You are on page 1of 22

Morbili

Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus genus
Morbillivirus, famili Paramyxoviridae.Virus ini dari famili yang sama dengan virus
gondongan (mumps), virus parain-uenza, virus human metapneumovirus, dan RSV
(Respiratory Syncytial Virus).

LINIS
Masa inkubasi campak berkisar 10 hari (8-12 hari).Gejala klinis terjadi setelah
masa inkubasi, terdiri dari tiga stadium:

Stadium prodromal :
berlangsung kira-kira 3 hari (kisaran 2-4 hari), ditandai dengan demam yang dapat
mencapai 39,50C ± 1,10C. Selain demam, dapat timbul gejala berupa malaise,
coryza (peradangan akut membran mukosa rongga hidung), konjungtivitis (mata
merah), dan batuk. Gejala-gejala saluran pernapasan menyerupai gejala infeksi
saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus-virus lain. Konjungtivitis dapat
disertai mata berair dan sensitif terhadap cahaya (fotofobia). Tanda patognomonik
berupa enantema mukosa buccal yang disebut Koplik spots yang muncul pada hari
ke-2 atau ke-3 demam.Bercak ini berbentuk tidak teratur dan kecil berwarna merah
terang, di tengahnya didapatkan noda putih keabuan. Timbulnya bercak Koplik ini
hanya sebentar, kurang lebih 12 jam, sehingga sukar terdeteksi dan biasanya luput
saat pemeriksaan klinis.

Stadium eksantem:
timbul ruam makulopapular dengan penyebaran sentrifugal yang dimulai dari batas
rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher, dada, ekstremitas
atas, bokong, dan akhirnya ekstremitas bawah. Ruam ini dapat timbul selama 6-7
hari. Demam umumnya memuncak (mencapai 400C) pada hari ke 2-3 setelah
munculnya ruam.1,5,7Jika demam menetap setelah hari ke-3 atau ke-4 umumnya
mengindikasikan adanya komplikasi

Stadium penyembuhan (konvalesens):


setelah 3-4 hari umumnya ruam berangsur menghilang sesuai dengan pola
timbulnya. Ruam kulit menghilang dan berubah menjadi kecoklatan yang akan
menghilang dalam 7-10 hari.

Diagnosis

Anamnesis
berupa demam, batuk, pilek,mata merah, dan ruam yang mulai timbul dari
belakang telinga sampai ke seluruh tubuh.


Pemeriksaan fisik
berupa suhu badan tinggi (>380C), mata merah, dan ruam makulopapular.

Pemeriksaan penunjang:
- pemeriksaan darah berupa leukopenia dan limfositopenia.
- Pemeriksaan imunoglobulin M (IgM) campak juga apat membantu diagnosis
dan biasanya sudah dapat terdeteksi sejak hari pertama dan ke-2 setelah
timbulnya ruam. IgM campak ini dapat tetap terdeteksi setidaknya sampai 1
bulan sesudah infeksi.

Diagnosis Banding

Campak harus dibedakan dari beberapa penyakit yang klinisnya juga berupa ruam
makulopapular. Gejala klinis klasik campak adalah adanya stadium prodromal
demam disertai coryza, batuk, konjungtivitis, dan penyebaran ruam
makulopapular.Penyakit lain yang menimbulkan ruam yang sama antara lain:

- Rubella (Campak Jerman) dengan gejala lebih ringan dan tanpa disertai
batuk.

- Roseola infantum dengan gejala batuk ringan dan demam yang mereda
ketika
ruam muncul.

- Parvovirus (fifth disease) dengan ruammakulopapular tanpa stadium
prodromal.

- Demam scarlet(scarlet fever) dengan gejala nyeri tenggorokan dan demam
tanpa konjungtivitis ataupun coryza„
- Penyakit Kawasaki dengan gejala demam tinggi, konjungtivitis, dan ruam,
tetapi
tidak disertai batuk dan bercak Koplik.Biasanya timbul nyeri dan
pembengkakan
sendi yang tidak ada pada campak.

TATALAKSANA
Pada campak tanpa komplikasi tatalaksana bersifat suportif, berupa tirah baring,
antipiretik (parasetamol 10-15 mg/kgBB/dosis dapat diberikan sampai setiap 4
jam), cairan yang cukup, suplemen nutrisi, dan vitamin A. Vitamin A dapat
berfungsi sebagai imunomodulator yang meningkatkan respons antibodi terhadap
virus campak. Pemberian vitamin A dapat menurunkan angka kejadian komplikasi
seperti diare dan pneumonia. Vitamin A diberikan satu kali per hari selama 2 hari
dengan dosis sebagai berikut:

- 200.000 IU pada anak umur 12 bulan atau lebih
- 100.000 IU pada anak umur 6 - 11 bulan
- 50.000 IU pada anak kurang dari 6 bulan
- Pemberian vitamin A tambahan satu kali dosis tunggal dengan dosis sesuai
umur penderita diberikan antara minggu ke-2 sampai ke-4 pada anak dengan
gejala defisiensi vitamin A
- Pada campak dengan komplikasi otitis media dan/atau pneumonia bakterial
dapat diberi antibiotik. Komplikasi diare diatasi dehidrasinya sesuai dengan
derajat dehidrasinya.

PROGNOSIS
Campak merupakan self limited disease,namun sangat infeksius. Mortalitas dan
morbiditas meningkat pada penderita dengan faktor risiko yang mempengaruhi
timbulnya komplikasi. Di negara berkembang, kematian mencapai 1-3%, dapat
meningkatsampai 5-15% saat terjadi KLB campak.

Mumps

Penyakit Gondong atau dalam dunia kedokteran dikenal sebagai parotitis atau
Mumps adalah suatu penyakit menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus
(Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga
dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi
bagian bawah.

Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemic
atau epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak yang berumur 2-14
tahun. Peningkatan kasus yang besar biasanya didahului pada penularan di tempat
sekolah. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem
saraf pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya

Adapun mereka yang beresiko besar untuk menderita atau tertular penyakit ini
adalah mereka yang menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk
menekan hormon kelenjar tiroid dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam
tubuh. Kematian karena penyakit gondong jarang dilaporkan. Hampir sebagian
besar jkasus yang fatal justru terjadi pada usia di atas 19 tahun.

Penyebab dan Penularan

Penyakit ini disebabkan oleh virus Mumps yaitu virus berjenis RNA virus yang
merupakan anggota famii Paramyxoviridae dan genus Paramyxovirus. Terdapat
dua permukaan glikoprotein yang terdiri dari hemagglutinin-neuraminidase dan
fusion protein. Virus Mumps sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet.

Penyakit Gondong (Mumps atau Parotitis) penyebaran virus dapat ditularkan


melalui kontak langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan urin.
Virus dapat ditemukan dalam urin dari hari pertama sampai hari keempat belas
setelah terjadi pembesaran kelenjar.

Penyakit gondongan sangat jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari
2 tahun, hal tersebut karena umumnya mereka masih memiliki atau dilindungi oleh
anti bodi yang baik. Seseorang yang pernah menderita penyakit gondongan, maka
dia akan memiliki kekebalan seumur hidupnya.

Penderita penyakit gondong masih dintakan dapat menjadi sumber penularan


selama 9 hari sejak keluhan bengkak ditemukan. Sebaiknya pada periode tersebut
penderita dianjurkan tidak masuk sekolah atau melakukan aktifitas di keramaian
karena akan menjadi sumber penularan dan penyebaran penyakit anak-anak di
sekitarnya.

Tanda dan Gejala


Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami keluhan,
bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit
(subclinical). Namun demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang
mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber penularan penyakit tersebut.

Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong sekitar 12-24 hari dengan rata-rata
17-18 hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan
berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sdebagai berikut :

1. Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam
(suhu badan 38.5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan
nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya
disertai kaku rahang (sulit membuka mulut). Kadangkala disertai nyeri
telinga yang hebat pada 24 jam pertama..
2. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang
diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua
kelenjar mengalami pembengkakan. Sekitar 70-80% terjadi pembengkakan
kelanjar pada dua sisi.
3. Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3-5 hari kemudian berangsur
mengempis dan disertai dengan demam yang membaik.
4. Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar air liur di bawah rahang
(submandibula), submaksilaris, kelenjar di bawah lidah (sublingual) dan
terjadi edema dan eritematus pada orificium dari duktus. Pada pria akil balik
adalanya terjadi pembengkakan buah zakar (testis) karena penyebaran
melalui aliran darah.

Gondong dalam kehamilan

Penyakit Mumops atau gondongan pada ibu hamil jarang menimbulkan


komplikasi. Dalam beberapa kasus pernah dilaporkan terjadi keguguran di
trimester pertama meski sangat jarang terjadi. Demikian pula risiko gangguan
janin, belum diketahui secara pasti dan belum banyak dilaporkan. Risiko terburuk
bagi ibu -meski sangat jarang- adalah inflamasi (radang) otak, gangguan pankreas
dan kehilangan pendengaran (salah satu telinga dan sementara). Pada ibu hamil
yang terkena gondongan, tidak ada perawatan spesifik yang dapat dilakukan, sebab
penyakit ini bisa sembuh sendiri.

Diagnosis

Diagnosis dtegakkan hanya secara klinis. Diagnosis ditegakkan bila jelas ada
gejala infeksi parotitis epidemika pada pemeirksaan fisis, termasuk keterangan
adanya kontak dengan penderita penyakit gondong (Mumps atau Parotitis) 2-3
minggu sebelumnya. Selain itu adalah dengan tindakan pemeriksaan hasil
laboratorium air kencing (urin) dan darah.

Pemeriksaan Laboratorium

Mengingat penegakan diagnosis hanya secara klinis, maka pemeriksaan


laboratorium tidak terlalu bermanfaat. Pemeriksaan laboratorium didapatkan
leucopenia dengan limfosiotsis relative, didapatkan pula kenaikan kadar amylase
dengan serum yang mencapai puncaknya setelah satu minggu dan kemudian
menjadi normal kembali dalam dua minggu.

Jika penderita tidak menampakkan pembengkakan kelenjar dibawah telinga,


namun tanda dan gejala lainnya mengarah ke penyakit gondongan sehingga
meragukan diagnosa. Dokter akan memberikan anjuran pemeriksaan lebih lanjut
seperti serum darah. Sekurang-kurang ada 3 uji serum (serologic) untuk
membuktikan spesifik mumps antibodies: Complement fixation aPengobatan

 Pengobatan ditujukan untuk mengurangi keluhan (simptomatis) dan istirahat


selama penderita panas dan kelenjar (parotis) membengkak. Dapat
digunakan obat pereda panas dan nyeri (antipiretik dan analgesik) misalnya
Parasetamol dan sejenisnya, Aspirin tidak boleh diberikan kepada anak-anak
karena memiliki resiko terjadinya sindroma Reye
 Pada penderita yang mengalami pembengkakan testis, sebaiknya penderita
menjalani istirahat tirah baring ditempat tidur. Rasa nyeri dapat dikurangi
dengan melakukan kompres Es pada area testis yang membengkak tersebut.
 Penderita yang mengalami serangan virus apada organ pancreas
(pankreatitis), dimana menimbulkan gejala mual dan muntah sebaiknya
diberikan cairan melalui infus.
 Pemberian kortikosteroid selama 2-4 hari dan 20 ml convalescent
gammaglobulin diperkirakan dapat mencegah terjadinya orkitis. Terhadap
virus itu sendiri tidak dapat dipengaruhi oleh anti mikroba, sehingga
Pengobatan hanya berorientasi untuk menghilangkan gejala sampai
penderita kembali baik dengan sendirinya.
 Penyakit gondongan sebenarnya tergolong dalam “self limiting disease”
(penyakit yg sembuh sendiri tanpa diobati). Penderita penyakit gondongan
sebaiknya menghindarkan makanan atau minuman yang sifatnya asam
supaya nyeri tidak bertambah parah, diberikan diet makanan cair dan lunak.
 Pemberian imunomodulator belum terdapat laporan penelitian yang
menjunjukkan efektifitasnya
Pencegahan

Pemberian vaksinasi MMR(mumps, morbili, rubela) untuk mencegah penyakit


gondong merupakan bagian dari imunisasi rutin pada masa kanak-kanak, diberikan
melalui injeksi pada usia 15 bulan. Imunisasi MMR dapat juga diberikan kepada
remaja dan orang dewasa yang belum menderita Gondong. Pemberian imunisasi
ini tidak menimbulkan efek panas atau gejala lainnya. Imunisasi MMR didunakan
di Amerika Serikat sejak tahun 1967. Advisory Committee on Immunization
Practices (ACIP) menganjurkan penggunaannya untuk anak, masa remaja, remaja,
dan dewasa. Pada saat itu, masyarakat menganggap pencegahan penyakit gondok
bukan merupakan priritas utama dalam p[encegahan kesehatan masyarakat dan
dinyatakan ACIP imunisasi MMR adalah merupakan program kesehatan
masyarakat yang kurang efektivitasnya. Namun, pada tahun 1972, ACIP
mengeluarkan rekomendasi yang kuat untuk menunjukkan bahwa imunisasi MMR
merupakan program yang sangat penting. Saat itu ACIP merekomendasikan
vaksinasi rutin untuk semua anak-anak berusia 12 tahun atau lebih. Pada tahun
1980, telahdinayakan sebagai rekomendasi kuat untuk vaksinasi pada anak-anak,
remaja dan dewasa yang rentan., Setelah itu vaksinasi MMR semakin
komprehensif dan rekomendasi pengundangan undang-undang pada negara bagian
sehingga memerlukan vaksinasi tersebut harus dianjurkan pada saat anak masuk
sekolah. Namun, selama 1986 dan 1987, wabah besar terjadi di antara kelompok
kohort underimmunized atau orang yang lahir selama 1967-1977, sehingga terjadi
perubahan puncak angka kejadian dari usia 5-9 tahun bergeser pada usia 10-19
tahun. Dalam tahun 1989, direkomendasikan ACIP pemberian vaksin campak dan
MMR pada anak-anak berusia 4-6 tahun pada saat masuk ke taman kanak-kanak
atau kelas satu. Selama tahun 1988-1998 menurun di antara semua kelompok
umur. Pada tahun 1989-1990, wabah besar terjadi di kalangan siswa di dasar dan
sekolah menengah, sebagian besar siswa di sekolah tersebut telah divaksinasi,
menyatakan bahwa kegagalan vaksinasi. . Pada tahun 1991, wabah lain terjadi di
sebuah sekolah menengah di mana sebagian besar siswa yang telah divaksinasi,
kejadian ini juga banyak dikaitkan dengan utama kegagalan vaksinasi.

ntibodies (CF), Hemagglutination inhibitor antibodies (HI), Virus neutralizing


antibodies (NT)
polio

Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan
oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang
dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melaluimulut, mengifeksi
saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf
pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).

Pada bulan Maret 2014, WHO untuk kawasan Asia Tenggara, menyatakan bahwa
kawasan Asia Tenggara telah bebas polio, karena itu vaksinasi polio pada bayi
sudah tidak perlu diberikan lagi.

Kata polio berasal dari [bahasa Yunani] atau bentuknya yang lebih mutakhir, dari
“abu-abu” dan “bercak”. Polio sudah dikenal sejak zaman pra-sejarah. Lukisan
dinding di kuil-kuil Mesir kuno menggambarkan orang-orang sehat dengan kaki
layu yang berjalan dengan tongkat. Kaisar Romawi Claudius terserang polio ketika
masih kanak-kanak dan menjadi pincang seumur hidupnya.

Virus polio menyerang tanpa peringatan, merusak sistem saraf menimbulkan


kelumpuhan permanen, biasanya pada kaki. Sejumlah besar penderita meninggal
karena tidak dapat menggerakkan otot pernapasan. Ketika polio menyerang
Amerika selama dasawarsa seusaiPerang Dunia II, penyakit itu disebut ‘momok
semua orang tua’, karena menjangkiti anak-anak terutama yang berumur di bawah
lima tahun. Di sana para orang tua tidak membiarkan anak mereka keluar rumah,
gedung-gedung bioskop dikunci, kolam renang, sekolah dan bahkan gerejatutup.

Virus polio

Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga galur berbeda dan amat
menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam
hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus
terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala
pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari.

Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit peradaban.


Polio menular melalui kontak antarmanusia. Polio dapat menyebar luas diam-diam
karena sebagian besar penderita yang terinfeksi poliovirus tidak memiliki gejala
sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang terjangkit. Virus masuk ke dalam
tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang
terkontaminasi feses. Setelah seseorang terkena infeksi, virus akan keluar melalui
feses selama beberapa minggu dan saat itulah dapat terjadi penularan virus

Jenis Polio

1. Polio non-paralisis. Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit


perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa
lembek jika disentuh.

2. Polio paralisis spinal. Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang,
menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh
dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen,
kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan.
Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah virus polio
menyerang usus, virus ini akan diserap oleh pembulu darah kapiler pada dinding
usus dan diangkut seluruh tubuh. Virus Polio menyerang saraf tulang belakang
dan syaraf motorik—yang mengontrol gerakan fisik. Pada periode inilah muncul
gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau
belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf
tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan memengaruhi sistem saraf
pusat—menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya
virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan syaraf motorik. Syaraf
motorik tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan
dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat.
Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas—kondisi ini
disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat
menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada)
dan abdomen (perut), disebut quadriplegia.

3. Polio bulbar. Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami
sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik yang
mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai syaraf
yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang
berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori
yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan
dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang
mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur
pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima
hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal
ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi
setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim ‘perintah
bernapas’ ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada
fungsi penelanan; korban dapat ‘tenggelam’ dalam sekresinya sendiri kecuali
dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan
yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga
sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan ‘paru-paru besi’ (iron lung).
Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi
tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan
mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan
demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah
pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.

Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia penderita.
Hingga saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio jenis ini harus hidup
dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal sering
menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas dari polio paralisis. Polio paralisis
tidak bersifat permanen. Penderita yang sembuh dapat memiliki fungsi tubuh yang
mendekati normal.

Anak-anak kecil yang terkena polio seringkali hanya mengalami gejala ringan dan
menjadi kebal terhadap polio. Karenanya, penduduk di daerah yang memiliki
sanitasi baik justru menjadi lebih rentan terhadap polio karena tidak menderita
polio ketika masih kecil. Vaksinasi pada saat balita akan sangat membantu
pencegahan polio pada masa depan karena polio menjadi lebih berbahaya jika
diderita oleh orang dewasa. Orang yang telah menderita polio bukan tidak
mungkin akan mengalami gejala tambahan pada masa depan seperti layu otot;
gejala ini disebut sindrom post-polio

Vaksin Polio

Vaksin efektif pertama dikembangkan oleh Jonas Salk. Salk menolak untuk
mematenkan vaksin ini karena menurutnya vaksin ini milik semua orang seperti
halnya sinar matahari. Namun vaksin yang digunakan untuk inokulasi masal adalah
vaksin yang dikembangkan oleh Albert Sabin. Inokulasi pencegahan polio anak
untuk pertama kalinya diselenggarakan di Pittsburgh, Pennsylvania pada
23 Februari 1954. Polio hilang di Amerika pada tahun 1979.
ETIOLOGI
Viruspoliomyelitis (virus RNA) tergolong dalam genus enterovirus dan famili
picornaviridae, mempunyai 3strain yaitu tipe 1 (Brunhilde),tipe 2 (Lansing) dan
tipe3 (Leon). Infeksi dapat terjadi oleh satu atau lebih dari tipe virus tersebut.
Epidemi yang luas dan ganas biasanya disebabkan oleh virus tipe 1.Imunitas yang
diperoleh setelah terinfeksi maupun imunisasi bersifat seumur hidup dari spesifik
untuk satu tipe.

GAMBARAN KLINIS
Masa inkubasi penyakit ini berkisar anatara 9 - 12 hari, tetapi kadang-kadang 3 -
35 hari. Gambaran klinis yang terjadi sangat bervariasi mulai dari yang paling
ringan sampai dengan yang paling berat, yaitu :
1. Infeksi tanpa gejala (asymptomatic, silent, anapparent) Kejadian infeksi yang
asimptomatik ini sulit diketahui, tetapi biasanya cukup tinggi terutama di daerah-
daerah yang standar higine-nya jelek. Pada suatu epidemi diperkirakan terdapat
pada 90-95% penduduk dan menyebabkan imunitas terhadap penyakit tersebut.
Bayi baru lahir mula-mula terlindungi karena adanya antibodi maternal yang
kemudian akan menghilang setelah usia 6 bulan. Penyakit ini hanya diketahui
dengan menemukan virus di tinja atau meningginya titer antibodi.
2. Infeksi abortif Kejadiannya di perkirakan 4-8% dari jumlah penduduk pada
suatu epidemi. Tidak dijumpai gejala khas Poliomielitis.Timbul mendadak dan
berlangsung 1-3 hari dengan gejala "minor illnesss" seperti demam bisa sampai
39.5 C, malaise, nyerikepala, sakit tenggorok, anoreksia, filial, muntah, nyeri otot
danperut serta kadang-kadang diare . Penyakit ini sukar dibedakan dengan penyakit
virus lainnya, hanya dapat diduga bila terjadi epidemi. Diagnosa pasti
hanyadengan menemukan virus pada biakan jaringan. Diagnosa banding adalah
influenzaeatau infeksi tenggorokan lainnya.
3.Poliomielitis non Paralitik Penyakit ini terjadi 1 % dari seluruh infeksi. Gejala
klinik sama dengan infeksi abortif yang berlangsung 1-2 hari. Setelah itu suhu
menjadi normal, tetapi kemudian naik kembali (dromedary chart), disertai dengan
gejala nyeri kepala,mual dan muntah lebih berat, dan ditemukan kekakuan pada
otot belakang leher, punggung dan tungkai, dengan tanda Kemig dan Brudzinsky
yang positip. Tanda-tanda lain adalah Tripod yaitu bila anak berusaha duduk dari
sikap tidur, maka ia akan menekuk kedua lututnya ke atas, sedangkan kedua lengan
menunjang kebelakang pada tempat tidur. Head drop yaitu bila tubuh penderita
ditegakkan dengan menarik pada kedua ketiak, akan menyebabkan kepala terjatuh
kebelakang. Refleks tendon biasanya normal. Bila refleks tendon berubah maka
kemungkinan akan terdapat poliomielitis paralitik. Diagnosa banding
adalahMeningitis serosa, Meningismus
4. PoliomIleitis Daralitik Gambaran klinis sama dengan Poliomielitis non paralitik
disertai dengan kelemahan satu atau beberapa kumpulan otot skelet atau kranial.
Gejala ini bisa menghilang selama beberapa hari dan kemudian
timbulkembalidisertai dengan kelumpuhan (paralitik) yaituberupa flaccid paralysis
yang biasanya unilateral dan simetris. Yang paling sering terkena adalah tungkai.
Keadaan ini bisa disertai kelumpuhan vesika urinaria, atonia usus dan kadang-
kadang ileus paralitik. Pada keadaan yang berat dapat terjadi kelumpuhan otot
pernafasan. Secara klinis dapat dibedakan atas 4 bentuk sesuai dengan tingginya
lesi pada susunan syaraf pusat yaitu :
4.1. Bentuk spinal Dengan gejala kelemahan otot leher, perut, punggung,
diaftagma, ada atau ekstremitas, dimana yang terbanyak adalah ekstremitas bawah.
Tersering yaitu otot-otot besar, pada tungkai bawah kuadrisepsfemoris, pada
lengan otot deltoideus. Sifat kelumpuhan ini adalah asimetris. Refleks tendon
menurun sampai menghilang dan tidak ada gangguan sensibilitas.
Diagnosa banding adalah :
4.1.1. Pseudo paralisis non neurogen: tidak ada kaku kuduk, tidak pleiositosis.
Disebabkan oleh trauma/kontusio, demam rematik akut, osteomielitis
4.1.2. Polineuritis : gejala paraplegia dengan gangguan sensibilitas, dapatdengan
paralisis palatum mole dan gangguan otot bola mala.
4.1.3. Poliradikuloneuritis (sindroma Guillain-Barre) : 50% kasus sebelum paralisis
didahului oleh demam tinggi; Paralisistidakakut tetapi perlahan-lahan; kelumpuhan
blateral dan simetris; pada likuor serebrospinalis protein meningkat; sembuh tanpa
gejala; terdapat gangguan sensorik.
4.2. Bentuk bulbar ditandai dengan kelemahan motorik dari satu atau lebih syaraf
kranial dengan atau tanpa gangguan pusat vital seperti pernafasan, sirkulasi dan
temperatur tubuh. Bila kelelahan meliputi syaraf kranial IX, X dan XII maka akan
menyebabkan paralisis faring, lidah dan taring dengan konsekwensi terjadinya
sumbatan jalan nafas.
4.3. Bentuk bulbospinal Didapatkan gejalacampuran antara bentuk spinal dan
bubar
4.4. Bentuk ensefalitik Ditandai dengan kesadaran yang menurun, tremor, dan
kadang-kadang kejang.

LABORATORIUM
irus polio dapat di isolasi dan dibiakkan dari bahan hapusan tenggorok pada
minggu pertama penyakit, dan dari tinja sampai beberapa minggu. Berbeda dengan
enterovirus lainnya, virus polio jarang dapat diisolasi dari cairan serebrospinalis.
Bilapemeriksaan isolasi virus tidak mungkin dapat dilakukan, maka dipakai
pemeriksaan serologi berupa tes netralisasi dengan memakai serumpada fase akut
dan konvalesen. Dikatakan positip bila ada kenaikantiter 4 kali atau lebih.Tes
netralisasi sangat

spesifik dan bermanfaat untuk menegakkan diagnosa Poliomielitis. Selain itu bisa
juga dilakukan pemeriksaan CF (Complement Fixation), tetapi ditemukan reaksi
silang diantara ketiga tipe virus ini. Pemeriksaan likuor serebrospinalis akan
menunjukkan pleiositosis biasanya kurang dari 500/mm3, pada permulaan lebih
banyak polimorfonukleus dari limfosit, tetapi kemudian segera berubah menjadi
limfosit yang lebih dominan. Sesudah 10-14 hari jumlah sel akan normal kembali.
Pada stadium awal kadar protein normal, kemudian pada minggu kedua dapat
naiksampai 100 mg%, dengan jumlah set menurun sehingga disebut dissociation
cytoalbuminique, dan kembali mencapai normal dalam4-6 minggu. Glukosa
normal. Pada pemeriksaan darah tepi dalam batas normal dan pada urin terlihat
gambaran yang bervariasi dan bisa ditemukan albuminuria ringan.

PENGOBATAN
Tidak ada pengobatan spesifik terhadap Poliomielitis. Antibiotika, γ-globulin dan
vitamin tidak mempunyai efek. Penatalaksanaan adalah simptomatis daft suportif.
lnfeksi tanpa gejala : istirahat Infeksi abortif : Istirahat sampai beberapa hari
setelah temperatur normal. Kalau perlu dapat diberikan analgetik, sedatif. Jangan
melakukan aktivitas selama 2 minggu.
2 bulan kemudian dilakukan pemeriksaan neuro-muskuloskletal untuk mengetahui
adanya kelainan.
Non Paralitik: Sama dengan tipe abortif Pemberiananalgetiksangat efektipbila
diberikan bersamaan dengan pembalut hangat selama 15-30 menit setiap 2-4
jamdan kadang-kadang mandi air panas juga dapat membantu. Sebaiknya
diberikan foot board, papan penahan pada telapak kaki, yaitu agar kaki terletak
pada sudut yang sesuai terhadap tungkai. Fisioterapi dilakukan 3-4 hari setelah
demam hilang. Fisioterapi bukan mencegah atrofi otot yang timbul sebagai akibat
denervasi sel kornu anterior, tetapi dapat mengurangi deformitas yang terjadi.
Paralitik: Harus dirawat di rumah sakit karena sewaktu-waktu dapat terjadi
paralisis pernafasan, dan untuk ini harus diberikan pernafasan mekanis. Bila rasa
sakit telahhilang dapat dilakukan fisioterapi pasip dengan menggerakkan
kaki/tangan. Jika terjadi paralisis kandung kemih maka diberikan stimulan
parasimpatetik seperti bethanechol (Urecholine) 5-10 mg oral atau 2.5-5 mg/SK.

PROGNOSIS
Bergantung kepada beratnya penyakit. Pada bentuk paralitik bergantung pada
bagian yang terkena. Prognosis jelek pada bentuk bulbar,kematian biasanya karena
kegagalan fungsi pusat pernafasan atau infeksi sekunder pada jalan nafas. Data dari
negara berkembang menunjukkan bahwa 9% anak meninggal pada fase akut,
15%sembuh sempurna dan 75% mempunyai deformitas yang permanen seperti
kontrakturterutama sendi, perubahan trofik oleh sirkulasi yangkurang sempurna,
sehinggamudah terjadi ulserasi. Pada keadaan ini diberikan pengobatan secara
ortopedik

Tetanus Neonatorum

Definisi
Pengertian
Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia di bawah 28 hari (Stoll, 2007).
Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh Clostridium
tetani, dengan tanda utama kekakuan otot (spasme),
tanpa disertai gangguan kesadaran(Ismoedijanto, 2006). Tetanus neonatorum
adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus yang disebabkan oleh
Clostridium tetani yaitu bakteria yang mengeluarkan toksin (racun) yang
menyerang sistem saraf pusat (Saifuddin, 2001).

Etiologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, berukuran 2-5x 0,4
-0,5 milimikron yang hidup tanpa oksigen (anaerob), dan membentuk
spora. Spora dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya di
ujung, dan memberi gambaran penabuh genderang (drum stick) (Bleck, 2000).
Spora ini mampu bertahan hidup dalamlingkungan panas, antiseptik, dan di
jaringan tubuh. Spora ini juga bisa bertahan hidup beberapa bulan bahkan
bertahun. (Ritarwan, 2004). Bakteria yang berbentuk batang ini sering terdapat
dalam kotoran hewan dan manusia, dan bisa terkena luka melalui debu atau tanah
yang terkontaminasi (Arnon, 2007). Clostridium tetani merupakan bakteria Gram
positif dan dapat menghasilkan eksotoksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini
(tetanospasmin) dapat menyebabkan kekejangan pada otot (Suraatmaja, 2000).

Gejala Klinis
- Neonatus yang terinfeksi Clostridium tetani masih menunjukkan perilaku
seperti menangis dan menyusui seperti bayi yang normal pada dua hari yang
pertama. Pada hari ke-3, gejala-gejala tetanus mula kelihatan. Masa inkubasi
tetanus umumnya antara 3 – 12 hari, namun dapat mecapai1 –2 hari dan
kadang-kadang lama melebihi satu bulan;
makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis. Terdapat hubungan antara
jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat, serta
interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit; semakin jauh tempat
invasi, semakin panjang masa inkubasi.
- Gejala klinis yang sering dijumpai pada tetanus neonatorum adalah:
a.Terjadinya kekakuan otot rahang sehingga penderita sukar membuka
mulut. Kekakuan otot pada leher lebih kuat akan menarik mulut kebawah, sehingga
mulut sedikit ternganga. Kadang-kadang dapat dijumpai mulut mecucu seperti
mulut ikan dan kekakuan pada mulut sehingga bayi tak dapat menetek (Chin,
2000).

b.Terjadi kekakuan otot mimik muka dimana dahi bayi kelihatan


mengerut, mata bayi agak tertutup, dan sudut mulut bayi tertarik ke samping dan
ke bawah.

c. Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh melengkun g seperti


busur, bertumpu pada tumit dan belakang kepala. Jika dibiarkan secara
berterusan tanpa rawatan, bisa terjadi fraktur tulang vertebra.

d. Kekakuan pada otot dinding perut menyebabkan dinding perut teraba


seperti papan. Selain otot dinding perut, otot penyangga rongga dada (toraks) juga
menjadi kaku sehingga penderita merasakan kesulitan
untuk bernafas atau batuk. Jika kekakuan otot toraks berlangsung lebih dari 5 hari,
perlu dicurigai risiko timbulnya perdarahan paru.

e. Pada tetanus yang beratakan terjadi gangguan pernafasan akibat kekakuan yang
terus-menerus dari otot laring yang bisa menimbulkan sesak nafas. Efek
tetanospamin dapat menyebabkan gangguan denyut jantung seperti kadar denyut
jantung menurun(bradikardia), atau kadar denyut jantung meningkat (takikardia).
Tetanospasmin juga dapat menyebabkan demam dan hiperhidrosis. Kekakuan otot
polos pu la
dapat menyebabkan anak tidak bisa buang air kecil (retensi urin).

f. Bila kekakuan otot semakin berat, akan timbul kejang-kejang umum yang terjadi
setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit,
digerakkan secara kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya. Lambat laun,
“masa istirahat” kejang semakin pendek sehingga menyebabkan status epileptikus,
yaitu bangkitan epilepsi berlangsung terus menerus selama lebih dari tiga puluh
menit tanpa diselangi oleh
masa sedar; seterusnya bisa menyebabkan kematian (Ningsih, 2007)
Penanganan Tetanus Neonatorum pada Bayi Baru Lahir

Penyebab utama kematian neonatus adalah asfiksia neonatorum, infeksi, dan berat
lahir rendah. Infeksi yang sering terjadi adalah sepsis dan tetanus neonatorum.
Angka kematian tetanus neonatorum masih sangat tinggi (50% atau lebih). Di
Indonesia, berdasarkan SKRT 2001, penyebab kematianbneonatal dini adalah
asfiksia neonatorum (33,6%) dan tetanus neonatorum (4,2%), sedangkan penyebab
kematian neonatal lambat asfiksia neonatorum (27%) dan tetanus (9,5%). Kejadian
penyakit ini sangat berhubungan dengan aspek pelayanan kesehatan neonatal,
terutama pelayanan persalinan (persalinan yang bersih dan aman), khususnya
perawatan tali pusat. Komplikasi atau penyulit yang ditakutkan adalah spasme otot
diafragma.

Diagnosis

– Persalinan yang kurang higienis terutama yang ditolong oleh tenaga nonmedis
yang tidak terlatih.
– Perawatan tali pusat yang tidak higienis, pemberian dan penambahan suatu zat
pada tali pusat.
– Bayi sadar, sering mengalami kekakuan (spasme), terutama bila terangsang atau
tersentuh.
– Bayi malas minum.

Pemeriksaan fisis

– Bayi sadar, terjadi spasme otot berulang.


– Mulut mencucu seperti mulut ikan (carper mouth).
– Trimus (mulut sukar dibuka).
– Perut teraba keras (perut papan).
– Opistotonus (ada sela antara punggung bayi dengan alas, saat bayi ditidurkan).
– Tali pusat biasanya kotor dan berbau.
– Anggota gerak spastik (boxing position).

Pemeriksaan penunjang

Untuk mendiagnosa tetanus neonatorum adalah dengan melihat gambaran dan


gejalaklinis yang ada. Pemeriksaan kultur jarang dilakukan karena ditemukan
tidaknya bakteri Clostridium tetani bukan merupakan suatu tanda karakterisitik
pada infeksi bakteri ini.Pemeriksaan dengan spatula lidah dapat digunakan untuk
mendeteksi dini penyakit ini. Hasil positif ditunjukan ketika spatula disentuhkan ke
orofaring lalu terjadi spasme pada ototmaseter dan bayi menggigit spatula lidah

Anamnesis dan gejala cukup khas sehingga sering tidak diperlukan pemeriksaan
penunjang, kecuali dalam keadaan meragukan untuk membuat diagnosis banding.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membedakan antara tetanus neonatorum


dengan sepsis neonatal atau meningitis adalah:
– Pungsi lumbal
– Pemeriksaan darah rutin, preparat darah hapus atau kultur dan sensitivitas.

DIAGNOSIS BANDING

Tetanus neonatorum memilki ciri khas, namun demikian, beberapa kelainan


lainnya dapatmenyebabkan kejang pada neonatus dan harus dapat
dibedakan dari tetanus neonatorum.Secara umum penyebab kejang pada
neonatus dapat dibagi menjadi 3 kategori
1. Kongenital (anomaly cerebral)
2. Perinatal (komplikasi persalinan, trauma perinatal, anoxia, perdarahan
intracranial)
3. Postnatal (infeksi dan gangguan metabolisme)

Kerusakan otak oleh karena gangguan kongenital atau perinatal dapat


menyebabkan spasticity,gerakan tubuh yang jerky,dan kejang. Cerebral contusion,
umumnya berhubungan dengan traumapada saat persalinan atau kesulitan obstetrik
lainnya, dan terjadi pada bayi cukup bulan. Sindromkerusakan otak sering
menyebabkanlaxness of mouth and tongue; refleks hisap hilang, dan bayi
tidak dapat menelan sejak lahir. Tidak ada kondisi yang menyebabkan trismus
seperti tetanus.Infeksi terpenting saat neonatus adalah meningitis, umumnya
berhubungan dengansepticemia. Meningitis neonatorum dapat disebabkan oleh
Streptococcus grup B, Escherichia coli, Lysteria monocytogenes, atau Klebsiella-
Enterobacter-Serratia. Dua infeksi pertama mencakup 70%penyebab infeksi
sistemik oleh bakteri pada neonatus. Bayi dengan meningitis datang dengan
letargi,kejang, episode apneu, sulit minum, hipotermi atau hipertermi, dan, kadang,
respiratory distress pada minggu pertama. Gejala yang sering ditemukan adalah
ubun-ubun besar yang tegang.Infeksi streptococcus grup B dapat mengenai bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR).Onset gejala dapat awal, dalam 48 jam
pertama kehidupan, atau telat, antara 10 hari sampai 4 bulan.Apneu merupakan
gejala pertama yang sering ditemukan dan pneumonia dengan gagal napas
dapatterjadi.Trismus tidak terdapat pada penyakit-penyakit di atas, dan sifat kejang
berbeda dengan yangdisebabkan oleh tetanus. Kejang pada kondisi di atas
umumnya terjadi dengan gerakan yang lebihlambat dalam waktu yang lebih
singkat dan umumnya hanya mengenai satu bagian tubuh. Padatetanus
neonatorum, tidak ditemukan ubun-ubun tegang.Gangguan metabolik meliputi
hipoglikemi – terutama pada bayi BBLR atau bayi dari ibudengan diabetes – dan
hipokalsemi. Insidens hipokalsemi pada neonatus tinggi pada hari pertama,kedua,
atau ketiga kehidupan, dan akhir minggu pertama.
Hypocalcemic tetany pada bayi baru lahir dapat menimbulkan kejang dan
laringospasme. Kejang berbeda dengan yang disebabkan oleh tetanus,dan
umumnya disertai tremor dan muscle twitching, sedangkan hipokalsemi tidak
menimbulkantrismus atau rigiditas seluruh tubuh yang dilihat pada tetanus. Bayi
dengan hypocalcemic tetany kelihatan normal di antara episode kejang

Penanganan

Medikamentosa

– Pasang jalur IV dan beri cairan dengan dosis rumatan.


– Berikan diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau dengan bolus IV
setiap 3-6 jam (dengan dosis 0,1-0,2 mg/kg per kali pemberian), maksimum 40
mg/kg/hari.
– Bila jalur IV tidak terpasang, pasang pipa lambung dan berikan diazepam melalui
pipa atau melalui rektum (dosis sama dengan IV?).
– Bila perlu, beri tambahan dosis 10 mg/kg tiap 6 jam.
– Bila frekuensi napas kurang dari 30 kali/menit dan tidak tersedia fasilitas
tunjangan napas dengan ventilator, obat dihentikan meskipun bayi masih
mengalami spasme.
– Bila bayi mengalami henti napas selama spasme atau sianosis sentral setelah
spasme, berikan oksigen dengan kecepatan aliran sedang, bila belum bernapas
lakukan resusitasi, bila tidak berhasil dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai
fasilitas NICU.
– Setelah 5-7 hari, dosis diazepam dapat dikurangi secara bertahap 5-10 mg/hari
dan diberikan melalui rute orogastrik.
– Pada kondisi tertentu, mungkin diperlukan vencuronium dengan ventilasi
mekanik untuk mengontrol spasme.
– Berikan bayi:
– Human tetanus immunoglobulin 500 U IM atau antitoksin tetanus (equine serum)
5000 U IM. Pada pemberian antitoksin tetanus, sebelumnya dilakukan tes kulit
Tetanus toksoid 0,5 mL IM pada tempat yang berbeda dengan pemberian
antitoksin. Pada hari yang sama? (Di literatur, imunisasi aktif dengan tetanus
toksoid mungkin
perlu ditunda hingga 4-6 minggu setelah pemberian tetanus imunoglobulin)
– Lini 1:Metronidazol 30 mg/kg /hari dengan interval setiap enam jam
(oral/parenteral) selama 7-10 hari atau lini 2: Penisilin procain 100.000 U/kg IV
dosis tunggal selama 7-10 hari. Jika hipersensitif terhadap penisilin, berikan
tetrasiklin 50 mg/kg/hr (utk anak> 8 th). Jika terdapat sepsis atau
bronkopneuminia, berikan antibiotik yang sesuai.
– Bila terjadi kemerahan dan/atau pembengkakan pada kulit sekitar pangkal tali
pusat, atau keluar nanah dari permukaan tali pusat, atau bau busuk dari area tali
pusat, berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat.
– Berikan ibunya imunisasi tetanus toksoid 0,5 mL (untuk melindungi ibu dan bayi
yang dikandung berikutnya) dan minta datang kembali satu bulan kemudian untuk
pemberian dosis kedua.

Terapi Suportif

– Bila terjadi kekakuan atau spastisitas yang menetap, terapi suportif berupa
fisioterapi.

Lain-lain

(rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya, dll)


– Bila terjadi spasme berulang dan atau gagal napas dirujuk ke Rumah Sakit yang
mempunyai fasilitas NICU.
– Bila diperlukan konsultasi ke Divisi Neurologi Anak dan Bagian Rehabilitasi
Medik.

Pemantauan

Terapi Perawatan lanjut bayi tetanus neonatorum:


– Rawat bayi di ruang yang tenang dan gelap untuk mengurangi rangsangan yang
tidak perlu, tetapi harus yakin bahwa bayi tidak terlantar.
– Lanjutkan pemberian cairan IV dengan dosis rumatan.
– Antibiotik/antimikroba: sefotaksim/metronidazol dilanjutkan
– Pasang pipa lambung bila belum terpasang dan beri ASI perah di antara periode
spasme. Mulai dengan jumlah setengah kebutuhan per hari dan dinaikkan secara
perlahan hingga mencapai kebutuhan penuh dalam dua hari.
– Nilai kemampuan minum dua kali sehari dan dianjurkan untuk menyusu ASI
secepatnya begitu terlihat bayi siap untuk mengisap.
– Bila sudah tidak terjadi spasme selama dua hari, bayi dapat minum baik, dan
tidak ada lagi masalah yang memerlukan perawatan di rumah sakit, maka bayi
dapat dipulangkan.

Tumbuh Kembang
– Meskipun angka kematian tetanus neonatorum masih sangat tinggi (50% atau
lebih), tetapi kalau bayi bisa bertahan hidup tidak akan mempunyai dampak
penyakit di masa datang.
– Pemantauan tumbuh kembang diperlukan terutama untuk asupan gizi yang
seimbang dan stimulasi mental.

Pencegahan
– Pelaksanaan Pelayanan Neonatal Esensial, terutama pemotongan tali pusat
dengan alat steril.
– Perawatan pascanatal, tidak mengoles atau menabur sesuatu yang tidak higienis
pada tali pusat.
– Bila sudah terjadi infeksi tali pusat, diberikan pengobatan yang tepat dengan
antibiotik lokal dan sistemik (bila diperlukan). Pilih antibiotika yang efektif
terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Prognosis

Prognosis bergantung pada masa inkubasi, waktu yang dibutuhkan dari


inokulasispora hingga gejala muncul, dan waktu dari pertama kali
munculnya gejala hingga spasmetetanik yang pertama. 29 Statistik terbaru
menunjukkan tingkat mortalitas pada tetanus ringan-sedang mencapai 6%.
Sedangkan tetanus berat memiliki tingkat mortalitas 60%.

Rubella
Terutama pada anak-anak, tanda atau gejala rubella seringkali sangat ringan sehingga sulit untuk
diidentifikasi. Jika memang tanda dan gejalanya terjadi, umumnya baru akan muncul antara 2
atau 3 minggu setelah terpapar virus. Gejala-gejala umum dari rubella antara lain:

 Ruam merah (dimulai dari wajah lalu menjalar ke leher dan ekstremitas -kaki dan tangan-
dan berlangsung sekitar 3 hari).
 Demam ringan (38,9 derajat celcius atau lebih rendah).
 Pembesaran kelenjar getah bening (di dasar tengkorak, bagian belakang leher, dan
belakang telinga).
 Mata merah.
 Hidung tersumbat atau meler.
 Nyeri sendi, terutama pada wanita muda.
 Sakit kepala.
 Penyebab rubella adalah virus yang ditularkan dari orang ke orang. Penularan virus
rubella dapat terjadi ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin, atau menular melalui
kontak langsung dengan sekret pernapasan (seperti lendir) orang yang terinfeksi. Rubella
juga dapat ditularkan dari wanita hamil ke janinnya melalui aliran darah. Orang yang
terinfeksi rubella juga dapat menularkan penyakitnya bahkan sebelum gejalanya muncul.

Bagaimana Mendiagnosis Rubella?



 Ruam rubella bisa mirip dengan ruam penyakit akibat virus lainnya. Jadi selain dengan
mempelajari riwayat medis dan pemeriksaan fisik lengkap, penegakan diagnosa rubella
akan ditunjang dengan kultur tenggorokan dan tes darah. Yang mana hal ini dapat
mendeteksi keberadaan berbagai jenis antibodi rubella dalam darah. Antibodi ini akan
menunjukkan apakah seseorang sedang atau pernah mengalami rubella, atau pernah
divaksinasi rubella.

Pengobatan Rubella?

Beberapa pertimbangan dokter sebelum melaksanakan pengobatan rubella adalah:

 Kesehatan umum dan riwayat medis


 Tingkat keparahan
 Toleransi terhadap obat, prosedur atau terapi tertentu
 Ekspektasi perjalanan penyakit
 Pendapat atau preferensi pasien.

Tidak ada pengobatan khusus untuk mempercepat masa infeksi rubella, dan karena gejalanya
sangat ringan maka pengobatan biasanya kurang diperlukan. Biasanya hanya terbatas pada
penggunaan obat-obat simptomatik, seperti paracetamol untuk menurunkan demam. Namun
seringkali juga dokter akan mengisolasi penderita (terutama wanita hamil) selama periode
infeksi.

Bagaimana Mencegah Rubella?

Vaksin campak, gondong, dan rubella (MMR) merupakan kombinasi vaksin yang berfungsi
melindungi anak-anak dari serangan tiga virus ini. Vaksin MMR efektif memberikan kekebalan
pada kebanyakan orang, dan orang yang sudah pernah terkena rubella biasanya akan kebal
seumur hidupnya.

Vaksin MMR yang pertama biasanya diberikan saat anak berusia 12 bulan, vaksin kedua
diberikan saat usia 4-6 tahun. Walaupun sebenarnya vaksin kedua sudah bisa diberikan setelah
28 hari sejak pemberian vaksin pertama, meskipun belum berusia empat tahun

You might also like