You are on page 1of 28

REFERAT

PARALISIS PITA SUARA

Pembimbing :
dr. Dumasari Siregar, Sp.THT-KL

Disusun oleh :
Nadia Sani Amalia
030.14.135

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT THT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
PERIODE 30 APRIL 2018 – 02 JUNI 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

1
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul


“Paralisis Pita Suara”

Penyusun:
Nadia Sani Amalia
030.14.135

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk


menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit THT di RSUD Budhi Asih
Jakarta
Periode 30 April 2018 – 02 Juni 2018

Jakarta, Mei 2018

Dr. Dumasari Siregar, Sp.THT-KL

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
segala nikmat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul
“Paralisis Pita Suara” Adapun penulisan referat ini dibuat dengan tujuan untuk
memenuhi salah satu tugas kepaniteraan Ilmu Penyakit THT di Rumah Sakit
Umum Daerah Budhi Asih Jakarta.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.
Dumasari Siregar, Sp.THT-KL, selaku pembimbing yang telah membantu dan
memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan kasus ini. Ucapan terima kasih
juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang turut serta membantu penyusunan
referat ini yang tidak mungkin diselesaikan tepat waktu jika tidak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak.
Demikian kata pengantar ini penulis buat. Untuk segala kekurangan dalam
penulisan ini, penulis memohon maaf dan juga mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat konstruktif bagi perbaikan penulisan ini.

Jakarta, Mei 2018

Nadia Sani Amalia

3
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1
BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI ...................................................................2
2.1 Anatomi .................................................................................................2
2.2 Fisiologi .................................................................................................3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5
3.1 Definisi paralisis pita suara ....................................................................5
3.2 Epidemiologi paralisis pita suara .............................................................
3.3 Etiologi paralisis pita suara ......................................................................
3.4 Patofisiologi paralisis pita suara ...............................................................
3.5 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis paralisis pita suara .........................5
3.5.1 Paralisis Pita Suara Unilateral ......................................................5
3.5.2 Paralisis Pita Suara Bilateral ..........................................................
3.6 Diagnostik paralisis pita suara ..............................................................14
3.7 Tatalaksana paralisis pita suara ............................................................19
3.8 Komplikasi paralisis pita suara parotis .................................................21
3.9 Prognosis paralisis pita suara ...............................................................21
BAB IV KESIMPULAN .......................................................................................22
DAFTAR PUSTAK

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Paralisis pita suara merupakan terganggunya pergerakan pada pita


suara apabila satu atau dua pita suara tidak dapat terbuka atau tertutup. Ini
terjadi karena disfungsi saraf yang mempersarafi otot-otot laring yaitu
disfungsi nervus laryngeal rekuren atau nervus vagus. Paralisis pita suara
atau paralisis plika vokalis merupakan akibat impuls saraf dari otak ke
laring terputus sehingga tidak terjadi pergerakan otot pita suara. Paralisis
plika vokalis dapat terjadi pada semua umur dan gejalanya dari ringan
sampai mengancam jiwa.(1)
Angka kejadian paralisis pita suara bervariasi antara 1.5 – 23%.(1)
Tujuh puluh lima persen pasien menderita paralisis pita suara unilateral
dan sebanyak 3 – 30% kasus mengenai pita suara kanan. Paralisis pita
suara kongenital lebih sering terjadi dibandingkan dengan yang didapat.(8)
Selain itu, paralisis pita suara unilateral berpotensi mengancam nyawa,
jika proteksi jalan nafas memburuk dan mengarah ke pneumonia aspirasi.
Paralisis pita suara sendiri hingga kini masih menjadi masalah yang serius
dalam bidang THT. Hal ini dikarenakan kerusakan yang terjadi terhadap
sarafnya bersifat permanen. Berbagai tindakan intervensi pun mulai
dikembangkan untuk meminimalkan kerusakan yang terjadi.(1)
Oleh sebab itu, dalam referat ini akan membahas mengenai paralisis
pita suara secara menyeluruh.

1
BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1. Anatomi Laring


2.1.1 Struktur Penyangga Laring
Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang merupakan
suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi
vertebra cervicalis IV – VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif
lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja
tertutup bila sedang menelan makanan.(5) Laring adalah suatu struktur berbentuk
tabung yang terbentuk dari suatu sistem yang kompleks yang terdiri dari otot,
kartilago, jaringan ikat. Laring menggantung dari tulang hyoid, yang merupakan
satu-satunya tulang di dalam tubuh yang tidak berartikulasi dengan tulang lain.
Kerangka dari laring tersusun atas 3 kartilago yang berpasangan dan 3 kartilago
yang tidak berpasangan. Kartilago tiroid merupakan kartilago tidak berpasangan
yang terbesar dan berbentuk seperti sebuah perisai. Bagian paling anterior dari
kartilago ini sering menonjol pada beberapa pria, dan biasa disebut sebagai
“Adam’s apple”. Kartilago tidak berpasangan yang kedua adalah kartilago
krikoid, yang bentuknya sering digambarkan sebagai sebuah “signet ring”.
Kartilago ketiga yang tidak berpasangan adalah epiglotis, yang berbentuk seperti
sebuah daun. Perlekatan dari epiglotis memungkinkan kartilago tersebut untuk
invert, sebuah gerakan yang dapat membentuk untuk mendorong makanan dan
cairan secara langsung ke dalam esofagus dan melindungi korda vokalis dan jalan
pernapasan selama proses menelan.(1)

Ketiga kartilago yang berpasangan antara lain aritenoid, kuneiformis, dan


kornikulatus. Aritenoid berbentuk seperti piramid dan karena mereka melekat
pada korda vokalis, membiarkan terjadinya gerakan membuka dan menutup dari
korda vokalis yang penting untuk respirasi dan bersuara. Kuneiformis dan
kornikulatus berukuran sangat kecil dan tidak memiliki fungsi yang jelas.(1)

2
Gambar 2. (A) tampak anterior kartilago dan ligamen laring dan os hyoid. (B)
tampak posterior kartilago, ligamen dan artikulasio laring dan os hyoid.(5)

Gambar 3. (A) Potongan sagital ligamen dan artikulasio laring. (B) Tampak
posterior lateral otot intrinsik laring. (5)

3
2.1.2 Muskulus
Otot yang melekat pada laring yaitu otot ekstrinsik dan otot
intrinsik laring.
 Otot Ekstrinsik
Otot ekstrinsik melekat pada pemukaan luar laring, terbagi
menjadi:
1. Otot suprahioid
Berfungsi mengangkat laring ke arah atas. Terdiri atas m.
digastrikus, m. Geniohioid dan m. Stilohioid.
2. Otot infrahioid
Berfungsi menarik laring ke arah bawah. Terdiri atas m.
Omohioid, m. Sternohioid dan m.Tirohioid.
Otot-otot ini berperan pada gerakan dan fiksasi laring secara
keseluruhan. Terdiri dari kelompok otot elevator dan depresor. Kelompok
otot depresor terdiri dari mm.tirohioid, sternohioid, dan omohioid yang
dipersarafi oleh ansa hipoglosus dari C2 dan C3. Kelompok otot elevator
terdir dari mm.digastrikus anterior dan posterior, stilohioid, geniohioid dan
milohioid yang dipersarafi oleh nervus kranial V,VII dan IX. Kelompok ini
penting pada fungsi menelan dan fonasi dengan mengangkat laring dibawah
dasar lidah.(6)

Gambar 4. Otot Ekstrinsik


 Otot Intrinsik

4
Kontraksi otot intrinsik berhubungan dengan gerak pita suara. Otot
instrinsik laring berfungsi mempertahankan dan mengontrol jalan udara
pernafasan melalui laring, mengontrol tahanan terhadap udara ekspirasi
selama fonasi dan membantu fungsi sfingter dalam mencegah aspirasi benda
asing selama proses menelan. M. Krikotiroid terletak dipermukaan depan
laring, antara sisi lateral krikoid dan kartilago tiroid. Otot ini berfungsi
untuk menyempitkan ruang krikotiroid di anterior dan gerakan ini
memperbesar jarak antara kartilago tiroid dan kartilago aritenoid, yang
menumpang pada krikoid. Perlekatan anterior dan posterior ligamentum
vokalis terpisah makin jauh. Hasil akhirnya adalah pemanjangan dan
peregangan pita suara. (6)
Kontraksi m.krikoaritenoid posterior membawa prosesus m.aritenoid
ke belakang dan memutar prosesus vokalis ke lateral. Otot ini berfungsi
sebagai abduktor utama pita suara. M.krikoid lateral melakukan gerak
adduksi pita suara. M.tiroaritenoid eksterna bekerja untuk adduksi pita suara
dan juga mengubah tegangan dan ketebalan tepi bebas suara. Sfingter glotis
menarik kartilago aritenoid ke depan untuk mengurangi tegangan ligamen
vokalis dan memperbesar ketebalan pita suara. Otot ini dipersarafi secara
bilateral oleh n.laringeal rekuren, karena itu tidak terjadi kelumpuhan akibat
penyakit yang mengenai n.rekuren unilateral. Otot ini juga menerima
persarafan motorik dari n.laringeus superior. M.ariepiglotik bekerja untuk
menutupi sfingter laring superior, tetapi bentuknya kecil dan sering hampir
tidak ada. Otot ini dapat menjadi hipertrofi jika fungsi pita suara palsu
menggantikan fungsi pita suara asli. (6)

5
Gambar 5. Otot Intrinsik

2.1.3 Anatomi Laring Bagian Dalam


Cavum laring dapat dibagi menjadi sebagai berikut : (5)
a. Supraglotis (vestibulum superior), yaitu ruangan diantara permukaan atas
pita suara palsu dan inlet laring.
b. Glotis (pars media), yaitu ruangan yang terletak antara pita suara palsu
dengan pita suara sejati serta membentuk rongga yang disebut ventrikel
laring Morgagni.
c. Infraglotis (pars inferior), yaitu ruangan diantara pita suara sejati dengan
tepi bawah kartilago krikoidea.
Beberapa bagian penting dari dalam laring : (5)
a. Aditus Laringeus :
Pintu masuk ke dalam laring yang dibentuk di anterior oleh epiglotis,
lateral oleh plika ariepiglotika, posterior oleh ujung kartilago kornikulata
dan tepi atas m. aritenoideus.
b. Rima Vestibuli :
Merupakan celah antara pita suara palsu
c. Rima glottis :
Di depan merupakan celah antara pita suara sejati, di belakang antara
prosesus vokalis dan basis kartilago aritenoidea
d. Vallecula :

6
Terdapat diantara permukaan anterior epiglotis dengan basis lidah,
dibentuk oleh plika glossoepiglotika medial dan lateral
e. Plika Ariepiglotika :
Dibentuk oleh tepi atas ligamentum kuadringulare yang berjalan dari
kartilago epiglotika ke kartilago aritenoidea dan kartilago kornikulata.
f. Sinus Pyriformis (Hipofaring) :
Terletak antara plika ariepiglotika dan permukaan dalam kartilago tiroidea.
g. Incisura Interaritenoidea :
Suatu lekukan antara tuberkulum kornikulatum kanan dan kiri.
h. Vestibulum Laring :
Ruangan yang dibatasi oleh epiglotis, membrana kuadringularis, kartilago
aritenoid, permukaan atas proc. vokalis kartilago aritenoidea dan
m.interaritenoidea.
i. Plika Ventrikularis (pita suara palsu) :
Yaitu pita suara palsu yang bergerak bersama-sama dengan kartilago
aritenoidea untuk menutup glottis dalam keadaan terpaksa, merupakan dua
lipatan tebal dari selaput lendir dengan jaringan ikat tipis di tengahnya.
j. Ventrikel Laring Morgagni (sinus laringeus)
Yaitu ruangan antara pita suara palsu dan sejati. Dekat ujung anterior dari
ventrikel terdapat suatu divertikulum yang meluas ke atas diantara pita
suara palsu dan permukaan dalam kartilago tiroidea, dilapisi epitel berlapis
semu bersilia dengan beberapa kelenjar seromukosa yang fungsinya untuk
melicinkan pita suara sejati, disebut appendiks atau sakulus ventrikel
laring.
k. Plika Vokalis (pita suara sejati)
Terdapat di bagian bawah laring. Tiga per lima bagian dibentuk oleh
ligamentum vokalis dan celahnya disebut intermembranous portion, dan
dua per lima belakang dibentuk oleh prosesus vokalis dari kartilago
aritenoideadan disebut intercartilagenous portion.
2.1.4 Persarafan
Laring dipersarafi oleh cabang N. Vagus yaitu Nn. Laringeus Superior dan
Nn. Laringeus Inferior (Nn. Laringeus Rekuren) kiri dan kanan. (6)

7
A. Nn. Laringeus Superior(6)
Meninggalkan N. vagus tepat di bawah ganglion nodosum,
melengkung ke depan dan medial dibawah A. karotis interna dan
eksterna yang kemudian akan bercabang dua,
yaitu :
 Cabang Interna: bersifat sensoris, mempersarafi vallecula,
epiglotis, sinus pyriformis dan mukosa bagian dalam laring
di atas pita suara sejati.
 Cabang Eksterna: bersifat motoris, mempersarafi m.
Krikotiroid dan m. Konstriktorinferior.
B. N. Laringeus Inferior (N. Laringeus Rekuren) (6)
Berjalan dalam lekukan diantara trakea dan esofagus, mencapai laring
tepat di belakang artikulasio krikotiroidea. N. laringeus yang kiri
mempunyai perjalanan yang panjang dan dekat dengan Aorta sehingga
mudah terganggu. Merupakan cabang N. vagus setinggi bagian
proksimal A. subklavia dan berjalan membelok ke atas sepanjang
lekukan antara trakea dan esofagus, selanjutnya akan mencapai laring
tepat di belakangartikulasio krikotiroidea dan memberikan persarafan :
 Sensoris, mempersarafi daerah sub glotis dan bagian atas trakea
 Motoris, mempersarafi semua otot laring kecuali M.
Krikotiroidea
2.1.5 Vaskularisasi
Perdarahan dari cabang A. Tiroidea Superior dan Inferior sebagai A.
Laringeus Superior dan Inferior. (5)
a. Arteri Laringeus Superior
Berjalan bersama ramus interna N. Laringeus Superior menembus
membrana tirohioid menuju kebawah diantara dinding lateral dan dasar
sinus pyriformis.
b. Arteri Laringeus Inferior
Berjalan bersama N. Laringeus Inferior masuk ke dalam laring melalui
area Killian Jamieson yaitu celah yang berada di bawah M. Konstriktor
Faringeus Inferior, di dalam laring beranastomose dengan A.Laringeus

8
Superior dan memperdarahi otot-otot dan mukosa laring. Darah vena
dialirkan melalui V. Laringeus Superior dan Inferior ke V. Tiroidea
Superior dan Inferior yang kemudian akan bermuara ke V. Jugularis
Interna.

2.2. Fisiologi
Fungsi-fungsi laring yaitu proteksi, respirasi, sirkulasi, menelan dan
sebagai organ penghasil suara atau fonasi.(7)

A. Proteksi
Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan
benda asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring
dan rimaglotis secara bersamaan. Terjadinya penutupan aditus laring ialah
karena pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik
laring. Dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak ke depan akibat
kontraksi m.tiroaritenoid dan m. aritenoid. Selanjutnya m. ariepiglotika
berfungsi sebagai sfingter. Penutupan rima glotis terjadi karena adduksi
plika vokalis. Kartilago aritenoid kiri dan kanan mendekat karena adduksi
otot-ototintrinsik. Selain itu dengan refleks batuk, benda asing yang telah
masuk kedalam trakea dapat dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan
bantuan batuk,sekret yang berasal dari paru dapat dikeluarkan.

B. Respirasi
Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya
rimaglotis. Bila m. krikoaritenoid posterior berkontraksi akan
menyebabkan pprosesus vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral,
sehingga rimaglotis terbuka (abduksi).

C. Sirkulasi
Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus
trakeobronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan
demikian laring berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi darah.

D. Menelan

9
Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan
tigamekanisme, yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup
adituslaringis dan mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan
tidak mungkin masuk ke dalam laring.

E. Fonasi
Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara
serta menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur
olehketegangan plika vokalis. Bila plika vokalis dalam aduksi, maka
m.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan,
menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan m. krikoaritenoid
posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang.
Plika vokalis kini dalam keadaan yang efektif untuk berkontraksi.
Sebaliknya kontraksi m. krikoaritenoid akan mendorong kartilago
aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi
serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya
nada.

10
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Paralisis Pita suara


Paralis berarti terganggunya kemampuan anggota tubuh untuk bergerak
dan berfungsi, yang biasanya diakibatkan karena kerusakan saraf. Paralisis dapat
terjadi juga pada pita suara. Paralisis pita suara terjadi ketika salah satu atau kedua
pita suara tidak dapat membuka ataupun menutup dengan semestinya.(1)

3.2 Epidemiologi Paralisis Pita suara


Studi prospektif oleh Toutounchi dkk, pada 45 pasien yang didiagnosa
paralisis plica vocalis, didapatkan paralisis plica vokalis bilateral sebanyak 6,82%,
paralisis plica vocalis kiri 56,82% dan kanan 63,36% dari subjek yang diteliti.
Penyebab paralisis plica vocalis yang ditemukan idiopatik (31,11%), tumor
(31,11%), iatrogenic (28,29%), trauma, masalah pada otak, penyakit sistemik dan
penyebab lain (2,2%).(8)

3.3 Etiologi Paralisis Pita suara


Paralisis yang terjadi pada pita suara dapat diakibatkan oleh beberapa
kondisi, di antaranya: (1,13)

 Trauma bedah iatrogenik pada vagus atau n. laringeus rekuren, termasuk


bedah pada kepala, leher, atau dada. Khususnya, tiroidektomi,
endartektomi karotis dan bedah tulang belakang anterior.
 Invasi malignan pada vagus atau n.laringeus rekuren dapat terjadi akibat
tumor pada basal tengkorak, kanker tiroid, kanker paru-paru, kanker
esofagus, dan metastasis pada mediastinum (seringkali akibat kanker
paru primer).
 Pada kondisi neurologik tertentu seperti stroke, tumor otak, maupun
multiple sclerosis.
 Kerusakan pada saraf yang mempersarafi daerah laring. Biasanya
dikarenakan tumor benigna maupun maligna, perlukaan di daerah

11
tersebut, infeksi virus, penyakit Lyme, maupun neurotoxin seperti
merkuri, arsenik, ataupun toksin difteria.
 Intubasi endotrakeal
 Idiopatik
3.4 Patofisiologi
Pada daerah laring, secara anatomis terdapat nervus vagus dan cabangnya
yaitu nervus laringeus rekurens yang mempersarafi pita suara. Jika terjadi
penekanan maupun kerusakan terhadap nervus ini maka akan terjadi paralisis
pita suara, di mana pita suara tidak dapat beradduksi. Secara normal, ketika
berfonasi, kedua pita suara beradduksi, tetapi karena terjadi paralisis salah
satu atau kedua pita suara, maka vibrasi yang dihasilkan oleh pita suara tidak
maksimal. (10)

Gambar 6. Paralisis Plika Vokalis.(10)

Secara umum terdapat lima posisi dari korda vokalis sesuai derajat
ostium laringeus yaitu median, paramedian, intermedia, sedikit abduksi dan
adduksi penuh. Jika paralisis terjadi bilateral, posisi ini ditandai dengan
mengamati ukuran celah glotis. Jika paralisis terjadi unilateral maka

12
pengamatan pertama harus memperkirakan posisi garis tengah sebenarnya
kemudian menghubungkan dengan posisi korda vokalis. Tiap lesi sepanjang
perjalanan nervus laringeus rekurens dapat menimbulkan paralisis laring. Lesi
intrakranial biasanya disertai gejala – gejala lain dan lebih bermanifestasi
sebagai gangguan neurologis dan bukan gangguan suara atau artikulasi. Lesi
batang otak terutama menimbulkan gangguan suara, namun dapat pula
disertai tanda-tanda neurologis lain. (10)

3.5 Klasifikasi Paralisis Pita Suara


Ada beberapa macam tipe kelumpuhan pita suara pada orang dewasa menurut
saraf yang terkena, seperti:
I. Paralisis Pita Suara Unilateral(9)
Paralisis nervus laryngeal rekuren unilateral dapat disebabkan oleh
iatrogenic (misalnya operasi tiroid, esophagus, tulang cervical, dan operasi
thoraks). Dapat pula disebabkan secara primer atau sekunder oleh karsinoma
paru, atau tumor esophagus dan tiroid yang malignan. Aneurisma aorta atau
dilatasi atrium kiri (Ortner sindrom) dan trauma dapat pula mendukung
kelumpuhan plica vocalis unilateral. Etiologi paralisis plica vocalis unilateral
dapat juga idiopatik.
Paralisis pita suara unilateral harus dianggap suatu gejala,
yangmenggambarkan penyakit di sepanjang perjalanan nervus laringeus
rekuren. Sebagai cabang nervus vagus, nervus rekuren mempersarafi sebagian
besar otot-otot intrinsik laring. Karena nervus laringeus rekuren sinistra turun
ke dalam mediastinum untuk melingkari aorta dan kembali keatas (yang
kanan tidak), maka paralisis pita suara kiri sembilan kali lebih sering terjadi
daripada yang kanan.
A. Paralisis n.laringeal rekuren unilateral(9)
Hal-hal yang penting dalam diagnosis adalah
- Disfoni
- Batuk “Bovine”
- Paralisis plica vocalis unilateral paramedian
- Lelah dengan pemakaian suara

13
Evaluasi awal terhadap paralisis plica vocalis unilateral adalah
untuk menentukan apakah paralisis ini merupakan cedera n.laringeal
rekuren atau kerusakan n.vagus. Lesi yang menunjukkan karakteristik
kelumpuhan plica vocalis paramedian ditemukan di bawah dari
n.laringeus superior. Pita suara yang lumpuh ditemukan dalam posisi
paramedian karena kerja otot krikotiroid terhambat. (9)

B. Paralisis vagal komplit unilateral(9)


Hal yang penting dalam diagnosis:
- Suara serak, lemah
- Kemungkinan adanya riwayat aspirasi
- Tempat cedera adalah di atas n.laringeal superior
- Posisi plica vocalis pada intermediet lateral
Selama evaluasi kelumpuhan vagal unilateral, penting untuk
menentukan letak kerusakan saraf pada basis cranii, batang otak, atau pada
serebrum. Karena kehilangan fungsi n.laringeal superior, terjadi penurunan
sensorik dari laring di atas plica vocalis pada sisi yang terkena dan
kehilangan fungsi otot krikotiroid. Kehilangan fungsi n.vagus,
menyebabkan paralisis plica vocalis lebih ke lateral dengan posisi
intermediet, atau cadaveric.

II. Paralisis plica vocalis bilateral(9)


Terjadinya paralisis nervus laryngeal rekurens bilateral kebanyakan
disebabkan oleh proses pembedahan tiroid, terutama total tiroidektomi.
Penyebab lainnya yang jarang adalah karena pertumbuhan tumor tiroid yang
malignan. Paralisis nervus komplit nervus vagal bilateral biasanyamelibatkan
nervus kranialis, yakni nervus glosofaringeus dan nervus hipoglosus. Pada
paralisis ini terjadi imobilisasi dari pita suara yang berlokasi pada posisi
intermediate dengan pelebaran celah glottis.
Paralisis korda vokalis bilateral menampilkan masalah berbeda. Karena
kedua korda vokalis biasanya dalam posisi paramedian, maka suara tidak
terlalu terpengaruh, akan tetapi rima glottis tidak cukup lebar untuk kegiatan
yang mengerahkan tenaga. Pasien bahkan mengalami sesak nafas pada waktu

14
istirahat. Biasanya pasien dengan paralisis korda vokalis bilateral mempunyai
korda vokalis yang hampir melekat, sehingga sebagian besar memerlukan
trakeostomi guna mengurangi obstruksi jalan napas. Dan sangat jarang pada
pasien dengan paralisis korda vokalis bilateral mempunyai korda vokalis
yang terpisah lebar. Korda vokalis yang dalam posisi teraduksi bukan
diakibatkan lesi neurogenik, namun dapat timbul akibat trauma laring. Pada
kasus ini, jalan napas masih baik namun suara menjadi lemah dan disertai
bunyi napas. Pita suara dalam posisi adduksi lebih sering ditemukan pada
paralisis bilateral akibat lesi neurologik dan pasien memiliki suara yang baik
dengan pernapasan buruk.
A. Paralisis n.laringeal rekuren bilateral
Hal yang penting dalam diagnosis:
- Sering datang dengan stridor
- Suara dapat normal
- Biasanya ada riwayat operasi tiroid
- Plica vocalis menetap di posisi median hingga paramedian
Pasien dapat datang dengan riwayat operasi tiroid biasanya
tiroidektomi total. Tumor tiroid malignant jarang menjadi penyebab yang
mendasari.

B. Paralisis n.vagus komplit bilateral


Hal yang penting dalam diagnosis:

- Suara lemah
- Riwayat aspirasi dan tersedak
- Plica vocalis pada posisi intermediet
- Apertura glottis baik saat istirahat
Keterlibatan n.vagal, atau batang otak bilateral jarang terjadi dan
biasanya merupakan akibat sekunder dari penyebab neurologic.
Kehilangan sensorik supraglotik secara lengkap menyebabkan risiko
aspirasi yang signifikan. Paralisis vagal biasanya disertai keterlibatan
nervus kranialis yang lain, umumnya n.glossopharyngeal dan hypoglossal.

15
Posisi Pita Suara
Posisi pita suara yang lumpuh
Posisi pita suara merupakan faktor tunggal yang paling penting dan gejala
klinik kelumpuhan bervariasi tergantung pada posisi pita suara.

Gambar. Posisi Plika Vokalis(13)


Pada pemeriksaan klinik terdapat lima macam posisi pita suara: (13)

1. Median
2. Paramedian
3. Intermedian
4. Abduksi sedikit
5. Abduksi penuh

3.6 Penegakkan Diagnosis Paralisis Pita suara

A. Anamnesis
Gejala kelumpuhan pita suara didapat adalah suara parau, stridor
atau bahkan disertai kesulitan menelan tergantung pada penyebabnya
gejala yang dapat timbul pada paralisis plica vocalis unilateral adalah
suara desah, serak dan lemah di mana terdapat restriksi dalam jangkauan
volume dan nada. Suara dapat memburuk seiring waktu akibat

16
penggunaan mekanisme kompensasi yang tidak benar. Seringkali suara
hampir normal. Paralisis korda vokalis unilateral pada anak memiliki ciri
tambahan. Karena ukuran glottis yang kecil, maka paralisis unilateral pada
anak dapat membahayakan jalan napas, sehingga secara klinis
mengakibatkan stridor. Pada paralisis plica vocalis bilateral, distress napas
yang berat dapat menjadi gambaran yang dominan.(11)
B. Pemeriksaan Fisik
Untuk menunjang diagnosis paralisis pita suara, maka dilakukan beberapa
tahapan pemeriksaan di antaranya adalah:

 Pemeriksaan Laringoskopi Indirect dan Direct


Pemeriksaan ini diperlukan untuk menentukan pita suara sisi mana
yang mengalami lumpuh serta gerakan adduksi dan abduksinya. Jika
terjadi paralisis nervus laryngeal superior dan rekuren, atau terjadi
paralisis nervus vagus komplit, maka plica vocalis akan berada pada posisi
intermediet. Jika hanya nervus laringeus rekuren yang mengalami
paralisis, plica vocalis akan berada pada posisi paramedian dan
menyebabkan jalan napas tidak adekuat.

a b
a
Gambar 7. Pada pemeriksaan laringoskopi saat respirasi menunjukkan Paralisis
plica vocalis (a) unilateral dan (b) bilateral.(12)

17
Gambar 8. Posisi plika vocalis pada paralisis plica vocalis unilateral.

C. Pemeriksaan penunjang
 Pencitraan
Karena gangguan ini disebabkan oleh kerusakan saraf, maka
diperlukan tambahan tes untuk mencari penyebab paralisis. Untuk
itu maka dapat digunakan X-ray, MRI maupun CT-scan.
 Endoskopi
Dilakukan untuk melihat pita suara yang ditampilkan pada
monitor agar bisa terlihat salah satu atau kedua pita suara yang
terkena.
 Laringeal elektromiografi (LEMG)
Adalah suatu evaluasi elektrofisiologik dari otot-otot laring. Tes
ini dilakukan dengan menggunakan suatu jarum perkutaneus
elektromiogram (EMG) di bawah lokal atau tanpa anastesi.
LMEG mengevaluasi m. tireoaritenoid, yang merupakan refleks
fungsi n. laringeus rekuren dan m. krikoaritenoid, yang
merupakan gambaran fungsi n. laringeus superior. Hasil
pemeriksaan LMEG dapat merupakan diagnostik dan prognostik
dan juga dapat digunkakan sebagai pemeriksan yang menuntun

18
terapi. LEMG memberikan informasi mengenai patofisiologi
imobilitias dan dismotilitas. Dengan ini dapat ditentukan
pemilihan terapi berdasarkan pemahaman etiologi dari kelainan
tersebut. (7)
3.7 Tatalaksana Paralisis Pita Suara

Ada beberapa terapi untuk paralisis pita suara, antara lain:

I. Konservasi
Terapi paralisis plica vocalis unilateral dimulai dari terapi suara
konservatif, di mana harus didukung oleh stimulasi elektrik yang sinkron
untuk mencegah atrofi muscular. Stimulasi elektrik sendiri tidak berarti
jika tidak dilakukan dengan terapi suara secara sinkron. Jika terapi suara
konservatif gagal, prosedur phonosurgical harus dipertimbangkan.(9)

II. Pembedahan
Sesuai aturan, operasi tidak dilakukan hingga satu tahun setelah onset
paralisis plica vocalis untuk menunggu kemungkinan pemulihan spontan.
Dapat dipertimbangkan phonosurgery yang lebih awal untuk pasien-pasien
tuadi mana terapi suara konservatif tidak efektif akibat kelemahan fisik.(9)

A. Paralisis Plica Vocalis Unilateral


Dua pilihan pembedahan pada pasien dengan paralisis plica
vocalis unilateral adalah: (9)
 Medialization.
Prosedur medialization termasuk laringoplasti injeksi dan
operasi laryngeal.
- Laringoplasti injeksi: Beberapa materi telah diinjeksikan
untuk memperbaiki kemampuan glotik. Yang diinjeksikan
termasuk :
 Polytetrafluoroethylene (Teflon)
 Radiesse voice gel
 Asam Hialuronik

19
 Cymetra
 Gelfoam
 Zyplast/Zyderm
- Operasi laryngeal: Thyroplasty dan rotasi aritenoid.
Prosedur ini bertujuan memperbaiki penutupan glottis
posterior
 Reinervasi.
Beberapa prosedur reinervasi untuk paralisis plica vocalis
telah dideskripsikan menggunakan ansa cervicalis, n.phrenicus,
neuron simpatis preganglionik, n.hipoglossal, dan saraf-pedikel
otot. Tujuan utama prosedur reinervasi adalah untuk mencegah
atrofi otot-otot laring. (9)

B. Paralisis Plica Vocalis Bilateral(9)


 Trakeostomi.
Paralisis plica vocalis bilateral dengan distress napas yang
serius perlu diberi tindakan pada stadium akut dengan intubasi atau
trakeotomi. Pasien yang ditrakeotomi sebaiknya dipasang speaking
tube. Tube ini membiarkan trakeostomi tetap terbuka dan juga
membebaskan aliran napas. Pada ekspirasi, sebuah katup flap kecil
mengoklusi tuba tersebut dan udara yang dikeluarkan dapat
digunakan untuk fonasi seperti biasanya.
 Kordotomi dan aritenoidektomi
Adanya jahitan lateralisasi dari plica vocalis merupakan
prosedur yang paling umum dilakukan untuk terapi plica vocalis
bilateral. Pada kasus kronik dengan respirasi yang bagus yang tidak
membutuhkan trakeostomi, dapat diusahakan pelebaran glottis
dengan prosedur operasi minor pada plica vocalis
(arytenoidektomi). Namun, hal ini hampir selalu menyebabkan
perubahan suara akibat penutupan glottis yang tidak sempurna.
3.8 Komplikasi Paralisis Pita Suara

20
Komplikasi dari terapi pembedahan adalah suara yang kurang baik,
kesulitan bernafas, dan migrasi dari implan. Pada saat pembedahan yang
mencakup manipulasi dari saluran nafas, faktor seperti hematoma, edema
dapat menyebabkan kesulitan bernafas, dan untuk mencegah dari
komplikasi ini maka pada saat operasi harus dilakukan dengan tepat dan
sangat hati-hati serta dengan pemberian kortikosteroid pre dan post-
operatif, dan resiko akan lebih besar jika proses pembedahan adalah
bilateral.
Walaupun pembedahan sangat penting jika ada disfagia,
kebanyakan pembedahan dilakukan untuk memperbaiki kualitas suara, dan
jika tidak ada perbaikan kualitas suara, maka terjadi komplikasi saat
prosedur. Sering kualitas suara yang buruk atau tidak ada perbaikan
setelah operasi dapat diperbaiki dengan pengulangan medialisasi
laringoplasty dengan atau tanpa arytenoid adduction.
Dan sebab yang paling sering menyebabkan kualitas suara yang
buruk setelah operasi adalah kesalahan penempatan implan,
penempatannya terlalu kearah anterior/superior, implan terlalu kecil/besar.
Hal ini dapat menyebabkan edema intraoperatif, dapat dicegah dengan
penggunaan kortikosteroid untuk meminimalkan edema sebelum dapat
dilakukan kembali penggantian implan. Migrasi dari implan dapat terjadi
post-operatif, baik kearah medial saluran nafas atau ke arah lateral ke
leher.(13)

3.9 Prognosis Paralisis Pita Suara

Hasil dari terapi pada paralisis pita suara adalah sangat baik.
Kebanyakan pasien dapat kembali berbicara hampir normal dan dengan
minimal atau tanpa limitasi dari fungsi berbicara untuk kebutuhan
berbicara sehari-hari. Tetapi untuk bernyanyi, kemungkinan tidak akan
bisa dengan sempurna, karena kemampuan pita suara sudah terbatas.(13)

BAB IV

21
KESIMPULAN

1. Paralisis pita suara terjadi ketika salah satu atau kedua pita suara tidak dapat
membuka ataupun menutup dengan semestinya.
2. Paralisis pita suara disebabkan oleh disfungsi dari nervus vagus dan nervus
laringeal rekurens.
3. Etiologi paralisis pita suara di antaranya karena trauma bedah iatrogenik,
invasi malignansi pada saraf, kondisi neurologic tertentu, kerusakan pada
saraf, intubasi endotrakeal, maupun idiopatik.
4. Paralisis pita suara dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral.
5. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
6. Penatalaksanaan dapat dilakukan melalui penggunaan konservatif maupun
pembedahan.
7. Pada saat paralisis ini dapat diterapi dengan baik, dapat memperbaiki kualitas
hidup dari penderita.

DAFTAR PUSTAKA

22
1. Vocal Cord Paralysis. Tersedia dari:
http://www.nidcd.nih.gov/health/voice/vocalparal.htm#1. Diakses pada: 20
Mei 2018.
2. George LA, Lawrence RB, Peter AH. Dalam BOEIS Buku Ajar Penyakit
THT. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;1997.p369-396.
3. Simpson, Blake. Treatment of Vocal Fold Paralysis. Head & Neck Surgery –
Otolaryngology, 4th Edition. Texas: Lippincott Williams & Wilkins, 2006.61:
848-860.
4. Wippold, F. Diagnostic Imaging of the Larynx. Cummings Otolaryngology
Head & Neck Surgery, 4th Edition. USA: Elsevier Mosby, 2005.
5. Sadler, TW. Respiratory System. Langman’s Medical Embryology, 8th
Edition. Montana:Williams & Wilkins, 2007. 12: 277-278.
6. Ballenger JJ. Anatomy of the larynx. In: Diseases of the nose, throat, ear, head
and neck. 13th ed. Philadelphia:Lea & Febiger, 1993.
7. Punagi AQ. Penatalaksanaan Bilateral Midline Paralysis Pasca Tiroidektomi
Total. Dalam: Medicinus. 2010 Feb. 22(4):151-156.
8. Toutounchi SJS, Eydi M, Golzari SE, Ghaffari MR, Parvizian N. Vocal Cord
Paralysis and its Etiologies: A Prospective Study. J Cardiovasc Thorac Res.
2014 March 4;6(1):47-50.
9. Vyvyn N, Young C. Blake Simpson “Treatment of Vocal Fold Paralysis.” In
Bailey’s Head and Neck Surgery- Otoralyngology 5th Edition, by Clark A.
Rosen Jonas T. Johnson, 1038-1057. China: Lippincott Williams
&wllkins,2014.
10. Snow Jr JB, Ballenger JJ, Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery 16th ed. 2003. Spain: BC Decker Inc.
11. Hermany B, dkk. Disfoni. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung,
tenggorokan,kepala dan leher. Edisi keenam. FK UI. Jakarta. 2009.p231-6.
12. Bansal, Mohan. “Laryngeal Symptoms and Examination.” In disease of Ear,
Nose, and Throat Head and Neck Surgery. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers. 2013;p467-476.

23
13. Vocal Cord Paralysis. Tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/article/863779-overview.Diakses pada: 23
mei 2018.

24

You might also like