You are on page 1of 9

a.

Objek pemeriksaan
Sebagai objek pemeriksaan dalam suatu penyelidikan dan penyidikan secara garis besar
dapat ditentukan antara lain :
1. Korban hidup,
2. Korban mati,
3. Manusia sebagai pelaku,
4. Benda-benda mati yang terdapat di sekitar tempat kejadian perkara yaitu:
a. Bekas pola gigitan pada tubuh mayat.
b. Air liur di sekitar bekas pola gigitan dan bekas gigitan makanan tertentu.
c. Bercak-bercak darah korban
d. Bercak-bercak darah pelaku
5. Benda mati yang secara fisik dianggap sebagai barang bukti antara lain:
a. Gigi palsu lepasan sebagian (partial denture)
b. Gigi palsu penuh (full denture)
c. Mahkota dan jembatan (crown and bridge)
d. Gigi-geligi yang lepas dari rahang korban
e. Patahan gigi-geligi dari korban
f. Kemungkinan terdapat patahan rahang yang lepas dari korban baik rahang
atas maupun rahang bawah.
6. Semua jaringan rongga mulut yaitu pipi bagian dalam dan bibir yang lepas yang
terdapat di tempat kejadian perkara.

Objek-objek tersebut dicatat ke dalam formulir pemeriksaan awal karena terdapat


pemeriksaan lanjutan baik untuk kepentingan rekonstruksi dan baik pula untuk
kepentingan laboratoris khususnya dalam penentuan golongan darah dan DNA baik
korban maupun pelaku yang nantinya dicatat pula ke dalam suatu formulir
pemeriksaan laboratoris yang berguna untuk kelengkapan penyidikan yang
kesemuanya itu disebut sebagai oral and dental identification record.

b. Keuntungan gigi sebgai objek pemeriksaan.


Keuntungan gigi sebgai objek pemeriksaan antara lain:
1. Gigi-geligi merupakan rangkaian lengkungan secara anatomis, antropologis dan
morfologis mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan pipi.
2. Gigi-geligi sukar untuk membusuk kecuali gigi tersebut sudah mengalami
nekrotik atau ganggren, meskipun dikubur, umumnya organ-organ tubuh lain
bahkan tulang telah hancur tetapi gigi tidak (masih utuh).
3. Gigi-geligi di dunia ini tidak ada yang sama karena menurut SIMS dan Furnes
bahwa gigi manusia kemungkinan sama ada alh satu dibanding dua milyar.
4. Gigi-geligi mempunyai ciri-ciri khusus apabila ciri-ciri gigi tersebut rusak atau
berubah maka sesuai dengan pekerjaan dan kebiasaan menggunakan gigi
bahkan setiap ras mempunyai ciri yang berbeda.
5. Gigi-geligi tahan asam keras.
6. Gigi-geligi tahan panas, apabila terbakar sampai dengan suhu 400oC gigi tidak
akan hancur. Gigi menjadi abu sekitar suhu lebih dari 649oC. Apabila gigi
tersebut ditambal menggunakan amalgam maka bila terbakar akan menjadi abu
sekitar di atas 871oC, sedangkan bila gigi tersebut memakai mahkota logam
atau inlay alloy emas maka bila terbakar akan menjadi abu sekitar suhu 871-
1093oC.
7. Gigi-geligi dan tulang rahang pada rontgenogramnya dapat dilihat kadang-
kadang terdapat anomali dari gigi dan komposisi tulang rahang yang khas.
8. Apabila korban telah dilakukan pencabutan gigi umumnya ia memakia gigi
palsu dengan brbagai macam model gigi palsu dan gigi palsu tersebut dapat
ditelusuri atau diidentifikasi.
9. Gigi-geligi merupakan sarana terakhir di dalam identifikasi apabila sarana lain
atau organ tubuh lain tidak ditemukan.

Identifikasi korban melalui pola gigitan pelaku


Menurut William Eckert (1992), pola gigitan adalah bekas gigitan dari pelaku yang tertera
pada kulit korban dalam bentuk luka, jaringan kulit maupun jaringan ikat di bawah kulit sebagai
pola akibat dari pola permukaan gigitan dari gigi-gigi pelaku melalui kulit korban.
Menurut Bowers dan Bell (1955) mengatakan bahwa pola gigitan merupakan suatu
perubahan fisik pada bagian tubuh yang disebabkan oleh kontak atau interdigitasi antara gigi atas
dengan gigi bawah sehingga struktur jaringan terluka baik oleh gigi manusia maupun hewan.
Menurut Sopher (1976) mengatakan bahwa pola gigitan yang ditimbulkan oleh hewan
berbeda dengan manusia oleh karena perbedaan morfologi dan anatomi gigi geligi serta bentuk
rahangnya.
Menurut Curran et al (1680) mengatakan bahwa pola gigitan pada hewan buas yang
dominan membuat perlukaan adalah gigi kaninus atau taring yang berbentuk kerucut.
Menurut Levine (1976) mengatakan bahwa pola gigitan baik pola permukaan kunyah
maupun permukaan hasil gigitan yang mengakibatkan putusnya jaringan kulit dan dibawahnya
baik pada jaringan tubuh manusia maupun pada buah-buahan tertentu misalnya buah apel dapat
ditemukan baik korban hidup maupun yang sudah meninggal.
Sedangkan menurut Soderman dan O’Connel pada tahun 1952 mengatakan bahwa yang
paling sering terdapat pola gigitan pada buah-buahan yaitu buah apel,pear dan bengkuang yang
sangat terkenal dengan istilah Apple Bite Mark.
Sedangkan menurut Lukman (2003) mengatakan bahwa pola gigitan mempunyai suatu
gambaran dari anatomi gigi yang sangat karakteristik yang meninggalkan pola gigitan pada
jaringan ikat manusia baik disebabkan oleh hewan maupun manusia yang masing-masing
individu sangat berbeda.

B. klasifikasi pola gigitan


Pola gigitan mempunyai derajat perlukaan sesuai dengan kerasnya gigitan, pada pola gigitan
manusia terdapat 6 kelas yaitu:
1. Kelas I : pola gigitan terdapat jarak dari gigi insisive dan kaninus.
2. Kelas II : pola gigitan kelas II seperti pola gigitan kelas I tetapi terlihat pola gigitan cusp
bukalis dan palatalis maupun cusp bukalis dan cusp lingualis tetapi derajat pola
gigitannya masih sedikit.
3. Kelas III : pola gigitan kelas III derajat luka lebih parah dari kelas II yaitu permukaan
gigit insisive telah menyatu akan tetapi dalamnya luka gigitan mempunyai derajat lebih
parah dari pola gigitan kelas II.
4. Kelas IV : pola gigitan kelas IV terdapat luka pada kulit dan otot di bawah kulit yang
sedikit terlepas atau rupture sehingga terlihat pola gigitan irreguler.
5. Kelas V : pola gigitan kelas V terlihat luka yang menyatu pola gigitan insisive, kaninus
dan premolar baik pada rahang atas maupun bawah.
6. Kelas VI : pola gigitan kelas VI memperlihatkan luka dari seluruh gigitan dari rahang
atas, rahang bawah, dan jaringan kulit serta jaringan otot terlepas sesuai dengan
kekerasan oklusi dan pembukaan mulut.

C. Berbagai jenis pola gigitan pada manusia.


Pola gigitan pada jaringan manusia sangatlah berbeda tergantung organ tubuh mana yang
terkena, apabial pola gigitan pelaku seksual mempunyailokasi tertentu, pada penyiksaan anak
mempunyai pola gigitan pada bagian tubuh tertentu pula akan tetapi pada gigitan yang
dikenal sebagai child abuse maka pola gigitannya hampir semua bagan tubuh.
1. Pola gigitan heteroseksual.
Pola gigitan pada pelaku-pelaku hubungan intim antar lawan jenis dengan perkataan
lain hubungan seksual antara pria dan wanita terdapat penyimpangan yang sifatnya
sedikit melakukan penyiksaan yang menyebabkan lawan jenis sedikit kesakitan atau
menimbulkan rasa sakit.
a. Pola gigitan dengan aksi lidah dan bibir.
Pola gigitan ini terjadi pada waktu pelaksanaan birahi antara pria dan
wanita.
b. Pola gigitan pada organ genital
Pola gigitan ini bila terjadi pada pria biasanya dilakukan gigitan oleh orang
yang dekat dengannya misalnya istrinya atau teman selingkuhnyanya yang
mengalami cemburu buta.
c. Pola gigitan pada sekutar organ genital.
Pola gigitan ini terjadi akibat pelampiasan dari pasangannya atau istrinya
akibat cemburu buta yang dilakukan pada waktu suaminya tertidur pulas
setelah melakukan hubungan seksual.
d. Pola gigitan pada organ genital.
Pola gigitan ini modus operandinya yaitu pelampiasan emosional dari lawan
jenis atau istri karena cemburu buta. Biasanya hal itu terjadi pada waktu
korban tertidur lelap stelah melakukan hubungan intim.
e. Pola gigitan pada mammae.
Pola gigitan ini terjadi pada waktu pelaksanaan senggama atau berhubungan
intim dengan lawan jenis. Pola gigitan ini baik disekitar papilla mammae
dan lateral dari mammae. Oleh karena mammae merupakan suato organ
tubuh setengah bulatan maka luka pola gigitan yang dominan adalah gigitan
kaninus. Sedangkan pola gigitan gigi seri terlihat sedikit atau hanya memar
saja.

D. Pola gigitan pada penyikasaan anak.


Pola gigitan ini dapat terjadi pada seluruh lokasi atau di sekeliling tubuh anak-
anak atau balita yang dilakukan oleh ibunya sendiri. Hal ini disebabkan oleh suatu
aplikasi dari pelampiasan gangguan psikis dari ibunya oleh karena kenakalan anaknya
atau kerewelan anaknya ataupun kebandelan dari anknya.

E. Pola gigitan child abuse.


Pola gigitan ini terjadi akibat faktor-faktor iri dan dengki dari teman ibunya, atau
ibu anak tetangganya oleh karena anak tersebut lebih pandai, lebih lincah, lebih
komunikatif dari anaknya sendiri maka ia melakukan pelampiasan dengan menggunakan
gigitannya dari anak tersebut. Hal ini terjadi dengan rencana oleh karena ditunggu pada
waktu korban tersebut melewati pinggir atau depan rumahnya dan kemudian setelah
melakukan gigitan itu, ibu tersebut melarikan diri.
Lokasi pola gigitan pada bagian tubuh tertentu yaitu daerah punggung, bahu atas,
leher.

F. Pola gigitan hewan


Pola gigitan hewan umumnya terjadi sebagai akibat dari penyerangan hewan peliharaan
kepada korban yang tidak disukai oleh hewan tersebut. Kejadian tersebut dapat terjadi tanpa
instruksi dari pemeliharanya atau dengan instruksi dari pemeliharanya. Beberapa hewan yang
menyerang korban karena instruksi dari pemeliharanya biasanya berjenis herder atau doberman
yang memang secara khusus dipelihara pawang anjing di jajaran kepolisian untuk menangkap
pelaku atau tersangka. Pola gigitan hewan juga disebabkan sebagai mekanisme pertahanan diri
maupun sebagai pola penyerangan terhadap mangsanya.
a. Pola gigitan anjing biasanya terjadi pada serangan atau atas perintah pawangnya atau
induk semangnya. Misalnya dijajaran kepolisian untuk mengejar tersangka atau pelaku
dan selalu pola gigitan terjadi pada muka sama seperti hewan buas lainnya antara lain
harimau, singa, kucing, serigala.
b. Pola gigitan hewan pesisir pantai.
Pola gigitan ini terjadi apabila korban meninggal di tepi pantai atau korban meninggal
dibuang di pesisir pantai sehingga dalam beberapa hari atau beberapa minggu korban
tersebut digerogoti oleh hewan-hewan laut antara lain kerang, tiram.
c. Pola gigitan hewan peliharaan.
Pola gigitan ini terjadi karena hewan peliharaan tersebut tidak diberi makan dalam
beberapa waktu yang agak lama sehingga ia sangat lapar sehingga pemeliharanya
dijadikan santapan bagi hewan tersebut.

G. Pola gigitan homoseksual atau lesbian.


Pola gigitan ini terjadi sesama jenis pada waktu pelampiasan birahinya. Biasanya
pola gigitan ini di sekitar organ genital yaitu paha, leher dan lain-lain.

H. Luka pada tubuh korban yang menyerupai lluka pola gigitan.


Luka-luka ini terjadi pada mereka yang menderita depresi berat sehingga ia secara
nekat melakukan bunuh diri. Yang sebelumnya ia mengkonsumsi alkoholdalam jumlah
overdosis.

I. Analisa pola gigitan pada manusia.


Analisa pola gigitan dilakukan hanya pada korban yang terdapat pola gigitan
manusia. Sedangkan pola gigitan oleh hewan dapat segera diketahui. Tim identifikasi maupun
tim penyidik harus dapat dengan cepat membedakan pola gigitan hewan maupun gigitan manusia
di tempat kejadian perkara atau pada tubuh korban.
1. Bahan-bahan analisa.
Apabila dilakukan pencetakan pada pola gigitan manusia harus menggunakan bahan
cetak yang flow system antara lain alginate dan sejenisnya. Kemudian untuk tubuh
korban yang bulat adalah yang paling sulit dilakukan pencetakan. Sehingga perlu
penggunaan masker dari kain keras yang digunting dibentuk sesuai dengan sekitar
pola gigitan sehingga bahan cetak yang flow system tidak berhambur keluar dari
sekitar pola gigitan karena dijaga oleh masker yang digunakan tersebut.
2. Cara mencetak pola gigitan
Mencetak pola gigitan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan
menggunakan mangkuk cetak dari masker kain keras atau dengan mengguanakan
kain kasa sepanjang diameter pencetakan dan berlapis-lapis. Berikutnya diaduk bahan
cetak yang flow system ditempatkan dan ditekan dengan getaran pada sekitar pola
gigitan kemudian mangkok cetak diisi setengah dari mangkok oleh bahan yang flow
system sekitar pola gigitan.
3. Hasil cetakan
Hasil cetakan dari pola gigitan menghasilkan suatu model dari gips yang telah dicor
dari model negatif kemudian dicekatkan pada okludator atau artikulator apabila
gigitannya tidak stabil. Hal ini dapat diketahui terdapat pola gigitan rahang atas
maupun pola gigitan rahang bawah.
4. Kontrol pola gigitan.
Kontrol pola gigitan dilakukan melalui artikulator dengan model cetakan pada
selempeng wax atau keju sehingga akan menampak pola gigitan.

3. Analisa pola gigitan pada buah.

Analisa pola gigitan pada buah hanyalah buah tertentu saja misalnya pada apel
yang dikenal dengan Apple Bite Mark, dapat pula pada buah pear dan bangkuang. Pola
gigitan ini adalah penapakan dari hasil gigitan yang putus akibat gigi atas yang beradu
dengan gigi bawah. Sehingga terlihat hasil dari gigitan permukaan bukalis dari gigi atas
dengan gigi bawah.
Hal ini akan dilakukan pencetakan hasil gigitan apabila buah tersebut belum
rusak. Keadaan ini telah dilakukan identifikasi pola gigitan Apple Bite Mark pada
peristiwa terbunuhnya pelukis nasional Basuki Abdullah, pelaku setelah melakukan
pembunuhan ia memakan makanan di meja makan kemudian menggigit apel dari lemari
es.
Pertama-tama dilakukan pencetakan bekas gigitan pada buah apel tersebut,
kemudian dicekatkan pada okludator. Para tersangka dilakukan pencetakan gigi geligi
rahang atas dan rahang bawah kemudian model rahangnya dicekatkan pada okludator,
bila tersangka lebih dari satu maka terdapat banyak model pada okludator dengan diberi
nomor A, B, C, D atau I, II, III, IV dan seterusnya. Satu per satu tersangka diintergrasi
sambil diperlihatkan model rahangnya serta diminta untuk menggigit buah apel dengan
diameter sebesar yang ditempat kejadian perkara. Apabila mereka tidak bisa menolak
atau tidak mengelak dari yang dilihatnya yaitu berupa model giginya pada okludator,
hasil gigitannya dari buah apel yang disediakan serta buah apel bekas gigitan dari pelaku
maka dialah pelakunya. Proses ini dilaksanakan diruang tertutup oleh penyidik Polri dan
Tim Identifikasi dengan penjagaan secukpnya. Data-data semua itu dicacat kedalam
formulir baku mutu, dontogram, serta lampiran-lampairannya, ini semua penting untuk
menyusun berita acara tuntutan dalam proses suatu peradilan. Pada peristiwa Basuki
Abdullah, hal tersebut terungkap tukang kebunnya adalah pelaku pembunuhan serta
pencuri koleksi jam antiknya dengan emukul kepala korban menggunakan senapan angin
yang tergantung di dinding. Dari tujuh tersangka kesemuanya adalah orang dalam.

TKP bekas gigitan


Untuk idenifikasi TKP bekas gigitan tujua utamanya yaitu untuk merakan bekas gigitan
yang ada dan mengambil sampel air liur pelaku di TKP. Tindakan ini dilakukan setelah TPTKP
umum sudah dilaksanakan dan jangan menyentuh bekas gigitan. Setelah itu dibuat foto khusus
close up pada bekas gigian yang ditemukan tanpa merubah posisi objek/jenazah, gunakan tolak
ukur sedekat mungkin dengan bekas gigitan (perhatikan teknik pemotretan). Jika bentuk bekas
gigitan diduga distorsi karena posisi objek/jenazah, perbaiki posisi demikian rupa sehingga
bentuk bekas gigitan berada pada posisi normal, lalu ulangi pemotretan. Untuk mengambil
sampel air pelaku, ambil kapas, basahi dengan larutan saline, peras hingga cairan habis. Usap di
daerah bekas gigitan dan sekitarnya yang tidak mengalami luka dengan arah memutar searah
jarum jam sebanyak satu putaran penuh. Lalu segera masukkan kapas tersebut ke dalam kantong
plastik yang baru, tutup dan segel. Beri catatan apakah ada darah korban yang mungkin terambil
pada kapas tersebut, kirim untuk pemeriksaan golongan darah. Jika memungkinkan untuk
melakukan pencetakan bekas gigitan, dapat dilakukan setelah pemotretan dan pengambilan
sampel saliva. Setelah itu korban dikirim ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut.

Pemeriksaan kedokteran gigi forensik pada kasus bekas gigitan


Foto bekas gigitan yang dibuat di TKP, dicetak alam ukuran yang sesungguhnya (life size),
dan selanjutnya menunggu data gigi dari tersangka. Lalu sampel saliva pelaku dari TKP
diperiksa goongan darahnya, selanjtnya menunggu golongan darah tersangka. Jika tersangka
ditemukan lakukan perbandingan golongan darah dengan data dari TKP. Bila tidak sesuai,
tersangka dapat dibebaskan, jika sesuai buat cetakan gigi tersangka. Untuk setiap tindakan, buat
informasi consent/surat pernyataan tidak berkeberatan. Buat jejas permukaan gigi model gigi
tersangka di atas lembar transparan. Pelajari kemungkinan kesesuaian setara jejas gigitan
tersangka dengan foto life size bekas gigitan. Bila terdapat kesesuaian, tersangka adalah mungkin
pelaku, jika tidak kesuaian, tersangka bukan pelaku.
Ilmu kedokeran gigi forensik.buku ajar.jilid 1+2.djohansyah lukman.sagung
seto:2006.jakarta

You might also like