You are on page 1of 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HEMOFILIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh:

Kelompok 3

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata’ala, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Hemofilia. Penulisan makalah ini
dilakukan guna memenuhi tugas pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Makalah ini tidak akan selesai dengan baik jika tanpa dukungan berbagai
pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa


2. Orang tua yang telah memberi kasih sayang serta dukungan moril dan materiil
3. Dosen Keperawatan Medikal Bedah
4. Teman-teman seperjuangan prodi profesi ners yang senantiasa mendukung satu
sama lain.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu, kami menerima berbagai kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca dan pihak-pihak yang memerlukan serta menjadi tambahan wawasan untuk
ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan.

Semarang, Juli 2018

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................


B. Rumusan Masalah .......................................................................
C. Tujuan ........................................................................................
BAB II Tinjauan Teori

A. Definisi Hemofilia .......................................................................


B. Penyebab Hemofilia ....................................................................
C. Manifestasi Klinis .......................................................................
D. Patofisiologi Hemofilia ...............................................................
E. Komplikasi ..................................................................................
F. Penatalaksanaan .........................................................................
BAB III Asuhan Keperawatan

A. Studi Kasus .................................................................................


B. Pengkajian ..................................................................................
C. Diagnosa Keperawatan ...............................................................
D. Perencanaan.................................................................................
E. Implementasi ...............................................................................
F. Evaluasi ......................................................................................
G. Keterlibatan Profesi Lain ...........................................................
H. Penerapan Berpikir Kritis dalam Pengelolaan Kasus ................
BAB IV Simpulan dan Saran

A. Kesimpulan ................................................................................
B. Saran ...........................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan sesuatu yang amat penting dalam kehidupan


manusia. Dalam mencapai manusia yang sehat secara fisik, manusia harus
tahu bahwa sistem imunlah yang bekerja dalam menangkal semua penyakit
yang menyerang tubuh kita. Di dalam melindungi tubuh kita, sistem imun
memiliki kelainan-kelainan yang ada baik akibat keturunan ataupun akibat
penyakit. Salah satu kelainan tersebut adalah hemofilia.
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor
pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada
kromosom X (Xh). Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi
sekitar 20-30% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan gangguan
pembekuan darah, sehingga diduga terjadi mutasi spontan akibat lingkungan
endogen maupun eksogen.
Penyakit ini bermanifestasi klinis pada laki-laki. Angka kejadian
hemofilia A sekitar 1:10.000 orang dan hemofilia B sekitar 1:25.000-30.000
orang. Belum ada angka mengenai kekerapan di Indonesia saat ini. Kasus
hemofilia A lebih sering dijumpai disbanding kasus hemofilia B, yaitu
berturut-turut mencapai 80-85% dan 10-15% tanpa memandang ras, geografi
dan keadaan sosial ekonomi. Mutasi gen secara spontan diperkirakan
mencapai 20-30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat keluarga (Ilmu
Penyakit Dalam, 2010). Berdasarkan survei yang dilakukan oleh World
Federation of Hemofilia (WFH) pada tahun 2010, terdapat 257.182 penderita
kelainan perdarahan di seluruh dunia, di antaranya dijumpai 125.049 penderita
hemofilia A dan 25.160 penderita hemofilia B. Penderita hemofilia mencakup
63% seluruh penderita dengan kelainan perdarahan. Penyakit von Willebrand
merupakan jenis kelainan perdarahan yang kedua terbanyak dalam survei ini
setelah hemofilia yaitu sebesar 39.9%.
Penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan pendarahan di
bawah kulit, seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka
memar timbul dengan sendirinya jika penderita hemofilia telah melakukan
aktivitas yang berat. Pembengkakan pada persendian, seperti lutut,
pergelangan kaki atau siku tangan. Penderitaan para penderita hemofilia dapat
membahayakan jiwanya jika perdarahan terjadi pada bagian organ tubuh yang
vital, seperti perdarahan pada otak.
Sebagai seorang mahasiswa keperawatan, kita harus memahami konsep
dasar tentang penyakit hemofilia ini agar dapat menjadi acuan kita dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan hemofilia dan
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan hemofilia agar tetap dapat
melakukan aktivitasnya seperti biasa.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi hemofilia?


2. Apa penyebab terjadinya hemofilia?
3. Apa manifestasi klinis pada hemofilia?
4. Bagaimana patofisiologi hemofilia?
5. Apa komplikasi hemofilia?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada hemofilia?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan hemofilia?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi hemofilia.


2. Untuk mengetahui penyebab/etiologi hemofilia.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada pasien hemofilia.
4. Untuk mngetahui patofisiologi hemofilia.
5. Untuk mengetahui komplikasi pada hemofilia.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan hemofilia.
7. Untuk mewngetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan hemofilia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor


pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive
pada kromosom X (Xh). Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter
tetapi sekitar 20-30% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan
gangguan pembekuan darah, sehingga diduga terjadi mutasi spontan akibat
lingkungan endogen maupun eksogen (Aru et al, 2010).
Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter terikat faktor resesif
yang dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial yang
diakibatkan oleh mutasi pada kromosom X (Handayani, W. 2008).
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter yang bermanifestasi
sebagai episode perdarahan intermiten. Hemofilia disebabkan oleh mutasi
gen faktor VIII (F VIII) atau faktor IX (F IX), dikelompokkan sebagai
hemofolia A dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X,
sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X (Muttaqin, A. 2012).

B. Penyebab Hemofilia

1. Faktor Keturunan atau Genetika


Hemofilia merupakan jenis penyakit yang diturunkan dan bersifat
genetik. Itu artinya ketika orang tua anda memiliki bakat hemofilia, maka
anda akan memiliki resiko tinggi mengidap kelainan darah ini sendiri.
Jarang sekali terjadi kasus hemofilia pada orang tanpa garis keturunan
yang dimiliki kelainan hemofilia ini.
2. Kurangnya Zat Pembeku Darah
Apabila seseorang mengalami hemofilia, namun tidak memiliki
garis keturunan dari kelainan hemofilia, maka kemungkinan penyebab
hemofilia ini karena mengalami defisit atau kekurangan zat pembeku
darah. Zat pembeku darah ini adalah jenis zat besi, yang dapat ditemukan
pada :
- Makanan yang mengandung zat besi (kacang-kacangan, biji-bijian)
- Buah yang mengandung vitamin B (Alpukat)
- Makanan yang mengandung vitamin B (Tempe, Tahu, Susu Kedelai)
- Makanan lainnya seperti cabai merah dan cabai hijau
3. Kurangnya Protein Yang Berperan Dalam Proses Pembekuan Darah
Selain zat besi, ada protein pembekuan darah, yang bertugas untuk
membantu mempercepat dan melancarkan pembekuan darah. Protein-
protein ini dilambangkan dengan angka romawi I hingga XIII (faktor 1
hingga faktor 13) ke-13 faktor ini merupakan faktor-faktor penting dalam
berjalannya proses pembekuan darah pada diri seseorang. Kekurangan
salah satu faktor saja dapat menyebabkan hemofilia dan sulit terjadi
pembekuan darah

C. Manifestasi Klinis Hemofilia

Manifestasi klinis hemofilia A serupa dengan hemofilia B yaitu


perdarahan yang sukar berhenti. Secara klinis hemofilia dapat dibagi menjadi
hemofilia ringan (konsentrasi FVIII dan F IX 0.05-0.4 IU/mL atau 5-40%),
hemofilia sedang (konsentrasi FVIII dan F IX 0.01-0.5 IU/mL atau 1-5%) dan
hemofilia berat (konsentrasi FVIII dan F IX di bawah 0.01 IU/mL atau di
bawah 1%)1,3 Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang
terjadi dan perdarahan terjadi setelah trauma berat atau operasi.
Pada hemofilia sedang, perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan
trauma ringan. Sedangkan pada hemofilia berat perdarahan spontan sering
terjadi dengan perdarahan ke dalam sendi, otot dan organ dalam. Perdarahan
dapat mulai terjadi semasa janin atau pada proses persalinan. Umumnya
penderita hemofilia berat perdarahan sudah mulai terjadi pada usia di bawah 1
tahun. Perdarahan dapat terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung, saluran kemih,
sendi lutut, pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis dan lengan
bawah. Perdarahan di dalam otak, leher atau tenggorokan dan saluran cerna
yang masif dapat mengancam jiwa. Diagnosis ditegakkan dengan anamesis,
pemeriksaan fisik dan laboratorium. Anamnesis diarahkan pada riwayat
mudah timbul lebam sejak usia dini, perdarahan yang sukar berhenti setelah
suatu tindakan, trauma ringan atau spontan, atau perdarahan sendi dan otot.
Riwayat keluarga dengan gangguan perdarahan terutama saudara laki-laki
atau dari pihak ibu juga mendukung ke arah hemofilia.

D. Patofisiologi

Darah dibawa ke seluruh tubuh dalam jaringan pembuluh darah.


Ketika jaringan-jaringan yang terluka, kerusakan pembuluh darah dapat
mengakibatkan kebocoran darah melalui lubang di dinding pembuluh.
Pembuluh dapat mematahkan dekat permukaan, seperti dalam memotong.
Atau mereka dapat mematahkan jauh di dalam tubuh, membuat memar atau
perdarahan internal.
Trombosit adalah sel kecil yang beredar dalam darah. Setiap
trombosit kurang dari 1 / 10, 000 dari satu sentimeter dengan diameter. Ada
150-400000000000 trombosit dalam satu liter darah normal. Trombosit
memainkan peran penting dalam menghentikan perdarahan dengan
menggumpal bersama dan membentuk plug, sehingga awal perbaikan
pembuluh darah terluka. Faktor pembekuan seperti faktor VIII dan IX yang
kemudian diperlukan untuk lem pasang di tempat sehingga membentuk
gumpalan. Ketika pembuluh darah rusak, ada empat tahap dalam
pembentukan bekuan normal. Lihat Gambar 1.
Gambar 1
Tahap 1 : pembuluh darah rusak dan pendarahan dimulai.
Tahap 2 : Pembuluh darah menyempit untuk memperlambat aliran
darah ke daerah cedera.
Tahap 3 : Platelet menempel, dan menyebar pada, dinding pembuluh
darah yang rusak. Hal ini disebut adhesi trombosit. Ini trombosit
melepaskan zat menyebarkan yang mengaktifkan trombosit lain di
dekatnya yang mengumpul di lokasi cedera untuk membentuk sebuah plug
trombosit. Ini disebut agregasi trombosit.
Tahap 4 : Permukaan trombosit ini diaktifkan maka
menyediakan situs untuk pembekuan darah terjadi. Protein
pembekuan seperti faktor VIII dan IX yang beredar dalam darah
diaktifkan pada permukaan trombosit membentuk gumpalan mesh
seperti fibrin.
Protein ini (Faktor I, II, V, VII, VIII, IX, X, XI, XII, XIII dan faktor von
Willebrand) bekerja seperti kartu domino, dalam reaksi berantai. Ini
disebut cascade koagulasi. (Lihat Gambar 2.)
Gambar 2

Perdarahan karena gangguan pada pembekuan biasanya terjadi


pada jaringan yang letaknya dalam seperti otot, sendi, dan lainya yang
dapat terjadi kerena gangguan pada tahap pertama, kedua dan ketiga, disini
hanya akan di bahas gangguan pada tahap pertama, dimana tahap pertama
tersebutlah yang merupakan gangguan mekanisme pembekuan yang
terdapat pada hemofili A dan B. Perdarahan mudah terjadi pada hemofilia,
dikarenakan adanya gangguan pembekuan, di awali ketika seseorang
berusia ± 3 bulan atau saat – saat akan mulai merangkak maka akan terjadi
perdarahan awal akibat cedera ringan, dilanjutkan dengan keluhan-keluhan
berikutnya. Hemofilia juga dapat menyebabkan perdarahan serebral, dan
berakibat fatal. Rasionalnya adalah ketika mengalami perdarahan, berarti
terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir
keseluruh tubuh) → darah keluar dari pembuluh. Pembuluh darah
mengerut/ mengecil → Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada
pembuluh→Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu,
mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna→darah
tidak berhenti mengalir keluar pembuluh → perdarahan (normalnya:
Faktor-faktor pembeku darah bekerja membuat anyaman (benang - benang
fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar
pembuluh).
Hemofilia merupakan penyakit kongenital yang diturunkan oleh
gen resesif x-linked dari pihak ibu. Faktor VIII dan faktor IX adalah
protein plasma yang merupakan komponen yang diperlukan untuk
pembekuan darah, faktor-faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan
bekuan fibrin pada tempat pembuluh cidera. Hemofilia berat terjadi
apabila konsentrasi faktor VIII dan faktor IX plasma kurang dari 1
%.Hemofilia sedang jika konsentrasi plasma 1 % - 5 %.Hemofilia ringan
apabila konsentrasi plasma 5 % - 25 % dari kadar normal.Manifestasi
klinis yang muncul tergantung pada umur anak dan deficiensi faktor VIII
dan IX.Hemofilia berat ditandai dengan perdarahan kambuhan, timbul
spontan atau setelah trauma yang relatif ringan.Tempat perdarahan yang
paling umum di dalam persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu dan
pangkal paha.Otot yang tersering terkena adalah flexar lengan bawah,
gastrak nemius, & iliopsoas.
1.1. Lampiran 1 (mekanisme pembekuan darah instrinsik)
1.2. Lampiran 2 (pathway hemofilia)

Apa masalah pembekuan dalam hemofilia?

Ketika salah satu protein, misalnya, faktor VIII, tidak ada, kartu
domino berhenti jatuh, dan reaksi berantai rusak. Pembekuan tidak terjadi,
atau terjadi jauh lebih lambat dari biasanya. Trombosit di lokasi cedera
tidak mesh ke tempatnya untuk membentuk bekuan permanen.

(Lihat Gambar 1, tahap 4 .) gumpalan adalah 'lembut' dan mudah


tergeser. Tanpa pengobatan, perdarahan akan berlanjut sampai tekanan luar
kapal rusak adalah sama dengan di dalam tekanan. Hal ini dapat
mengambil hari dan kadang-kadang minggu.
E. Komplikasi

1. Timbulnya inhibitor.
Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya
sebagai benda asing yang masuk . Hal ini berarti segera setelah konsentrat
faktor diberikan tubuh akan melawan dan akan menghilangkannya.Suatu
inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII
atau faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya. Pada penderita
hemofilia dengan inhibitor terhadap konsentrat faktor, reaksi penolaksan
mulai terjadi segera setelah darah diinfuskaan. Ini berarti konsentrat faktor
dihancurkan sebelum ia dapat menghentikan pedarahan.
2. Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang.
Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh
perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang
menetap dapat disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat
(hemarthrosis). Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat dari
perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama selama beberapa tahun.
Makin sering perdarahan dan makin banyak perdarahan makin besar
kerusakan. Sendi yang paling sering rusak adalah sendi engsel seperti :
a. Lutut
b. Pergelangan kaki
c. Siku
Sendi engsel ini hanya mempunyai sedikit perlindungan terhadap
tekanan dari samping. Akibatnya sering terjadi perdarahan. Sendi peluru
yang mempunyai penunjang lebih baik, jarang terjadi perdarahan seperti :
a. Panggul
b. Bahu
Sendi pada pergelangan tangan, tangan dan kaki kadang – kadang
mengalami perdarahan. Namun jarang menimbulkan kerusakan sendi.
c. Infeksi yang ditularkan oleh darah
Dalam 20 tahu terakhir, komplikasi hemofilia yang paling serius
adalah infeksi yang ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia banyak
penderita hemofilia yang tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Mereka
terkena infeksi ini dari plasma, cryopresipitat dan khususnya dari
konsentrat factor yang dianggap akan membuat hidup mereka normal
(Betz & Sowden, 2002).

F. Penatalaksanaan

1. Pada hemofilia A pengobatan dilakukan dengan meningkatkan kadar


factor anti hemofili sehingga perdarahan berhenti. Factor anti hemofili
terdapat di dalam plasma orang sehat tetapi mudah rusak bila disimpan di
dalam darah sehingga untuk menghentikan perdarahan pada hemofili A
perlu ditranfusikan plasma segar.
Penatalaksanaan secara umum perlu dihindari trauma, pada masa
bayi lapisi tempat tidur dan bermain dengan busa. Awasi anak dengan
ketat saat belajar berjalan. Saat anak semakin besar perkenalkan denga
aktivitas fisik yang tidak beresiko trauma. Hindari obat yang
mempengaruhi fungsi platelet dan dapat mencetuskan perdarahan (seperti :
aspirin). Therapy pengganti dilakukan dengan memberikan kriopresipitat
atau konsentrat factor VIII melalui infus.
2. Pada hemofili B perlu ditingkatkan kadar factor IX atau thromboplastin.
Thromboplastin tahan disimpan dalam bank darah sehingga untuk
menolong hemofilia B tidak perlu tranfusi plasma segar. Bila ada
perdarahan dalam sendi harus istirahat di tempat tidur dan dikompres
dengan es. Untuk menghilangkan rasa sakit diberi aspirin (biasanya 3-5
hari perdarahan dapat dihentikan) lalu diadakan latihan gerakan sendi bila
otot sendi sudah kuat dilatih berjalan.
Penatalaksanaannya sama dengan hemofilia A. Therapy pengganti
dilakukan dengan memberikan Fresh Frozen Plasma (FFP) atau konsentrat
factor IX. Cara lain yang dapat dipakai adalah pemberian Desmopresin
(DD AVP) untuk pengobatan non tranfusi untuk pasien dengan hemofili
ringan atau sedang.
3. Pemberian DDAVP ( 1-deamino 8-D- arginin vasopressin) secara
intravena (IV) dapat memproduksi peningkatan tingkat aktivitas faktor
VIII tiga sampai enam kali lipat.
4. Asam amino Karpuoat. Obat ini dapat memperlambat bekuan darah yang
sedang terbentuk dan dapat digunakan setelah pembedahan mulut pasien
dewasa hemofilia (Brunner dan Suddart, 2001, hal 463)

G. Penatalaksanaa Keperawatan

1. Sekarang sudah tersedia konsentrasi di semua bagian darah, Kosentrat


diberikan apabila pasien mengalami perdarahan aktif atau sebagai upaya
pencegahan sebelum pembuatan gigi/ pembedahan pasien. Dan
kekurangan harus diajarkan bagaimana memberikan konsentrat di rumah,
setiap kali ada tanda perdarahan.
2. Tatalaksana umum yang perlu dihindari adalah trauma, Keluarga dapat
mengawasi anak dengan ketat saat belajar berjalan, saat anak semakin
besar, perkenalan dengan aktivitas fisik yang tidak beresiko, trauma
3. Kebersihan mulut sangat penting sebagai upaya pencegahan karena
pencabutan gigi akan sangat membahayakan
4. Bidai dan alat ortopedi lamanya sangat berguna bagi pasien yang
mengalami perdarahan otot dan sendi.
BAB III

STUDI KASUS

A. Kasus
Seorang laki-laki usia 46 tahun suku Balidirujuk dari RS swasta
dengan keluhan berak hitamdan muntah darah dengan kecurigaan hemofilia.
Berak hitam sejak 13 hari sebelum masuk rumah sakit dengan konsistensi
lengket dan bau khas, dengan volume 3-4 gelas perhari. Muntah darah
kehitaman seperti kopi dan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi
3-4 kali dan volume seperempat gelas tiap kali muntah. Disertai nyeri ulu hati
yang telah lama diderita sebelum timbul keluhan berak hitam. Nyeri ulu hati
dirasakan panas tidak menjalar ke bagian tubuh yang lainnya, nyeri terasa
membaik setelah minum obat sakit maag. Penderita kadang-kadang mengeluh
mual. Badan terasa lemah sejak sakit, sehingga penderita terganggu aktifitas
sehari-harinya.
Riwayat sakit sebelumnya, penderita telah dirawat selama 13 hari
di rumah sakit swasta dan telah menerima transfusi darah sebanyak 15
kantung. Terdapat riwayat minum obat-obatan anti nyeri karena keluhan nyeri
sendi lutut. Pada tahun 1984 penderita pernah mengalami perdarahan yang
hebat setelah cabut gigi, saat itu penderita dirawat di RS Sanglah.
Penderita sering mengalami perdarahan sejak usia 5 tahun terutama
setelah terbentur atau terjatuh. Tidak ada riwayat penyakit kuning
sebelumnya. Penderita tidak mengkonsumsi alkohol atau jamu. Riwayat
penyakit keluarga, saudara kandung laki-laki penderita mengalami keluhan
perdarahan yang sama dan telah meninggal dunia saat usia anak-anak.
Pada pemeriksaan fisik penderita tampak lemah dengan kesadaran
compos mentis, tekanan darah80mmHg / palpasi setelah dilakukan pemberian
1 liter cairan tensi terangkat menjadi 100/70 mmHg, frekuensi nadi 120
kali/menit lemah, respirasi 24 kali/menit dan temperatur axilla 36,70 C.Mata
tampak anemis, tidak ada ikterus. JVP :PR + 0 cmH20, tidak ada pembesaran
kelenjar. Bibirtampak pucat, pada lidah tidak didapatkan atropi papil.Inspeksi
thorak tidak didapatkan spider nevi. Batasbatasjantung normal, bunyi jantung
pertama dankedua tunggal, teratur, tidak ada suara tambahan.Pemeriksaan
paru normal. Suara nafas dasar vesiculardan tidak didapatkan suara nafas
tambahan.Pemeriksaan abdomen tidak ditemukan distensiabdomen, kolateral,
asites dan caput meduse. Bisingusus normal. Hati dan limpa tidak membesar.
Traubespace timpani. Tidak dijumpai adanya defencemuscular dan nyeri
tekan epigastrial. Ekstremitas teraba hangat, odema pada kedua tungkai
inferior. Tampak hematom pada lengan atas kiri dengan diameter 5 cm.
Pemeriksaan rectal toucher didapatkantonus sphincter ani normal, mucosa
licin , tidak ada massa dan terdapat melena.
Pemeriksaan penunjang laboratorium darah lengkap menunjukkan
leukosit 10,9 K/uL (normal: 4,5-11 K/uL), hemoglobin 1,7 gr/dl (normal:
13.5-18.0gr/dl), hematokrit 14,3 % (normal: 40-54%), MCV 82,4 fl (normal:
80-94 fl), MCH 28,7 pg (normal: 27- 32 pg), trombosit 66 K/ul (normal: 150-
440 K/uL). Hasil pemeriksaan faal hemostasis : waktu perdarahan (Duke) :
2,0 menit (normal: 1-3 menit), waktu pembekuan (Lee & White) : 14,0 menit
(normal: 5-15menit), waktu protrombin (PT) : 21 detik (normal: 12 - 18
detik), APTT : 96 detik (normal: 22.6-35 detik). AST 27 mg/dl (normal: 14-
50mg/dl), ALT 33 mg/dl (normal: 11-64 mg/dl), bilirubin total 0,6 mg/dl
(normal :0,0-1,0 mg/dl), bilirubin direk 0,1 mg/dl (normal: 0,0-0,3 mg/dl),
cholesterol 26 mg/dl (normal: 110-200 mg/dl), albumin 0,8 mg/dl (normal
4.0-5.7 mg/dl). Pemeriksaan faktor VIII dan IX tidak dikerjakan karena tidak
ada fasilitas pemeriksaan.

B. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. X
Usia : 46 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku : Bali
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan berak hitam sejak 13 hari yang lalu
b. Keluhan tambahan
Pasien mengatakan muntah darah sejak 3 hari yang lalu, nyeri ulu
hati, kadang-kadang pasien mengatakan mual dan badan terasa
lemah.
P = Pendarahan di ulu hati
Q = Terasa Panas
R = Ulu Hati
S = tidak terkaji
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien Tn. X berusia 46 tahun dirujuk dari RS swasta dengan
keluhan berak hitam dan muntah darah dengan kecurigaan hemofilia.
Berak hitam sejak 13 hari sebelum masuk rumah sakit dengan
konsistensi lengket dan bau khas, dengan volume 3-4 gelas perhari.
Muntah darah kehitaman seperti kopi dan sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit, frekuensi 3-4 kali dan volume seperempat gelas
tiap kali muntah, disertai nyeri ulu hati yang telah lama diderita
sebelum timbul keluhan berak hitam. Nyeri ulu hati dirasakan
panas tidak menjalar ke bagian tubuh yang lainnya, nyeri terasa
membaik setelah minum obat sakit maag. Pasien kadang-kadang
mengeluh mual. Badan terasa lemah sejak sakit, sehingga pasien
terganggu aktifitas sehari-harinya. Pada pemeriksaan fisik pasien
tampak lemah dengan kesadaran compos mentis, tekanan darah 80
mmHg /palpasi setelah dilakukan pemberian 1 liter cairan TD
terangkat menjadi 100/70 mmHg, N : 120 kali/menit, RR : 24
kali/menit dan S : 36,7°C.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sakit sebelumnya, pasien telah dirawat selama 13
hari di rumah sakit swasta dan telah menerima transfusi darah
sebanyak 15 kantung. Terdapat riwayat minum obat-obatan anti
nyeri karena keluhan nyeri sendi lutut. Pada tahun 1984 penderita
pernah mengalami perdarahan yang hebat setelah cabut gigi, saat itu
penderita dirawat di RS Sanglah. Penderita sering mengalami
perdarahan sejak usia 5 tahun terutama setelah terbentur atau
terjatuh. Tidak ada riwayat penyakit kuning sebelumnya. Penderita
tidak mengkonsumsi alkohol atau jamu.
e. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga, saudara kandung laki-laki penderita
mengalami keluhan perdarahan yang sama dan telah meninggal
dunia saat usia anak-anak.
3. Pola Fungsional Gordon
a. Pola persepsi kesehatan
DS: Pasien mengatakan bahwa kesehatan itu penting, dan jika ada
anggota keluarga yang sakit maka akan diperiksakan ke
pelayanan kesehatan terdekat.
DO: Pasien dirawat di rawat di slah satu RS swasta dengan kecurigaan
penyakit Hemofilia..
b. Pola nutrisi dan metabolik
DS : Pasien mengatakan sebelum sakit makan 3x sehari, nafsu makan
tetap baik dan tidak mengalami penurunan berat badan yang
berarti. Sedangkan minum air putihnya banyak, dalam sehari
pasien dapat minum sekitar 7-8 gelas. Sedangkan selama sakit
pasien mengatakan tidak nafsu makan dan terkadang mual
bahkan sampai muntah berwarna hitam darah.
DO : selama sakit pasien hanya menghabiskan 1/4 porsi makan dari
rumah sakit. Pasien muntah darah kehitaman seperti kopi
dengan frekuensi 3-4 kali/hari dan volume seperempat gelas
tiap kali muntah.
c. Pola eliminasi
DS : Sebelum sakit BAK dan BAB lancar (BAK 5-6 x sehari dan
BAB 1 x sehari), sedangkan selama sakit BAB berwarna
hitam.
DO : BAB berwarna hitam dengan konsistensi lengket dan bau khas,
dengan volume 3-4 gelas perhari.

d. Pola istirahat dan tidur


DS : Pasien mengatakan sebelum sakit, dalam sehari pasien dapat
tidur 8 jam. Sedangkan selama sakit, pasien kesulitan untuk
tidur karena terganggu oleh penyakitnya.
DO : Pasien terlihat lelah dan lemas. TD : 100/70 mmHg, N : 120
kali/menit, RR : 24 kali/menit dan S : 36,7°C.
e. Pola persepsi kognitif
DS : Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan panca inderanya.
DO: Pasien kooperatif dalam setiap tindakan keperawatan dan
komunikasi lancar, serta tidak ada masalah.
f. Pola aktivitas dan latihan
DS: Pasien mengatakan sebelum sakit dapat melakukan aktivitasnya
secara mandiri, namun setelah sakit aktivitasnya terganggu
sehingga dibantu oleh keluarganya
DO : Pasien terlihat dibantu oleh keluarganya dalam melakukan
aktivitasnya.
g. Pola persepsi dan konsep diri
DS : Pasien mengatakan yakin bahwa dirinya dapat sembuh dan dapat
beraktivitas seperti biasanya.
DO : Pasien kooperatif dalam setiap tindakan yang dilakukan.
h. Pola peran dan hubungan
DS: Pasien mengatakan hubungan dengan keluarganya baik. Pasien
berperan sebagai kepala keluarga bagi istri dan anak-anaknya.
DO: Pasien nampak ditemani oleh keluarganya selama dirawat di
rumah sakit.
i. Pola seksual dan reproduksi
DS : Pasien mengatakan sudah menikah dan sudah mempunyai anak
DO: Pasien berjenis kelamin laki-laki dan memiliki genetalia yang
lengkap.
j. Pola koping dan toleransi stress
DS : Pasien mengatakan dalam menghadapi suatu masalah selalu
dibicarakan dan diselesaikan dengan anggota keluarganya.
DO : Pasien dirawat dan dioperasi atas persetujuan oleh keluarganya.
k. Pola nilai dan keyakinan
DS : Pasien mengatakan beragama islam.
DO : Pasien tampak berdoa dan beristighfar demi kesembuhannya.
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
b. TTV
TD : 80 mmhg / palpasi
RR : 24x/menit
N : 120x/menit
S : 36,7° C
c. Kepala
- Mulut : Tampak pucat, pada lidah tidak didapatkan atropi
papil
- Mata : Tampak anemis, tidak ada ikterus
- Leher : JVP :PR + 0 cmH20, tidak ada pembesaran
kelenjar.
d. Pemeriksaan Dada
1) Paru
Inspeksi : Bentuk simetris, inpansi dada simetris.
Palpasi : Tidak ada benjolan, nyeri tekan, dan tanda-tanda
fraktur.
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas dasar vesicular dan tidak didapatkan
suara nafas tambahan.
2) Jantung
Inspeksi : Thorak tidak didapatkan spider nevi.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, dan benjolan
Perkusi : Pekak, batas-batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung pertama dan kedua tunggal, teratur,
tidak ada suara tambahan.
3) Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Tidak ada benjolan, lesi, asites dan caput meduse
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan terhadap abdomen dan tidak
teraba keras dibagian perut/tidak ada masa, tidak
ditemukan distensi abdomen, kolateral, Hati dan
limpa tidak membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usung ± 8x/menit
e. Anus : Pemeriksaan rectal toucher didapatkan tonus
sphincter ani normal, mucosa licin , tidak ada
massa
dan terdapat melena.
f. Ekstermitas
Teraba hangat, odema pada kedua tungkai inferior. Tampak hematom
pada lengan atas kiri dengan diameter 5 cm.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium darah lengkap
1) Leukosit 10,9 K/uL (normal: 4,5-11 K/uL)
2) Hemoglobin 1,7 gr/dl (normal: 13.5-18.0gr/dl)
3) Hematokrit 14,3 % (normal: 40-54%)
4) MCV 82,4 fl (normal: 80-94 fl)
5) MCH 28,7 pg (normal: 27- 32 pg)
6) Trombosit 66 K/ul (normal: 150-440 K/uL)
b. Pemeriksaan faal hemostasis
1) Waktu perdarahan (Duke) : 2,0 menit (normal: 1-3 menit)
2) Waktu pembekuan (Lee & White) : 14,0 menit (normal: 5-15
menit)
3) Waktu protrombin (PT) : 21 detik (normal: 12 - 18 detik)
4) APTT : 96 detik (normal: 22.6-35 detik)
5) AST 27 mg/dl (normal: 14-50mg/dl)
6) ALT 33 mg/dl (normal: 11-64 mg/dl)
7) Bilirubin total 0,6 mg/dl (normal :0,0-1,0 mg/dl)
8) Bilirubin direk 0,1 mg/dl (normal: 0,0-0,3 mg/dl)
9) Cholesterol 26 mg/dl (normal: 110-200 mg/dl)
10) Albumin 0,8 mg/dl (normal 4.0-5.7 mg/dl).
c. Terapi
1) Kumbah lambung dengan hasil stolsel
2) Loading nacl 1000 cc
3) Terapi krioprisipitat loading dose 15 unit
4) Transfusi Packed Red Cell sampai dengan kadar Hb >10g/dl
5) injeksi asam traneksamat 3 x 500 mg
6) injeksi ranitidin 2x 200 mg
7) Antasida 3Xci
8) Sukralfat3Xci

C. Analisa Data

NO Data Fokus Etiologi Problem


1. DS : Pasien mengeluh berak Perdarahan aktif Kekurangan
hitam sejak 13 hari dengan Volume Cairan
konsentrasi lengket, bau khas, dan Elektrolit
volume 3-4 gelas perhari dan
muntah darah kehitaman seperti
kopi sejak 3 hari yang lalu
sebelum masuk RS
DO :
- Pasien tampak lemah
- Pasien anemis, bibir pucat
- TD : 100/70 mmHg setelah
diberi 1 liter cairan
- N :120 kali/menit
- Oedema pada kedua tungkai
- Hematum pada lengan atas
dengan diameter 5cm
- Labolatorium :
 Hb = 1,7 mg/dl
 Hematokrit = 14,3 %
 Trombosit = 66 K/ul
- Protombin = 21 detik
- APTT = 96 detik
- Albumin = 0,8 mg/dl

2. DS : Pasien mengatakan nyeri Agent Cidera Nyeri Akut


ulu hati sejak lama sebelum Biologis
timbulnya keluhan berak hitam
DO :
P = Pendarahan di ulu hati
Q = Terasa Panas
R = Ulu Hati
S = tidak terkaji
- Hasil EGD menunjukan
gastritis erosif corpus
- Hasil USG : Chronic Liver
Disease

D. Diagnosa Keperawatan

NO Masalah Keperawatan Prioritas


1. Kekurangan Volume Cairan dan Elektrolit berhubungan dengan perdarahan
aktif
2. Nyeri Akut berhubungan dengan agent cidera biologis

E. Perencanaan

Hari,
Diagnosa
No Tanggal / Tujuan Intervensi TTD
Keperawatan
jam

1. Kekurangan Setelah dilakukan 1. Pertahankan catatan


volume tindakan intake dan output
cairan keperawatan selama yang akurat
berhubungan 1 x 7 jam
dengan kekurangan volume 2. Monitor vital sign
kehilangan cairan teratasi 3. Monitor status hidrasi
volume dengan kriteria hasil (kelembaban
cairan aktif : membran mukosa,
nadi adekuat, tekanan
1. Mempertahankan darah ortostatik), jika
urine output diperlukan.
sesuai dengan
usia , BB, dan 4. Kolaborasi dokter
urine normal jika tanda cairan
berlebih muncul
2. Tekanan darah, memburuk
nadi, suhu tubuh
dalam batas 5. Atur kemungkinan
normal transfusi
3. Tidak ada tanda 6. Monitor intake dan
tanda dehidrasi, urin output
elastisitas turgor
kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada
rasa haus yang
berlebihan
4. Jumlah dan irama
pernapasan dalam
batas normal
5. Elektrolit, Hb,
Hmt dalam batas
normal
6. pH urin dalam
batas normal
2. Nyeri b.d Setelah dilakukan 1. Kaji skala nyeri.
agens cidera tindakan
biologis keperawatan selama 2. Jelaskan faktor
3 x 7 jam diharapkan penyebab nyeri.
nyeri pada pasien 3. Gunakan komunikasi
dapat berkurang / terapeutik untuk
hilang, dengan mengetahui
kriteria hasil : pengalaman dan
penerimaan respon
1. Skala nyeri nyeri pasien.
berkurang
menjadi 1 atau 0.4. Kontrol lingkungan
yang dapat
2. Wajah rileks atau mempengaruhi
nyeri hilang. ketidaknyamanan
3. Klien dapat klien.
menerapkan 5. Monitor tanda – tanda
teknik non vital pasien.
farmakologis
untuk 6. Ajarkan teknik
mengurangi relaksasi ditraksi.
nyeri.
7. Kolaborasi dengan
dokter pemberian obat
analgesik.

F. Implementasi

Hari,
Diagnosa
No Tanggal/ Implementasi TTD
Keperawatan
jam

1. Kekurangan volume 1. Mempertahankan catatan intake


cairan berhubungan dan output yang akurat
dengan kehilangan
2. Memonitor vital sign
volume cairan aktif
3. Memonitor status hidrasi
(kelembaban membran mukosa,
nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik), jika diperlukan.
4. Melakukan kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih muncul
memburuk
5. Mengatur kemungkinan transfusi
6. Memonitor intake dan urin output

2. Nyeri b.d agens cidera 1. Mengkaji skala nyeri.


biologis
2. Menjelaskan faktor penyebab
nyeri.
3. Menggunakan komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman dan penerimaan
respon nyeri pasien.
4. Mengkontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
ketidaknyamanan klien.
5. Memonitor tanda – tanda vital
pasien.
6. Mengajarkan teknik relaksasi
ditraksi.
7. Melakukan kolaborasi dengan
dokter pemberian obat analgesik.

G. Evaluasi

Tanggal / Diagnosa
No Catatan Perkembangan TTD
Jam Keperawatan
1. Kekurangan S : Pasien merasa lebih kuat dan tidak
volume cairan lemas daripada sebelumnya.
berhubungan O : Tanda – tanda vital :
dengan  TD : 120 / 80 mmHg
kehilangan  N : 120 x / menit
volume cairan  RR : 22 x / menit
aktif  S : 36,5 oC
 Pasien tetap minum gelas 7 – 8
gelas per hari.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi no :
1 . Mempertahankan catatan intake dan
output yang akurat.
2. menonitor vital sign
6. Memonitor intake dan output urine.

2. Nyeri S : Pasien merasa bekurang nyerinya.


berhubungan O : Pengkajian PQRST
dengan agen 1. P : Perdarahan di ulu hati
cedera biologis 2. Q : tidak panas
3. R : ulu hati
4. S : tidak terkaji
5. T : hilang timbul
Tanda – tanda vital :
 TD : 120 / 80 mmHg
 N : 120 x / menit
 RR : 22 x / menit
 S : 36,5 oC

A : Masalah teratasi sebagian


P : Lanjutkan intervensi no :
1. Mengkaji skala nyeri
2. Mengajarkan teknik relaksasi dan
distraksi.
3. Memonitor vital sign

H. Keterbatasan Profesi Lain


1. Dokter
Mendiagnosis penyakit serta berkolaborasi didalam memberikan
penatalaksanaan medis dengan pendelegasian
2. Analis Kesehatan atau Ahli Teknik Laboratorium Medik
Membantu dalam menganalisis hasil laboratorium darah sebagai
pemeriksaan penunjang laboratorium
3. Apoteker (Farmasi)
Membantu dalam distribusi obat sesuai dosis/anjuran dokter serta sebagai
tim kolaborasi didalam pemberian obat kepada pasien
4. Nutrisionis (Ahli Gizi)
Kolaborasi didalam memberikan diit yang sesuai dengan kebutuhan
pasien
5. Radiografer
Kolaborasi didalam pemeriksaan penunjang radiodiagnostik dan
radioterapi (rontgen, USG) untuk dalam upaya penegakan diagnose
6. Teknologi Bank Darah
Sebagai pengelola, penyedia/pemasok darah dari PMI dan berkolaborasi
didalam manajemen distribusi kebutuhan darah di RS (jika diperlukan
transfusi)
7. Administrasi Rumah Sakit
Kolaborasi didalam pelaksanaan sistem informasi klinik sehingga
memudahkan didalam pelaksanaan pelayanan medis, asuhan keperawatan
yang langsung terintegrasi melalui manajemen sistem informasi rumah
sakit sampai dengan biaya perawatan (misal: asuransi, BPJS)

I. Penerapan Berfikir Kritis

Berpikir kritis dalam keperawatan merupakan komponen dasar dalam


mempertanggungjawabkan profesi dan kualitas perawatan. Pemikir kritis
keperawatan menunjukkan kebiasaan mereka dalam berpikir, kepercayaan
diri, kreativitas, fleksibiltas, pemeriksaan penyebab (anamnesa), integritas
intelektual, intuisi, pola piker terbuka, pemeliharaan dan refleksi. Pemikir
kritis keperawatan mempraktekkan keterampilan kognitif meliputi analisa,
menerapkan standar, prioritas, penggalian data, rasional tindakan, prediksi,
dan sesuai dengan ilmu pengetahuan.
Berpikir kritis merupakan suatu tehnik berpikir yang melatih kemampuan
dalam mengevaluasikan atau melakukan penilaian secara cermat tentang tepat
tidaknya atau layak tidaknya suatu gagasan.

Perawat berpikir kritis pada setiap langkah proses keperawatan.


a. Pengkajian: mengumpulkan data, melakukan observasi dalam
pengumpulan data berfikir kritis, mengelola dan mengkatagorikan data
menggunakan ilmu-ilmu lain.
b. Perumusan diagnosa keperawatan: tahap pengambilan keputusan yang
paling kritis, menentukan masalah dan dengan argumen yaitu secara
rasional.
c. Perencanaan keperawatan: menggunakan pengetahuan untuk
mengembangkan hasil yang diharapkan, keterampilan guna mensintesa
ilmu yang dimiliki untuk memilih tindakan.
d. Pelaksanaan keperawatan: pelaksanaan tindakan keperawatan adakah
keterampilan dalam menguji hipotesa, tindakasn nyata yang menentukan
tingkat keberhasilan.
e. Evaluasi keperawatan: mengkaji efektifitas tindakan, perawat harus dapat
mengambil keputusan tentang pemenuhan kebutuhan dasar klien.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Hemofilia adalah suatu jenis penyakit dimana trombosit kehilangan
salah satu faktor pembentuk benang – benang penutup luka. Sehingga luka
tidak dapat dengan cepat menutup dan pendarahan terhenti. Hemofilia
termasuk penyakit yang diturunkan misalnya pada ibu yang memiliki
carrier atau pembawa gen penyakit hemofilia. Komplikasi hemofilia
terutama mengenai sistem muskuloskeletal yaitu adanya hemartrosis atau
perdarahan otot. Perjalanan penyakit hemofilia yang kronis dapat
menyebabkan disabilitas, oleh karena itu dibutuhkan suatu pendekatan tim.

Penanganan penderita hemofili segera dilakukan sejak diagnosis


ditegakkan, berupa terapi secara umum dan khusus. Secara umum
tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup penderita hemofili agar
dapat menjalani kehidupan seperti orang normal dengan batasan-batasan
tertentu. Terapi umum ini dapat dilakukan dengan konseling, edukasi dan
memanfaatkan semua standar terapi medik yang ideal pada penderita
termasuk mempersiapkan pengetahuan yang dimiliki penderita, sedangkan
untuk terapi khusus disebut dengan terapi “on demand” yaitu dilakukan
dengan tindakan preventif, pemberian suntikan secara reguler pada
penderita dinyatakan dapat mengurangi pendarahan.

B. SARAN
Pendekatan farmakologik pada hemofilia tergantung dari gejala
klinis yang muncul, namun perlu dilakukan pendekatan rehabilitasi
medik. Pendekatan rehabilitasi medik pada hemofilia tidak tergantung
gejala klinis yang muncul karena pendekatan ini lebih difokuskan ke
seluruh aspek kehidupan pasien hemofilia. Pendekatan ini sudah harus
dilakukan sejak dini mengingat komplikasi yang mungkin ditimbulkan,
yang dapat menyebabkan disabilitas tersering akibat komplikasi
muskuloskeletal. Dengan penanganan rehabilitasi medik yang berbasis
pendekatan tim, diharapkan komplikasi muskuloskeletal dapat
diminimalisasikan dan prognosis pasien hemofilia dapat lebih baik.
Penanganan rehabilitasi medik ini dimulai dari pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak memicu
terjadinya perdarahan, dalam hal ini komunikasi antara terapis dan pasien
menjadi kunci utama.
Komponen pemeriksaan fisik terdiri dari observasi, lingkup gerak
sendi dan fungsi otot, serta pemeriksaan status neurologik. Observasi
meliputi respons pasien terhadap terapi faktor pembekuan darah VIII atau
IX, respons pasien terhadap aktivitas fungsional seperti duduk, berdiri,
atau berjalan dan gangguan postur atau pola berjalan, serta ada tidaknya
perbedaan panjang kedua tungkai. Mengenai lingkup gerak sendi dan
fungsi otot, perlu dilakukan pencatatan keadaan sendi dan otot sebelum
dan selama follow up (edema, nyeri, lingkup gerak sendi, deformitas, dan
lingkar sendi atau otot yang terkena). Pemeriksaan status neurologik
penting dilakukan karena komplikasi muskuloskeletal dapat menyebabkan
gangguan neurologik misalnya neuropati perifer pada hemofilia berat.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
dan penanganan komplikasi muskuloskeletal. Pada komplikasi perdarahan
otot, penggunaan ultrasound dapat memberikan informasi tentang
distribusi perdarahan otot yang terjadi. Untuk kepentingan ini, frekuensi
ultrasound yang digunakan 7- 12 Mhz dengan transduser jenis linear array
transducer.
DAFTAR PUSTAKA

Aru et al. (2009). Ilmu Penyakit dalam Jilid II: Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.

Handayani, Wiwik. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Nathan DG., Orkin SH. Nathan and Oski’s Hematology of Infancy and
Childhood. 6 th edition, WB Saunders Company, Tokyo, 2003.

Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of
pediatrics. 18th edition, WB Saunders Co, 2007.

www.halosehatverifiedhealthinformation.com

https://dokumen.tips/documents/kata-pengantar-makalah-hemofilia.html

https://blogalliv.wordpress.com/tag/makalah-hemofilia/

You might also like