROGNOSIS
Campak merupakan self limited disease,namun sangat infeksius. Mortalitas dan
morbiditas meningkat pada penderita dengan faktor risiko yang mempengaruhi
timbulnya komplikasi. Di negara berkembang, kematian mencapai 1-3%, dapat
meningkatsampai 5-15% saat terjadi KLB campak.
Mumps
Penyakit Gondong atau dalam dunia kedokteran dikenal sebagai parotitis atau
Mumps adalah suatu penyakit menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus
(Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga
dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi
bagian bawah.
Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemic
atau epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak yang berumur 2-14
tahun. Peningkatan kasus yang besar biasanya didahului pada penularan di tempat
sekolah. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem
saraf pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya
Adapun mereka yang beresiko besar untuk menderita atau tertular penyakit ini
adalah mereka yang menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk
menekan hormon kelenjar tiroid dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam
tubuh. Kematian karena penyakit gondong jarang dilaporkan. Hampir sebagian
besar jkasus yang fatal justru terjadi pada usia di atas 19 tahun.
Penyakit ini disebabkan oleh virus Mumps yaitu virus berjenis RNA virus yang
merupakan anggota famii Paramyxoviridae dan genus Paramyxovirus. Terdapat
dua permukaan glikoprotein yang terdiri dari hemagglutinin-neuraminidase dan
fusion protein. Virus Mumps sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet.
Penyakit gondongan sangat jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari
2 tahun, hal tersebut karena umumnya mereka masih memiliki atau dilindungi oleh
anti bodi yang baik. Seseorang yang pernah menderita penyakit gondongan, maka
dia akan memiliki kekebalan seumur hidupnya.
Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong sekitar 12-24 hari dengan rata-rata
17-18 hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan
berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sdebagai berikut :
1. Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam
(suhu badan 38.5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan
nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya
disertai kaku rahang (sulit membuka mulut). Kadangkala disertai nyeri
telinga yang hebat pada 24 jam pertama..
2. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang
diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua
kelenjar mengalami pembengkakan. Sekitar 70-80% terjadi pembengkakan
kelanjar pada dua sisi.
3. Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3-5 hari kemudian berangsur
mengempis dan disertai dengan demam yang membaik.
4. Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar air liur di bawah rahang
(submandibula), submaksilaris, kelenjar di bawah lidah (sublingual) dan
terjadi edema dan eritematus pada orificium dari duktus. Pada pria akil balik
adalanya terjadi pembengkakan buah zakar (testis) karena penyebaran
melalui aliran darah.
Diagnosis
Diagnosis dtegakkan hanya secara klinis. Diagnosis ditegakkan bila jelas ada
gejala infeksi parotitis epidemika pada pemeirksaan fisis, termasuk keterangan
adanya kontak dengan penderita penyakit gondong (Mumps atau Parotitis) 2-3
minggu sebelumnya. Selain itu adalah dengan tindakan pemeriksaan hasil
laboratorium air kencing (urin) dan darah.
Pemeriksaan Laboratorium
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan
oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang
dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melaluimulut, mengifeksi
saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf
pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).
Pada bulan Maret 2014, WHO untuk kawasan Asia Tenggara, menyatakan bahwa
kawasan Asia Tenggara telah bebas polio, karena itu vaksinasi polio pada bayi
sudah tidak perlu diberikan lagi.
Kata polio berasal dari [bahasa Yunani] atau bentuknya yang lebih mutakhir, dari
“abu-abu” dan “bercak”. Polio sudah dikenal sejak zaman pra-sejarah. Lukisan
dinding di kuil-kuil Mesir kuno menggambarkan orang-orang sehat dengan kaki
layu yang berjalan dengan tongkat. Kaisar Romawi Claudius terserang polio ketika
masih kanak-kanak dan menjadi pincang seumur hidupnya.
Virus polio
Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga galur berbeda dan amat
menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam
hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus
terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala
pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari.
Jenis Polio
2. Polio paralisis spinal. Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang,
menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh
dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen,
kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan.
Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah virus polio
menyerang usus, virus ini akan diserap oleh pembulu darah kapiler pada dinding
usus dan diangkut seluruh tubuh. Virus Polio menyerang saraf tulang belakang
dan syaraf motorik—yang mengontrol gerakan fisik. Pada periode inilah muncul
gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau
belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf
tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan memengaruhi sistem saraf
pusat—menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya
virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan syaraf motorik. Syaraf
motorik tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan
dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat.
Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas—kondisi ini
disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat
menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada)
dan abdomen (perut), disebut quadriplegia.
3. Polio bulbar. Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami
sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik yang
mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai syaraf
yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang
berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori
yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan
dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang
mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur
pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima
hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal
ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi
setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim ‘perintah
bernapas’ ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada
fungsi penelanan; korban dapat ‘tenggelam’ dalam sekresinya sendiri kecuali
dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan
yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga
sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan ‘paru-paru besi’ (iron lung).
Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi
tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan
mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan
demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah
pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.
Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia penderita.
Hingga saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio jenis ini harus hidup
dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal sering
menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas dari polio paralisis. Polio paralisis
tidak bersifat permanen. Penderita yang sembuh dapat memiliki fungsi tubuh yang
mendekati normal.
Anak-anak kecil yang terkena polio seringkali hanya mengalami gejala ringan dan
menjadi kebal terhadap polio. Karenanya, penduduk di daerah yang memiliki
sanitasi baik justru menjadi lebih rentan terhadap polio karena tidak menderita
polio ketika masih kecil. Vaksinasi pada saat balita akan sangat membantu
pencegahan polio pada masa depan karena polio menjadi lebih berbahaya jika
diderita oleh orang dewasa. Orang yang telah menderita polio bukan tidak
mungkin akan mengalami gejala tambahan pada masa depan seperti layu otot;
gejala ini disebut sindrom post-polio
Vaksin Polio
Vaksin efektif pertama dikembangkan oleh Jonas Salk. Salk menolak untuk
mematenkan vaksin ini karena menurutnya vaksin ini milik semua orang seperti
halnya sinar matahari. Namun vaksin yang digunakan untuk inokulasi masal adalah
vaksin yang dikembangkan oleh Albert Sabin. Inokulasi pencegahan polio anak
untuk pertama kalinya diselenggarakan di Pittsburgh, Pennsylvania pada
23 Februari 1954. Polio hilang di Amerika pada tahun 1979.
ETIOLOGI
Viruspoliomyelitis (virus RNA) tergolong dalam genus enterovirus dan famili
picornaviridae, mempunyai 3strain yaitu tipe 1 (Brunhilde),tipe 2 (Lansing) dan
tipe3 (Leon). Infeksi dapat terjadi oleh satu atau lebih dari tipe virus tersebut.
Epidemi yang luas dan ganas biasanya disebabkan oleh virus tipe 1.Imunitas yang
diperoleh setelah terinfeksi maupun imunisasi bersifat seumur hidup dari spesifik
untuk satu tipe.
GAMBARAN KLINIS
Masa inkubasi penyakit ini berkisar anatara 9 - 12 hari, tetapi kadang-kadang 3 -
35 hari. Gambaran klinis yang terjadi sangat bervariasi mulai dari yang paling
ringan sampai dengan yang paling berat, yaitu :
1. Infeksi tanpa gejala (asymptomatic, silent, anapparent) Kejadian infeksi yang
asimptomatik ini sulit diketahui, tetapi biasanya cukup tinggi terutama di daerah-
daerah yang standar higine-nya jelek. Pada suatu epidemi diperkirakan terdapat
pada 90-95% penduduk dan menyebabkan imunitas terhadap penyakit tersebut.
Bayi baru lahir mula-mula terlindungi karena adanya antibodi maternal yang
kemudian akan menghilang setelah usia 6 bulan. Penyakit ini hanya diketahui
dengan menemukan virus di tinja atau meningginya titer antibodi.
2. Infeksi abortif Kejadiannya di perkirakan 4-8% dari jumlah penduduk pada
suatu epidemi. Tidak dijumpai gejala khas Poliomielitis.Timbul mendadak dan
berlangsung 1-3 hari dengan gejala "minor illnesss" seperti demam bisa sampai
39.5 C, malaise, nyerikepala, sakit tenggorok, anoreksia, filial, muntah, nyeri otot
danperut serta kadang-kadang diare . Penyakit ini sukar dibedakan dengan penyakit
virus lainnya, hanya dapat diduga bila terjadi epidemi. Diagnosa pasti
hanyadengan menemukan virus pada biakan jaringan. Diagnosa banding adalah
influenzaeatau infeksi tenggorokan lainnya.
3.Poliomielitis non Paralitik Penyakit ini terjadi 1 % dari seluruh infeksi. Gejala
klinik sama dengan infeksi abortif yang berlangsung 1-2 hari. Setelah itu suhu
menjadi normal, tetapi kemudian naik kembali (dromedary chart), disertai dengan
gejala nyeri kepala,mual dan muntah lebih berat, dan ditemukan kekakuan pada
otot belakang leher, punggung dan tungkai, dengan tanda Kemig dan Brudzinsky
yang positip. Tanda-tanda lain adalah Tripod yaitu bila anak berusaha duduk dari
sikap tidur, maka ia akan menekuk kedua lututnya ke atas, sedangkan kedua lengan
menunjang kebelakang pada tempat tidur. Head drop yaitu bila tubuh penderita
ditegakkan dengan menarik pada kedua ketiak, akan menyebabkan kepala terjatuh
kebelakang. Refleks tendon biasanya normal. Bila refleks tendon berubah maka
kemungkinan akan terdapat poliomielitis paralitik. Diagnosa banding
adalahMeningitis serosa, Meningismus
4. PoliomIleitis Daralitik Gambaran klinis sama dengan Poliomielitis non paralitik
disertai dengan kelemahan satu atau beberapa kumpulan otot skelet atau kranial.
Gejala ini bisa menghilang selama beberapa hari dan kemudian
timbulkembalidisertai dengan kelumpuhan (paralitik) yaituberupa flaccid paralysis
yang biasanya unilateral dan simetris. Yang paling sering terkena adalah tungkai.
Keadaan ini bisa disertai kelumpuhan vesika urinaria, atonia usus dan kadang-
kadang ileus paralitik. Pada keadaan yang berat dapat terjadi kelumpuhan otot
pernafasan. Secara klinis dapat dibedakan atas 4 bentuk sesuai dengan tingginya
lesi pada susunan syaraf pusat yaitu :
4.1. Bentuk spinal Dengan gejala kelemahan otot leher, perut, punggung,
diaftagma, ada atau ekstremitas, dimana yang terbanyak adalah ekstremitas bawah.
Tersering yaitu otot-otot besar, pada tungkai bawah kuadrisepsfemoris, pada
lengan otot deltoideus. Sifat kelumpuhan ini adalah asimetris. Refleks tendon
menurun sampai menghilang dan tidak ada gangguan sensibilitas.
Diagnosa banding adalah :
4.1.1. Pseudo paralisis non neurogen: tidak ada kaku kuduk, tidak pleiositosis.
Disebabkan oleh trauma/kontusio, demam rematik akut, osteomielitis
4.1.2. Polineuritis : gejala paraplegia dengan gangguan sensibilitas, dapatdengan
paralisis palatum mole dan gangguan otot bola mala.
4.1.3. Poliradikuloneuritis (sindroma Guillain-Barre) : 50% kasus sebelum paralisis
didahului oleh demam tinggi; Paralisistidakakut tetapi perlahan-lahan; kelumpuhan
blateral dan simetris; pada likuor serebrospinalis protein meningkat; sembuh tanpa
gejala; terdapat gangguan sensorik.
4.2. Bentuk bulbar ditandai dengan kelemahan motorik dari satu atau lebih syaraf
kranial dengan atau tanpa gangguan pusat vital seperti pernafasan, sirkulasi dan
temperatur tubuh. Bila kelelahan meliputi syaraf kranial IX, X dan XII maka akan
menyebabkan paralisis faring, lidah dan taring dengan konsekwensi terjadinya
sumbatan jalan nafas.
4.3. Bentuk bulbospinal Didapatkan gejalacampuran antara bentuk spinal dan
bubar
4.4. Bentuk ensefalitik Ditandai dengan kesadaran yang menurun, tremor, dan
kadang-kadang kejang.
LABORATORIUM
irus polio dapat di isolasi dan dibiakkan dari bahan hapusan tenggorok pada
minggu pertama penyakit, dan dari tinja sampai beberapa minggu. Berbeda dengan
enterovirus lainnya, virus polio jarang dapat diisolasi dari cairan serebrospinalis.
Bilapemeriksaan isolasi virus tidak mungkin dapat dilakukan, maka dipakai
pemeriksaan serologi berupa tes netralisasi dengan memakai serumpada fase akut
dan konvalesen. Dikatakan positip bila ada kenaikantiter 4 kali atau lebih.Tes
netralisasi sangat
spesifik dan bermanfaat untuk menegakkan diagnosa Poliomielitis. Selain itu bisa
juga dilakukan pemeriksaan CF (Complement Fixation), tetapi ditemukan reaksi
silang diantara ketiga tipe virus ini. Pemeriksaan likuor serebrospinalis akan
menunjukkan pleiositosis biasanya kurang dari 500/mm3, pada permulaan lebih
banyak polimorfonukleus dari limfosit, tetapi kemudian segera berubah menjadi
limfosit yang lebih dominan. Sesudah 10-14 hari jumlah sel akan normal kembali.
Pada stadium awal kadar protein normal, kemudian pada minggu kedua dapat
naiksampai 100 mg%, dengan jumlah set menurun sehingga disebut dissociation
cytoalbuminique, dan kembali mencapai normal dalam4-6 minggu. Glukosa
normal. Pada pemeriksaan darah tepi dalam batas normal dan pada urin terlihat
gambaran yang bervariasi dan bisa ditemukan albuminuria ringan.
PENGOBATAN
Tidak ada pengobatan spesifik terhadap Poliomielitis. Antibiotika, γ-globulin dan
vitamin tidak mempunyai efek. Penatalaksanaan adalah simptomatis daft suportif.
lnfeksi tanpa gejala : istirahat Infeksi abortif : Istirahat sampai beberapa hari
setelah temperatur normal. Kalau perlu dapat diberikan analgetik, sedatif. Jangan
melakukan aktivitas selama 2 minggu.
2 bulan kemudian dilakukan pemeriksaan neuro-muskuloskletal untuk mengetahui
adanya kelainan.
Non Paralitik: Sama dengan tipe abortif Pemberiananalgetiksangat efektipbila
diberikan bersamaan dengan pembalut hangat selama 15-30 menit setiap 2-4
jamdan kadang-kadang mandi air panas juga dapat membantu. Sebaiknya
diberikan foot board, papan penahan pada telapak kaki, yaitu agar kaki terletak
pada sudut yang sesuai terhadap tungkai. Fisioterapi dilakukan 3-4 hari setelah
demam hilang. Fisioterapi bukan mencegah atrofi otot yang timbul sebagai akibat
denervasi sel kornu anterior, tetapi dapat mengurangi deformitas yang terjadi.
Paralitik: Harus dirawat di rumah sakit karena sewaktu-waktu dapat terjadi
paralisis pernafasan, dan untuk ini harus diberikan pernafasan mekanis. Bila rasa
sakit telahhilang dapat dilakukan fisioterapi pasip dengan menggerakkan
kaki/tangan. Jika terjadi paralisis kandung kemih maka diberikan stimulan
parasimpatetik seperti bethanechol (Urecholine) 5-10 mg oral atau 2.5-5 mg/SK.
PROGNOSIS
Bergantung kepada beratnya penyakit. Pada bentuk paralitik bergantung pada
bagian yang terkena. Prognosis jelek pada bentuk bulbar,kematian biasanya karena
kegagalan fungsi pusat pernafasan atau infeksi sekunder pada jalan nafas. Data dari
negara berkembang menunjukkan bahwa 9% anak meninggal pada fase akut,
15%sembuh sempurna dan 75% mempunyai deformitas yang permanen seperti
kontrakturterutama sendi, perubahan trofik oleh sirkulasi yangkurang sempurna,
sehinggamudah terjadi ulserasi. Pada keadaan ini diberikan pengobatan secara
ortopedik
Tetanus Neonatorum
Definisi
Pengertian
Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia di bawah 28 hari (Stoll, 2007).
Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh Clostridium
tetani, dengan tanda utama kekakuan otot (spasme),
tanpa disertai gangguan kesadaran(Ismoedijanto, 2006). Tetanus neonatorum
adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus yang disebabkan oleh
Clostridium tetani yaitu bakteria yang mengeluarkan toksin (racun) yang
menyerang sistem saraf pusat (Saifuddin, 2001).
Etiologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, berukuran 2-5x 0,4
-0,5 milimikron yang hidup tanpa oksigen (anaerob), dan membentuk
spora. Spora dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya di
ujung, dan memberi gambaran penabuh genderang (drum stick) (Bleck, 2000).
Spora ini mampu bertahan hidup dalamlingkungan panas, antiseptik, dan di
jaringan tubuh. Spora ini juga bisa bertahan hidup beberapa bulan bahkan
bertahun. (Ritarwan, 2004). Bakteria yang berbentuk batang ini sering terdapat
dalam kotoran hewan dan manusia, dan bisa terkena luka melalui debu atau tanah
yang terkontaminasi (Arnon, 2007). Clostridium tetani merupakan bakteria Gram
positif dan dapat menghasilkan eksotoksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini
(tetanospasmin) dapat menyebabkan kekejangan pada otot (Suraatmaja, 2000).
Gejala Klinis
- Neonatus yang terinfeksi Clostridium tetani masih menunjukkan perilaku
seperti menangis dan menyusui seperti bayi yang normal pada dua hari yang
pertama. Pada hari ke-3, gejala-gejala tetanus mula kelihatan. Masa inkubasi
tetanus umumnya antara 3 – 12 hari, namun dapat mecapai1 –2 hari dan
kadang-kadang lama melebihi satu bulan;
makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis. Terdapat hubungan antara
jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat, serta
interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit; semakin jauh tempat
invasi, semakin panjang masa inkubasi.
- Gejala klinis yang sering dijumpai pada tetanus neonatorum adalah:
a.Terjadinya kekakuan otot rahang sehingga penderita sukar membuka
mulut. Kekakuan otot pada leher lebih kuat akan menarik mulut kebawah, sehingga
mulut sedikit ternganga. Kadang-kadang dapat dijumpai mulut mecucu seperti
mulut ikan dan kekakuan pada mulut sehingga bayi tak dapat menetek (Chin,
2000).
e. Pada tetanus yang beratakan terjadi gangguan pernafasan akibat kekakuan yang
terus-menerus dari otot laring yang bisa menimbulkan sesak nafas. Efek
tetanospamin dapat menyebabkan gangguan denyut jantung seperti kadar denyut
jantung menurun(bradikardia), atau kadar denyut jantung meningkat (takikardia).
Tetanospasmin juga dapat menyebabkan demam dan hiperhidrosis. Kekakuan otot
polos pu la
dapat menyebabkan anak tidak bisa buang air kecil (retensi urin).
f. Bila kekakuan otot semakin berat, akan timbul kejang-kejang umum yang terjadi
setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit,
digerakkan secara kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya. Lambat laun,
“masa istirahat” kejang semakin pendek sehingga menyebabkan status epileptikus,
yaitu bangkitan epilepsi berlangsung terus menerus selama lebih dari tiga puluh
menit tanpa diselangi oleh
masa sedar; seterusnya bisa menyebabkan kematian (Ningsih, 2007)
Penanganan Tetanus Neonatorum pada Bayi Baru Lahir
Penyebab utama kematian neonatus adalah asfiksia neonatorum, infeksi, dan berat
lahir rendah. Infeksi yang sering terjadi adalah sepsis dan tetanus neonatorum.
Angka kematian tetanus neonatorum masih sangat tinggi (50% atau lebih). Di
Indonesia, berdasarkan SKRT 2001, penyebab kematianbneonatal dini adalah
asfiksia neonatorum (33,6%) dan tetanus neonatorum (4,2%), sedangkan penyebab
kematian neonatal lambat asfiksia neonatorum (27%) dan tetanus (9,5%). Kejadian
penyakit ini sangat berhubungan dengan aspek pelayanan kesehatan neonatal,
terutama pelayanan persalinan (persalinan yang bersih dan aman), khususnya
perawatan tali pusat. Komplikasi atau penyulit yang ditakutkan adalah spasme otot
diafragma.
Diagnosis
– Persalinan yang kurang higienis terutama yang ditolong oleh tenaga nonmedis
yang tidak terlatih.
– Perawatan tali pusat yang tidak higienis, pemberian dan penambahan suatu zat
pada tali pusat.
– Bayi sadar, sering mengalami kekakuan (spasme), terutama bila terangsang atau
tersentuh.
– Bayi malas minum.
Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan penunjang
Anamnesis dan gejala cukup khas sehingga sering tidak diperlukan pemeriksaan
penunjang, kecuali dalam keadaan meragukan untuk membuat diagnosis banding.
DIAGNOSIS BANDING
Penanganan
Medikamentosa
Terapi Suportif
– Bila terjadi kekakuan atau spastisitas yang menetap, terapi suportif berupa
fisioterapi.
Lain-lain
Pemantauan
Tumbuh Kembang
– Meskipun angka kematian tetanus neonatorum masih sangat tinggi (50% atau
lebih), tetapi kalau bayi bisa bertahan hidup tidak akan mempunyai dampak
penyakit di masa datang.
– Pemantauan tumbuh kembang diperlukan terutama untuk asupan gizi yang
seimbang dan stimulasi mental.
Pencegahan
– Pelaksanaan Pelayanan Neonatal Esensial, terutama pemotongan tali pusat
dengan alat steril.
– Perawatan pascanatal, tidak mengoles atau menabur sesuatu yang tidak higienis
pada tali pusat.
– Bila sudah terjadi infeksi tali pusat, diberikan pengobatan yang tepat dengan
antibiotik lokal dan sistemik (bila diperlukan). Pilih antibiotika yang efektif
terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Prognosis
Rubella
Terutama pada anak-anak, tanda atau gejala rubella seringkali sangat ringan sehingga sulit untuk
diidentifikasi. Jika memang tanda dan gejalanya terjadi, umumnya baru akan muncul antara 2
atau 3 minggu setelah terpapar virus. Gejala-gejala umum dari rubella antara lain:
Ruam merah (dimulai dari wajah lalu menjalar ke leher dan ekstremitas -kaki dan tangan-
dan berlangsung sekitar 3 hari).
Demam ringan (38,9 derajat celcius atau lebih rendah).
Pembesaran kelenjar getah bening (di dasar tengkorak, bagian belakang leher, dan
belakang telinga).
Mata merah.
Hidung tersumbat atau meler.
Nyeri sendi, terutama pada wanita muda.
Sakit kepala.
Penyebab rubella adalah virus yang ditularkan dari orang ke orang. Penularan virus
rubella dapat terjadi ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin, atau menular melalui
kontak langsung dengan sekret pernapasan (seperti lendir) orang yang terinfeksi. Rubella
juga dapat ditularkan dari wanita hamil ke janinnya melalui aliran darah. Orang yang
terinfeksi rubella juga dapat menularkan penyakitnya bahkan sebelum gejalanya muncul.
Tidak ada pengobatan khusus untuk mempercepat masa infeksi rubella, dan karena gejalanya
sangat ringan maka pengobatan biasanya kurang diperlukan. Biasanya hanya terbatas pada
penggunaan obat-obat simptomatik, seperti paracetamol untuk menurunkan demam. Namun
seringkali juga dokter akan mengisolasi penderita (terutama wanita hamil) selama periode
infeksi.
Vaksin campak, gondong, dan rubella (MMR) merupakan kombinasi vaksin yang berfungsi
melindungi anak-anak dari serangan tiga virus ini. Vaksin MMR efektif memberikan kekebalan
pada kebanyakan orang, dan orang yang sudah pernah terkena rubella biasanya akan kebal
seumur hidupnya.
Vaksin MMR yang pertama biasanya diberikan saat anak berusia 12 bulan, vaksin kedua
diberikan saat usia 4-6 tahun. Walaupun sebenarnya vaksin kedua sudah bisa diberikan setelah
28 hari sejak pemberian vaksin pertama, meskipun belum berusia empat tahun