Professional Documents
Culture Documents
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang disertai oleh
peranan berbagai sel, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Definisi diatas
merupakan definisi yang telah berulang kali direvisi oleh Global Initiative for Asthma
(GINA), badan kerjasama antara National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI)
dan WHO dan pada akhirnya tahun 2006 dirampungkanlah definisi asma seperti
diatas. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode mengi berulang,
sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya malam atau dini hari. Gejala ini
biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang berulang dengan
hiperreaktivitas jalan napas terhadap berbagai stimuli.1
Asma merupakan penyakit kronik yang paling sering dijumpai pada anak
dinegara maju. Sejak dua dekade terakhir, dilaporkan bahwa prevalensi asma
meningkat pada anak maupun dewasa. Asma memberi dampak negatif bagi
kehidupan pengidapnya, seperti menyebabkan anak sering tidak masuk sekolah dan
membati kegiatan olahraga serta aktivitas seluruh keluarga.2
Laporan National Center for Health Statistics (NCHS, 2003) menyebutkan
bahwa beban akibat penyakit asma dalam 2 dekade terakhir meningkat. Menurut
laporan tersebut terdapat perbedaan prevalens menurut usia dan ras. Sebanyak 126
per 1000 anak usia 0-17 tahun menjawab “ya” atas pertanyaan “apakah pernah
dikatakan menderita asma oleh dokter ?”. Serangan asma bervariasi mulai dari ringan
sampai berat dan mengancam kehidupan. Berbagai faktor dapat menjadi pencetus
timbulnya serangan asma, antara lain adalah olahraga (exercise), alergen, infeksi,
perubahan suhu udara yang mendadak, atau pajanan terhadap iritan repiratorik seperti
asap rokok, dan lain-lain. Selain itu, berbagai faktor turut mempengaruhi tinggi
rendahnya prevalensi asma disuatu tempat, misalnya usia, jenis kelamin, ras, sosio-
ekonomi, dan faktor lingkungan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi
prevalensi asma, derajat penyakit asma, terjadinya serangan asma, berat ringannya
serangan dan kematian akibat penyakit asma.2
1
Asma merupakan penyakit respiratorik kronis yang heterogen dengan dasar
inflamasi kronik yang bervariasi luas dalam manifestasi klinis, mekanisme inflamasi,
patogenesis, dan perjalanan alamia dengan banyak sekali faktor yang berperan.
Diagnosis asma pada anak tidak mudah, hal ini seringkali mengakibatkan under-
diagnosis dan under-treatment. Tujuan dari pengobatan asma adalah untuk mencapai
dan mempertahankan kondisi dan menjamin tercapainya tumbuh kembang anak
secara optimal. Tatalaksana serangan asma ditujukan untuk mengatasi segala
penyumbatan yang terjadi, sedangkan tatalaksanan jangka panjang utnuk mencegah
agar anak terbebas dari serangan asma.3
2
Definisi asma
Selama 30 tahun terakhir, konsep inflamasi kronis sebagai hal yang berperan penting
pada patogenesis asma, telah dibuktikan dengan penelitian-penelitian menggunakan
berbagai macam spesimen dari bronchoalveolar lavege (BAL), biopsi bronkus,
induced sputum, dan observasi postmortem. Global Initiate for Asthma (GINA)
dengan jelas menggambarkan konsep inflamasi kronis dalam definisinya tentang
asma. Konsep tersebut menyatakan bahwa asma adalah suatu proses inflamasi kronis
yang khas, melibatkan dinding saluran respiratorik, dan menyebabkan terbatasnya
aliran udara serta meningkatnya reaktivitas saluran respiratori. Hiperreaktivitas ini
merupakan predisposisi rangsang. Gambaran khas yang menunjukkan adanya
inflamasi saluran respiratori sebagai respon terhadap berbagai macam aktivitas
eosinifil, selt mast, makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa dan lumen saluran
respiratori.1
Proses inflamasi pada asma akan menyebabkan reaksi inflamasi akut dan
kronis. Pajanan alergen inhalasi pada pasien yang alergi dapat menimbulkan respon
alergi fase cepat, dan pada beberapa kasus, dapat diikuti dengan respon fase lambat. 2
3
timbulnya asma, basofil juga ikut berperan. Ikatan antara sel dan IgE
mengawali reaksi biokimia serial yang menghasilkan sekresi mediator-
mediator seperti histamin, proteolitik, enzim glikolotik, heparin, serta
mediator newly generated seperti prostaglandin, leukotrien, adenosin, dan
oksigen reaktif. Bersama-sama dengan mediator yang sudah terbentuk
sebelumny, mediator-mediator ini menginduksi kontraksi otot polos saluran
respiratori dan mestimulasi saraf aferen, hipersekresi mukus, vasodilatasi,
dan kebocoran mikrovaskular.
Patofisiologi asma.
Pada masa-masa awal kehidupan, batuk kronis dan mengi dapat terjadi pada
keadaan aspirasi, tracheobronchomalacia, abnormalitas jalan napas kongenital,
fibrosis kistik dan displasia bronkopulmoner. Pada anak usia 3 bulan, mengi biasanya
ditemukan pada keadaan infeksi, malformasi paru dan kelainan jantung dan
gastrointestinal. Pada bayi dan batita, bronkiolitis yang disebabkan oleh respiratory
syncitial virus merupakan penyebab mengi yang umum.pada anak yang lebih besar,
mengi berulang dapat terjadi pada disfungsi pita suara. Selain itu, batuk berulang jug
4
dapat ditemukan pada tuberculosis terutama pada daerah dengan penyebaran tinggi
Tuberculosis. 4
Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu faktor
genetik danfaktor lingkungan. Faktor genetik meliputi: hiperreaktivitas, atopi/alergi
bronkus, faktor yangmemodifikasi penyakit genetik, jenis kelamin, ras/etnik. Faktor
lingkungan meliputi: allergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,
alternaria/jamur), alergen di luar ruangan(alternaria, tepung sari), makanan (bahan
penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,makanan laut, susu sapi, telur), obat-
obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID,beta-blocker, dll), bahan yang
mengiritasi (misalnya parfum,household spraydll), ekspresiemosi berlebih, asap
rokok dari perokok aktif dan pasif, polusi udara di luar dan di dalamruangan,exercise
induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitastertentu,
dan perubahan cuaca. 3
Penyempitan saluran nafas yang terjad ipada pasien asma dapat disebabkan
oleh banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronchial yang
dipicu oleh mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi. Akibatnya terjadi
hiperplasia kronik dari otot polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada
saluran nafas. Selain itu, dapat pula terjadi hipersekresi mukus dan pengendapan
protein plasma yang keluar dari mikro vaskularisasi bronchial dan debris seluler.4
Mekanisme terhadap reaktivitas yang berlebihan bronkus yangmenyebabkan
penyempitan saluran napas sampai saat ini tidak diketahui, namundapat berhubungan
dengan perubahan otot polos saluran nafas yang terjadisekunder serta berpengaruh
terhadap kontraktilitas ataupun fenotipnya. Sebagaitambahan, inflamasi pada dinding
saluran nafas yang terjadi akibat kontraksi otot polos tersebut.4
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot
bronkus.Kelainan ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada
bagianelastisitas jaringan otot polos atau pada matriks ektraselularnya.
Peningkatankontraktilitas otot pada pasien asma berhubungan dengan peningkatan
kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa perubahan pda
5
struktur filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos dapat menjadi
etiologihiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik.4
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan
padasaluran nafas pasien asma dan penampakanremodelingsaluran nafas
merupakankarakteristik asma kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus
salurannafas hampir selalu ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi penyebab
ostruksisaluran nafas yang persisiten pada serangan asma berat yang tidak mengalami
perbaikan dengan bronkodilator.4
Anamnesis
Sama halnya pada Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004 yang telah
disempurnakan mendefinisikan sebagai asma adalah mengi berulang dan/atau batuk
persisten dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secra episodik, cenderung pada
malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat riwayat
asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarga.Walaupun informasi akurat
mengenai hal-hal tersebut tidak mudah didapat, beberapa pertanyaan berikut ini
sangat berguna dalam pertimbangan diagnosis asma (consider diagnosis of asthma): 5
6
Pada kasus, pasien ini memiliki keluhan berupa sesak nafas. Batuk berlendir
mulai dari kemarin sore, pasien juga mengalami kesulitan untuk tidur karena
sesaknya dan merasa nyaman kalau dalam posisi duduk, pasien hanya dapat
berbicara per kalimat-kalimat pendek karena sesak yang dialami. Sebelum sesak,
pasien bermain bersama teman-temanya di lapangan. Dari keluhan tersebut ini
merupakan beberapa gejala respiratori dari asma dan aktivitas yang berat maupun
sempat terpapar oleh Debu pada saat pasien bermain, merupakan faktor pencetus
pada serangan asma pada kasus ini. 6
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik. Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada
derajat serangannya. Pada serangan ringan anak masih aktif, dapat berbicara lancar,
tidak dijumpai adanya retraksi baik di sela iga maupun epigastrium. Frekuensi nafas
masih dalam batas normal. Pada serangan sedang dan berat dapat dijumpai adanya
wheezing terutama pada saat ekspirasi, retraksi, dan peningkatan frekuensi nafas dan
denyut nadi bahkan dapat dijumpai sianosis.Berbagai tanda atau manifestasi alergi,
seperti dermatitis atopi dapat ditemukan.7
Pemeriksaan Penunjang
7
2. Kenaikan PEV atau FEV ≥15% setelah pemeberian inhalasi bronkodilator
3. Penurunan PEF atau FEV ≥20% setelah provokasi bronkus.
Pemeriksaan hiperreaktivitas saluran nafas
Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakoliin, latihan/olahraga, udara
kering atau dingin, atau denga salin hipertonik sangat menunjang diagnosis.
Pemeriksaan Analisis gas Darah
Pada AGD dapatdijumpai adanya peningkatan PCO2 dan rendahnya PO2
(hipoksemia).
Gejala Karakteristik
Wheezing, batuk, sesak nafas, dada Biasanya lebih dari 1 gejala respiratori
tertekan, produksi sputum Gejala berfluktuasi intensitasnya seiring
waktu
Gejala memberat pada malam atau
dinihari
Gejala timbul bila ada pencetus
Pada kasus ini, diagnosis hanya dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Untuk derajat asma dapat dilihat pada tabel 2. Pada kasus ini,
berdasarkan anamnesis diketahui bahwa serangan asma yang terjadi 1 kali dalam
sebulan dan hal ini masuk dalam kriteria derajat asma Episodik Sering.
8
Tabel 2. Kriteria derajat asma berdasarkan kekerapan serangan1
Episodik jarang Episode gejala asma 3-4x/tahun, tidak ada tanda dan gejala diantaranya
Episodik sering Episode gejala asma 1x/bulan, tidak ada tanda dan gejala diantaranya
9
hanya pada akhir sepanjang terdengan tanpa terdengar
ekspirasi ekspirasi ± stetoskop
inspirasi sepanjang
ekspirasi dan
inspirasi
10
<10 mmHg 10-20 mmHg >20 mmHg kelelahan otot
nafas
11
Penatalaksanaan
Pencegahan untuk kasus asma bronkial dapat dilakukan dalam 2 cara yaitu4 :
12
golongan statin. Golongan beta agonis kerja penedek diantaranya
terbutaline (0,05-0,1 mg/kgBB/x pemberian), salbutamol/Ventolin (0,05-
0,1 mg/kgBB/x pemberian) dan fenoterol. Obat antikolinergik :
Ipratropium bromide / atrovent® (solution 0,025 %), usia > 6 tahun : 8-20
tetes, usia < 6 tahun : 4-10 tetes. 2
13
agonis (LABA), teofilin lepas lambat atau anti leucotrin receptor
(ACTR)zafirlukas atau montelukas. 3
Prognosis dalam jangka panjang asma anak secara umum baik. Sebagian besar
asma anak hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur. Informasi mengenai
perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 50-80%
pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada masa kanak-
kanak.5
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmono, P,S,S., Garna, H., Hadinegoro, S,R,S., 2002. Buku Ajar Ilmu
3. National Institute of Health. National Heart, Lung and Blood Intitute. Global
5. Penyakit Tropik Dan Infeksi Anak. Kapita Selekta Kedokteran, Ed III jilid 2
FKUI. 2004
Saunders Company
15