You are on page 1of 9

POOR ORAL HABIT

Oral habits yang bersifat merusak umumnya menghasilkan tekanan yang

dapat mengubah lingkungan fungsional bagi pertumbuhan gigi. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa tekanan yang sangat kecil pun dapat mengubah

posisi gigi jika diberikan dalam durasi yang cukup panjang. Oral habit seperti

menghisap jari, tongue thrusting, dan bernapas melalui mulut memiliki efek yang

besar pada perkembangan rahang dan pola erupsi gigi sehingga dapat menjadi

maloklusi. Kebiasaan-kebiasaan ini dapat menyebabkan tulang alveolar melunak,

perubahan pada posisi gigi-gigi dan oklusi, dan akan menjadi semakin parah jika

kebiasaan ini terus berlanjut dalam jangka waktu yang lama. Jika kebiasaan

tersebut terus berlanjut terutama sampai setelah gigi permanen mulai

tumbuh,bukan tidak mungkin akan berkembang permasalahan pada rongga mulut.

Karakter jaringan tulang yang dikenai akibat kebiasaan buruk juga turut

mempengaruhi timbulnya maloklusi. Deformitas dapat terjadi akibat kebiasaan

buruk yang dilakukan pada jaringan tulang yang belum terkalsifikasi sempurna

akibat malnutrisi atau mengalami riketsia. Semakin awal kebiasaan buruk tersebut

terjadi, deformitas yang ditimbulkannya juga semakin besar. Faktor-faktor yang

mempengaruhi potensi permasalahan dental tersebut antara lain adalah

frekuensi, durasi, dan intensitas kebiasaan. Hiremath menyatakan hubungan

ketiganya dapat dirumuskan sebagai berikut:

I=F×D

I : intensitas; F : frekuensi; D : durasi


Kebiasaan menghisap jari tidak akan menimbulkan kelainan jika dilakukan

oleh anak berusia di bawah 2 tahun karena merupakan cara anak untuk

mendapatkan kenyamanan. Jika kebiasaan tersebut telah berhenti, maka tidak

akan terjadi kelainan. Teori lain menambahkan lokasi dan posisi kebiasaan dapat

menentukan keparahan terjadinya kelainan ortodontik.

Macam-Macam Oral Habit

1. Digit Sucking

Definisi: Digit-sucking habit merupakan kebiasaan menghisap jari (satu

atau beberapa jari) dengan mulut yang umum terjadi pada anak-anak karena

memberikan efek ketenangan.

Etiologi: Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kebiasaan ini

seperti jenis kelamin bayi, tipe pemberian makanan (ASI atau mengedot botol

susu), lamanya pemberian makanan, faktor sosial-ekonomi, terpisah oleh

orangtua, kesehatan umum dan psikologis.

Akibat dari digit sucking adalah :

a. Open bite anterior yang mampu mencegah terjadinya erupsi lanjutan

atau erupsi lengkap dari gigi-gigi insisivus, sedangkan gigi-gigi

posterior tetap bebas bererupsi.


b. Pergerakan gigi-gigi insisivus atas ke arah labial dan gigi-gigi

insisivus bawah ke arah lingual. Pergerakan gigi-gigi insisivus ini

tergantung pada jari yang dihisap dan diletakkan serta banyaknya

jari yang dimasukkan ke dalam mulut. Ibu jari yang diletakkan ke


dalam mulut akan menekan permukaan lingual gigi-gigi insisivus

rahang atas dan pada permukaan labial gigi insisivus bawah.

Anak yang secara aktif menghisap jari dapat menghasilkan daya

yang cukup pada ujung gigi insisivus rahang atas, sehingga menjadi

lebih protrusif dan gigi insisivus bawah lebih retrusif.


c. Kontraksi maksila.

2. Tongue Thrusting

Definisi: Tongue thrusting adalah suatu kondisi lidah berkontak dengan

gigi saat proses menelan. Keadaan tongue thrusting adalah gerakan maju dari

ujung lidah di antara gigi untuk memenuhi bibir bawah selama menelan dan

berbicara. Tongue thrusting adalah pola oral habits terkait dengan bertahannya

pola menelan yang salah selama masa kanak-kanak dan remaja, sehingga

menghasilkan gigitan terbuka dan penonjolan segmen gigi anterior.

Etiologi: Etiologi tongue thrust dapat dibagi ke dalam 4 jenis yaitu

1) genetik atau herediter


2) learned behavior (habit atau kebiasaan)
3) maturasional
4) fungsional.

Tongue thrust dapat dibagi menjadi 4 jenis,

1) tipe fisiologis, meliputi bentuk normal pola menelan tongue thrust anak-

anak;
2) tipe habitual, tongue thrust merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan

bahkan setelah dilakukan koreksi maloklusi;


3) Fungsional, mekanisme tongue thrust merupakan perilaku adaptif untuk

membentuk oral seal;


4) Anatomis, individu dengan lidah besar atau terjadi perbesaran

(enalrgement) dapat memiliki postur lidah ke depan.

3. Mouth Breathing

Definisi: sebagai kebiasaan bernapas melalui mulut daripada hidung,

perpanjangan atau kelanjutan terpaparnya jaringan mulut terhadap efek

pengeringan dari udara inspirasi atau kebiasaan bernapas melalui mulut daripada

hidung.

Etiologi: Mouth breathing dapat disebabkan secara fisiologis maupun

kondisi anatomis, dapat juga bersifat transisi ketika disebabkan karena obstruksi

nasal. True mouth breathing terjadi ketika kebiasaan tetap berlanjut ketika

obstruksi telah dihilangkan.

Beberapa tipe mouth breathing dalam tiga kategori:

a. Tipe Obstruktif. Tipe ini adalah anak yang bernafas melalui mulut

karena adanya hambatan, seperti (a) rinitis alergi, (b) polip hidung,

(c) deviasi atau penyimpangan septum nasal, dan (d) pembesaran

adenoid.
b. Tipe Habitual. Tipe habitual adalah anak yang terus menerus

bernafas melalui mulutnya karena kebiasaan, walupun obstruksi

sudah dihilangkan.
c. Tipe Anatomis. Tipe anatomi merupakan anak yang mempunyai

bibir atas yang pendek atau lips incompetent sehingga tidak

memungkinkan menutup bibir dengan sempurna tanpa adanya

tekanan
Akibat dari bernafas dengan mulut yaitu :
a. Maloklusi yang diakibatkan oleh struktur anatomi otot wajah dan

perubahan pertumbuhan tulang rahang. Anak yang bernafas

melalui mulut memiliki bibir pendek sehingga diperlukan usaha

otot yang besar untuk mendapatkan penutupan bibir, maka

diperoleh penutupan lidah-bibir bawah.


b. Anterior open bite yang diakibatkan oleh susunan gigi maksila

yang sempit. Penutupan bibir pada anak yang bernafas melalui

mulut yaitu penutupan lidah-bibir bawah, di mana ujung lidah

berada pada incisal insicivus mandibula yang mencegah erupsi

lebih lanjut dan menghalangi perkembangan vertical dari

segmen insicivus tersebut.


c. Maksila yang sempit dengan palatum tinggi. Perubahan pola

pernapasan dapat mengubah ekuilibrium tekanan pada rahang

dan gigi dan mempengaruhi pertumbuhan rahang dan posisi

gigi. Lidah tergantung di antara lengkung maksila dan

mandibula menyebabkan konstriksi segmen bukal sehingga

menyebabkan bentuk v maksila dan palatum yang tinggi. Hal

ini dikarenakan kurangnya stimulasi muskulus yang normal dari

lidah dan tekanan yang meningkat pada kaninus dan area

molar pertama akibat tegangnya muskulus orbicularis oris dan

bucinator, segmen bukal maksila tidak berkembang dan

memberikan bentuk v pada maksila dan palatum yang tinggi

dan pasien biasanya mengalami cross bite posterior.


4. Bruxism

Definisi: Bruxism adalah istilah yang digunakan untuk mengindikasikan

kontak non-fungsional gigi yang meliputi clenching, grinding, dan tapping dari

gigi dapat terjadi selama siang hari atau malam hari dan berlangsung secara sadar

dan tidak sadar, terjadi dalam kondisi sadar dengan adanya ketidaknormalan

fungsi pada otak. Bruxism erjadi sekitar 15% pada anak-anak dan orang dewasa.

Bruxism dapat menyebabkan beberapa komplikasi dental, oral, maupun fasial.

Kondisi ini sering merupakan sumber sakit kepala, kerusakan gigi yang

membutuhkan perawatan restoratif, penyebab kegagalan implan, dan bahkan

rasa sakit pada leher dan TMJ.

Etiologi: Nadler (1957) membagi etiologi bruxism menjadi empat yaitu

1) faktor lokal, suatu gangguan oklusal ringan, usaha yang dilakukan pasien

tanpa sadar untuk memperbanyak jumlah gigi yang berkontak atau reaksi

atas adanya iritasi lokal,


2) faktor sistemik, gangguan gastrointestinal, defisiensi nutrisi dan alergi atau

gangguan endokrin telah dilaporkan menjadi salah satu faktor penyebab,


3) faktor psikologis, tekanan emosi yang tidak dapat di tunjukan oleh pasien

seperti rasa takut, marah, dan penolakan, perasaan tersebut disembunyikan

dan secara tidak sepenuhnya sadar diekspresikan melalui berbagai cara

seperti menggeretakkan gigi,


4) faktor pekerjaan, seperti para pembuat arloji, orang-orang yang suka

mengunyah permen karet, tembakau atau benda-benda lain seperti pensil

atau tusuk gigi.

Akibat dari bruxism yang dapat terjadi yaitu :

a. Erupsi yang tidak sempurna pada gigi posterior.


b. Terkikisnya gigi sehingga mampu mengalami pengurangan jarak

antara rahang atas dan rahang bawah.


c. Menurunnya pertumbuhan vertikal dari maksila posterior.

5. Lip Sucking

Definisi: Lip sucking adalah kebiasaan menahan bibir bawah dibelakang

gigi anterior atas dan menekan bibir bagian dalam oleh gigi anterior bawah

dengan terus-menerus atau pengertian lain yaitu merupakan pengganti kebiasaan

menghisap jari. Kebiasaan ini juga dapat terjadi dalam bentuk lip wetting.

Etiologi: Beberapa hal yang dapat menyebabkan kebiasaan buruk

menggigit bibir adalah kemunduran mental, psikosis, gangguan karakter, sindrom

genetik, dan neuropati sensori congenital. Lip sucking dalam beberapa kasus

merupakan suatu aktivitas kompensasi yang timbul karena overjet berlebihan

sehingga menimbulkan kesulitan menutup bibir pada saat deglutisi.

Pasien dengan kebiasaan ini akan mengalami :

a. Protrusif gigi anterior rahang atas


b. Retrusif gigi anterior rahang bawah
c. Crowding gigi anterior rahang bawah
d. Hiperaktivitas muskulus mentalis
e. Pendalaman sulkus mentolabialis
f. Dampak pada bibir yang dihisap diantaranya (1) vermilion

border hipertrofi dan tampak berlebihan pada posisi

istirahat/diam, (2) kemerahan di bagian bawah vermilion border

(3) bibir menjadi lembek/lunak (4) kadang terdapat herpes kronis

dengan area iritasi dan bibir pecah-pecah


6. Cheek Biting

Definisi: Cheek biting adalah kebiasaan menggigit bagian dalam pipi

secara spontan. Pasien yang menderita cheek biting biasanya tidak dapat

mengendalikan diri setiap kali mulai menggigit pipi. Kebanyakan penderita tidak

menyadari bahwa kebiasaan ini dapat meyebabkan kerusakan serius pada mukosa

pipi bagian dalam sampai terjadi perlukaan yang menimbulkan nyeri yang sangat

mengganggu. Dalam sebuah survei yang melibatkan 23.616 orang dewasa kulit

putih Amerika dari Minnesota, jumlah kasus keratosis akibat cheek biting adalah

1,2 kasus per 1000 individu.

Etiologi: Beberapa penyebab cheek biting, yaitu:

a. gigi yang tajam atau runcing,


b. erupsi gigi bungsu,
c. iatrogenic, dan
d. penyebab lain seperti stress (kecemasan), efek samping dari teeth grinding,

kelainan TMJ, kelainan penutupan rahang, dan disfungsi otot.

7. Masochitic Habit

Definisi: Masochitic habit atau sering juga disebut self-injurious behaviour

adalah kebiasaan yang menyebabkan penderita akan memperoleh kesenangan dari

rasa sakit yang dialaminya. Hal ini mungkin menyenangkan bagi penderita,

namun dapat dirasakan sebagai rasa sakit bagi orang lain. Masoschitic habit

adalah semua kebiasaan yang dapat membahayakan fisik seseorang serta

dilakukan dengan sengaja dan hanya melibatkan dirinya sendiri. Masoscitic habit

yang memiliki hubungan erat dengan perkembangan dan pertumbuhan oklusi

adalah kebiasaan menggigit kuku (nail biting).


Etiologi: Kebiasaan ini lebih sering dilakukan dalam keadaan sadar.

Masoscitic habit sering dilakukan lebih dari satu kali (multipel). Hal yang

mendorong pelaku masoschitic habit sangatlah tidak masuk akal dan terkadang

aneh, perilaku ini terkadang sangat berbahaya dan harus segera membutuhkan

pertolongan.

Beberapa tanda klinis yang terlihat pada pasien dengan kebiasaan

menggigit kuku adalah rotasi gigi, atrisi pada ujung incisal gigi, dan protrusi

incisivus maksila. Kelainan ortodontik tersebut dapat terjadi karena tekanan

yang disebabkan oleh kebiasaan menggigit kuku

8. Postural Habit

Definisi: Postural habit adalah kebiasaan yang dilakukan secara tidak

sengaja dan bersifat konstan. Kebiasaan seperti chin propping dan menggigit-gigit

pensil dapat menimbulkan temporo-mandibular dysfunction (TMD). Kebiasaan

tersebut mengakibatkan beban pengunyahan pada gigi yang terlalu besar,

hiperaktivitas otot, keteganganotot-otot pendukung sendi temporomandibula,

pengecilan otot rahang, dan rasa sakit di sekitar rahang.

You might also like