Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. A Azhar Basyir. 1999. Hukum Perkawinan Islam. UII Press : Yogyakarta. hal 1
B. Tujuan Penulisan
Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Islam, sekaligus sebagai
bahan presentasi. Dimana tujuan makalah ini sendiri secara spesifik akan menjelaskan persoalan
yang berkenaan dengan Larangan Pernikahan, yang selanjutnya diharapkan dapat di pahami
oleh para audiensi yang dalam hal ini para mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Islam
Jakarta angkatan 2016.
C. Rumusan Masalah.
1. Apa pengertian perkawinan ?
2. Apa yang dimaksud dengan Larangan Perkawinan ?
3. Bagaimana larangan perkawinan menurut per-undang-udangan Indonesia ?
4. Bagaimana larangan perkawinan meruut Imam Mazhab Fiqih ?
BAB II
PEMBAHASAN
2. Ibid. Hal: 13
3 A Azhar Basyir. 1999. Hukum Perkawinan Islam. UII Press : Yogyakarta. hal 14
Perkawinan hukumnya haram bagi orang yang belum berkeinginan serta tidak mempunyai
kemampuan untuk melaksanakan dan memikul kewajiban-kewajiban hidup perkawinan
sehingga apabila kawin juga akan menyusahkan istrinya.4
4. Perkawinan yang Makruh
Perkawinan hukumnya makruh bagi seorang yang mampu dalam segi materiil, cukup
mempunyai dana tahan mental dan agama hingga tidak khawatir akan terseret dalam perbuatan
zina, tetapi mempunyai kekhawatiran tidak dapat memenuhi kewajibannya terhadap istrinya.
5. Perkawinan yang Mubah
Perkawinan hukumnya mubah bagi orang yang mempunyai harta, tetapi apabila tidak kawin
tidak merasa khawatir akan berbuat zina dan andaikata kawin pun tidak merasa khawatir akan
menyia-nyaikan kewajibannya terhadap istri. Perkawinan dilakukan sekedar untuk memenuhi
syahwat dan kesenangan bukan dengan tujuan membina keluarga dan menjaga bagi kehidupan
kelsamatan beragama
C. Larangan Perkawinan
Larangan perkawinan ada dua macam yaitu :
1. Larangan perkawinan yang berlaku haram untuk selamanya dalam arti sampai kapanpun
dan dalam keadaan apapun laki-laki dan perempuan itu tidak boleh melakukan
perkawinan. Ini di sebut Mahram Muabbad.
2. Larangan perkawinan yang berlaku untuk sementara dalam waktu arti larangan ini
berkalu dalam keadaan dan waktu tertentu, suatu ketika bila keadaan dan waktu tertentu
itu sudah berubah ia sudah tidak lagi menjadi haram. Ini di sebut Mahram Muaqqat.
a) Mahram Muabbad.
Yaitu orang-orang yang haram melakukan pernikahan untuk selamanya, ada tiga
kelompok yaitu :
Di sebabkan oleh adanya hubungan kekerabatan.
Perempuan-perempuan yang haram di kawini oleh seorang laki-laki untuk
selamanya di sebabkan oleh hubungan kekerabatan adalah sebagai berikut :
1. Ibu.
2. Anak.
3. Saudara.
4. Saudara Ayah.
2. Larangan oleh karena salah satu pihak atau masing-masing pihak masih terikat dengan tali
perkawinan (Pasal 9 UU No. 1 Tahun 1974).
Larangannya bersifat sepihak artinya larangan berlaku secara mutlak kepada pihak perempuan
saja yaitu seorang perempuan yang masih terikat dalam perkawinan. Larangan Pasal 9 tidak
mutlak berlaku kepada seorang laki-laki yang sedang terikat dengan perkawinan atau seoramg
laki-laki yang beristeri tidak mutlak dilarang untuk melakukan perkawinan dengan isteri kedua.
5 Purbasari Indah. Hukum Islam Sebagai Hukum Positif di Indonesia. Malang: Setara Press. Hal 44
3. Larangan kawin bagi suami isteri yang telah bercerai sebanyak 2 (dua) kali (Pasal 10 UU No. 1
Tahun 1974).
Menurut Pasal 10 diatur larangan kawin bagi suami isteri yang telah bercerai sebanyak
2 (dua) kali. Perkawinan yang mempunyai maksud agar suami isteri dapat membentuk keluarga
yang kekal maka suatu tindakan yang mengakibatkan putusnya suatu perkawinan harus benar-
benar dipertimbangkan. Pasal 10 bermaksud untuk mencegah tindakan kawin cerai berulang
kali, sehingga suami maupun isteri saling menghargai satu sama lain.
5. Larangan kawin bagi seorang wanita selama masa tunggu (Pasal 11 UU No. 1 Tahun 1974).
Larangan dalam Pasal 11 bersifat sementara yang dapat hilang dengan sendirinya
apabila masa tunggu telah lewat waktunya sesuai dengan ketentuan masa lamanya waktu
tunggu. Sesuai dengan pasal 8 masa lamanya waktu tunggu selama 300 hari, kecuali jika tidak
hamil maka masa tunggu menjadi 100 hari. Masa tunggu terjadi karena perkawinan perempuan
telah putus karena:
1) Suaminya meninggal dunia.
2) Perkawinan putus karena perceraian.
3) Isteri kehilangan suaminya.
Pasal 41 berisi:
(1) Seorang pria dilarang memadu isterinya dengan seoarang wanita yang mempunyai hubungan
pertalian nasab atau sesusuan dengan isterinya
a. saudara kandung, seayah atau seibu atau keturunannya.
b. wanita dengan bibinya atau kemenakannya.
(2) Larangan tersebut pada ayat (1) tetap berlaku meskipun isteri-isterinya telah ditalak raj`i,
tetapi masih dalam masa iddah.
Pasal 32
Seseorang yang dengan keputusan pengadilan telah dinyatakan melakukan zina, sekali-kali
tidak diperkenankan kawin dengan pasangan zinanya itu.
Pasal 33
Antara orang-orang yang perkawinannya telah dibubarkan sesuai dengan ketentuan Pasal 199
nomor 3e atau 4e, tidak diperbolehkan untuk kedua kalinya dilaksanakan perkawinan kecuali
setelah lampau satu tahun sejak pembubaran perkawinan mereka yang didaftarkan dalam daftar
Catatan Sipil. Perkawinan lebih lanjut antara orang-orang yang sama dilarang.
D. Larangan Perkawinan Menurut Imam Mazhab Fiqih.
A. Larang karena nasab
Para ulama mazhab sepakat bahwa wanita-wanita yang tersebut di bawah ini haram
dikawini karena nasabnya:
1) Ibu, termasuk nenek dari pihak ayah atau pihak ibu.
2) Anak-anak perempuan, termasuk cucu perempuan dari anak laki-laki atau perempuan, hingga
keturunan di bawahnya.
3) Saudara-saudara perempuan, baik saudara seayah, seibu maupun seayah dan seibu.
4) Saudara perempuan ayah, termasuk saudara perempuan kakek dan nenek dari piahak ayah
dan seterusnya.
5) Saudara perempuan ibu, termasuksaudara perempuan kakek dan nenek dari pihak ayah dan
seterusnya.
6) Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki hingga keturunan di bawahnya.
7) Anak-anak perempuan saudara perampuan hingga keturunan di bawahnya.
Adapun dalil yang menjadi pijakannya adalah [Q.S.4:23].
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-
saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang perempuan
1. Kesimpulan
Makalah ini secara mendalam mengkaji bagaimana larangan perkawinan ini di atur
dalam AL-Qur-an, Hadits serta Ijtihad para ulama terkemuka. Lebih jauh, makalah ini merunut
bagaimana larangan perkawinan ini diatur dalam legislasi Sistem Hukum Nasional Indonesia,
mulai dari UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam hingga Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Dimana bila kami simpulkan secara sadar, maka tidak
terdapat adanya saling pertentangan satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA
Purbasari Indah. 2017. Hukum Islam Sebagai Hukum Positif di Indonesia. Malang: Setara
Press.
Dahwal Sirman. 2017. Perbandingan Hukum Perkawinan. Bandung: Mandiri Maju.
Website
http://iffpedia.blogspot.com/2015/04/fiqih-4-mazhab-munakahat-nikah.html
http://www.berandahukum.com/2016/04/larangan-perkawinan-menurut-uu.html
KELOMPOK PRESENTASI
HUKUM ISLAM
“Larangan Perkawinan”
Fatimah. S.H M,H
Di susun oleh :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM JAKARTA