You are on page 1of 28

REFERAT

HERPES ZOSTER OTIKUS

Oleh :
Ni Wayan Septika Verga Bellany
H1A 013 046

Pembimbing :
dr. Markus Rambu, Sp.THT-KL.

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
DAN BEDAH KEPALA LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI NTB
2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya
sehingga tulisan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tulisan ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian Lab/SMF Ilmu Telinga, Hidung, dan
Tenggorokan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram/RSUD Provinsi NTB.

Tulisan ini berjudul “Herpes Zoster Otikus”. Dalam penyusunan tinjauan pustaka ini
penulis banyak memperoleh bimbingan dan petunjuk serta bantuan, dukungan dari berbagai
pihak dari institusi maupun dari luar institusi Fakultas Kedokteran. Melalui kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. dr. Markus Rambu, Sp.THT-KL selaku pembimbing dan Kepala Bagian SMF THT-
KL
2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan bantuan
yang telah diberikan dalam penyelesaian tulisan ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini dapat
memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan dan memberi manfaat bagi
masyarakat.

Mataram, 27 Oktober 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1

BAB II ANATOMI TELINGA...................................................................


2.1 Telinga Luar ...................................................................................2
2.2 Telinga Tengah................................................................................3
2.2 Telinga Dalam.................................................................................4

BAB III PERSARAFAN TELINGA ..........................................................


2.1 Persarafan Telinga Luar .................................................................7
2.2 Persarafan Telinga Tengah..............................................................7
2.2 Persarafan Telinga Dalam...............................................................7

BAB IV HERPES ZOSTER OTIKUS


4.1 Definisi ...........................................................................................10
4.2 Epidemiologi...................................................................................10
4.3 Etiologi dan Patogenesis.................................................................10
4.4 Manifestasi Klinis...........................................................................12
4.5 Histopatologi...................................................................................12
4.6 Diagnosis........................................................................................14
4.7 Diagnosis Banding.........................................................................17
4.8 Penatalaksanaan............................................................................17
4.9 Pencegahan....................................................................................18
4.10 Prognosis .....................................................................................18
4.11 Komplikasi....................................................................................18
BAB V Penutup................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN

Herpes zoster merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh reaktivasi
Varicella-zoster virus (VZV) laten. Herpes zoster otikus (HZ otikus) adalah infeksi virus pada
bagian dalam, tengah, dan telinga luar. Gejala HZ otikus diantaranya adalah otalgia yang
parah dan berkaitan dengan erupsi kulit. Ketika dikaitkan dengan adanya kelumpuhan pada
wajah, infeksi ini disebut dengan Sindrom Ramsay Hunt.1
Sindrom Ramsay Hunt sering disebut HZ Otikus merupakan komplikasi pada THT
yang jarang terjadi namun dapat serius. Sindrom ini terjadi akibat reaktivasi VZV di ganglion
genikulata saraf fasialis. Definisi lain dari SRH adalah suatu parese nervus VII perifer yang
disertai dengan eritem vesikuler pada telinga dan mulut. 2
Herpes zoster otikus yang disertai dengan paralisis nervus fasialis menempati urutan
kedua kejadian paralisis fasialis akut setelah bell’s palsy. Di Amerika Serikat terjadi kasus 5 /
100.000 populasi penduduk per tahun. Lebih sering terjadi pada umur diatas 60 tahun dan
sangat jarang terjadi pada anak – anak. Angka kejadian SRH dari seluruh kejadian paresis
fasialis akut adalah 10-15%. Pada dewasa terdapat angka kejadian sekitar 18%, anak-anak
16% dan jarang terjadi pada anak di bawah umur kurang dari 6 tahun. Perbandingan insidensi
antara laki-laki dan wanita 1:1.3
Diagnosis SRH dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang THT-KL. Pemeriksaan fungsi nervus VII diperlukan untuk menentukan letak lesi,
beratnya kelumpuhan dan evaluasi pengobatan. Pemeriksaan meliputi fungsi motorik otot
wajah, tonus otot wajah, ada tidaknya sinkinesis atau hemispasme, gustatometri dan tes
Schimer.3
Biasanya penyakit ini berlangsung singkat, penyembuhan terjadi dalam beberapa hari
sampai beberapa minggu. Namun nyeri dapat menetap sampai berbulan-bulan.
Penatalaksanaan Sindroma Ramsay Hunt dapat dilakukan dengan konservatif dan operatif.
Obat yang sering diberikan adalah kortikosteroid dan antivirus. Prognosis sindroma Ramsay
Hunt tergantung derajat kerusakan. Jika kerusakan saraf ringan maka diharapkan
penyembuhan terjadi dalam beberapa minggu. Jika kerusakan saraf berat maka terjadi
penyembuhan dalam beberapa bulan. 2,3

1
BAB II
ANATOMI TELINGA

Anatomi Telinga
Struktur telinga terbagi menjadi bagian luar , tengah, dalam. Telinga bagian luar dan
tengah hanya berperan dalam proses pendengaran, sedangkan telinga bagian dalam berperan
dalam pendengaran dan keseimbangan. Telinga bagian luar terdiri dari aurikula dan meatus
akustikus eksternus dan berakhir pada sisi medial di membran timpani. Telinga bagian tengah
terletak di rongga berisi udara dalam bagian petrosus os temporal, dan terdiri dari osikel
auditori (malleus, inkus, stapes), dan di telinga bagian dalam, terdapat organ sensori untuk
pendengaran dan keseimbangan4.

Gambar 1. Anatomy Telinga(5)

2.1 Anatomi Telinga Luar


Aurikula atau Pinna merupakan daun telinga yang terdiri dari kartilago elastis yang
ditutupi oleh kulit berfungsi menangkap gelombang bunyi dan menjalankannya ke meatus
akustikus eksternus. Meatus akustikus eksternus dilapisi oleh rambut dan ceruminous glands
yang menghasilkan serumen, keduanya berfungsi mencegah agen asing mencapai membran
timpani. Membran timpani merupakan membran semi transparan tipis dan hampir berbentuk
oval. Membran timpani terdiri dari tiga lapisan, paling medial atau dalam terdiri dari simple
cuboidal epithelium, lapisan paling luarnya stratified squamous epithelium, dan di ikat oleh
jaringan ikat4.

2
2.1 Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah terisi udara dapat dibayangkan sebagai kotak dengan enam sisi. Dinding
posteriornya jauh lebih luas daripada dinding anteriornya sehingga kotak tersebut berbentuk
baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke arah lateral ke arah umbo dari membran
timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah.(4)
Telinga tengah berbentuk kubus dengan : (4)
 Batas lateral : membran timpani
 Batas anterior : tuba eustachius
 Batas inferior : bulbus jugularis
 Batas posterior : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars verikalis
 Batas superior : lantai fossa kranii media
 Batas medial : kanalis semisirkularis horizontalis, kanalis fasialis, fenestra ovale,
fenestra rotundum dan promontorium

Gambar 2. Anatomi Telinga Tengah.(5)

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida, sedangkan
bagian bawah disebut pars tensa. Pars flaksida berlapis dua yaitu bagian luar merupakan
lanjutan epitel liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti mukosa
saluran pernapasan. Pars tensa memiliki satu lapisan lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri
dari serat kolagen dan elastin yang berjalan secara radier di luar dan sirkuler di dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrab timpani disebut umbo. Dari umbo
bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah, yaitu ke arah pukul 7 untuk
membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Serabut sirkuler dan radier
pada membran timpani pars tensa inilah yang menyebabkan refleks cahaya yang berupa
kerucut ini yang kita nilai. (5)

3
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan
stapes. Tulang pendengaran dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus
maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada
stapes. Stapes terletak pada fenestra ovale yang berhubungan dengan kokhlea. Hubungan
antara tulang-tulang pendengaran adalah persendian. (4,5)
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Pada tempat ini terdapat aditus ad
antrum yang merupakan lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.
Tuba eustachius berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan udara dalam cavum timpani.
Bagian lateral berupa dinding dari tulang dan selalu terbuka, sedangkan dinding medial
tersusun dari tulang rawan yang biasanya menutup kecuali menelan, mengunyah, atau
menguap.(4,5)

Gambar 3. Anatomi membran timpani. (3)

2.3 Anatomi Telinga dalam


Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut labirin. Telinga
dalam terdiri dari kokhlea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang
dibentuk oleh utrikulus, sakulus, dan kanalis semisirkularis. Labirin (telinga dalam)
mengandung organ pendengaran dan keseimbangan, terletak pada pars petrosus os
temporal. Labirin terdiri dari : (4,5)
 Labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, vestibulum, dan
kokhlea
 Labirin bagian membran, yang terletak di dalam labirin bagian tulang, terdiri
dari : kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus, dan duktus
endolimfatikus serta kokhlea.

4
Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan yang berisi cairan
perilimfe yang berasal dari cairan serebrospinalis dan filtrasi dari darah. Di dalam
labirin bagian membran terdapat cairan endolimfe yang diproduksi oleh stria
vaskularis dan diresirbsi pada sakkus endolimfatikus.(4,5)
Ujung atau puncak kokhlea disebut helikoterma yang menghubungkan
perilimfa skala timpani dan skala vestibuli. Pada irisan melintang di kokhlea tampak
skala vestibuli di sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe sedangkan skala media
berisi endolimfe. Dasar skala vestibuli disebut membran reissner sedangkan dasar
skala media disebut membran basilaris yang terletak organ korti di dalamnya. Pada
skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria dan
pada membran basilaris melekat sel rambut dalam, sel rambut luar, dan kanalis korti.
Membran basilaris sempit pada basisnya (nada tinggi) dan melebar pada apeksnya
(nada rendah). Terletak diatas membran basilaris dari basis ke apeks adalah organ
korti yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer
pendengaran. Organ korti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3.000) dan tiga
baris sel rambut luar (12.000). Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung
bawah sel rambut.
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh utrikulus, sakulus, dan kanalis
semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel
rambut. Menutupi sel-sel rambut adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh
silia dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan akan
menimbulkan rangsangan pada reseptor. Sakulus berhubungan dengan utrikulus
melalui suatu duktus sempit yang merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus.
Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus dengan makula sakulus.
Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis
memiliki satu ujung yang melebar yang membentuk ampula dan mengandung sel-sel
rambut krista dan diselubungi oleh lapisan gelatinosa yang disebut kupula. Gerakan
dari endolimfe dalam kanalis semisirkularis akan menggerakkan kupula yang
selanjutnya akan membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel
reseptor.(4)

5
Gambar 4. Anatomi telinga dalam. (3)

BAB III
PERSARAFAN TELINGA

3.1 Persarafan Telinga Luar


Daun telinga dipersarafi oleh 5 persarafan, yaitu 4,5,6:

6
 Saraf aurikular mayor (C2,3), mempersarafi hampir seluruh permukaan medial dan
bagian belakang dari permukaan lateral.
 Saraf oksipital minor (C2), mempersarafi bagian atas dari permukaan medial.
 Saraf aurikulo temporal (N V), mempersarafi tragus, heliks dan daerah sekitar heliks.
 Percabangan aurikular saraf vagus (N X), juga disebut saraf Arnold’s, mempersarafi
konka dan sekitarnya.
 Saraf fasialis (N VII), yang distribusi percabangannya bersamaan dengan percabangan
aurikular saraf vagus, mempersarafi konka dan sulkus retroaurikular.

3.2 Persarafan Liang Telinga 4,5,6


 Dinding atas dan depan dipersarafi saraf aurikulo temporal (N V).
 Dinding bawah dan belakang dipersarafi percabangan aurikular dari saraf vagus (N
X).
 Dinding belakang liang telinga juga dipersarafi oleh cabang sensoris saraf VII melalui
percabangan aurikular saraf vagus.

3.3 Persarafan Telinga Tengah 4,5,6


 Promontorium berisi pleksus timpani (pleksus Jacobson). Cabang saraf glosofaringeus
dari ganglion petrosa di bawah telinga.
 Pleksus timpani menerima serabut simpatis dari pleksus karotis melalui cabang-
cabang karotikotimpani superior dan inferior.
 Korda timpani memasuki telinga tengah tepat di bawah pinggir posterosuperior sulkus
timpani dan berjalan ke arah depan lateral ke prosesus longus inkus dan kemudian di
bagian bawah leher maleus tepat di atas perlekatan tendon tensor timpani menuju
ligamentum maleus anterior, saraf ini keluar melalui fisura petrotimpani.

Saraf Fasialis

Nervus fasialis sebenarnya hanya terdiri dari serabut motorik, tetapi dalam
perjalanannya ke tepi akan bergabung nervus intermedius yang tersusun oleh serabut
sekretomotorik untuk glandula salivatorius dan serabut sensorik khusus yang menghantarkan
impuls pengecapan 2/3 bagian depan lidah ke nukleus traktus solitarius. Inti motorik nervus
fasialis terletak dibagian ventrolateral tegmentum pontis bagian kaudal. Inti dapat dibedakan
dalam dua kelompok yaitu kelompok dorsal dan ventral. Kelompok dorsal inti nervus fasialis
mensarafi otot-otot frontalis, zygomatikus, belahan atas orbikularis okuli dan bagian atas otot

7
wajah. Inti ini mempunyai inervasi kortikal secara bilateral.Kelompok ventral inti nervus
fasialis mensarafi otot-otot belahan bawah orbikularis okuli, otot wajah bagian bawah dan
platisma. Inti ini mempunyai hubungan hanya dengan korteks motorik sisi kontralateral. 7
Akar nervus fasialis menuju ke dorsomedial dahulu, kemudian melingkari inti nervus
abdusens dan setelah itu baru membelok ke ventrolateral kembali untuk meninggalkan
permukaan lateral pons. Disitu ia berdampingan dengan nervus oktavus dan nervus
intermedius. Bertiga mereka masuk ke dalam liang os petrosum melalui meatus akustikus
internus. Nervus fasialis keluar dari os petrosum kembali dan tiba di kavum timpani.
Kemudian ia turun, sedikit membelok ke belakang dan keluar dari tulang tengkorak melalui
foramen stilomastoideum. Pada saat ia turun ke bawah dan membelok ke belakang di kavum
timpani akan tergabung dengan ganglion genikulatum yang merupakan sel induk dari serabut
penghantar impuls pengecap yang dinamakan korda timpani. Juluran sel-sel tersebut yang
menuju ke batang otak adalah nervus intermedius. Disamping itu ganglion tersebut
memberikan cabang-cabang kepada ganglion otikum dan sfenopalatinum yang
menghantarkan impuls sekretomotorik untuk kelenjar lendir. Liang os petrosum yang
mengandung nervus fasialis dinamakan akuaduktus Falopii atau kanalis fasialis. Disitu
nervus fasialis memberikan cabang untuk muskulus stapedius dan lebih jauh sedikit ia
menerima serabut-serabut korda timpani. Berkas saraf ini menuju ke tepi atas gendang telinga
dan membelok ke depan. 7
Melalui kanalikulus anterior ia keluar dari tengkorak dan tiba di bawah muskulus
pterigoideus eksternus. Di situ korda timpani menggabungkan diri pada nervus lingualis yang
merupakan cabang dari nervus mandibularis. Korda timpani menghantarkan impuls pengecap
dari 2/3 bagian depan lidah. Sebagian saraf motorik mutlak nervus fasialis keluar dari
foramen stilomastoideum dan memberikan cabang-cabang kepada otot stilohioid dan venter
posterior muskulus digastrikus dan otot oksipitalis. Pangkal sisanya menuju ke glandula
parotis. Di situ ia bercabang-cabang lagi untuk mensarafi otot wajah dan platisma. Nervus
fasialis yang melintasi 9 jaringan glandula parotis bercabang-cabang lagi untuk mensarafi
seluruh otot wajah. 7

8
Gambar 5. Segmen Saraf Fasialis(5)

BAB IV
HERPES ZOSTER OTIKUS

4.1 Definisi Herpes Zoster Otikus

9
Herpes zoster otikus adalah komplikasi dari herpes zoster dimana terjadi reaktivasi
dari infeksi virus varisela zoster laten di ganglion genikulatum sensoris yang sudah bertahun-
tahun terdapat pada pasien dimana sebelumnya menderita varisela. Herpes Zoster Otikus
dikenal dengan nama Sindrom Ramsay Hunt. Menurut James Ramsay Hunt (1907) yang
dikutip dari Colemon, Sindrom Ramsay Hunt (SRH) adalah suatu sindrom yang terdiri dari
otalgia, vesikel pada aurikula dan parese nervus fasialis perifer. Definisi lain dari SRH
adalah suatu parese nervus VII perifer yang disertai dengan eritem vesikuler pada telinga dan
mulut. Keterlibatan nervus fasialis menyebabkan menyebabkan otalgia, vesikel auricular dan
paralisis fasial perifer. Herpes zoster adalah infeksi virus akut yang ditandai dengan lesi
vesikel dikulit yang biasanya terdistribusi unilateral sesuai dermatom sensoris.4,8,
4.2 Epidemiologi
Herpes zoster dapat terjadi disemua umur. Insidensi herpes zoster adalah sekitar 150-
300 kasus per 100.000, dengan insidensi meningkat pada pasien yang berusia lebih dari 60
tahun. Sindrom Ramsay Hunt termasuk jarang, dimana insidensinya rata-rata 5 kasus per
100.000 populasi, pada orang dewasa tedapat angka kejadian sekitar 18%, pada anak-anak
16% dan jarang terjadi pada anak-anak dibawar umur 6 tahun, namun kasus ini adalah
penyebab kedua paralisis fasial atraumatik. Insidensi herpes zoster pada pasien dengan
peripheral fasial palsy adalah 4.5%-8.9%, dibandingkan dengan Bell Palsy, Sindrom Ramsay
Hunt memiliki paralisis yang lebih parah pada segi onsetnya, dan pasien lebih jarang sembuh
total.1,8
4.3 Etiologi Dan Patogenesis
Penyebab herpes zoster otikus atau SRH adalah virus varisela zoster yang merupakan
jenis virus neurotropik. Virus ini termasuk dalam anggota family dari Herpesviridae dan
penyebab utama dari penyakit cacar air. Penyakit cacar air biasanya dapat sembuh sempurna
tanpa sequele, namun virus tetap dapat mengalami masa dormansi di neuron. SRH terjadi
akibat reaktivasi dari infeksi virus varisela zoster sebelumnya. Infeksi virus varisela zoster
pada awalnya menyebabkan penyakit varisela atau cacar air. Virus ini kemudian akan
menetap (laten) selama bertahun-tahun di nervus kranialis termasuk nervus fasialis, dorsal
root, dan system nervus autonom ganglia sepanjang neural axis. Salah satu bentuk komplikasi
dari herpes zoster adalah herpes zoster otikus yang dikenal sebagai sindrom Ramsay Hunt.
Hal ini dihasilkan dari virus herpes zoster yang menyebar dari nervus cranialis ke nervus
vestibulocochlear.7
Pada tahap awal virus varisela zoster masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas
atas dan mukosa konjungtiva, kemudian bereplikasi pada kelenjar limfe regional dan tonsil.

10
Virus kemudian menyebar melalui aliran darah dan berkembang biak di organ dalam. Fokus
replikasi virus terdapat pada sistem retikuloendotelial hati, limpa dan organ lain. Pada saat
titer tinggi, virus dilepaskan kembali ke aliran darah (viremia kedua) dan membentuk vesikel
pada kulit dan mukosa saluran nafas atas. Kemudian berkembang dan menyebar melalui saraf
sensoris dari jaringan kutaneus, menetap pada ganglion serebrospinalis dan ganglion saraf
kranial. Parese nervus VII timbul akibat reaktivasi virus varisela zoster yang menetap pada
ganglion genikulatum dan proses ini disebut dengan ganglionitis. Ganglionitis menekan
selubung jaringan saraf, sehingga menimbulkan gejala pada nervus VII. Peradangan dapat
meluas sampai ke foramen stilomastoid. Gejala kelainan nervus VIII yang juga dapat
timbul akibat infeksi pada ganglion yang terdapat di telinga dalam atau penyebaran proses
peradangan dari nervus VII.9
Pada infeksi primer, setelah tahap viremik, virus herpes zoster berada dikulit,
menyebabkan erupsi vesikular. Multiplikasi viral terjadi di sel epitel dan meluas ke ujung
saraf bebas pada lapisan dalam stratum germinativum. Saat berada di dalam nervus sensoris,
partikel virus dibawa ke badan sel saraf lalu fase laten dimulai. Virus herpes zoster dapat
mencapai ganglia sensoris melalui rute hematogen selama fase inisial viremia. Reaktivasi
virus herpes zoster pada ganglia genikulatum , infllamasi neuronal, dan destruksi nervus
fasialis di tulang temporal dapat menyebabkan paralisis fasialis. Virus herpes zoster
bermigrasi dari ganglion genikulatum kekulit sekitar telinga atau ke orofaring melalui
serabut saraf sensoris, dima virus tersebut bereplika dan memproduksi zoster pada sindrom
Ramsay Hunt. Sering terjadi keterlibatana nervus kranilais VIII yang menyebabkan tuli
sensorineural dan vertigo. Kadang terjadi keterlibatan nervus kranialis V,IX,X,XI, dan XII.
Reaktivasi fase laten virus herpes zoster sebagai penyebab sindrom Ramsay Hunt dapat
dijelaskan dengan adanya aktivasi kutaneus secara simultan karena migrasi virus secara
sentrifugal di saraf sensoris, selain itu didapatkan konsentrasi Gd (Godolinum) yang
meningkat sebagai indikasi inflamasi aktif pada area ganglion genikulatum terlihat pada fase
akut di MRI, da adanya infiltrasi sel inflamasi di sekeliling ganglion genikulatum terlihat
pada histopatologi tulang temporal. Pathogenesis gejala cochleovestibular pada sindrom
Ramsay Hunt terjadi sebagai akibat adanya virus herpes zoster di mukosa telinga bagian
tengah yng dapat menyebabkan virus herpes zoster menyebar ke labyrinth malalui
pembukaan kanal nervus fasialis dan melewati jendela oval dan atau bulat. Dengan
penyebaran ini, virus herpes zoster menginfeksi ganglia vestibular dan spiral secara laten dan
reaktivasi akan menyebabkan permasalahan vestibulocochlear. Kejadian tuli sensorineural
yang mendadak atau kasus neuritis vestibular dapat disebabkan oleh reaktivasi virus herpes

11
zoster di ganglia. Secara umum, gejala vestibulocochlear ini dapat dijelaskan melalui
kejadian transmisi viral melalui jaringan perineural didalam canalis auditorius eksternus,
dapat juga melalui anastomosis vestibulofasial atau melalui mukosa telinga bagian tengah.10

Gambar 6. Patogenesis Herpes Zooster Otikus(2)


4.4 Manifestasi Klinis
Setelah masa inkubasi 4-20 hari, gangguan timbul dengan fase prodormal neuralgik.
Dalam dua sampai tiga hari, terdapat bentuk vesikel berkelompok pada daerah yang
dipersarafi oleh saraf yang terkena. Jika wajah terkena, seperti pada oftalmikus zoster atau
otikus zoster (sindrom Ramsay Hunt), nyeri terutama sangat hebat, dan gejala-gejala
prodormal umum seperti demam dan nausea tampak jelas. Dengan timbulnya vesikel, jarang
sebelumnya, timbul limfadenitis regional yang nyeri. Herpes zoster terjadi lebih sering pada
pria daripada wanita dan terutama mengenai individu yang berusia lebih dari 45 tahun.3

12
Sindroma Ramsay Hunt atau herpes zoster otikus, melibatkan saraf fasialis dan
menimbulkan suatu ruam pada liang telinga dan pinna. Pustula-pustula kecil terbentuk dalam
liang telinga dan sangat nyeri.1

Gambar 7. Lesi Herpes Zoster(10)

Awitan suatu paralisis wajah seringkali bersama otalgia dan erupsi herpetic pada
bagian-bagian telinga luar dianggap sebagai akibat infeksi virus pada ganglion genikulatum.
Lesi kulit vesicular mungkin hanya terbatas pada sebagian liang telinga yang dipersarafi oleh
suatu cabang sensorik kecil dari saraf kranialis ketujuh, sehingga memberikan gejala paralisis
otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinnitus,
vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan pengecapan.1

Gambaran paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan hampir
selalu unilateral. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu
ganglion sensorik.8

13
Gambar 8 : Tanda Klinis penderita Herpes Zoster Otikus(10)
Secara klinis Ramsay Hunt syndrome memiliki manifestasi yang bermacam-macam.
Tetapi Hunt membaginya menjadi 4 klasifikasi, yaitu :
1. Penyakit yang menyerang sensori dari saraf kranial VII
2. Penyakit yang menyerang sensori dan motorik dari saraf kranial VII
3. Penyakit yang menyerang sensori dan motorik dari saraf kranial VII dengan
gejala gangguan pendengaran
4. Penyakit yang menyerang sensori dan motorik dari saraf kranial VII dengan
gejala gangguan pendengaran dan sistem vestibuler.2
Terdapat tiga daerah dimana vesikel pada herpes zoster oticus dapat dijumpai yaitu:
deretan kecil pada permukaan kulit posteromedial telinga, mukosa palatum dan 2/3 anterior
lidah.1,2
4.5 Histopatologi

Ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf,
proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal, dan inflamasi bungkus ganglion.8

Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen VZV dapat dilihat
secara imunofluoresensi.8

4.6 Diagnosis
Diagnosis SRH dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
THT-KL. Pemeriksaan fungsi nervus VII diperlukan untuk menentukan letak lesi, beratnya
kelumpuhan dan evaluasi pengobatan.2
4.6.1 Anamnesis

14
Biasanya pasien datang dengan otalgia berat. Keluhan meliputi rasa nyeri, melepuh atau
terbakar di dalam dan sekitar telinga, wajah, mulut, dan atau lidah. Selain itu, keluhan disertai
dengan gejala lain seperti1:
- Vertigo, mual dan muntah
- Gangguan pendengaran, hiperakusis, tinnitus
- Timbulnya nyeri dapat mendahului ruam dengan beberapa jam atau hari, juga pada
pasien dengan Ramsay Hunt syndrome, vesikel dapat muncul sebelum, selama atau
setelah fasial paralisis
- Riwayat terkena varisela. Pasien yang memberikan riwayat herpes zoster infeksi virus
sebelumnya < 10%.

4.6.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fungsi nervus VII diperlukan untuk menentukan letak lesi, beratnya
kelumpuhan dan evaluasi pengobatan. Pemeriksaan fisik meliputi fungsi motorik otot wajah,
tonus otot wajah, ada tidaknya sinkinesis atau hemispasme, gustatometri dan tes Schimer.
Pada pemeriksaan fisik telinga mungkin akan tampak vesikel berkelompok pada daun telinga
seperti pada gambar.1,10
Liang telinga lapang, dan membran timpani utuh. Pada pemeriksaan hidung,
orofaring dan tenggorok mungkin tidak ada vesikel berkelompok dan tidak ditemukan
kelainan. Pemeriksaan penala dapat ditemukan kesan pendengaran normal. Pada
pemeriksaan audiometri nada murni ditemukan telinga yang bervesikel mungkin terdapat
gangguan konduksi mengingat SRH dapat menyebabkan tuli sensorineural. Pada
pemeriksaan Schirmer’s didapatkan gangguan kelenjar air mata dan pemeriksaan
gustatometri tidak didapatkan gangguan pengecapan sehingga ditegakkan diagnosis sebagai
paresis VII setinggi nervus petrosus mayor dan infra korda. Pada kepustakaan dikatakan
bahwa kelainan nervus VII dapat terjadi sepanjang nervus fasial mulai dari batang otak
sampai foramen stilomastoideus. Kesenjangan topografi ini dapat terjadi pada kasus Bells
Palsy dan SRH, hal ini diakibatkan karena adanya multiple inflamasi dan demielinisasi
batang otak sampai pada cabang perifer.10

15
Gambar 8. (A) Gambaran klinis kasus herpes zoster otikus. Wanita 53 tahun mengalami paralisis
wajah sebelah kanan dengan otalgia pada sisi kanan dan nyeri tenggorokan. Gejala ini muncul pada 3
hari setelah onset gejala dan tampak aktivitas yang minimal dari motorik fasial dengan bangkitan
elektromyografi. Pengobatan meliputi steroid oral selama 10 hari, dosis diturunkan secara tappering
off selama 2 minggu dan asiklovir diberikan secara intravena selama 1 minggu. (B) Tampak perbaikan
sempurna dari fungsi motor fasial 4 bulan setelah onset. (C) lesi kulit pada meatus eksternus telinga
kanan pada pasien dengan adanya pembentukan krusta. (10)

Adapun kriteria diagnosis pada sindrom Ramsay Hunt adalah :10


- Kelumpuhan wajah yang terjadi secara akut disertai nyeri pada telinga
- Terdapat lesi seperti varisela pada telinga luar
- Dapat disertai berkurangnya pendengaran, dysakusis dan vertigo
- Sering meluas sampai saraf kranial ke V, IX dan X dan cabang dari saraf kranial yang
beranastomosis dengan saraf fasialis
- Dapat dibedakan dengan bell’s palsy berdasarkan perubahan kulit dan tingginya
kejadian disfungsi cochleosaccular.
4.6.3 Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang penderita dengan Ramsay Hunt Syndrome sebelum
terapi acyclovir dimulai dipertimbangkan pemeriksaan laboratorium darah yaitu pemeriksaan
darah rutin, Blood urea nitrogen (BUN), kreatinin dan elektrolit. Pemeriksaan CT scan kepala
untuk mencari etiologi lain dari penyebab fasial paralisis. Pemeriksaan dengan audiogram
menunjukkan ketulian retrocochlear dan pada tes vestibular menunjukkan nistagmus spontan
dan penekanan pada respon suhu labyrinthine. Pemeriksaan hantaran saraf dilakukan untuk
menentukan tingkat kerusakan dari saraf fasial dan untuk mengetahui potensi untuk
penyembuhan.10
Diagnosis pasti ditegakkan dengan mengisolasi virus, deteksi antigen spesifik untuk
virus varisela zoster atau dengan hibridasi DNA virus. Penggunaan neuroimaging dengan
MRI (Magnetic Resonance Imaging) dengan menggunakan gadolinium diethylene-triamine

16
pentaacetic acid (Gd-DTPA) kadang-kadang dapat menunjukkan tanda peradangan pada saraf
fasial dan menentukan penyebaran infeksi ke saraf lain atau otak.1

4.7 Diagnosis Banding

 Bell palsy
 Otitis Ekstena

4.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan SRH dapat dilakukan dengan konservatif dan operatif. 1,11

4.8.1 Konservatif
a. Medikamentosa : Pemberian kortikosteroid dan anti virus dapat menjadi terapi
medikamentosa. Pemberian acyclovir dan prednisone dalam waktu 3 hari memberikan
perbaikan yang signifikan bagi pasien pada studi restrospektif. Sembuh total mencapai 75%
pada pasien yang diobatui selama 3 hari pertama, dan 30% pada pasien yang diobati selama 7
hari. Tidak ada perbedaan antara pasien yang diobati acyclovir secara intravena ataupun oral.
Kombinasi terapi acyclovir dan steroid memberikan hasil yang lebih baik terhadap fungsi
nervus fasialis dibandingkan steroid saja. Acyclovir dapat diberikan 800 mg secara oral 5 kali
per hari dan prednisone 1 mg/kg/hari secara oral selama 5 hari dengan dosis diturunkan
setelahnya (tapper).1,2
b. Non-medikamentosa : Program rehabilitasi termasuk stimulasi elektrik saraf
transkutaneus dan gerakan neuromuscular fasial. Program facial exercise meliputi (1)
relakasasi otot hiperaktif, (2) pemijatan wajah (3) biofeedback menggunakan cermin untuk
melihat pergerakan wajah dan (4) pergerakan spesifik wajah seperti tersenyum, meringis dan
lain-lain. 1
4.8.2 Operatif
Bila parese menetap lebih dari 60 hari tanpa tanda-tanda perbaikan, tindakan
dekompresi harus dilakukan. Dekompresi dilakukan pada segmen horizontal dan ganglion
genikulatum.2

4.9 Pencegahan
Pencegahan herpes zoster dengan vaksinasi dianjurkan untuk semua orang yang
berusia lebih dari 60 tahun, bahkan jika mereka telah menderita cacar air di masa lalu.
Kelompok usia ini menderita morbiditas yang signifikan dari zoster. Vaksin VZV berisikan

17
virus yang telah dilemahkan. Banyak orang yang telah di vaksin sejak kecil akan tetap
mendapat penyakit cacar saat dewasa. Sejauh ini, data klinis telah membuktikan bahwa
vaksin bisa efektif selama lebih dari 10 tahun dalam mencegah infeksi varisela dan pada
individu yang sehat.1,11

4.10 Prognosis
Prognosis SRH tergantung derajat kerusakan. Jika kerusakan saraf ringan maka
diharapkan penyembuhan terjadi beberapa minggu. Jika kerusakan saraf berat maka terjadi
penyembuhan dalam beberapa bulan.Pasien yang datang dengan keluhan erupsi terlebih
dahulu sebelum paralisis memiliki prognosis yang lebih baik.Pada infeksi yang lama mungkin
dapat terjadi paralisis fasialis yang permanen. Sejumlah besar pasien akan mengalai
penyembuhan sepenuhnya setelah sebelumnya mengalami paralisis.Herpes zoster otikus
yang mengalami vertigo dan tuli sensorineural prognosisnya lebih jelek terutama pada pasien
dengan umur lebih tua.10

4.11 Komplikasi
Secara garis besar komplikasi yang dapat terjadi pada pasien herpes zoster meliputi
neuralgia pasca herpetik, infeksi sekunder dan paralisis motorik, dan yang jarang, dapat
menyebabkan herpes zoster encephalitis. Paralisis motorik terjadi saat virus menyerang
ganglion anterior, bagian motorik kranialis. Beberapa paralisis dapat terjadi, misalnya di
wajah, diafragma batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus, sedangkan komplikasi
neuralgia pasca herpetik dan infeksi sekunder terjadi pada daerah yang terdapat erupsi
vesikula, contohnya seperti pada herpes zoster otikus pada daerah telinga. 5,6 Paralisis yang
berat akan mengakibatkan tidak lengkap atau tidak sempurnanya kesembuhan dan
berpotensi untuk menjadi paralysis fasial yang permanen dan synkinesis. Terjadi infeksi
sekunder oleh bakteri sehingga menyebabkan terhambatnya penyembuhan dan akan
meninggalkan bekas sebagai sikatriks. Vesikel pada daerah telinga dapat terjadi ulkus dan
jaringan nekrotik.1
Neuralgia pasca herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung berbulan-bulan sampai beberapa tahun.
Keadaan ini cenderung terjadi pada penderita di atas usia 40 tahun dengan gradasi nyeri yang
bervariasi. Makin tua penderita, makin tinggi persentasinya. Sepertiga kasus di atas usia 60
tahun dikatakan akan mengalami komplikasi, sedangkan pada usia muda, hanya terjadi 10%
kasus. Kemungkinan hal ini berhubungan dengan perbedaan daya imun tubuh antara usia
muda dengan usia lanjut.1,10,11

18
4.11.1 Paralisis fasialis pada Herpes Zoster Otikus
Untuk dapat menilai sebab-sebab paralisis wajah, perlu dimengerti anatomi dan fungsi
saraf. Nervus kranialis VII (fasialis) berasal dari batang otak, berjalan melalui tulang
temporal, dan berakhir pada otot-otot wajah. Sedikitnya ada lima cabang utama. Selain
mengurus persarafan otot wajah, Nervus VII juga mengurus lakrimasi, salivasi, pengaturan
impedansi dalam telinga tengah, sensasi nyeri, raba, suhu dan kecap.7,9

Gambar 9. Anatomi nervus fasialis(10)


Nervus fasialis merupakan nervus kranialis yang mengandung serabut motorik,
somatosensorik serta serabut nervus intermedius. Nervus ini sering mengalami gangguan
karena mempunyai perjalanan yang panjang dan berkelok-kelok, berada di dalam saluran
tulang yang sempit dan kaku.6,7 Saraf fasialis mempunyai 2 subdivisi , yaitu:
1. Saraf fasialis propius: yaitu saraf fasialis yang murni untuk mempersarafi otot-otot
ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di
telinga tengah.
2. Saraf intermedius (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih tipis
yang membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis9
-
Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan lidah.
Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual ke
korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum dan kemudian ke nukleus
traktus solitarius.9
-
Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius superior.
Terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus ini, berpisah dari saraf
fasialis pada tingkat ganglion genikulatum dan diperjalanannya akan bercabang dua
yaitu ke glandula lakrimalis dan glandula mukosa nasal. Kelompok akson lain akan
berjalan terus ke kaudal dan menyertai korda timpani serta saraf lingualis ke ganglion

19
submandibularis. Dari sana, impuls berjalan ke glandula sublingualis dan
submandibularis, dimana impuls merangsang salivasi.9
-
Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian
daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh saraf trigeminus. Daerah overlapping
(disarafi oleh lebih dari satu saraf atau tumpang tindih) ini terdapat di lidah, palatum,
meatus akustikus eksterna, dan bagian luar membran timpani.9
Bermula dari nucleus motorik VII di medulla oblongata serabut-serabut motorik
langsung membuat lengkungan mengitari nucleus motorik VI. Karena masih di dalam
medulla oblongata maka lengkungan ini dinamai “internal genu”. Kemudian keluar dari
medulla oblongata di bawah pons bersama-sama dengan N.Intermedius. Nervus gabungan ini
disebut N.Intermediofacialis; langsung masuk ke telinga melalui meatus akustikus interna
(dinamai segmen meatal N.VII). Pada dasar meatus internus, N.VII langsung masuk kanal
tulang di sekitar labirin dinamakan segmen labirin N.VII. Segmen ini membentuk
lengkungan dengan segmen timpanik berupa Genu pertama N.VII. pada Genu pertama ini
terletak ganglion genikulatum, yang merupakan neuron sensoris dari pengecapan lidah.9
Pada segmen labirin keluar cabang N.VII, masuk ke dalam kranium lagi membentuk
N.petrosus superficialis mayor; sifat saraf ini adalah visceromotorik untuk glandula lakrimal
dan kelenjar-kelenjar mukosa hidung.
Setelah menyusuri dinding kavum timpani dan antrum, N.VII berbelok ke bawah –
Genu ke II, menuju processus mastoid N.VII memberi dua cabang :
1. Untuk m.stapedius
2. Untuk nervus chorda tympani, berisi serabut sensoris khusus untuk 2/3 anterior lidah.
Setelah keluar dari processus mastoid melalui foramen stylomastoid, bagian N.VII ini
disebut segmen ekstra temporal, lalu bercabang lima :
1. Cabang temporal
2. Cabang zygomatik
3. Cabang buccal (pipi)
4. Cabang mandibular
5. Cabang cervical; ke m.platysma.9 platysma.7

20
Gambar10. Topografi nervus fasialis(8)

Studi dari saraf fasial intratemporal menunjukkan bahwa Bell’s palsy dan herpes
zoster oticus adalah hasil dari gangguan konduksi saraf wajah di dalam tulang temporal. Di
segmen labirin dari kanal falopi, nervus facialis menempati >80% dari luas penampang dari
kanal fasialis sekitarnya antara foramen meatus dan fossa geniculata (berbeda dengan <75%
di segmen timpani dan segmen vertikal kanal). Karena diameter foramen meatus sempit dan
keberadaan sebuah berkas yang mengelilingi dari periosteum yang hampir menutup tempat
masuk dan menyempitkan saraf di lokasi ini, foramen meatus tampaknya merupakan zona
tekanan transisi atau "hambatan fisiologis" adanya edema pada saraf. Rasio dari luas
penampang dari saraf ke foramen meatus secara signifikan relatif lebih kecil di tulang
temporal pediatrik terhadap orang dewasa, mungkin hal ini dapat menjelaskan rendahnya
insiden Bell’s palsy pada populasi pediatrik.11
Persarafan supranuklear dari otot-otot dahi, terletak pada kedua hemisfer cerebri,
sedangkan otot wajah sisanya mendapat persarafan dari girus presentralis kontralateral.
Akibatnya, gangguan unilateral dari traktus kortikonuklear oleh suatu lesi membiarkan
persarafan otot frontalis tetap utuh (paralisis sentralis). Tetapi jika sebuah lesi melibatkan
nukleus saraf perifer, semua otot fasial ipsilateral mengalami kelumpuhan (paralisis perifer).11

21
Gambar 8 Lesi saraf fasialis(10)
Beberapa skala pengukuran untuk menilai derajat kelemahan otot wajah telah
dikembangkan. Diantaranya adalah skala House-Brackmann yang sering digunakan. Skala
House-Brackmann facial neuropati :11
1. Normal
2. Disfungsi ringan (sedikit kelemahan, hanya tampak pada inspeksi)
3. Disfungsi moderat (kelemahan lebih nyata, tetapi tidak tampak perbedaan pada kedua
sisi wajah)
4. Disfungsi moderat berat (kelemahan nyata dan tampak perbedaan pada kedua sisi
wajah)
5. Hanya memiliki sedikit fungsi motor persepsi
6. Complete paralysis

22
BAB V
PENUTUP

Herpes zoster otikus (HZ otikus) adalah infeksi virus pada bagian dalam, tengah, dan
telinga luar. Ketika dikaitkan dengan adanya kelumpuhan pada wajah, infeksi ini disebut
dengan Sindrom Ramsay Hunt. Herpes zoster otikus adalah komplikasi dari herpes zoster
dimana terjadi reaktivasi dari infeksi virus varisela zoster laten di ganglion genikulatum
sensoris yang sudah bertahun-tahun terdapat pada pasien dimana sebelumnya menderita
varisela.1
Infeksi virus varisela zoster pada awalnya menyebabkan penyakit varisela atau cacar
air. Virus ini kemudian akan menetap (laten) selama bertahun-tahun di nervus kranialis
termasuk nervus fasialis, dorsal root, dan system nervus autonom ganglia sepanjang neural
axis. Herpes zoster otikus atau yang dikenal sebagai sindrom Ramsay Hunt terjadi akibat
adanya infeksi herpes zoster yang menyebar dari nervus cranialis ke nervus
vestibulocochlear.7
Diagnosis SRH dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang THT-KL. Pemeriksaan fungsi nervus VII diperlukan untuk menentukan letak lesi,
beratnya kelumpuhan dan evaluasi pengobatan.3
Dari anamnesis keluhan utama pasien adalah otalgia berat. Selain itu adanya nyeri,
melepuh atau terbakar di dalam dan sekitar telinga, wajah, mulut, dan atau lidah disertai
vertigo, mual dan muntah. Pemeriksaan fisik meliputi fungsi motorik otot wajah, tonus otot
wajah, ada tidaknya sinkinesis atau hemispasme, gustatometri dan tes Schimer. Pemeriksaan
penunjang dipertimbangkan pemeriksaan laboratorium darah yaitu pemeriksaan darah rutin,
Blood urea nitrogen (BUN), kreatinin dan elektrolit sebelum terapi acyclovir. Pemeriksaan
CT scan kepala untuk mencari etiologi lain dari penyebab fasial paralisis. Pemeriksaan
dengan audiogram menunjukkan ketulian retrocochlear dan pada tes vestibular menunjukkan
nistagmus spontan dan penekanan pada respon suhu labyrinthine. Pemeriksaan hantaran saraf
dilakukan untuk menentukan tingkat kerusakan dari saraf fasial dan untuk mengetahui
potensi untuk penyembuhan.1,10
Penatalaksanaan SRH dapat dilakukan dengan konservatif dan operatif. Pemberian
kortikosteroid dan anti virus dapat menjadi terapi medikamentosa. Bila parese menetap lebih
dari 60 hari tanpa tanda-tanda perbaikan, tindakan dekompresi harus dilakukan. Dekompresi
dilakukan pada segmen horizontal dan ganglion genikulatum.1,2

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Bloem, Christina. Herpes Zoster Oticus. 2010.


2. Munilson et al. Diagnosis dan Penatalaksanaan Sindrom Ramsay Hunt. Bagian Telinga
Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher RS.M.Djamil Padang. 2011
3. Pusponegoro et al (ed). Buku Panduan Herpes Zoster di Indonesia. Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014
4. Soetirto I, Hendamin H, Bashiruddin J. Ganguan Pendengaran. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke-7. Editor : Soepardi
EA, Iskandar N. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.
5. Ballenger, John. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Jilid Dua.
Binarupa Aksara. Jakarta, 1997
6. Liston LS, Duvail AJ. Embriologi, Anatomi, dan Fisiologi Telinga. Dalam : BOEIS Buku
Ajar THT Edisi ke 6. Editor : Efendi H, Santosa K. Jakarta : EGC. 1997. 27-38.
7. Mardjono, M. Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar .Jakarta : Penerbit Dian Rakyat; 2009

8. Kuhwede, R. Ramsay Hunt Syndrome Pathophysiology of Cochleovestibular Symptoms.


The Journal of Laryngology & Otology. Vol. 116, pp.844-848. 2002.
9. Maisel RH, Levine SC. Gangguan saraf fasialis. Dalam:Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Edisi 6. EGC. Jakarta,1997.hal.139-140
10. Gupta J, et al. Ramsay hunt syndrome, type I. ENT-ear, nose & throat journal.
2007:p.138-140.
11. Lee KJ. Facial nerve paralysis. In: Essential otolaryngology head and neck surgery. 8th
edition. New York,2003. P.199-201,212

24

You might also like