Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Kelompok 3
JURUSAN KEPERAWATAN
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata’ala, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Hemofilia. Penulisan makalah ini
dilakukan guna memenuhi tugas pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
Makalah ini tidak akan selesai dengan baik jika tanpa dukungan berbagai
pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Kesimpulan ................................................................................
B. Saran ...........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Penyebab Hemofilia
D. Patofisiologi
Ketika salah satu protein, misalnya, faktor VIII, tidak ada, kartu
domino berhenti jatuh, dan reaksi berantai rusak. Pembekuan tidak terjadi,
atau terjadi jauh lebih lambat dari biasanya. Trombosit di lokasi cedera
tidak mesh ke tempatnya untuk membentuk bekuan permanen.
1. Timbulnya inhibitor.
Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya
sebagai benda asing yang masuk . Hal ini berarti segera setelah konsentrat
faktor diberikan tubuh akan melawan dan akan menghilangkannya.Suatu
inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII
atau faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya. Pada penderita
hemofilia dengan inhibitor terhadap konsentrat faktor, reaksi penolaksan
mulai terjadi segera setelah darah diinfuskaan. Ini berarti konsentrat faktor
dihancurkan sebelum ia dapat menghentikan pedarahan.
2. Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang.
Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh
perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang
menetap dapat disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat
(hemarthrosis). Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat dari
perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama selama beberapa tahun.
Makin sering perdarahan dan makin banyak perdarahan makin besar
kerusakan. Sendi yang paling sering rusak adalah sendi engsel seperti :
a. Lutut
b. Pergelangan kaki
c. Siku
Sendi engsel ini hanya mempunyai sedikit perlindungan terhadap
tekanan dari samping. Akibatnya sering terjadi perdarahan. Sendi peluru
yang mempunyai penunjang lebih baik, jarang terjadi perdarahan seperti :
a. Panggul
b. Bahu
Sendi pada pergelangan tangan, tangan dan kaki kadang – kadang
mengalami perdarahan. Namun jarang menimbulkan kerusakan sendi.
c. Infeksi yang ditularkan oleh darah
Dalam 20 tahu terakhir, komplikasi hemofilia yang paling serius
adalah infeksi yang ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia banyak
penderita hemofilia yang tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Mereka
terkena infeksi ini dari plasma, cryopresipitat dan khususnya dari
konsentrat factor yang dianggap akan membuat hidup mereka normal
(Betz & Sowden, 2002).
F. Penatalaksanaan
G. Penatalaksanaa Keperawatan
STUDI KASUS
A. Kasus
Seorang laki-laki usia 46 tahun suku Balidirujuk dari RS swasta
dengan keluhan berak hitamdan muntah darah dengan kecurigaan hemofilia.
Berak hitam sejak 13 hari sebelum masuk rumah sakit dengan konsistensi
lengket dan bau khas, dengan volume 3-4 gelas perhari. Muntah darah
kehitaman seperti kopi dan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi
3-4 kali dan volume seperempat gelas tiap kali muntah. Disertai nyeri ulu hati
yang telah lama diderita sebelum timbul keluhan berak hitam. Nyeri ulu hati
dirasakan panas tidak menjalar ke bagian tubuh yang lainnya, nyeri terasa
membaik setelah minum obat sakit maag. Penderita kadang-kadang mengeluh
mual. Badan terasa lemah sejak sakit, sehingga penderita terganggu aktifitas
sehari-harinya.
Riwayat sakit sebelumnya, penderita telah dirawat selama 13 hari
di rumah sakit swasta dan telah menerima transfusi darah sebanyak 15
kantung. Terdapat riwayat minum obat-obatan anti nyeri karena keluhan nyeri
sendi lutut. Pada tahun 1984 penderita pernah mengalami perdarahan yang
hebat setelah cabut gigi, saat itu penderita dirawat di RS Sanglah.
Penderita sering mengalami perdarahan sejak usia 5 tahun terutama
setelah terbentur atau terjatuh. Tidak ada riwayat penyakit kuning
sebelumnya. Penderita tidak mengkonsumsi alkohol atau jamu. Riwayat
penyakit keluarga, saudara kandung laki-laki penderita mengalami keluhan
perdarahan yang sama dan telah meninggal dunia saat usia anak-anak.
Pada pemeriksaan fisik penderita tampak lemah dengan kesadaran
compos mentis, tekanan darah80mmHg / palpasi setelah dilakukan pemberian
1 liter cairan tensi terangkat menjadi 100/70 mmHg, frekuensi nadi 120
kali/menit lemah, respirasi 24 kali/menit dan temperatur axilla 36,70 C.Mata
tampak anemis, tidak ada ikterus. JVP :PR + 0 cmH20, tidak ada pembesaran
kelenjar. Bibirtampak pucat, pada lidah tidak didapatkan atropi papil.Inspeksi
thorak tidak didapatkan spider nevi. Batasbatasjantung normal, bunyi jantung
pertama dankedua tunggal, teratur, tidak ada suara tambahan.Pemeriksaan
paru normal. Suara nafas dasar vesiculardan tidak didapatkan suara nafas
tambahan.Pemeriksaan abdomen tidak ditemukan distensiabdomen, kolateral,
asites dan caput meduse. Bisingusus normal. Hati dan limpa tidak membesar.
Traubespace timpani. Tidak dijumpai adanya defencemuscular dan nyeri
tekan epigastrial. Ekstremitas teraba hangat, odema pada kedua tungkai
inferior. Tampak hematom pada lengan atas kiri dengan diameter 5 cm.
Pemeriksaan rectal toucher didapatkantonus sphincter ani normal, mucosa
licin , tidak ada massa dan terdapat melena.
Pemeriksaan penunjang laboratorium darah lengkap menunjukkan
leukosit 10,9 K/uL (normal: 4,5-11 K/uL), hemoglobin 1,7 gr/dl (normal:
13.5-18.0gr/dl), hematokrit 14,3 % (normal: 40-54%), MCV 82,4 fl (normal:
80-94 fl), MCH 28,7 pg (normal: 27- 32 pg), trombosit 66 K/ul (normal: 150-
440 K/uL). Hasil pemeriksaan faal hemostasis : waktu perdarahan (Duke) :
2,0 menit (normal: 1-3 menit), waktu pembekuan (Lee & White) : 14,0 menit
(normal: 5-15menit), waktu protrombin (PT) : 21 detik (normal: 12 - 18
detik), APTT : 96 detik (normal: 22.6-35 detik). AST 27 mg/dl (normal: 14-
50mg/dl), ALT 33 mg/dl (normal: 11-64 mg/dl), bilirubin total 0,6 mg/dl
(normal :0,0-1,0 mg/dl), bilirubin direk 0,1 mg/dl (normal: 0,0-0,3 mg/dl),
cholesterol 26 mg/dl (normal: 110-200 mg/dl), albumin 0,8 mg/dl (normal
4.0-5.7 mg/dl). Pemeriksaan faktor VIII dan IX tidak dikerjakan karena tidak
ada fasilitas pemeriksaan.
B. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. X
Usia : 46 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku : Bali
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan berak hitam sejak 13 hari yang lalu
b. Keluhan tambahan
Pasien mengatakan muntah darah sejak 3 hari yang lalu, nyeri ulu
hati, kadang-kadang pasien mengatakan mual dan badan terasa
lemah.
P = Pendarahan di ulu hati
Q = Terasa Panas
R = Ulu Hati
S = tidak terkaji
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien Tn. X berusia 46 tahun dirujuk dari RS swasta dengan
keluhan berak hitam dan muntah darah dengan kecurigaan hemofilia.
Berak hitam sejak 13 hari sebelum masuk rumah sakit dengan
konsistensi lengket dan bau khas, dengan volume 3-4 gelas perhari.
Muntah darah kehitaman seperti kopi dan sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit, frekuensi 3-4 kali dan volume seperempat gelas
tiap kali muntah, disertai nyeri ulu hati yang telah lama diderita
sebelum timbul keluhan berak hitam. Nyeri ulu hati dirasakan
panas tidak menjalar ke bagian tubuh yang lainnya, nyeri terasa
membaik setelah minum obat sakit maag. Pasien kadang-kadang
mengeluh mual. Badan terasa lemah sejak sakit, sehingga pasien
terganggu aktifitas sehari-harinya. Pada pemeriksaan fisik pasien
tampak lemah dengan kesadaran compos mentis, tekanan darah 80
mmHg /palpasi setelah dilakukan pemberian 1 liter cairan TD
terangkat menjadi 100/70 mmHg, N : 120 kali/menit, RR : 24
kali/menit dan S : 36,7°C.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sakit sebelumnya, pasien telah dirawat selama 13
hari di rumah sakit swasta dan telah menerima transfusi darah
sebanyak 15 kantung. Terdapat riwayat minum obat-obatan anti
nyeri karena keluhan nyeri sendi lutut. Pada tahun 1984 penderita
pernah mengalami perdarahan yang hebat setelah cabut gigi, saat itu
penderita dirawat di RS Sanglah. Penderita sering mengalami
perdarahan sejak usia 5 tahun terutama setelah terbentur atau
terjatuh. Tidak ada riwayat penyakit kuning sebelumnya. Penderita
tidak mengkonsumsi alkohol atau jamu.
e. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga, saudara kandung laki-laki penderita
mengalami keluhan perdarahan yang sama dan telah meninggal
dunia saat usia anak-anak.
3. Pola Fungsional Gordon
a. Pola persepsi kesehatan
DS: Pasien mengatakan bahwa kesehatan itu penting, dan jika ada
anggota keluarga yang sakit maka akan diperiksakan ke
pelayanan kesehatan terdekat.
DO: Pasien dirawat di rawat di slah satu RS swasta dengan kecurigaan
penyakit Hemofilia..
b. Pola nutrisi dan metabolik
DS : Pasien mengatakan sebelum sakit makan 3x sehari, nafsu makan
tetap baik dan tidak mengalami penurunan berat badan yang
berarti. Sedangkan minum air putihnya banyak, dalam sehari
pasien dapat minum sekitar 7-8 gelas. Sedangkan selama sakit
pasien mengatakan tidak nafsu makan dan terkadang mual
bahkan sampai muntah berwarna hitam darah.
DO : selama sakit pasien hanya menghabiskan 1/4 porsi makan dari
rumah sakit. Pasien muntah darah kehitaman seperti kopi
dengan frekuensi 3-4 kali/hari dan volume seperempat gelas
tiap kali muntah.
c. Pola eliminasi
DS : Sebelum sakit BAK dan BAB lancar (BAK 5-6 x sehari dan
BAB 1 x sehari), sedangkan selama sakit BAB berwarna
hitam.
DO : BAB berwarna hitam dengan konsistensi lengket dan bau khas,
dengan volume 3-4 gelas perhari.
C. Analisa Data
D. Diagnosa Keperawatan
E. Perencanaan
Hari,
Diagnosa
No Tanggal / Tujuan Intervensi TTD
Keperawatan
jam
F. Implementasi
Hari,
Diagnosa
No Tanggal/ Implementasi TTD
Keperawatan
jam
G. Evaluasi
Tanggal / Diagnosa
No Catatan Perkembangan TTD
Jam Keperawatan
1. Kekurangan S : Pasien merasa lebih kuat dan tidak
volume cairan lemas daripada sebelumnya.
berhubungan O : Tanda – tanda vital :
dengan TD : 120 / 80 mmHg
kehilangan N : 120 x / menit
volume cairan RR : 22 x / menit
aktif S : 36,5 oC
Pasien tetap minum gelas 7 – 8
gelas per hari.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi no :
1 . Mempertahankan catatan intake dan
output yang akurat.
2. menonitor vital sign
6. Memonitor intake dan output urine.
A. Kesimpulan
Hemofilia adalah suatu jenis penyakit dimana trombosit kehilangan
salah satu faktor pembentuk benang – benang penutup luka. Sehingga luka
tidak dapat dengan cepat menutup dan pendarahan terhenti. Hemofilia
termasuk penyakit yang diturunkan misalnya pada ibu yang memiliki
carrier atau pembawa gen penyakit hemofilia. Komplikasi hemofilia
terutama mengenai sistem muskuloskeletal yaitu adanya hemartrosis atau
perdarahan otot. Perjalanan penyakit hemofilia yang kronis dapat
menyebabkan disabilitas, oleh karena itu dibutuhkan suatu pendekatan tim.
B. SARAN
Pendekatan farmakologik pada hemofilia tergantung dari gejala
klinis yang muncul, namun perlu dilakukan pendekatan rehabilitasi
medik. Pendekatan rehabilitasi medik pada hemofilia tidak tergantung
gejala klinis yang muncul karena pendekatan ini lebih difokuskan ke
seluruh aspek kehidupan pasien hemofilia. Pendekatan ini sudah harus
dilakukan sejak dini mengingat komplikasi yang mungkin ditimbulkan,
yang dapat menyebabkan disabilitas tersering akibat komplikasi
muskuloskeletal. Dengan penanganan rehabilitasi medik yang berbasis
pendekatan tim, diharapkan komplikasi muskuloskeletal dapat
diminimalisasikan dan prognosis pasien hemofilia dapat lebih baik.
Penanganan rehabilitasi medik ini dimulai dari pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak memicu
terjadinya perdarahan, dalam hal ini komunikasi antara terapis dan pasien
menjadi kunci utama.
Komponen pemeriksaan fisik terdiri dari observasi, lingkup gerak
sendi dan fungsi otot, serta pemeriksaan status neurologik. Observasi
meliputi respons pasien terhadap terapi faktor pembekuan darah VIII atau
IX, respons pasien terhadap aktivitas fungsional seperti duduk, berdiri,
atau berjalan dan gangguan postur atau pola berjalan, serta ada tidaknya
perbedaan panjang kedua tungkai. Mengenai lingkup gerak sendi dan
fungsi otot, perlu dilakukan pencatatan keadaan sendi dan otot sebelum
dan selama follow up (edema, nyeri, lingkup gerak sendi, deformitas, dan
lingkar sendi atau otot yang terkena). Pemeriksaan status neurologik
penting dilakukan karena komplikasi muskuloskeletal dapat menyebabkan
gangguan neurologik misalnya neuropati perifer pada hemofilia berat.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
dan penanganan komplikasi muskuloskeletal. Pada komplikasi perdarahan
otot, penggunaan ultrasound dapat memberikan informasi tentang
distribusi perdarahan otot yang terjadi. Untuk kepentingan ini, frekuensi
ultrasound yang digunakan 7- 12 Mhz dengan transduser jenis linear array
transducer.
DAFTAR PUSTAKA
Aru et al. (2009). Ilmu Penyakit dalam Jilid II: Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.
Handayani, Wiwik. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Nathan DG., Orkin SH. Nathan and Oski’s Hematology of Infancy and
Childhood. 6 th edition, WB Saunders Company, Tokyo, 2003.
Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of
pediatrics. 18th edition, WB Saunders Co, 2007.
www.halosehatverifiedhealthinformation.com
https://dokumen.tips/documents/kata-pengantar-makalah-hemofilia.html
https://blogalliv.wordpress.com/tag/makalah-hemofilia/