Professional Documents
Culture Documents
A. Definisi
TBC Paru /Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, dan lokasi infeksi terbanyak di paru yang biasanya
merupakan lokasi infeksi primer.
B. Etiologi
Penyebab dari penyakit TBC adalah kuman microorganisme yaitu basil mycobacterium
tuberculosis tipe humanus dengan ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 1,3 – 0,6 um,
termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta tahan asam atau basil tahan asam dan
lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik karena sebagian besar kuman terdiri atas
asam lemak (lipid).
C. Patofisiologi
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara/droflet yang tercemar oleh mycobacterium
tuberculosis, seperti pada saat penderita TBC batuk, bersin. Partikel infeksi ini dapat menetap
dalam udara bebas selama 1 – 2 jam. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati
dengan cepat tetapi dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari
– hari bahkan berbulan, bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan menempel
pada alveoli kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks paru sebelah
kanan atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh limfe, basil berpindah
kebagian paru – paru yang lain atau jaringan tubuh yang lain. Pada anak-anak sumber infeksi
penyakit TBC umumnya berasal dari penderita TBC dewasa.
D. Tanda dan gejala penyakit TBC
Berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau BB tidak naik dalam satu bulan
dengan penanganan gizi.
Failure to thrive
Batuk dan demam lama yang berulang yanpa sebab yang jelas, bukan tifus malaria
atau infeksi saluran nafas akut, dapat disertai keringan di malam hari
Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit biasanya multifel.
Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare.
TB kulit / skrofuloderma
TB tulang dan sendi (pincang)
TB otak dan saraf/ meningitis dengan gejala irritable, kaku kuduk, muntah, dan
kesadaran menurun
TB mata (konjungtivitis fliktenularis)
Dalam asuhan keperawatan tbc pada anak pemeriksaan untuk mendiagnosis penyakit tbc
adalah:
Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi 10 mm)
terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen menunjukan infeksi masa
lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif.
Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif
tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas, simpanan
kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas
TB dapat masuk rongga area fibrosa.
F. Penatalaksanaan/Pengobatan
Penderita penyakit TBC pada anak regimen dasar pengobatannya adalah kombinasi INH
(isoniazid) dan Rifamfisin selama 6bulan dengan PZA (pirazynamid) pada 2 bulan
pertama.
Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien TBC Anak
1. Pengkajian
Identitas Data Umum (selain identitas klien, juga identitas orangtua; asal kota
Intranatal : Bayi terlalu lama di jalan lahir , terjepit jalan lahir, bayi menderita caput sesadonium,
bayi menderita cepal hematom
Post Natal : kurang asupan nutrisi , bayi menderita penyakit infeksi , asfiksia ikterus
Tanyakan, apakah klien pernah sakit batuk yang lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat
kelenjar yang lainnya dan sudah diberi pengobatan antibiotik tidak sembuh-sembuh? Tanyakan,
apakah pernah berobat tapi tidak sembuh? Apakah pernah berobat tapi tidak teratur?
5) Alergi
7) Imunisasi/Vaksinasi : BCG
Riwayat Penyakit Sekarang (Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul
pada tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula)
Riwayat Keluarga (adakah yang menderita TB atau Penyakit Infeksi lainnya, Biasanya
keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama)
1) Lingkungan tempat tinggal (Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang
padat, ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak), pola sosialisasi anak
2) Kondisi rumah
3) Merasa dikucilkan
6) Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan
biaya yang banyak
Pertumbuhan
b) BB normal
d) kaji berat badan lahir dan berat badan saat kunjungan TB = 64 x 77R = usia dalam tahun
Perkembangan
a) lahir kurang 3 bulan = belajar mengangkat kepala, mengikuti objek dengan mata, mengoceh,
b) usia 3-6 bulan mengangkat kepala 90 derajat, belajar meraih benda, tertawa, dan mengais
meringis
c) usia 6-9 bulan = duduk tanpa di Bantu, tengkuarap, berbalik sendiri, merangkak, meraih
benda, memindahkan benda dari tangan satu ke tangan yang lain dan mengeluarkan kata-kata
tanpa arti.
d) usia 9-12 bulan = dapat berdiri sendiri menurunkan sesuatu mengeluarkan kat-kata, mengerti
ajakan sederhana, dan larangan berpartisipasi dalam permainan.
e) usia 12-18 bulan = mengeksplorasi rumah dan sekelilingnya menyusun 2-3 kata dapat
mengatakan 3-10 kata , rasa cemburu, bersaing
f) usia 18-24 bulan = naik–turun tangga, menyusun 6 kata menunjuk kata dan hidung, belajar
makan sendiri, menggambar garis, memperlihatkan minat pada anak lain dan bermain dengan
mereka.
g) usia 2-3 tahun = belajar melompat, memanjat buat jembatan dengan 3 kotak, menyusun
kalimat dan lain-lain.
h) usia 3-4 tahun = belajar sendiri berpakaian, menggambar berbicara dengan baik, menyebut
warna, dan menyayangi saudara.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat muncul pada asuhan keperawatan tbc anak yaitu :
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama
melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif
yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila
perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah
selanjutnya.
ASKEP TBC PARU
A. Pengertian
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang hampir seluruh
organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru-paru (IPD, FK, UI).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan
gejala yang sangat bervariasi ( Mansjoer , 1999).
Tuberculosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium
tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk batang dengan panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6
mm. (M.Ardiansyah, 2012)
Tuberculosis adalah suatu infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan Mycobacterium
tuberculosae (Herdin, 2009).
TB Paru (Tuberculosis) adalah penyakit menular yang langsung disebabkan oleh kuman TB
(Mycobaterium tuberculosa). Sebagian besar kuman TBC ini menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai
organ tubuh lainnya ( Depkes RI, 2011 ).
B.Etiologi
Penyebab penyakit Tuberculosis adalah bakteri Mycobacterium Tuberculosis dan Mycobacterium Bovis.
Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5–4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau
agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang
terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat).
Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam
dan alkohol, sehingga sering disebut Basil Tahan Asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik.
Kuman Tuberculosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob.
Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100°C selama 5-10 menit atau pada pemanasan 60°C
selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di
udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap sinar
atau aliran udara (Widoyono, 2008).
C.Penularan
Penyakit tuberculosis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis ditularkan melalui
udara (droplet nuclei) saat seorang pasien tuberculosis batuk dan percikan ludah yang mengandung
bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernafas. Bila penderita batuk, bersin, atau berbicara saat
berhadapan dengan orang lain, basil tuberculosis tersembur dan terhisap ke dalam paru orang sehat. Masa
inkubasinya selama 3-6 bulan.
Risiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan dengan sumber infeksi dan tidak
berhubungan dengan faktor genetik dan faktor pejamu lainnya. Risiko tertinggi berkembangnya penyakit
yaitu pada anak berusia dibawah 3 tahun, risiko rendah pada masa kanak-kanak, dan meningkat lagi pada
masa remaja, dewasa muda, dan usia lanjut. Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran
pernafasan dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah, pembuluh limfe, atau
langsung ke organ terdekatnya.
Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga kemungkinan
setiap kontak untuk tertular TBC adalah 17%.hasil studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat
(misalnya keluarga serumah)akan 2 kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa (tidak serumah).
Seseorang penderita dengan BTA (+) yang derajat positifnya tinggi berpotensi menularkan
penyakit ini. Sebaliknya, penderita dengan BTA (-) dianggap tidak menularkan. Angka risiko penularan
infeksi TBC di Amerika Serikat adalah sekitar 10/100.000 populasi. Di Indonesia angka ini sebesar 1-3%
yang berarti di antara 100 penduduk terdapat 1-3 warga yang akan terinfeksi TBC. Setengah dari mereka
BTA-nya akan positif (0,5%). (Widoyono, 2008)
D.Manifestasi Klinis
Gejala umum TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala
flu, demam ringan, nyeri dada, batuk darah.
Keluhan yang dirasakan penderita tuberculosis dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan
sama sekali. Keluhan yang paling banyak terjadi yaitu :
a. Demam
Serangan demam pertama dapat sembuh kembali, tetapi kadang-kadang panas badan mencapai 40-
410C. Demam biasanya menyerupai demam influenza sehingga penderita biasanya tidak pernah terbebas
dari serangan demam influenza.
b. Batuk
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk biasanya dialami 4 minggu dan bahkan
berbulan-bulan. Sifat batuk dimulai dari batuk non produktif. Keadaan ini biasanya akan berlanjut
menjadi batuk darah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga
terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah meliputi bagian paru-paru.
d. Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e. Malaise
Tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia,
tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (BB menurun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan
berkeringat malam. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak
teratur (Ari Sandi, 2012)
E. Patofisiologi
Port de’entri kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan,
dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi
droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai alveolus dan di inhalasi biasanya terdiri atas satu sampai tiga
gumpalan. Basil yang lebih besar cenderung bertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus,
sehingga tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, kuman akan mulai
mengakibatkan peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak memfagosit bakteri di tempat ini, namun
tidak membunuh organisme tersebut.
Sesudah hari pertama, maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus
difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju getah
bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu,
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan
waktu 10-20 jam. ( Ardiansyah, 2012).
F.Pemeriksaan Diagnosis
Pada hasil pemeriksaan rontgen toraks, sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum ditemukan
gejala subjektif awal. Sebelum pemeriksaan fisik, dokter juga menemukan suatu kelainan paru.
Pemeriksaan rontgen toraks ini sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan, di mana hal ini
bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap OAT. Penyembuhan total
sering kali terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat muncul pada sebuah proses
penyembuhan yang lengkap.
b. Pemeriksaan CT-scan
d. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit Tuberculosis diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui
isolasi bakteri. Untuk membedakan species Mycobacterium yang satu dengan lainnya harus dilihat sifat
koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan
percobaan, serta perbedaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium.
Bahan untuk pemeriksaan isolasi Mycobacterium Tuberculosis adalah sputum pasien, urine, dan
cairan kumbah lambung. Selain itu, ada juga bahan-bahan lain yang dapat digunakan, yaitu cairan
serebrospinal (sum-sum tulang belakang), cairan pleura, jaringan tubuh, feses, dan swab tenggorokan.
Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis Tuberculosis Paru, walaupun kurang sensitif, adalah
pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan
immunoglobulin, terutama IgG dan IgA.
G.Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut :
a. Komplikasi dini
1) Pleuritis
2) Efusi pleura
3) Empiema
4) Laringitis
Poncet’s arthropathy
b. Komplikasi lanjut
1) Obstruksi jalan napas : SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis)
3) Amiloidosis
4) Karsinoma paru
B. Integritas Ego
Adanya / factor stress yang lama
Masalah keuangan, rumah
Perasaan tidak berdaya / tak ada harapan
Menyangkal
Ansetas, ketakutan, mudah terangsang
C. Makanan / Cairan
Kehilangan nafsu makan
Tak dapat mencerna
Penurunan berat badan
Turgor kult buruk, kering/kulit bersisik
Kehilangan otot/hilang lemak sub kutan
D. Kenyamanan
Nyeri dada
Berhati-hati pada daerah yang sakit
Gelisah
E. Pernafasan
Nafas Pendek
Batuk
Peningkatan frekuensi pernafasan
Pengembangn pernafasan tak simetris
Perkusi pekak dan penuruna fremitus
Defiasi trakeal
Bunyi nafas menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral
Karakteristik : Hijau /kurulen, Kuning atua bercak darah
F. Keamanan
Adanya kondisi penekanan imun
Test HIV Positif
Demam atau sakit panas akut
G. Interaksi Sosial
Perasaan Isolasi atau penolakan
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab
Pemeriksaan Diagnostik
1. Kultur Sputum
2. Zeihl-Neelsen
3. Tes Kulit
4. Foto Thorak
5. Histologi
6. Biopsi jarum pada jaringan paru
7. Elektrosit
8. GDA
9. Pemeriksaan fungsi Paru.
I. Diagnosa Keperawatan
Disusun Oleh:
Ahmad Sofa Mubarok
Irfan Riyadi
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB II Tinjauan Teori
A. Pengertian
B. Etiologi
C. Patofisiologi dan pathway
D. Manifestasi Klinik
E. Komplikasi
F. Pemeriksaan Diagnostik
G. Penatalaksanaan
BAB III Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
B. Diagnosa
BAB IV Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia TB kembali muncul sebagai penyebab kematian utama setelah penyakit jantung dan
saluran pernafasan. Penyakit TB paru, masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hasil survey
kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab
kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua
golongan usia dan nomor I dari golongan infeksi. Antara tahun 1979 ? 1982 telah dilakukan survey
prevalensi di 15 propinsi dengan hasil 200-400 penderita tiap 100.000 penduduk.
Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3 penderita terdapat disekitar
puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit/klinik pemerintah dan swasta, praktek swasta dan
sisanya belum terjangku unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB diperkirakan
175.000 per tahun.
Jumlah penderita penyakit TBC (Tuberculosa) diperkirakan mengalami peningkatan cukup tinggi.
Namun, yang paling memprihatinkan, peningkatan itu terjadi pada anak-anak dan balita. Hal ini
disebabkan selain belum terdeteksinya semua penderita TBC potensial menular, juga karena masih
banyak warga masyarakat yang belum memiliki perilaku hidup sehat, sebagian warga baik yang tinggal
di perkotaan maupun di pedesaan masih berperilaku hidup kurang sehat. Mereka tinggal di lingkungan
kumuh dengan menempati rumah-rumah yang kurang mendapat sinar matahari. Akibatnya, kondisi
lingkungan yang rendah, mereka dengan mudah terkena penyakit. Apalagi bila di lingkungan tersebut
terdapat penderita TBC potensial menular. Bisa dipastikan penyakit batuk paru-paru itu menular kepada
yang lain, terutama anak-anak yang memang masih rentan terhadap kuman.
Dari data dan fenomena diatas perawat sebagai tenaga kesehatan yang sangat terkait diharapkan benar
benar dapat secara professional dapat menerapkan Asuhan keperawatan baik dalam promotif,
preventiv, kuratif dan rehabilitatif, terutama pada anak.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi prinsip Asuhan keperawatan pada klien anak dengan tuberkulosa paru
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi konsep teori tuberkulosa paru pada klien anak,meliputi ; definisi, ethiologi,
pathofisiologi, gejala klinik, komplikasi, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan.
b. Mengidentifikasi Asuhan keperawatan pada klien anak dengan tuberkulosa paru.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang dapat menyerang berbagai organ tubuh manusia seperti paru,
ginjal, kelenjar getah bening, selaput jantung, selaput otak usus, dan lain-lain, tetapi yang paling banyak
adalah organ paru. (Bahar,2001). Seseorang disebut penderita tuberculosis paru jika kuman
M.Tuberculosis menyerang paru.
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosa,
yaitu suatu bakteri tahan asam. (Suriadi,2001)
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh M.Tuberculosis yang biasanya
ditularkan dari orang ke orang melalui nuclei droplet lewat udara. (Netina,2002).
B. Etiologi
Penyebab tuberculosis ini adalah mycobactterium tuberculosis, mycrobacterium bovis, dan
mycobacterium africanum. Faktor – faktor yang menyebabkan seseorang dapat terinfeksi
mycobacterium tuberculosis paru adalah :
1. Usia
Usia bayi mungkin besar mudah terinfeksi karena imaturitas imun tubuh bayi. Pada masa puber dan
remaja terjadi masa pertumbuhan cepat namun kemungkinan mengalami infeksi cukup tinggi karena
asupan nutrisi tidak adekuat.
2. Jenis Kelamin
Angka kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan pada masa akhir kanak –
kanak dan remaja.
3. Herediter
Daya tubuh seseorang diturunkan secara genetik.
4. Keadaan Stres
Situasi yang penuh stres menyebabkan kurangnya asuupan nutrisi sehingga daya tahan tubuh menurun.
5. Anak yang mendapatkan terapi kortikosteroid
Kemungkinan mudah terinfekdi karena daya tahan tubuh anak ditekan oleh obat kortikosteroid.
C. Pathofisiologi dan pathway
• Masuknya kuman .tuberculosis kedalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit infeksi
dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya kuman tuberculosis serta daya tahan tubuh.
• Segera setelah menghirup basil tuberculosis hidup kedalam paru-paru, maka terjadi eksudasi dan
konsolidasi yang terbatas disebut focus primer. Basil tuberculosis akan menyebar , histosit mulai
mengengkut organisme tersebut ke kelenjar limfe regional melalui saluran getah bening menuju ke
kelenjar regional sehingga terbentuk komplek primer dan mengadakan reaksi eksudasi terjadi sekitar 2-
10 minggu pasca infeksi.
• Bersamaan dengan terbentuknya komplek primer terjadi pula hypersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein yang dapat diketahui melalui uji tuberkuli. Masa terjadinya infeksi sampai
terbentuknya kompleks primer disebut masa inkubasi.
• Pada anak yang lesi, dalam paru dapat terjadi dimanapun terutama diperifer dekat pleura, tetapi
lebih banyak terjadi di lapangan bawah paru dibanding dengan lapangan atas. Juga terdapat
pembesaran kelenjar regional serta penyembuhanya mengarah kekalsifikasi dan penyebaranya lebih
banyak terjadi melalui hematogen.
• Pada reaksi radang dimana leukosit polimorfonuklear tampak pada alveoli dan memfagosit bakteri
namun tidak membunuhnya. Kemudian basil menyebar kelimfe dan sirkulasi. Dalam beberapa minggu
limfosit T menjadi sensitive terhadap organisme TBC dan membebaskan limfokin yang merubah
makrofag atau mengaktifkan makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul
gejala pneumoni akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa
nekrosis yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang
biak dalam sel.makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkelepiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis pada bagian sentral
lesi memberikan gambaran yang relatif padat, seperti keju yang disebut nekrosis kaseosa.
• Terdapat 3 macam penyebaran secara pathogen pada tuberculosis anak ; penyebaran hematogen
tersembunyi yang kemudian mungkin timbul gejala atau tanpa gejala klinis , penyebaran hematogen
umum, penyebaran millier, biasanya terjadi sekaligus dan menimbulkan gejala akut, kadang-kadang
kronis, penyebaran hematogen berulang.
Pathway
D. Manifestasi klinis
• Demam, malaise, anoreksia, berat badan menurun, kadang-kadang batuk ( Batuk tidak selalu ada,
menurun sejalan dengan lamanya penyakit), nyeri dada, hemoptisis.
• Gejala lanjut ( jaringan paru-paru sudah banyak yang rusak) : pucat, anemia, lemah, dan berat badan
menurun.
• Permulaan tuberculosis primer biasanya sukar diketahui secara klinis karena mulainya penyakit
secara berlahan. Kadang tuberculosis ditemukan pada anak tanpa gejala atau keluhan . tetapi secara
rutin dengan uji tuiberkulin dapat ditemukan penyakit tersebut. Gejala tuberculosis primer dapat
berupa demam yang naik turun selama 1-2 minggu, dengan atau tanpa batuk pilek. Gambaran klinisnya;
demam, batuk, anoreksia, dan berat badan menurun.
E. KOMPLIKASI
Meningitis
Spondilitis
Pleuritis
Brokhopneumoni
Ateletaksis
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tes tuberculin : reaksi tes positif ( Diameter = 5) menunjukan adanta infeksi primer
Radiologi : terdapat kompleks primer dengan atau tanpa perkapuran, pembesaran kelenjar
paratrakheal, penyebaran millier, penyebaran bronkogen, pleuritis dengan efusi.
Kultur sputum : ditemukan basil tuberculosis.
Patologi Anatomi : dilakukan pada kelenjar getah bening, hepar pleura, peritoneum, kulit ditemukan
tuberkel dan basil tahan asam.
Uji BCG : reaksi positif jika setelah mendapat suntikan BCG langsung terdapat reaksi lokalyang besar
dalam waktu kurang dari 8 hari setelah penyuntikan.
Infeksi TB : hanya diperlihatkan oleh skin tes tuberculin positif.
Penyakit TB : gambaran radiology positif, kultur sputum positif, dan adanya gejala-gejala penyakit.
G. PENATALAKSANAAN
1) Nutrisi adekuat
2) Medik
- INH (Isoniazid)
Obat ini bekerja berdifusi ke dalam semua jaringan dan cairan tubuh, dan efek yang amat merugikan
sangat rendah. Obat ini diberikan melalui oral atau intramuskuler. Dosis obat harian biasa 10 mg/kg,
dengan kadar puncak obat dalam darah, sputum, dan cairan serebrospinal dicapai sekurang-kurangnya
6-8 jam. Isoniazid memiliki dua pengaruh toksik utama yaitu neuritis perifer dan hepatotoksik. Tanda
klinis fisik pada neuritis perifer yang paling sering adalah mati rasa dan rasa gatal pada tangan dan kaki.
Tanda klinis pada hepatotoksik jarang terjadi, namun lebih mungkin terjadi pada anak dengan
tuberculosis berat dan anak remaja.
- Rifampicin (RIF)
Obat ini merupakan obat kunci pada manajemen terapi tuberculosis modern. RIF diserap dengan baik di
saluran pencernaan selama puasa. Obat ini bekerja dengan berdifusi luas ke dalam jaringan dan cairan
tubuh termasuk cairan serebrospinal. Obat RIF dieksresikan utama melalui saluran empedu. Obat RIF
diberikan melalui oran dan intra vena. RIF tersedia dalam takaran 150 mg dan 300 mg sesuai berat
badan anak. Suspensi dapat digunakan sebagai pelarut tetapi tidak boleh diminum bersamaan dengan
makanan karena malabsorpsi. Kadar puncak serum dicapai dalam waktu 2 jam. Efek samping RIF adalah
terjadinya perubahan warna orange pada urin dan air mata, gangguan saluran pencernaan, dan
hepatotoksisitas, hal ini muncul karena peningkatan kadar trsnsaminase serum namun tidak
menimbulkan keluhan pada penderita tuberculosis.
- Pyrazinamid (PZA)
Dosis optimum ini pada anak belum diketahui. Reaksi hipersensitivitas jarang pada anak. Satu-satunya
benntuk dosis PZA adalah tablet dengan dosis 500 mg sehingga menimbulkan masalah dosis pada anak
terutama bayi. Tablet ini dapat dihanncurkan dan diberikan bersamaan dengan makanan.
- Streptomycin injeksi
Streptomisin kurang sering digunakan pada annak yang menderita tuberculosis paru, tetapi obatt ini
penting untuk pengobatan dan pencegahan resistensi obat. Obat ini harus diberikan dengan cara
melalui injeksi intramuskuler. Obat ini bekerja dapat menembus meningen yang mengalami
peradangan. Toksisitas streptomisin yaitu terjadi pada vestibuler dan saraf kranial 8 auditorius, tetapi
toksisitas pada ginjal jarang terjadi.
- Ethambutol
Kemungkinan toksisitas etambutol terjadi pada mata. Dosis bakteriostatik adalah 15 mg/kg/24 jam,
tujuannya untuk mencegah munculnya resistensi terhadap obat lain. Kemungkinann toksisitas utama
obat ini adalah neuritis optik. Etambutol tidak dianjurkan untuk penggunaan umum pada anak yang
muda karena pemeriksaan penglihatannya tidak mendapatkan hasil yang tepat tetapi harus dipikirkan
pada anak dengan tuberculosis terjadi resistensi obat, bila obat ini tidak dapat digunakan sebagai terapi.
- Kortikosteroid
3) Pembedahan, jika kemotherapi tidak berhasil
4) Pencegahan; menghindari kontak dengan yang terinfeksi basil tuberculosis, mempertahankan
status kesehatanya , pemberian imunisasi BCG.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
- Riwayat keperawatan : riwayat kontak dengan individu yang terinfeksi, penyakit yang pernah diderita
sebelumnya.
- Kaji adanya gejala-gejala panas yang naik turun dan dalam jangka waktu yang lam, batuk yang hilang
timbul, anoreksia, lesu, kurang nafsu makan, hemoptysis
- Integumen
Demam, Udara dingin
- Gastrointestinal
Kehilangan berat badan
- Respirasi
Batuk, Efusi Pleural, Klasifikasi pada hasil pemeriksaan radiologi
- Neurologi
Meningitis
- Muskuloskeletal
Infeksi Tulang
B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan jaringan paru
Tujuan : Meningkatkan pertukaran gas yang adekuat
Intervensi :
• Monitor tanda-tanda vital
• Observasi adanya sianosis pada mulut
• Kaji irama, kedalaman, dan ekspansi pernafasan
• Lakukan auskultasi suara nafas
• Ajarkan cara bernafas efektif
• Berikan oksigen sesuai indikasi
• Monitor hasil analisa gas darah
2. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan adanya batuk, nyeri dada
Tujuan : Meningkatkan pola nafas yang efektif
Intervensi :
• Kaji ulang status pernafasanya ( irama, kedalaman, , suara nafas , penggunaan otot Bantu
pernafasan, bernafas melalui mulut)
• Kaji ulang Tanda-tanda vital
• Berikan posisi tidur semi fowler/fowler
• Anjurkan untuk banyak minum
• Berikan oksigen sesuai indikasi
;lnb jnnn
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang
dikenal dengan nama Mycobacterium Tuberculosis.
1. Usia
Usia bayi mungkin besar mudah terinfeksi karena imaturitas imun tubuh bayi. Pada masa puber dan
remaja terjadi masa pertumbuhan cepat namun kemungkinan mengalami infeksi cukup tinggi karena
asupan nutrisi tidak adekuat.
2. Jenis Kelamin
Angka kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan pada masa akhir kanak –
kanak dan remaja.
3. Herediter
Daya tubuh seseorang diturunkan secara genetik.
4. Keadaan Stres
Situasi yang penuh stres menyebabkan kurangnya asuupan nutrisi sehingga daya tahan tubuh menurun.
5. Anak yang mendapatkan terapi kortikosteroid
Kemungkinan mudah terinfekdi karena daya tahan tubuh anak ditekan oleh obat kortikosteroid.
B. Saran
1. Bagi pihak rumah sakit hendaknya menyediakan fasilitas-fasilitas yang lebih lengkap sehingga dapat
menangani anak yang terkena TB Paru.
2. Bagi mahasiswa hendaknya lebih giat dalam mencari ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan
Penyakit TB Paru pada anak.
3. Diharapkan kepada pihak Akademik dan Dosen agar lebih efektif dalam menyediakan buku-buku
yang berhubungan dengan Penyakit TB Paru anak.
DAFTAR PUSTAKA
TUBERKULOSIS
PEDOMAN DIAGNOSIS
&
PENATALAKSANAAN
DI INDONESIA
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
2006
2. PATOGENESIS 8. KOMPLIKASI
BAB I
PENDAHULUAN
A. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada
tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai « Global
Emergency ». Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar
kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari
jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar
dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk, seperti terlihat pada tabel 1
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun.
Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di
Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk.
Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalens HIV yang
cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Tabel 1. Perkiraan insidens TB dan angka mortaliti, 2002
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex
C. BIOMOLEKULER M.Tuberculosis
BAB II
PATOGENESIS
A. TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga
akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang
primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari
sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional).
Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer.
Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya
. Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan
bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar
sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan
akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus
yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan
pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
. sebelahnya atau tertelan
c Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan
. dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat
imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup
gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis
Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat
tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya.
Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma )
atau
B. TUBERKULOSIS POSTPRIMER
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif
kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila
jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Kaviti tersebut akan menjadi:
- meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni
ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas
- memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif
kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
- bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan
berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan
seperti bintang (stellate shaped).
BAB III
KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
A. TUBERKULOSIS PARU
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b
. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
d
. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau
akhir pengobatan.
e
. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang
baik
f
. Kasus Bekas TB:
- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran
radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat
akan lebih mendukung
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi
B. TUBERKULOSIS EKSTRA PARU
Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk
kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang
kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.
Gambar 2. Skema klasifikasi tuberkulosis
BAB IV
DIAGNOSIS
A. GAMBARAN KLINIK
Gejala klinik
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik,
bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai
organ yang terlibat)
1. Gejala respiratorik
- batuk 2 minggu
- batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis
pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses
penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama
terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
- Demam
- gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat
badan menurun
3.
Gejala tuberkulosis ekstraparu
Pemeriksaan Jasmani
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada
permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan.
Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan
segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani
dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah,
tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga
pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak
terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher
(pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar
tersebut dapat menjadi “cold abscess”
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat
dilakukan dengan cara
- Mikroskopik
- Biakan
Pemeriksaan mikroskopik:
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
- Kalsifikasi
Pemeriksaan khusus
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi
respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa
masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap
dalam waktu yang cukup lama.
b. ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji
serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT
merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang
berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb
38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang
pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam
1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml
diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati
garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap
M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan
membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15
menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada
membran.
c. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu
alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke
dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi
spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti
penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi
dengan mudah
d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang
terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh,
para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar
antibodi yang terdeteksi.
e. Uji serologi yang baru / IgG TB
Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi
antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji
IgG berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16
kDa dan kombinasi lainnya akan menberikan tingkat sensitiviti dan
spesifisiti yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode
imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB
ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis TB pada anak.
Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan
untuk diagnosis.
Pemeriksaan Penunjang lain
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.
Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji
Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura
terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah
2
. Pemeriksaan histopatologi jaringan
BAB V
PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7
bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
A.
OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
· INH
Rifampisin
· Pirazinamid
· Streptomisin
· Etambutol
· Kanamisin
· Amikasin
· Kuinolon
· Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat
· Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :
o Kapreomisin
o Sikloserino
o PAS (dulu tersedia)
o Derivat rifampisin dan INH
o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)
Kemasan
- Obat tunggal,
Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid
dan etambutol.
- Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet
Dosis OAT
Tabel 2. Jenis dan dosis OAT
38-54 3 3 3 3 3
55-70 4 4 4 4 4
>71 5 5 5 5 5
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah
ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi
dan non toksik.
Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping
serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya.
B.
PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
· TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi
· TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal
Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau
: 6 RHE atau
2 RHZE/ 4R3H3
· TB paru kasus kambuh
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai
dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama
5 bulan.
· TB Paru kasus gagal pengobatan
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh paduan: 3-6 bulan
kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid,
sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1
RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat
diberikan obat RHE selama 5 bulan.
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru
· TB Paru kasus putus berobat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria
sebagai berikut :
a. Berobat > 4 bulan
1) BTA saat ini negatif
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila
gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan
mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan
dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
lama.
2) BTA saat ini positif
Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan
yang lebih lama
b. Berobat < 4 bulan
1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan
jangka waktu pengobatan yang lebih lama
2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan diteruskan
Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT.
· TB Paru kasus kronik
- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika
telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti
kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan.
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan
- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru
*2RHZE /4 R3H3
IV - Kronik RHZES / sesuai hasil uji
resistensi (minimal OAT yang
sensitif) + obat lini 2 (pengobatan
minimal 18 bulan)
IV - MDR TB Sesuai uji resistensi + OAT lini 2
atau H seumur hidup
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan
terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping ringan
dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH)
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan
terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping ringan
dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatis ialah :
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan
penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi,
rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur. Warna
merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus
diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada
keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat
menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan
penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit
yang lain.
4. Etambutol
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan
dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis
yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan
fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing
dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau
dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin
parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala,
muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti
kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila
reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr
Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada perempuan
hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
D.
PENGOBATAN SUPORTIF / SIMPTOMATIK
Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan
tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan
tambahan atau suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi
gejala/keluhan.
1. Pasien rawat jalan
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada
prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit
komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain.
2. Pasien rawat inap
Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
- Batuk darah masif
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
- TB paru milier
- Meningitis TB
Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat
D. TERAPI PEMBEDAHAN
lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif
b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif
2. lndikasi relatif
· Bronkoskopi
· Punksi pleura
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping obat, serta
evaluasi keteraturan berobat.
Evaluasi klinik
- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan
- Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya
komplikasi penyakit
- Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis.
Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)
· Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi
Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)
BAB VI
Definisi
Resistensi ganda menunjukkan M.tuberculosis resisten terhadap rifampisin dan INH dengan atau
tanpa OAT lainnya
Laporan pertama tentang reistensi ganda datang dari Amerika Serikat, khususnya pada pasien TB
dan AIDS yang menimbulkan angka kematian 70% –90% dalam waktu hanya 4 sampai 16 minggu.
Laporan WHO tentang TB tahun 2004 menyatakan bahwa sampai 50 juta orang telah terinfeksi
oleh kuman tuberkulosis yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis. TB paru kronik sering
disebabkan oleh MDR
Fluorokuinolon
Resistensi silang
Pada pengobataPada pengobatan MDR TB harus dipertimbangkan resistensi silang dalam memilih jenis OAT.
Tidak efektif memberikan OAT dari golongan yang sama atau paduan OAT yang berpotensi terjadi
resistensi silang.
- Tionamid dan tiosetason
Etionamid adalah golongan tionamid yang dapat menginduksi terjadinya resistensi silang dengan
proteonamid karena satu golongan. Sering ditemukan resistensi silang antara tionamid dengan
tioasetason, galur yang biasanya resisten dengan tiosetason biasanya masih sensitif terhadap
etionamid dan proteonamid. Galur yang resisten terhadap etionamid dan proteonamid biasanya
juga resisten juga terhadap tioasetason pada lebih dari 70% kasus.
- Aminoglikosid
Galur yang resisten terhadap streptomisin biasanya sensitif terhadap kanamisin dan amikasin.
Galur yang resisten terhadap kanamisin dapat menyebabkan resisten silang terhadap amikasin.
Galur yang resisten terhadap kanamisin dan amikasin juga menimbulkan resisten terhadap
streptomisin. Galur yang resisten terhadap streptomisin, kanamisin, amikasin biasanya masih
sensitif terhadap kapreomisin.
. Resisten terhadap streptomisin gunakan kanamisin atau amikasin
. Resisten terhadap kanamisin atau amikasin gunakan kapreomisin
- Fluorokuinolon
Ofloksasin dan siprofloksasin dapat menginduksi terjadinya resistensi silang untuk semua
fluorokuninolon. Itulah sebabnya penggunaan ofloksasin harus hati-hati karena beberapa kuinolon
yang lebih aktif (levofloksasin dan moksifloksasin) dapat menggantikan ofloksasin di masa datang.
- Sikloserin dan terizidon
Terdapat resistensi silang antara dua macam obat ini. Tidak terdapat resistensi silang dengan obat
golongan lain.
- Hingga saat ini belum ada paduan pengobatan yang distandarisasi untuk pasien MDR-TB.
Pemberian pengobatan pada dasarnya “tailor made”, bergantung dari hasil uji resistensi dengan
menggunakan minimal 4 OAT masih sensitif
- Obat lini 2 yang dapat digunakan yaitu golongan fluorokuinolon, aminoglikosida, etionamid,
sikloserin, klofazimin, amoksilin+ as.klavulanat
- Saat ini paduan yang dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif minimal 2 –3 OAT lini 1 ditambah
dengan obat lini 2, yaitu Siprofloksasin dengan dosis 1000 – 1500 mg atau ofloksasin 600 – 800
mg (obat dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari)
- Pengobatan terhadap tuberkulosis resisten ganda sangat sulit dan memerlukan waktu yang lama
yaitu minimal 18 bulan
- Hasil pengobatan terhadap TB resisten ganda ini kurang menggembirakan. Pada pasien non-
HIV, konversi hanya didapat pada sekitar 50% kasus, sedangkan response rate didapat pada 65%
kasus dan kesembuhan pada 56% kasus.
- Pemberian obat antituberkulosis yang benar dan pengawasan yang baik, merupakan salah satu
kunci penting mencegah resisten ganda. Konsep Directly Observed Treatment Short Course
(DOTS) merupakan salah satu upaya penting dalam menjamin keteraturan berobat.
- Prioriti yang dianjurkan bukan pengobatan MDR, tetapi pencegahan MDR-TB
· Rawat inap
· Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinis, radiologi dan evaluasi
pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang
- Sesak napas
- Demam tinggi
Pada daerah dengan angka prevalens HIV yang tinggi di populasi dengan kemungkinan koinfeksi
TB-HIV, maka konseling dan pemeriksaan HIV diindikasikan untuk seluruh TB pasien sebagai
bagian dari penatalaksanaan rutin. Pada daerah dengan prevalens HIV yang rendah, konseling
dan pemeriksaan HIV hanya diindikasi pada pasien TB dengan keluhan dan tanda tanda yang
diduga berhubungan dengan HIV dan pada pasien TB dengan riwayat risiko tinggi terpajan HIV.
Jadi tidak semua pasien TB paru perlu diuji HIV. Hanya pasien TB paru tertentu saja yang
memerlukan uji HIV, misalnya:
a. Ada riwayat perilaku risiko tinggi tertular HIV
b. Hasil pengobatan OAT tidak memuaskan
c. MDR TB / TB kronik
Pemeriksaan minimal yang perlu dilakukan untuk memastikan diagnosis TB paru adalah
pemeriksaan BTA dahak, foto toraks dan jika memungkinkan dilakukan pemeriksaan CD4.
Gambaran penderita HIV-TB dapat dilihat pada tabel 7 berikut.
(CD4>200/mm3) (CD4<200/mm3)
Sputum mikroskopis Sering positif Sering negatif
TB ekstra pulmonal Jarang Umum/ banyak
Mikobakterimia Tidak ada Ada
Tuberkulin Positif Negatif
Foto toraks Reaktivasi TB, kaviti di puncak Tipikal primer TB milier / interstisial
Adenopati hilus/ Tidak ada Ada
mediastinum
Efusi pleura Tidak ada Ada
Mulai ART segera setelah EFV merupakan kontra indikasi untuk ibu hamil atau perempuan usia subur
terapi TB dapat ditoleransi tanpa kontrasepsi efektif.
(antara 2 minggu hingga 2
bulan) EFV dapat diganti dengan:
gel-sgc) atau
- LPV/RTV 400/400 mg 2
kali sehari
ABC
CD4 200-350/mm3 Mulai terapi TB Pertimbangan ART
- Mulai salah satu paduan di bawah ini setelah selesai fase intensif (mulai l
dini dan bila penyakit berat):
(AZT atau d4T) + 3TC + EFV (600 atau 800 mg/hari) atau
- Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan nukleosida,
kecuali Didanosin (ddI) yang harus diberikan selang 1 jam dengan OAT
karena bersifat sebagai buffer antasida
Jenis ART
· Ritonavir (RTV/r) Kapsul 100 mg, larutan oral 400 mg/5 ml.
E. TB PARU PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI
- Pada pasien TB yang menyusui, OAT dan ASI tetap dapat diberikan,
walaupun beberapa OAT dapat masuk ke dalam ASI, akan tetetapi
konsentrasinya kecil dan tidak menyebabkan toksik pada bayi
- Pada perempuan usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan
rifampisin, dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal,
karena dapat terjadi interaksi obat yang menyebabkan efektiviti obat
kontrasepsi hormonal berkurang.
- Tidak ada indikasi pengguguran pada pasien TB dengan kehamilan
- Bila ada kecurigaan penyakit hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum
pengobatan
- Pada pasien hepatitis akut dan atau klinis ikterik , sebaiknya OAT ditunda
sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan sangat
diperlukan dapat diberikan S dan E maksimal 3 bulan sampai hepatitis
menyembuh dan dilanjutkan dengan 6 RH
- Sebaiknya rujuk ke dokter spesialis paru
- Penatalaksanaan
. Bila klinis (+) (Ikterik [+], gejala mual, muntah [+]) ® OAT Stop
. Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali,: OAT stop
- Setelah itu, monitor klinis dan laboratorium. Bila klinis dan laboratorium
kembali normal (bilirubin, SGOT, SGPT), maka tambahkan H (INH)
desensitisasi sampai dengan dosis penuh (300 mg). Selama itu perhatikan
klinis dan periksa laboratorium saat INH dosis penuh , bila klinis dan
laboratorium kembali normal, tambahkan rifampisin, desensitisasi sampai
dengan dosis penuh (sesuai berat badan). Sehingga paduan obat menjadi
RHES
- Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi
Paduan OAT untuk pengobatan tuberkulosis di berbagai organ tubuh sama dengan TB paru
menurut ATS, misalnya pengobatan untuk TB tulang, TB sendi dan TB kelenjar lama pengobatan
OAT dapat diberikan 9 – 12 bulan. Paduan OAT yang diberikan adalah : 2RHZE / 7-10 RH.
Pemberian kortikosteroid pada perikarditis TB untuk menurunkan kebutuhan intervensi operasi dan
menurunkan kematian, pada meningitis TB untuk menurunkan gejala sisa neurologis. Dosis yang
dianjurkan ialah 0,5 mg/kgBB/ hari selama 3-6 minggu.
BAB VIII
KOMPLIKASI
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam
masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah :
- Batuk darah
- Pneumotoraks
- Luluh paru
- Gagal napas
- Gagal jantung
- Efusi pleura
BAB IX
Saat ini terdapat 6 elemen kunci dalam strategi stop TB yang direkomendasi oleh WHO:
1. Peningkatan dan ekspansi DOTS yang bermutu, meningkatkan penemuan kasus dan
penyembuhan melalui pendekatan yang efektif terhadap seluruh pasien terutama pasien tidak
mampu
2. Memberikan perhatian pada kasus TB-HIV, MDR-TB, dengan aktiviti gabungan TB-HIV, DOTS-
PLUS dan pendekatan-pendekatan lain yang relevan
3. Kontribusi pada sistem kesehatan, dengan kolaborasi bersama program kesehatan yang lain
dan pelayanan umum
4. Melibatkan seluruh praktisi kesehatan, masyarakat, swasta dan nonpemerintah dengan
pendekatan berdasarkan Public-Private Mix (PPM) untuk mematuhi International Standards of TB
Care
5. Mengikutsertakan pasien dan masyarakat yang berpengaruh untuk berkontribusi pada
pemeliharaan kesehatan yang efektif
6. Memungkinkan dan meningkatkan penelitian untuk pengembangan obat baru, alat diagnostik
dan vaksin. Penelitian juga dibutuhkan untuk meningkatkan keberhasilan program
A. Tujuan :
· Mencapai angka kesembuhan yang tinggi
· Mencegah putus berobat
· Mengatasi efek samping obat jika timbul
· Mencegah resistensi
B. Pengawasan
1. Petugas kesehatan
3. Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah
Pasien dirawat :
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas rumah sakit,
selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan berobat jalan.
D. Persyaratan PMO
PMO bersedia dengan sukarela membantu pasien TB sampai sembuh selama pengobatan
dengan OAT dan menjaga kerahasiaan penderita HIV/AIDS.
PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat juga kader kesehatan, kader
dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani pasien
E. Tugas PMO
F. Penyuluhan
Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat penting, penyuluhan dapat dilakukan secara :
· Peroranga/Individu
Penyuluhan terhadap perorangan (pasien maupun keluarga) dapat dilakukan di unit rawat
jalan, di apotik saat mengambil obat dll
· Kelompok
Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok pasien, kelompok keluarga
pasien, masyarakat pengunjung rumah sakit dll
Cara memberikan penyuluhan
. Sesuaikan dengan program kesehatan yang sudah ada
. Materi yang disampaikan perlu diuji ulang untuk diketahui tingkat penerimaannya sebagai
bahan untuk penatalaksanaan selanjutnya
. Beri kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, terutama hal yang belum jelas
. Gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang mudah dimengerti, kalau perlu dengan
alat peraga (brosur, leaflet dll)
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam sistem
informasi penanggulangan TB. Semua unit pelaksana pengobatan TB harus melaksanakan suatu
sistem pencatatan dan pelaporan yang baku. Untuk itu pencatatan dibakukan berdasarkan
klasifikasi dan tipe penderita serta menggunakan formulir yang sudah baku pula.
Pencatatan yang dilaksanakan di unit pelayanan kesehatan meliputi beberapa item/formulir
yaitu :
1. Kartu pengobatan TB (01)
2. Kartu identiti penderita TB (TB02)
3. Register laboratorium TB (TB04)
4. Formulir pindah penderita TB (TB09)
5. Formulir hasil akhir pengobatan dari penderita TB pindahan (TB10)
Cara pengisisan formulir sesuai dengan buku pedoman penanggulangan TB Nasional (P2TB)
Jika memungkinkan data yang ada dari formulir TB01 dimasukkan ke dalam formulir Register TB
(TB03).
Catatan :
. Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB di luar paru, maka untuk kepentingan
pencatatan pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.
. Bila seorang pasien ekstraparu pada beberapa organ, maka dicatat sebagai ekstraparu pada
organ yang penyakitnya paling berat
. Contoh formulir terlampir
LAMPIRAN
LAMPIRAN I
International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) merupakan standar yang melengkapi
guideline program penanggulangan tuberkulosis nasional yang consisten dengan rekomendasi
WHO. Standar tersebut bersifat internasional dan baru di launching pada bulan februari 2006 serta
akan segera dilaksanakan di Indonesia.
International Standard for Tuberculosis Care terdiri dari 17 standar yaitu 6 estándar untuk
diagnosis , 9 estándar untuk pengobatan dan 2 standar yang berhubungan dengan kesehatan
masyarakat. Adapun ke 17 standar tersebut adalah :
1. Setiap individu dengan batuk produktif selam 2-3 minggu atau lebih yang tidak
dapat dipastikan penyebabnya harus dievaluasi untuk tuberkulosis
2. Semua pasien yang diduga tenderita TB paru (dewasa, remaja dan anak anak
yang dapat mengeluarkan dahak) harus menjalani pemeriksaan sputum
secara mikroskopis sekurang-kurangnya 2 kali dan sebaiknya 3 kali. Bila
memungkinkan minimal 1 kali pemeriksaan berasal dari sputum pagi hari
3. Semua pasien yang diduga tenderita TB ekstraparu (dewasa, remaja dan
anak) harus menjalani pemeriksaan bahan yang didapat dari kelainan yang
dicurigai. Bila tersedia fasiliti dan sumber daya, juga harus dilakukan biakan
dan pemeriksaan histopatologi
4. Semua individu dengan foto toraks yang mencurigakan ke arah TB harus
menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi
5. Diagnosis TB paru, BTA negatif harus berdasarkan kriteria berikut : negatif
paling kurang pada 3 kali pemeriksaan (termasuk minimal 1 kali terhadap
dahak pagi hari), foto toraks menunjukkan kelainan TB, tidak ada respons
terhadap antibiotik spektrum luas (hindari pemakaian flurokuinolon karena
mempunyai efek melawan M.tb sehingga memperlihatkan perbaikan sesaat).
Bila ada fasiliti, pada kasus tersebut harus dilakukan pemeriksaan biakan.
Pada pasien denagn atau diduga HIV, evaluasi diagnostik harus disegerakan.
6. Diagnosis TB intratoraks (paru, pleura,KGB hilus/mediastinal) pada anak
dengan BTA negatif berdasarkan foto toraks yang sesuai dengan TB dan
terdapat riwayat kontak atau uji tuberkulin/interferon gamma release assay
positif. Pada pasien demikian, bila ada fasiliti harus dilakukan pemeriksaan
biakan dari bahan yang berasal dari batuk, bilasan lambung atau induksi
sputum.
7. Setiap petugas yang mengobati pasien TB dianggap menjalankan fungsi
kesehatan masyarakat yang tidak saja memberikan paduan obat yang sesuai
tetapi juga dapat memantau kepatuhan berobat sekaligus menemukan kasus-
kasus yang tidak patuh terhadap rejimen pengobatan. Dengan melakukan hal
tersebut akan dapat menjamin kepatuhan hingga pengobatan selesai.
8. Semua pasien (termasuk pasien HIV) yang belum pernah diobati harus
diberikan paduan obat lini pertama yang disepakati secara internasional
menggunakan obat yang biovaibilitinya sudah diketahui. Fase awal terdiri dari
INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol diberikan selama 2 bulan. Fase
lanjutan yang dianjurkan adalah INH dan rifampisin yang selama 4 bulan.
Pemberian INH dan etambutol selama 6 bulan merupakan paduan alternatif
untuk fase lanjutan pada kasus yan keteraturannya tidak dapat dinilai tetapi
terdapat angka kegagalan dan kekambuhan yang tinggi dihubungkan dengan
pemberian alternatif tersebut diatas kususnya pada pasien HIV. Dosis obat
antituberkulosis ini harus mengikuti rekomendasi internasional. Fixed dose
combination yang terdiri dari 2 obat yaitu INH dan rifampisin, yang terdiri dari 3
obat yaitu INH, rifampisin, pirazinamid dan yang terdiri dari 4 obat yaitu INH,
rifampisin, pirazinamid dan etambutol sangat dianjurkan khususnya bila tidak
dilakukan pengawasan langsung saat menelan obat.
9. Untuk menjaga dan menilai kepatuhan terhadap pengobatan perlu
dikembangkan suatu pendekatan yang terpusat kepada pasien berdasarkan
kebutuhan pasien dan hubungan yang saling menghargai antara pasien dan
pemberi pelayanan. Supervisi dan dukungan harus memperhatikan
kesensitifan gender dan kelompok usia tertentu dan sesuai dengan intervensi
yang dianjurkan dan pelayanan dukungan yang tersedia termasuk edukasi
dan konseling pasien. Elemen utama pada strategi yang terpusat kepada
pasien adalah penggunaan pengukuran untuk menilai dan meningkatkan
kepatuhan berobat dan dapat menemukan bila terjadi ketidak patuhan
terhadap pengobatan. Pengukuran ini dibuat khusus untuk keadaan masing
masing individu dan dapat diterima baik oleh pasien maupun pemberi
pelayanan. Pengukuran tersebut salah satunya termasuk pengawasan
langsung minum obat oleh PMO yang dapat diterima oleh pasien dan sistem
kesehatan serta bertanggungjawab kepada pasien dan sistem kesehatan
10. Respons terapi semua pasien harus dimonitor. Pada pasien TB paru penilaian
terbaik adalah dengan pemeriksaan sputum ulang (2x) paling kurang pada
saat menyelesaikan fase awal (2 bulan), bulan ke lima dan pada akhir
pengobatan. Pasien dengan BTA+ pada bulan ke lima pengobatan dianggap
sebagai gagal terapi dan diberikan obat dengan modifikasi yang tepat (sesuai
standar 14 dan 15). Penilaian respons terapi pada pasien TB paru ekstraparu
dan anak-anak, paling baik dinilai secara klinis. Pemeriksaan foto toraks untuk
evaluasi tidak diperlukan dan dapat menyesatkan (misleading)
11. Pencatatan tertulis mengenai semua pengobatan yang diberikan, respons
bakteriologis dan efek samping harus ada untuk semua pasien
12. Pada daerah dengan angka prevalens HIV yang tinggi di populasi dengan
kemungkinan co infeksi TB-HIV, maka konseling dan pemeriksaan HIV
diindikasikan untuk seluruh TB pasien sebagai bagian dari penatalaksanaan
rutin. Pada daerah dengan prevalens HIV yang rendah, konseling dan
pemeriksaan HIV hanya diindikasi pada pasien TB dengan keluhan dan tanda
tanda yang diduga berhubungan dengan HIV dan pada pasien TB dengan
riwayat risiko tinggi terpajan HIV.
13. Semua pasien TB-HIV harus dievaluasi untuk menentukan apakah
mempunyai indikasi untuk diberi terapi antiretroviral dalam masa pemberian
OAT.Perencanaan yang sesuai untuk memperoleh obat antiretroviral harus
dibuat bagi pasien yang memenuhi indikasi. Mengingat terdapat kompleksiti
pada pemberian secara bersamaan antara obat antituberkulosis dan obat
antiretroviral maka dianjurkan untuk berkonsultasi kepada pakar di bidang
tersebut sebelum pengobatan dimulai, tanpa perlu mempertimbangkan
penyakit apa yang muncul lebih dahulu. Meskipun demikian pemberian OAT
jangan sampai ditunda. Semua pasien TB-HIV harus mendapat kotrimoksasol
sebagai profilaksis untuk infeksi lainnya.
14. Penilaian terhadap kemungkinan resistensi obat harus dilakukan pada semua
pasien yang berisiko tinggi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya,
pajanan dengan sumber yang mungkin sudah resisten dan prevalens
resistensi obat pada komuniti. Pada pasien dengan kemungkinan MDR harus
dilakukan pemeriksaan kultur dan uji sensitifity terhadap INH, rifampisin dan
etambutol.
15. Pasien TB dengan MDR harus diterapi dengan paduan khusus terdiri atas
obat-obat lini kedua. Paling kurang diberikan 4 macam obat yang diketahui
atau dianggap sensitif dan diberikan selama paling kurang 18 bulan. Untuk
memastikan kepatuhan diperlukan pengukuran yang berorientasi kepada
pasien. Konsultasi dengan pakar di bidang MDR harus dilakukan.
16. Semua petugas yang melayani pasien TB harus memastikan bahwa individu
yang punya kontak dengan pasien TB harus dievaluasi (terutama anak usia
dibawah 5 tahun dan penyandang HIV), dan ditatalaksana sesuai dengan
rekomendasi internasional. Anak usia dibawah 5 tahun dan penyandang HIV
yang punya kontak dengan kasus infeksius harus dievaluasi baik untuk
pemeriksaan TB yang laten maupun yang aktif
17. Semua petugas harus melaporkan baik TB kasus baru maupun kasus
pengobatan ulang dan keberhasilan pengobatan kepada kantor dinas
kesehatan setempat sesuai dengan ketentuan hukum dan kebijakan yang
berlaku
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO Tuberculosis Fact Sheet no. 104. Available at:
http//www.who.Tuberculosis.htm. Accesed on March 3, 2004.
6. Hopewell PC, Bloom BR. Tuberculosis and other mycobacterial disease. In:
Murray JF, Nadel JA. Textbook of respiratory medicine 2 nd ed. Philadelphia,
WB Saunders Co, 1994;1095-100.
12. Netter FH. Respiratory system. In: Divertie MB, Brass A. The Ciba colletion of
medical illustrations. CIBA Pharmaceuticals Company, 1979:189.
14. American Thoracic Society Workshop. Rapid diagnostic test for tuberculosis.
Am J Respir Crit Care Med, 1997;155:1804-14.
15. ICT Diagnostic. Performance characteristics of the ICT tuberculosis test in
China, 1997;1-9.
16. Cole RA, Lu HM, Shi YZ, Wang J, De Hua T, Zhun AT. Clinical evaluation of a
rapid immunochromatographic assay based on the 38 kDa antigen of
Mycobacterium tuberculosis in China. Tubercle Lung Dis 1996;77:363-8.
17. Mycodot test kit untuk mendeteksi antibodi terhadap Mycobacterium spp
sebagai alat Bantu dalam mendiagnosis TB aktif. Mycodot diagnosa cepat
tuberculosis. PT. Enseval Putera Megatrading.
18. Kelompok Kerja TB-HIV Tingkat Pusat. Prosedur tetap pencegahan dan
pengobatan tuberkulosis pada orang dengan HIV / AIDS. Jakarta, Departemen
Kesehatan RI, 2003.
19. Soepandi PZ. Stop mutation with fixed dose combinantion. Departemen of
Respiratory Medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia
Persahabatan Hospital, Jakarta-Indonesia.
20. Soepandi PZ. Penatalaksanaan kasus TB dengan resistensi ganda (Multi Drug
Resistance/MDR). Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI,
RS Persahabatan - Jakarta.
21. Khaled NA, Enarson D. Tuberculosis a manual for medical students. WHO,
2003.
22. Treatment of Tuberculosis. Guidelines for National Programmes 3rd ed. WHO
– Geneva, 2003.
25. Strategic directions. The global plan to stop TB 2006 – 2015. Available
at:http/www.stoptb.org/globanplan/plan. Accesed on June 4, 2006.
Sarjana Universitas Indonesia. Jakarta, 1998. 12. Netter FH. Respiratory system. In: Divertie MB, Brass
A. The Ciba colletion of medical illustrations. CIBA Pharmaceuticals Company, 1979:189. 13. Winariani.
Pedoman penanganan tuberkulosis paru dengan resistensi multi obat (MDR-TB). Kumpulan naskah
ilmiah tuberkulosis. Pertemuan Ilmiah Nasional Tuberkulosis PDPI, Palembang 1997. 14. American
Thoracic Society Workshop. Rapid diagnostic test for tuberculosis. Am J Respir Crit Care Med,
1997;155:1804-14. 15. ICT Diagnostic. Performance characteristics of the ICT tuberculosis test in China,
1997;1-9. 16. Cole RA, Lu HM, Shi YZ, Wang J, De Hua T, Zhun AT. Clinical evaluation of a rapid
immunochromatographic assay based on the 38 kDa antigen of Mycobacterium tuberculosis in China.
Tubercle Lung Dis 1996;77:363-8. 17. Mycodot test kit untuk mendeteksi antibodi terhadap
Mycobacterium spp sebagai alat Bantu dalam mendiagnosis TB aktif. Mycodot diagnosa cepat
tuberculosis. PT. Enseval Putera Megatrading. 18. Kelompok Kerja TB-HIV Tingkat Pusat. Prosedur
tetap pencegahan dan pengobatan tuberkulosis pada orang dengan HIV / AIDS. Jakarta, Departemen
Kesehatan RI, 2003. 19. Soepandi PZ. Stop mutation with fixed dose combinantion. Departemen of
Respiratory Medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia Persahabatan Hospital, Jakarta-
Indonesia. 20. Soepandi PZ. Penatalaksanaan kasus TB dengan resistensi ganda (Multi Drug
Resistance/MDR). Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI, RS Persahabatan - Jakarta.
21. Khaled NA, Enarson D. Tuberculosis a manual for medical students. WHO, 2003. 22. Treatment of
Tuberculosis. Guidelines for National Programmes 3rd ed. WHO – Geneva, 2003. 23. Pedoman
Pengobatan Antiretroviral (ART) di Indonesia. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2004. 24. Prihatini S. Directly observed
treatment shortcourse. Simposium tuberculosis terintegrasi. Kegiatan dies natalis Universitas Indonesia
ke-49. FKUI, Jakarta 1998. 25. Strategic directions. The global plan to stop TB 2006 – 2015. Available
at:http/www.stoptb.org/globanplan/plan. Accesed on June 4, 2006.