You are on page 1of 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. latarbelakangmasaalah
Karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak bisa
dipisahkan. Karyawan memegang peran utama dalam menjalankan roda
kehidupan perusahaan. Apabila karyawan memiliki produktivitas dan
motivasi kerja yang tinggi, maka laju roda pun akan berjalan kencang,
yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi
perusahaan. Di sisi lain, bagaimana mungkin roda perusahaan berjalan
baik, kalau karyawannya bekerja tidak produktif, artinya karyawan tidak
memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam bekerja dan
memiliki moril yang rendah serta mengalami stres kerja.

Di dalam lingkungan kerja, ketegangan yang sering dialami


oleh karyawan akan mengganggu situasi kerja serta konsentrasi dalam
menyelesaikan tugasnya. Keadaan itu bisa mengakibatkan menurunnya
prestasi kerja yang tentunya sangat merugikan diri karyawan dan
perusahaan. Timbulnya ketegangan seperti digambarkan di atas pada
hakikatnya disebabkan oleh tiga faktor, yakni masalah organisasi di
lingkungan kerja, faktor si karyawan, dan hal lain yang berhubungan
dengan masyarakat. Namun motivasi ini kadang terbendung oleh berbagai
ragam kerutinan, hambatan lingkungan kerja yang kurang seimbang, atau
situasi dan perangkat kerja yang secara ergonomis tidak mendukung
peningkatan produktivitas kerja. Stres yang dialami karyawan dan
kepuasan kerja yang didambakan seolah merupakan dua kondisi yang
bukan saja berkaitan, tetapi sekaligus antagonistis. Melihat pengaruh yang
sangat penting antara stres kerja dan tingkat kepuasan kerja terhadap
kinerja karyawan maka dalam makalah ini penulis tertarik mengambil

1
judul ” Dampak Stres dan Tingkat Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
dapat di diidentifikasi permasalahan-permasalahan berikut :
1. Perlunya mengelola dampak stres kerja dalam peningkatan kinerja
karyawan.
2. Masih banyak ditemukan kendala atau hambatan-hambatan dalam
mencapai kepuasan kerja.
3. Dampak stres dan tingkat kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai.
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut diatas dapt dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : ”Dampak Stres Dan Tingkat
Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai”.
C. Perumusan Masalah
Masalah yang akan diuraikan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Pengertian Stres Kerja, Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan
2. Faktor-faktor Penyebab Stres, Dampak Stres kerja pada pegawai
dan dampak stres pada perusahaan dan mengelola stres.
3. Dampak kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai dan Faktor-
faktor yang yang dapat menimbulkan kepuasan kerja.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Strees Kerja, Kepuasan Kerja Dan Kinerja Karyawan
1. Pengertian Stres dalam bekerja
Kerja Baron & Greenberg(dalam Margiati,1999:71), mendefinisikan
stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada
situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa
mengatasinya. Robbins memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi
dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan
keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat
dipastikan (Robbins dafam Dwiyanti, 2001:75). Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah dikarenakan adanya
ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan
karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua
kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi
daya tahan stres seorang karyawan. Luthans (dalam Yulianti, 2000:10)
mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri
yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai
konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu
banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan
lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat
berbeda. Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi
gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien
di dalam pekerjaan. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi
nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada
emosi, proses berifikir dan kondisi fisikindividu.Faktor-faktor Penyebab
Stres KerjaTerdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres
atau stres kerja, yaitu faktor Lingkungan kerja dan Faktor personal
(Dwiyanti, 2001:75).

3
a. Faktor Lingkungan
Kerja Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik,
manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan
pekerjaan.
b. Faktor Personal
Sedang faktor personal bisa berupa tipe kepribadian,
peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi
keluarga di mana pribadi berada dan mengembangkan diri.
 Tidak adanya dukungan sosial. Artinya, stres akan
cenderung muncul pada para karyawan yang tidak
mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka.
Dukungan sosial di sini bisa berupa dukungan dari
lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga.
 Tidak adanya kesempatan bcrpartisipasi dalam
pembuatan keputusan di kantor. Hal ini berkaitan
dengan hak dan kewenangan seseorang dalam
menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang
mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat
memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab
dan kewcnangannya. Stres kerja juga bisa terjadi ketika
seorang karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan
keputusan yang menyangkut dirinya.
 Pelecehan seksual. Yakni, kontak atau komunikasi
yang berhubungan atau dikonotasikan berkaitan dengan
seks yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa
dimulai dari yang paling kasar seperti memegang
bagian badan yang sensitif, mengajak kencan dan
semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan,
pujian bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya.
 Kondisi lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja
fisik ini bisa berupa suhu yang terlalu panas, terlalu

4
dingin, tcrlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya.
Ruangan yang terlalu panas menyebabkan
ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan
pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu
dingin.
 Manajemen yang tidak sehat. Banyak orang yang stres
dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para
manajernya cenderung neurotis, yakni seorang
pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain
(khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu
mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga
mempengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja.
 Tipe kepribadian. Seseorang dengan kcpribadian tipe A
cenderung mengalami sires dibanding kepribadian tipe
B. Bebcrapa ciri kepribadian tipe ini adalah sering
merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya,
tidak sabaran, konsentrasi pada lebih dan satu
pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak puas
terhadap hidup (apa yang diraihnya), cenderung
berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi
atau peristiwa yang non kompetitif.
 Peristiwa/pengalaman pribadi. Stres kerja sering
disebabkan pengalaman pribadi yang menyakitkan,
kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau
gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa
traumatis atau menghadapi masalah (pelanggaran)
hukum.
2. Pengertian Kepuasan Kerja
Pengertian Kepuasan Kerja Luthans (1998:126) merumuskan
kepuasan kerja adalah suatu keadaan emosi seseorang yang positif maupun
menyenangkan yang dihasilkan dan penilaian suatu pekerjaan atau

5
pengalaman kerja. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang
terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif karyawan
terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan
kerjanya. Setiap karyawan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda
sesuai dengan nilai yang berlaku pada dirinya. Semakin banyak aspek
dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan dan aspek-aspek diri
individu, maka ada kecenderungan semakin tinggi tingkat kepuasan
kerjanya. Kepuasan kerja dapat mengakibatkan pengaruh terhadap tingkat
turnover dan tingkat absensi terhadap kesehatan fisik dan mental karyawan
serta tingkat kelambanan. Kepuasan dapat dirumuskan sebagai respon
umum pekerja berupa perilaku yang ditampilkan oleh karyawan sebagai
hasil persepsi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Kepuasan kerja ini akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan
pekerja dan kenyataan yang didapatkan ditempat bekerja. Menurut Locke
dalam Munandar (2001:350) tenaga kerja yang puas dengan pekerjaannya
merasa senang dengan pekerjaannya. Keyakinan bahwa karyawan yang
terpuaskan akan lebih produktif daripada karyawan yang tak terpuaskan
merupakan suatu ajaran dasar diantara para manajer selama bertahun-
tahun (Robbins, 2001:26).
Menurut Strauss dan Sayles dalam Handoko (2001:196) kepuasan
kerja juga penting untuk aktualisasi, karyawan yang tidak memperoleh
kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan
pada gilirannya akan menjadi frustasi. Oleh karena itu kepuasan kerja
mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun perusahaan, terutama
karena menciptakan keadaan positif di dalam lingkungan kerja
perusahaan. Kepuasan kerja merupakan hasil keseluruhan dari derajat rasa
suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari
pekerjaannya. Dengan kata lain kepuasan mencerminkan sikap tenaga
kerja terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu karakteristik pekerjaan, gaji, penyeliaan, rekan-rekan sejawat

6
yang menunjang dan kondisi kerja yang menunjang. (Munandar,
2001:357).
3. Pengertian Kinerja karyawan
Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar
“kerja” yang menterjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula
berarti hasil kerja. Pengertian Kinerja Kinerja dalam organisasi merupakan
jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali
sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering
manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga
perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan – kesan buruk
organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda – tanda
peringatan adanya kinerja yang merosot.
B. Dampak Stres Dan Tingkat Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja
Pegawai
Perkembangan ekonomi yang cepat, perampingan perusahaan,
PHK, merger dan bangkrutnya beberapa perusahaan sebagai akibat dari
krisis yang berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang sangat
merugikan bagi ribuan bahkan jutaan tenaga kerja. Mereka harus rela
dipindahkan ke bagian yang sangat tidak mereka kuasai dan tidak tahu
berapa lama lagi mereka akan dapat bertahan atau dipekerjakan. Selain itu
mereka harus menghadapi bos baru, pengawasan yang ketat, tunjangan
kesejahteraan berkurang dari sebelumnya dan harus bekerja lebih lama dan
lebih giat demi mempertahankan status sosial ekonomi keluarga. Para
pekerja di setiap level mengalami tekanan dan ketidakpastian. Situasi
inilah yang seringkali memicu terjadinya stres kerja. Dalam hubungan
dengan pekerjaan atau profesi yang ditekuni setiap orang memiliki
kemampuan berbeda untuk menyangga beban pekerjaannya.
Interaksi manusia sebagai pekerja dengan pekerjaan dan
lingkungan kerja menyebabkan efek positif ataupun efek negatif. Sikap
positif terhadap pekerjaan membuat karyawan menganggap stresor dari

7
pekerjaan sebagai suatu yang memberikan manfaat baginya sehingga dapat
memperlemah terjadinya stres namun, sebaliknya bila karyawan tidak
mampu menghadapi stresor dari pekerjaan maka hal tersebut akan
membuat karyawan mengalami stres. Ada beberapa alasan mengapa
masalah stres yang berkaitan dengan organisasi perlu diangkat ke
permukaan pada saat ini (Nimran, 1999:79-80). Di antaranya adalah:
a. Masalah stres adalah masalah yang akhir-akhir ini hangat
dibicarakan, dan posisinya sangat penting dalam kaitannya
dengan produkttfitas kerja karyawan.
b. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersumber dari
luar organisasi, stress juga banyak dipengaruhi oleh faktor-
faktor yang berasal dari dalam organisasi. Oleh karenanya
perlu disadari dan dipahami keberadaannya.
c. Pemahaman akan sumber-sumber stres yang disertai dengan
pemahaman terhadap cara-cara mengatasinya, adalah
penting sekali bagi karyawan dan siapa saja yang terlibat
dalam organisasi demi kelangsungan organisasi yang sehat
dan efektif.
d. Banyak di antara kita yang hampir pasti merupakan bagian
dari satu atau beberapa organisasi, baik sebagai atasan
maupun sebagai bawahan, pernah mengalami stres
meskipun dalam taraf yang amat rendah.
e. Dalam zaman kemajuan di segala bidang seperti sekarang
ini manusia semakin sibuk. Di situ pihak peraiatan kerja
semakin modern dan efisien, dan di lain pihak beban kerja
di satuan-satuan organisasi juga semakin bertambah.
Keadaan ini tentu saja akan menuntut energi pegawai yang
lebih besar dari yang sudah-sudah. Sebagai akibatnya,
pengalaman-pengalaman yang disebut stres dalam taraf
yang cukup tinggi menjadi semakin terasa.

8
1. Dampak Stres Kerja
Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi
optimal atau yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang
dari satu macam pembangkit tetapi dari beberapa pembangkit stres.
Sebagian besar dari waktu manusia bekerja. Karena itu lingkungan
pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan seseorang
yang bekerja. Pembangkit stres di pekerjaan merupakan pembangkit stres
yang besar perannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya
seseorang tenaga kerja yang bekerja. Faktor-faktor di pekerjaan
yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat
dikelompokkan kedalam lima kategori besar yaitu faktor-faktor intrinsik
dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan
dalampekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi. Hurrel (dalam
Munandar, 2001:381 –401):
1. Faktor-faktor Intrinsik dalam Pekerjaan
Termasuk dalam kategori ini ialah tuntutan fisik dan tuntutan tugas.
Tuntutan fisik misalnya faktor kebisingan. Sedangkan faktor-faktor tugas
mencakup: kerja malam, beban kerja, dan penghayatan dari resiko dan
bahaya.
2. Peran Individu dalam Organisasi.
Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi,
artinya
setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan
sesuai
dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh
atasannya. Namun demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk
memainkan perannya tanpa menimbulkan masaiah. Kurang baik
berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stres yaitu meiiputi:
konflik peran dan ketaksaan peran (role ambiguity).
3. Pengembangan Karir
Unsur-unsur penting pengembangan karir meliputi:

9
• Peluang untuk menggunakan ketrampilan jabatan sepenuhnya
• Peluang mengembangkan kctrampilan yang baru
• Penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-keputusan yang
menyangkut karir.
Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang
mencakup
ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi yang kurang.
4. Hubungan dalam Pekerjaan
Hubungan Kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya
kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan
masalah
dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan
ketaksaan
peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak
sesuai
antara pekerja dan ketegangan psikologikal dalam bcntuk kepuasan
pekerjaan yang rendah, penurunan dari kodisi kesehatan, dan rasa diancam
oleh atasan dan rekanrekan kerjanya (Kahn dkk, dalam Munandar,
2001:395).
5. Struktur dan iklim Organisasi
Faktor stres yang dikenali dalam kategorf ini adalah terpusat pada sejauh
mana tenaga kerja dapat tcrlihat atau berperan serta pada support sosial.
Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan
berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negalif.
Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan
produktivitas, dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik.
6. Tuntuan dari Luar Organisasi /Pekerjaan
Kategori Pembangkit stres potensial ini mencakup segala unsur kehidupan
seseorang yang dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa kehidupan
dan kerja
di dalam satu organisasi, dan dapat memberi tekanan pada individu. Isu-

10
isu tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan-
keyakinan pribadi dan organisasi yang bertentangan, konflik antara
tuntutan keluarga dan tuntutan perusahaan, semuanya dapat merupakan
tekanan pada individu dalam
pekerjaannya, sebagaimana halnya stres dalam pekerjaan mempunyai
dampak yang negatif pada kehidupan keluarga dan pribadi.
7. Ciri-Ciri IndividuMenurut pandangan interaktifdari stres, stres
ditcntukan pula olehindividunya scndiri, sejauh mana ia melihat situasinya
scbagai penuh stres. Reaksireaksi sejauh mana ia melihat situasinya
sebagai penuh stres. Reaksi-reaksipsikologis, fisiologis, dan dalam bentuk
perilaku terhadap stres adalah hasil dariinteraksi situasi dengan
individunya, mcncakup ciri-ciri kepribadian yang khususdan pola-pola
perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai,pengalaman
masa lalu, kcadaan kehidupan dan kecakapan (antara lain
intcligensi,pendidikan, pelatihan, pembelajaran). Dengan demikian, faktor-
faktor dalam diriindividu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara
rangsang dari lingkungan yangmerupakan pembangkit stres potensial
dengan individu. Faktor pengubah ini yangmenentukan bagaimana, dalam
kenyataannya, individu bereaksi terhadappembangkit stres potensial.
2. Dampak Stres Kerja Pada Karyawan
Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan
bagi
perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan
perusahaan diharapkan akan rnemacu karyawan untuk dapat
menyelesaikan pekerjaan dengan scbaik-baiknya. Reaksi terhadap
stress dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya
pekerja atau karyawan yang stress akan menunjukkan perubahan
perilaku. Perubahan perilaku tcrjadi pada din manusia sebagai usaha
mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan
stres (flight) atau freeze (berdiam diri). Dalam kehidupan sehari-hari
ketiga reaksi ini biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung

11
situasi dan bentuk stres. Perubahan-perubahan ini di tempat kerja
merupakan gejala-gejala individu yang mengalami stres antara lain
(Margiati, 1999:78-79) : (a) bekerja melewati batas kemampuan, (b)
kelerlambatan masuk kerja yang sering, (c) ketidakhadiran pekerjaan,
(d) kesulitan membuat kepulusan, (e) kesalahan yang sembrono, (f)
kelaiaian menyelesaikan pekerjaan, (g) lupa akan janji yang telah
dibuat dan kegagalan diri sendiri, (h) kesulitan berhubungan dengan
orang lain, (i) kerisauan tentang kesalahan yang dibuat, (j)
Menunjukkan gejala fisik seperti pada alat pencernaan, tekanan darah
tinggi, radang kulit, radang pernafasan.
Strategi Manajemen Stres Kerja
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi
tanpa
memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada
sekedar
mengatasinya, yakni betajar menanggulanginya secara adaplif dan
efektif. Hampir
sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan
dan apa yang
harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat
persaingan,
sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan.
Ini
bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk
memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih
jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi
stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk
memacu perubahan dan
penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting
agar seseorang
mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama

12
yang berkait
dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam
hubungannya
dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa tingkat, berjajar
dari
ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena
kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak
adanya
ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak
menyukai
seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999:76).
Suprihanto dkk (2003:63-64) mengatakan bahwa dari sudut pandang
organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya
mengalami stres yang ringan. Alasannya karena pada tingkat stres
lertentu akan memberikan akibat positif, karena hal ini akan mendesak
mereka untuk melakukan tugas lebih baik.
Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau stres ringan yang
berkepanjangan akan
membuat menurunnya kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan
memberikan
keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal
tersebut bukan
merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan
berpikir untuk
menibcrikan tugas yang menyertakan stress ringan bagi karyawan
untuk
memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan
dirasakan
sebagai tekanan oleh si pekerja. Maka diperlukan pendekatan yang
tepat dalam
mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan

13
pendekatan
organisasi.

3. Dampak Stres Terhadap Perusahaan


Sebuah organisasi dapat dianalogikan sebagai tubuh manusia. Jika
salah satu dari anggota tubuh itu terganggu, maka akan menghambat
keseluruhan gerak, menyebabkan seluruh tubuh merasa sakit dan
menyebabkan individunya tidak dapat berfungsi secara normal.
Demikian pula jika banyak di antara karyawan di dalam organisasi
mengalami stress kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi
itu akan terganggu. Jika stress yang dialami oleh organisasi atau
perusahaan tidak kunjung selesai, maka sangat berpotensi mengundang
penyakit yang lebih serius. Bukan hanya individu yang bisa mengalami
penyakit, organisasi pun dapat memiliki apa yang dinamakan Penyakit
Organisasi.
Randall Schuller (1980), mengidentifikasi beberapa perilaku negatif
karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi. Menurut peneliti ini,
stress yang dihadapi oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan
prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, serta tendensi
mengalami kecelakaan.
Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stress
kerja dapat berupa:
1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun
operasional kerja
2. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja
3. Menurunkan tingkat produktivitas
4. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian
finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara
produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji,
tunjangan, dan fasilitas lainnya. Banyak karyawan yang tidak masuk
kerja dengan berbagai alasan, atau pekerjaan tidak selesai pada

14
waktunya entah karena kelambanan atau pun karena banyaknya
kesalahan yang berulang.

Sedangkan gejala stres di tempat kerja, yaitu meliputi:


• Kepuasan kerja rendah
• Kinerja yang menurun
• Semangat dan energi menjadi hilang
• Komunikasi tidak lancar
• Pengambilan keputusan jelek
• Kreatifitas dan inovasi kurang
• Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif.

Pendekatan dalam mengelola stres :


1. Pendekatan Individu
Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mcngurangi level stresnya.
Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan waktu,
latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial.
Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat
menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa.
Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga
mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi sires
yang dihadapi pekerja pcrlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai
stratcgi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan roengumpulkan sahabat,
kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi
dirinya
2. Pendekatan Organisasi
Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur
organisasi yang scmuanya dikendalikan oleh manajemen, schingga faktor-faktor
itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh
manajemen untuk mengurangi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan
penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan

15
partisipatif, komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan. Melalui
strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan
serta adanya hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi
fisik dan mental.

C. Dampak Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Pegawai


Faktor penting yang mempengaruhi prestasi kerja adalah motivasi kerja.
Motivasi berasal dari kata motive. Motive adalah keadaan dalam diri
seseorang yang menimbulkan kekuatan, menggerakkan, mendorong,
mengarahkan, motivasi. Menurut Gerungan motivasi adalah sesuatu yang
menimbulkan semangat atau dorongan kerja (Gerungan, 1982: 23).
Semakin besar motivasi kerja karyawan semakin tinggi prestasi kerjanya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi kerja adalah faktor
yang sangat penting dalam peningkatan prestasi kerja.
Selain ditentukan oleh motivasi kerjanya, prestasi kerja karyawan juga
ditentukan oleh kepuasan kerjanya. Kepuasan kerja adalah keadaan
emosional yang menyenangkan dengan mana para karyawan memandang
pekerjaan mereka (As’ad, 1994: 133).
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.
Ini nampak dari sikap karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu di
lingkungan kerjanya. Menurut Handoko (1998: 193):Menjadi kewajiban
setiap pemimpin perusahaan untuk menciptakan kepuasan kerja bagi para
karyawannya, karena kepuasan kerja merupakan faktor yang diyakini
dapat mendorong dan mempengaruhi semangat kerja karyawan agar
karyawan dapat bekerja dengan baik dan secara langsung akan
mempengaruhi prestasi karyawan. Seorang manajer juga dituntut agar
memberikan suasana kerja yang baik dan menyenangkan juga jaminan
keselamatan kerja sehingga karyawan akan merasa terpuaskan. Menurut
As’ad (2000: 102):Kepuasan kerja menjadi menarik untuk diamati karena
memberikan manfaat, baik dari segi individu maupun dari segi

16
kepentingan industri. Bagi individu diteliti tentang sebab dan sumber
kepuasan kerja, serta usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kepuasan kerja individu, sedangkan bagi industri, penelitian dilakukan
untuk kepentingan ekonomis, yaitu pengurangan biaya produksi dan
peningkatan produksi yang dihasilkan dengan meningkatkan kepuasan
kerja.
Salah satu cara yang ditempuh departemen personalia untuk meningkatkan
prestasi kerja, adalah melalui pemberian upah berdasarkan sistem insentif.
Sistem insentif adalah sistem pemberian upah berdasarkan prestasi kerja
karyawan (Simamora, 1998: 629). Tujuan sistem insentif pada hakekatnya
adalah untuk meningkatkan motivasi karyawan dalam berupaya
meningkatkan prestasi kerjanya dengan menawarkan perangsang finansial
bagi karyawan yang mampu mencapai prestasi kerja tinggi. Menurut
Handoko “Bagi mayoritas karyawan, uang masih tetap merupakan
motivasi kuat – atau bahkan paling kuat” (Handoko, 1998: 176). Atas
dasar itulah diperkirakan pemberlakuan sistem insentif akan mampu
membuat karyawan termotivasi untuk meningkatkan prestasi kerjanya,
yang pada akhirnya akan memberikan dampak positif bagi perusahaan.
Peningkatan kepuasan kerja karyawan pada suatu organisasi tidak bisa
dilepaskan dari peranan pemimpin dalam organisasi tersebut,
kepemimpinan merupakan kunci utama dalam manajemen yang
memainkan peran penting dan strategis dalam kelangsungan hidup suatu
perusahaan, pemimpin merupakan pencetus tujuan, merencanakan,
mengorganisasikan, menggerakkan dan mengendalikan seluruh sumber
daya yang dimiliki sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai secara
efektif dan efisien. Kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai
suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan
dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya (Handoko,
2001 : 291). Oleh sebab itu pemimpin suatu organisasi perusahaan dituntut
untuk selalu mampu menciptakan kondisi yang mampu memuaskan
karyawan dalam bekerja sehingga diperoleh karyawan yang tidak hanya

17
mampu bekerja akan tetapi juga bersedia bekerja kearah pencapaian tujuan
perusahaan. Mengingat perusahaan merupakan organisasi bisnis yang
terdiri dari orang-orang, maka pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan
antara kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang
dilandasi oleh hubungan manusiawi (Robbins, 2001:18). Sejalan dengan
itu diharapkan seorang pimpinan mampu memotivasi dan menciptakan
kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga tercapai
kepuasan kerja karyawan yang berimplikasi pada meningkatnya
produktivitas kerja karyawan.
Karakteristik pekerjaan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, model karakteristik pekerjaan
(job characteristics models) dari Hackman dan Oldham (1980) adalah
suatu pendekatan terhadap pemerkayaan jabatan (job enrichment) yang
dispesifikasikan kedalam 5 dimensi karakteristik inti yaitu keragaman
ketrampilan (skill variety), Jati diri dari tugas (task identity), signifikansi
tugas (task significance), otonomi (autonomy) dan umpan balik (feed
back). Setiap dimensi inti dari pekerjaan mencakup aspek besar materi
pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang, semakin
besarnya keragaman aktivitas pekerjaan yang dilakukan maka seseorang
akan merasa pekerjaannya semakin berarti. Apabila seseorang melakukan
pekerjaan yang sama, sederhana, dan berulang-ulang maka akan
menyebabkan rasa kejenuhan atau kebosanan. Dengan memberi kebebasan
pada karyawan dalam menangani tugas-tugasnya akan membuat seorang
karyawan mampu menunjukkan inisiatif dan upaya mereka sendiri dalam
menyelesaikan pekerjaan, dengan demikian desain kerja yang berbasis
ekonomi ini merupakan fungsi dan faktor pribadi. Kelima karakteristik
kerja ini akan mempengaruhi tiga keadaan psikologis yang penting bagi
karyawan, yaitu mengalami makna kerja, memikul tanggung jawab akan
hasil kerja, dan pengetahuan akan hasil kerja. Akhirnya, ketiga kondisi
psikologis ini akan mempengaruhi motivasi kerja secara internal, kualitas
kinerja, kepuasan kerja dan ketidakhadiran dan perputaran karyawan.

18
Karakteristik pekerjaan seorang karyawan jelas terlihat desain pekerjaan
seorang karyawan. Desain pekerjaan menentukan bagaimana pekerjaan
dilakukan oleh karena itu sangat mempengaruhi perasaan karyawan
terhadap sebuah pekerjaan, seberapa pengambilan keputusan yang dibuat
oleh karyawan kepada pekerjaannya, dan seberapa banyak tugas yang
harus dirampungkan oleh karyawan.
Rendahnya kepuasan kerja dapat menimbulkan berbagai dampak negatif
seperti mangkir kerja, mogok kerja, kerja lamban, pindah kerja dan
kerusakan yang disengaja. Karyawan yang tingkat kepuasannya tinggi
akan rendah tingkat kemangkirannya dan demikian sebaliknya, organisasi-
organisasi dengan karyawan yang lebih terpuaskan cenderung lebih efektif
dari pada organisai-organisasi dengan karyawan yang tak terpuaskan
sehingga dapat meningkatkan produktivitas organisasi dan salah satu
penyebab timbulnya keinginan pindah kerja adalah kepuasan pada tempat
kerja sekarang. (Robbins 2001).
Fungsi kepuasan kerja adalah:
a. Untuk meningkatkan disiplin karyawan dalam menjalankan tugasnya.
Karyawan akan datang tepat waktu dan akan menyelesaikan tugasnya
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
b. Untuk meningkatkan semangat kerja karyawan dan loyalitas karyawan
terhadap perusahaan.
Kepuasan kerja staff merupakan faktor yang diyakini dapat mendorong
dan mempengaruhi semangat kerja staff. Keberhasilan seorang staff dalam
bekerja, akan secara langsung mempengaruhi prestasi kerjanya di
kemudian hari.
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja staff, menurut Burt,
meliputi:
1). Faktor Individual (umur, jenis kelamin dan sikap pribadi terhadap
pekerjaan)
2). Faktor Hubungan Antar staff, yang di dalamnya termasuk: hubungan
antara manajer dan staff, hubungan sosial diantara sesama, sugesti dari

19
teman sekerja, faktor fisik dan kondisi tempat kerja, emosi dan situasi
kerja.
3). Faktor Eksterna, meliputi: keadaan keluarga, rekreasi, pendidikan.
Keberadaan faktor-faktor tersebut akan meningkatkan motivasi bagi staff
untuk memperoleh tingkat kepuasan kerja.
Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan hal yang bersifat individual.
Setiap individu staff memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai
dengan keinginan dan sistem nilai yang dianutnya. Semakin banyak aspek
dalam pekerjaannya yang sesuai dengan keinginan dan sistem nilai yang
dianut individu, semakin tinggi tingkat kepuasan yang didapat.
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah:
Pertama, efektivitas dan efisiensi. Menurut Prawirosentono (1999: 27) bila
suatu tujuan tertentu akhirnya bias dicapai, kita boleh mengatakan bahwa
kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari
kegiatan mempunyai nilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga
mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif dinamakan tidak efisien.
Sebaliknya, bila akibat yang dicari-cari tidak penting atau remeh maka
kegiatan tersebut efisien.
Kedua, otoritas (wewenang). Arti otoritas menurut Barnard (dalam
Prawirosentono, 1999: 27) adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah
dalam suatu organisasi formal yang dimiliki (diterima) oleh seorang
anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu
kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya (sumbangan tenaganya).
Perintah tersebut menyatakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak
boleh dilakukan dalam organisasi tersebut.
Ketiga, disiplin. Menurut Prawirosentono (1999: 30) disiplin adalah taat
kepada hukum dan peraturan yang berlaku. Jadi, disiplin karyawan adalah
kegiatan karyawan
yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi
di mana dia bekerja.
Keempat, inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreativitas dalam

20
bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan
organisasi. Jadi, inisiatif adalah daya dorong kemajuan yang bertujuan
untuk mempengaruhi kinerja organisasi.
BAB IV
PENUTUP
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian
karyawan
dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada
semua
kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi
daya
tahan stres seorang karyawan.
Faktor-faktor di pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat
menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori besar
yaitu faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi,
pengembangan karir, hubungan dalam
pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi.
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa
memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada
sekedar
mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi productivitas kerja pegawai.
Pegawai bekerja secara produktif atau tidak banyak tergantung pada
banyak faktor. Faktor motivasi, kepuasan kerja, tingkat stress, kondisi fisik
pekerjaan, sistem kompensasi, desain pekerjaan dan aspek-aspek
ekonomis sangatlah ikut berperan.
Pegawai dengan tingkat motivasi kerja yang tinggi, sebagai sumber daya
penggerak, pengguna dan pemberi manfaat bagi sumber daya lainnya
memberi kontribusi besar dalam keberhasilan perusahaan. Perusahaan
dengan modal besar, nama besar , dan sistem operasi yang sudah teruji

21
keberhasilannya sekalipun akan mengalami hambatan dalam
mempertahankan usaha jika mengabaikan aspek sumber daya manusia.
Agar pegawai dapat bekerja dengan baik, maksimal, dan mempunyai
motivasi tinggi perusahaan harus memperhatikan kepuasan kerja pegawai.
Salah satu penentu kepuasan kerja pegawai adalah faktor pekerjaan itu
sendiri. Pegawai yang menganggap pekerjaannya membosankan, kurang
menantang dan tidak membantu dirinya berkembang, tidak akan dapat
berkonsentrasi penuh dalam bekerja sehingga apa yang mereka hasilkan
menjadi tidak maksimal. Sebaliknya pegawai yang merasa pekerjaannya
menantang, berguna bagi orang banyak, dan membantu mereka dalam
berkembang akan secara maksimal melakukan pekerjaannnya dan
bermotivasi tinggi.
Dalam konteks meningkatkan kepuasan kerja, maka seorang manajer
dituntut untuk memberikan suasana kerja yang baik dan menyenangkan,
adanya jaminan/keselamatan kerja sehingga karyawan akan merasa
terpuaskan.
Secara empirik, ada hubungan antara kepuasan kerja dengan produktivitas.
Kepuasan kerja pegawai yang tinggi dapat membuat pegawai bekerja
dengan lebih baik yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas.
Kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri. Pegawai dengan
kepuasan kerja tinggi akan mencapai kematangan psikologis. Pegawai
yang mendapatkan kepuasan kerja yang baik biasanya mempunyai catatan
kehadiran, perputaran kerja dan prestasi kerja yang baik dibandingkan
dengan pegawai yang tidak mendapatkan kepuasan kerja. Oleh karena itu
kepuasan kerja memiliki arti yang sangat penting untuk memberikan
situasi yang kondusif di lingkungan perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Wibowo, SE.,M.Phil. , 2007. Manajemen Kinerja, Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.
James A.F. Stoner / Charles Wankel. 1988. Manajemen, Edisi Ketiga. CV.
Intermedia Jakarta.

22
Purwoto Wanasentana, DR, Materi Kuliah Evaluasi Kinerja, Program
Pascasarjana, Magister Manajemen, Universitas Krisnadwipayana
I.G.A.K. Wardani, dll, 2007. Buku Materi Pokok, Teknik Menulis Karya
Ilmiah, , Jakarta : BPK-Pusat Penerbitan UT

Makalah
Dampak Stres dan Tingkat Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
ABSTRAK
Banyak perusahaan berkeyakinan bahwa pendapatan, gaji atau salary merupakan
faktor utama yang mempengaruhi kepuasan karyawan. Sehingga ketika
perusahaan merasa sudah memberikan gaji yang cukup, ia merasa bahwa
karyawannya sudah puas. Sebenarnya kepuasan kerja karyawan tidak mutlak
dipengaruhi oleh gaji semata. Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan, diantaranya adalah kesesuaian pekerjaan, kebijakan organisasi
termasuk kesempatan untuk berkembang, lingkungan kerja dan perilaku atasan.
Stres tidak dengan sendirinya harus buruk. Walaupun stres lazimnya dibahas
dalam konteks negatif, stres juga mempunyai nilai positif. Stres merupakan suatu
peluang bila stres itu menawarkan perolehan yang potensial
Adalah menjadi tugas manajemen agar karyawan mengelola stres kerja dan
memiliki semangat kerja dan moril yang tinggi serta ulet dalam bekerja. Biasanya
karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan akan
memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha
memperbaiki kinerjanya. Dengan tercapainya kepuasan kerja karyawan dan
terhindarnya stres kerja maka produktivitas pun akan meningkat.
Oleh karena itu kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan
maupun perusahaan, terutama karena menciptakan keadaan positif di dalam
lingkungan kerja perusahaan.
BAB I
PENDAHULUAN

23
A. Latar Belakang Masalah
Karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Karyawan memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan
perusahaan. Apabila karyawan memiliki produktivitas dan motivasi kerja yang
tinggi, maka laju roda pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan
menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan. Di sisi lain,
bagaimana mungkin roda perusahaan berjalan baik, kalau karyawannya bekerja
tidak produktif, artinya karyawan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak
ulet dalam bekerja dan memiliki moril yang rendah serta mengalami stres kerja.
Adalah menjadi tugas manajemen agar karyawan mengelola stres kerja dan
memiliki semangat kerja dan moril yang tinggi serta ulet dalam bekerja. Biasanya
karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan akan
memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha
memperbaiki kinerjanya. Sebaliknya karyawan yang kepuasan kerjanya rendah,
cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan,
sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan asal-asalan. Untuk itu merupakan
keharusan bagi perusahaan untuk mengenali faktor-faktor apa saja penyebab stres
kerja dan yang membuat karyawan puas bekerja di perusahaan. Dengan
tercapainya kepuasan kerja karyawan dan terhindarnya stres kerja maka
produktivitas pun akan meningkat.
Di dalam lingkungan kerja, ketegang¬an yang sering dialami oleh karyawan akan
mengganggu situasi kerja serta konsentrasi dalam menyelesaikan tugasnya.
Keadaan itu bisa mengakibatkan menurunnya prestasi kerja yang tentunya sangat
merugikan diri karyawan dan perusahaan.
Timbulnya ketegangan seperti digambarkan di atas pada hakikatnya disebabkan
oleh tiga faktor, yakni masalah organisasi di lingkungan kerja, faktor si karyawan,
dan hal lain yang berhubungan dengan masyarakat. Bisa terjadi seorang karyawan
mengalami ketegangan karena ketiga faktor atau salah satu faktor saja.
Faktor di lingkungan kerja yang dapat menyebabkan ketegangan pada diri
seseorang antara lain masalah administrasi, tekanan yang tidak wajar untuk
menyesuai¬kan diri dengan pekerjaan dan situasi kerja, struktur birokrasi yang

24
tidak tepat, sistem manajemen yang tidak sesuai, perebutan kedudukan,
persaingan yang semakin ketat untuk memperoleh kemajuan, anggaran yang
terbatas, perencanaan kerja yang kurang baik, jaminan pekerjaan yang tidak pasti,
beban kerja yang semakin bertambah dan segala sesuatu yang ada kaitannya
dengan pekerjaan.
Kepuasan kerja dalam teori motivasi Maslow menempati peringkat yang tinggi.
Sebab ia berkaitan dengan tujuan manusia untuk merealisasikan dan
mengaktualisasikan potensi dirinya dalam pekerjaan. Namun motivasi ini kadang
terbendung oleh berbagai ragam kerutinan, hambatan lingkungan kerja yang
kurang seimbang, atau situasi dan perangkat kerja yang secara ergonomis tidak
mendukung peningkatan produktivitas kerja. Stres yang dialami karyawan dan
kepuasan kerja yang didambakan seolah merupakan dua kondisi yang bukan saja
berkaitan, tetapi sekaligus antagonistis.
Melihat pengaruh yang sangat penting antara stres kerja dan tingkat kepuasan
kerja terhadap kinerja karyawan maka dalam makalah ini penulis tertarik
mengambil judul ” Dampak Stres dan Tingkat Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat di
diidentifikasi permasalahan-permasalahan berikut :
1. Perlunya mengelola dampak stres kerja dalam peningkatan kinerja karyawan.
2. Masih banyak ditemukan kendala atau hambatan-hambatan dalam mencapai
kepuasan kerja.
3. Dampak stres dan tingkat kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai.
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut diatas dapt dirumuskan permasalahan
sebagai berikut : ”Dampak Stres Dan Tingkat Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja
Pegawai”.
C. Perumusan Masalah
Masalah yang akan diuraikan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Pengertian Stres Kerja, Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan

25
2. Faktor-faktor Penyebab Stres, Dampak Stres kerja pada pegawai dan dampak
stres pada perusahaan dan mengelola stres.
3. Dampak kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai dan Faktor-faktor yang yang
dapat menimbulkan kepuasan kerja.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja.
BAB II
PENGERTIAN STRES KERJA, KEPUASAN KERJA DAN KINERJA
PEGAWAI
A. Pengertian Stres Kerja
1. Pengertian Stres
Stres adalah suatu kondisi dinamik yang didalamnya seorang individu
dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (constraints), atau tuntutan
(demands) yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang
hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. (Schuler : 1980)
“Stres adalah suatu kondisi dimana keadaan tubuh terganggu karena tekanan
psikologis. Biasanya stres dikaitkan bukan karena penyakit fisik tetapi lebih
mengenai kejiwaan. Akan tetapi karena pengaruh stres tersebut maka penyakit
fisik bisa muncul akibat lemahnya dan rendahnya daya tahan tubuh pada saat
tersebut.” (wikipedia.de/stress).
Stres tidak dengan sendirinya harus buruk. Walaupun stres lazimnya dibahas
dalam konteks negatif, stres juga mempunyai nilai positif. Stres merupakan suatu
peluang bila stres itu menawarkan perolehan yang potensial. Perhatikan misalnya
kinerja yang unggul yang ditunjukkan oleh seorang atlit atau pemanggung dalam
situasi-situasi yang “mencekam”. Individu semacam itu sering menggunakan stres
secara positif untuk meningkatkan kinerja mendekati maksimum mereka.
Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63) menyebutkan
bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang,
misalnya
obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah
berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan
yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.

26
Gejala Stres
Cary Cooper dan Alison Straw (1995:8-15) mengemukakan gejala stres
dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan
lembab, rnerasa panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit, letih
yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.
2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, saiah paham,
tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik,
kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat
kcputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan
hilangnya minat terhadap orang lain.
3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang
berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan,
penjengkel menjadi meledak-ledak.
Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa stres merupakan
suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi
seseorang dimana ia terpaksa memberikan tanggapan melcbihi kcrnampuan
penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan eksternal (lingkungan). Stres yang
terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi
lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai
macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.

2. Pengertian Stres Kerja


Baron & Greenberg(dalam Margiati,1999:71), mendefinisikan stres sebagai
reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan
individu mendapat halangan dan tidak bisa mengatasinya. Aamodt (dalam
Margiati, 1999:71) memandangnya sebagai respon adaptif yang merupakan
karakteristik individual dan konsekuensi dan tindakan ekstcrnai, situasi atau
peristiwa yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis. Berbeda dengan pakar
di atas, Landy (dalam Margiati, 1999:71) memahaminya sebagai
ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga

27
menimbulkan konsekuensi pcnting bagi dirinya. Robbins memberikan definisi
stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan pada
kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting
tetapi tidak dapat dipastikan (Robbins dafam Dwiyanti, 2001:75).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan
dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua
kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya
tahan stres seorang karyawan.
Luthans (dalam Yulianti, 2000:10) mendefinisikan stres sebagai suatu
tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu
dan
proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau
peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik
seseorang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan
lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda.
Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting
diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat
adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan
yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berifikir dan kondisi
fisik
individu.
Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja
Terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres atau stres kerja,
yaitu faktor Lingkungan kerja dan Faktor personal (Dwiyanti, 2001:75).
a. Faktor Lingkungan Kerja
Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun
hubungan sosial di lingkungan pekerjaan.
b. Faktor Personal
Sedang faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman

28
pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan
mengembangkan diri.
Betapapun faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan kondisi
pekerjaan, namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka
faktor pribadi ditcmpatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres. Secara
umum dikelompokkan sebagai berikut (Dwiyanti, 2001:77-79):
1. Tidak adanya dukungan sosial. Artinya, stres akan cenderung muncul pada
para karyawan yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka.
Dukungan sosial di sini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun
lingkungan keluarga. Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh dukungan
dari rekan sekerjanya (baik pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih
mudah terkena stres.
2. Tidak adanya kesempatan bcrpartisipasi dalam pembuatan keputusan di
kantor. Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam
menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika
mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan
kewcnangannya. Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak
dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya.
3. Pelecehan seksual. Yakni, kontak atau komunikasi yang berhubungan atau
dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini
bisa dimulai dari yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang sensitif,
mengajak kencan dan semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan,
pujian bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya. Dari banyak
kasuspelecehan seksual yang sering menyebabkan stres kerja adalah perlakuan
kasar atau pengamayaan fisik dari lawan jenis dan janji promosi jabatan namun
tak kunjung terwujud hanya karena wanita..
4. Kondisi lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa
suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, tcrlalu sesak, kurang cahaya, dan
semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan
seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu
dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi

29
atau arus udara. Di samping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil
munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan
dibanding yang lain (Muchinsky dalam Margiati, 1999:73).
5. Manajemen yang tidak sehat. Banyak orang yang stres dalam pekerjaan
ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang
pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan),
perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga
mempengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu
mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele
dan semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang
pada akhirnya akan menimbulkan stres (Minner dalam Margiati, 1999:73).
6. Tipe kepribadian. Seseorang dengan kcpribadian tipe A cenderung
mengalami sires dibanding kepribadian tipe B. Bebcrapa ciri kepribadian tipe ini
adalah sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak
sabaran, konsentrasi pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang sama,
cenderung tidak puas terhadap hidup (apa yang diraihnya), cenderung
berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non
kompetitif. Dengan begitu, bagi pihak perusahaan akan selalu mengalami dilema
kctika mengambil pegawai dengan kepribadian tipe A. Sebab, di satu sisi akan
memperoleh hasil yang bagus dan pekerjaan mereka, namun di sisi lain
perusahaan akan mendapatkan pegawai yang mendapat resiko serangan/sakit
jantung (Minner dalam Margiati, 1999:73).
7. Peristiwa/pengalaman pribadi. Stres kerja sering disebabkan pengalaman
pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit
atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau
menghadapi masalah (pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa
tingkat stress paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati
pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat
tinggal. Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari,
kesepian, perasaan tidak aman, juga termasuk kategori ini (Baron & Greenberg
dalam Margiati, 1999:73).

30
B. Pengertian Kepuasan Kerja
Pengertian Kepuasan Kerja
Luthans (1998:126) merumuskan kepuasan kerja adalah suatu keadaan emosi
seseorang yang positif maupun menyenangkan yang dihasilkan dan penilaian
suatu pekerjaan atau pengalaman kerja. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif karyawan
terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
Setiap karyawan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan
nilai yang berlaku pada dirinya.
Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan dan aspek-
aspek diri individu, maka ada kecenderungan semakin tinggi tingkat kepuasan
kerjanya. Kepuasan kerja dapat mengakibatkan pengaruh terhadap tingkat
turnover dan tingkat absensi terhadap kesehatan fisik dan mental karyawan serta
tingkat kelambanan.
Kepuasan dapat dirumuskan sebagai respon umum pekerja berupa perilaku yang
ditampilkan oleh karyawan sebagai hasil persepsi mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan pekerjaannya. Seorang pekerja yang masuk dan bergabung
dalam suatu organisasi mempunyai seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat dan
pengalaman masa lalu yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang
diharapkan dapat dipenuhi di tempatnya bekerja. Kepuasan kerja ini akan didapat
apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja dan kenyataan yang didapatkan
ditempat bekerja. Persepsi pekerja mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
pekerjaannya dan kepuasan kerja melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa menikmati,
rasa bergairah, status dan kebanggaan. Dalam persepsi ini juga dilibatkan situasi
kerja pekerja yang bersangkutan yang meliputi interaksi kerja, kondisi kerja,
pengakuan, hubungan dengan atasan, dan kesempatan promosi. Selain itu di
dalam persepsi ini juga tercakup kesesuaian antara kemampuan dan keinginan
pekerja dengan kondisi organisasi tempat bekerja yang meliputi jenis pekerjaan,
minat, bakat, penghasilan dan insentif.
Menurut Locke dalam Munandar (2001:350) tenaga kerja yang puas dengan
pekerjaannya merasa senang dengan pekerjaannya. Keyakinan bahwa karyawan

31
yang terpuaskan akan lebih produktif daripada karyawan yang tak terpuaskan
merupakan suatu ajaran dasar diantara para manajer selama bertahun-tahun
(Robbins, 2001:26).
Menurut Strauss dan Sayles dalam Handoko (2001:196) kepuasan kerja juga
penting untuk aktualisasi, karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak
akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan pada gilirannya akan menjadi
frustasi. Karyawan yang seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat
kerja yang rendah, cepat lelah dan bosan, emosi tidak stabil, sering absen dan
melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus
dilakukan. Sedangkan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya
mempunyai catatan kehadiran dan perputaran kerja yang lebih baik, kurang aktif
dalam kegiatan serikat karyawan, dan kadang-kadang berprestasi bekerja lebih
baik daripada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Oleh karena itu
kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun perusahaan,
terutama karena menciptakan keadaan positif di dalam lingkungan kerja
perusahaan.
Kepuasan kerja merupakan hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak
sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain
kepuasan mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya. Kepuasan
kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu karakteristik pekerjaan, gaji,
penyeliaan, rekan-rekan sejawat yang menunjang dan kondisi kerja yang
menunjang. (Munandar, 2001:357).

C. Pengertian Kinerja Pegawai


Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar “kerja” yang
menterjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja.
Pengertian Kinerja Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil
atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer
sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi
serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja
telah merosot sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius.

32
Kesan – kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda
– tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.
Pengertian Kinerja :
1. Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2001: 67). Selain itu, kinerja juga
dapat diartikan sebagai suatu hasil dan usaha seseorang yang dicapai dengan
adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu.
2. Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) “Kinerja ( prestasi
kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya”.
3. Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003 : 223) “Kinerja seseorang
merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai
dari hasil kerjanya”.
4. Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja)
adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas
yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan
kesungguhan serta waktu”.
5. Menurut John Whitmore (1997 : 104) “Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-
fungsi yang dituntut dari seseorang,kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi,
suatu pameran umum ketrampikan”.
6. Menurut Barry Cushway (2002 : 1998) “Kinerja adalah menilai bagaimana
seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan”.
7. Menurut Veizal Rivai ( 2004 : 309) mengemukakan kinerja adalah : “
merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi
kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”.
8. Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjamahaan Jimmy Sadeli dan
Bayu Prawira (2001 : 78), “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa
yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”.
BAB III

33
PEMBAHASAN
DAMPAK STRES DAN TINGKAT KEPUASAN KERJA TERHADAP
KINERJA PEGAWAI
Perkembangan ekonomi yang cepat, perampingan perusahaan, PHK, merger dan
bangkrutnya beberapa perusahaan sebagai akibat dari krisis yang
berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi
ribuan bahkan jutaan tenaga kerja. Mereka harus rela dipindahkan ke
bagian yang sangat tidak mereka kuasai dan tidak tahu berapa lama lagi
mereka akan dapat bertahan atau dipekerjakan. Selain itu mereka harus
menghadapi bos baru, pengawasan yang ketat, tunjangan kesejahteraan
berkurang dari sebelumnya dan harus bekerja lebih lama dan lebih giat
demi mempertahankan status sosial ekonomi keluarga. Para pekerja di
setiap level mengalami tekanan dan ketidakpastian. Situasi inilah yang
seringkali memicu terjadinya stres kerja.
Dalam hubungan dengan pekerjaan atau profesi yang ditekuni setiap
orang memiliki kemampuan berbeda untuk menyangga beban pekerjaannya.
Interaksi manusia sebagai pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerja
menyebabkan efek positif ataupun efek negatif. Sikap positif terhadap
pekerjaan membuat karyawan menganggap stresor dari pekerjaan sebagai
suatu yang memberikan manfaat baginya sehingga dapat memperlemah
terjadinya stres namun, sebaliknya bila karyawan tidak mampu menghadapi
stresor dari pekerjaan maka hal tersebut akan membuat karyawan mengalami
stres.
Charles dan Sharason (1988, hal 29) menjelaskan bahwa stres kerja
terjadi ketika kemampuan individu tidak seimbang atau tidak sesuai
dengan tuntutan dalam lingkungan pekerjaannya. Stres dalam pekerjaan
menimbulkan konsekuensi yang bermacam–macam jenisnya, baik berupa akibat
kognitif, fisiologis maupun keorganisasian. Akibat kognitif dari stres
antara lain adalah ketidakmampuan mengambil keputusan yang sehat, kurang
konsentrasi, sangat peka terhadap kecaman dan rintangan mental. Akibat
fisiologis dari stres antara lain adalah tekanan darah naik, mulut

34
kering, berkeringat dan sebagainya. Akibat keorganisasian dari stres
antara lain adalah kemangkiran, produktivitas rendah, ketidakpuasan
kerja, menurunnya ketertarikan dan loyalitas terhadap organisasi
(Gibson, Ivancevich dan Donnely, 1988).
Ada beberapa alasan mengapa masalah stres yang berkaitan dengan
organisasi perlu diangkat ke permukaan pada saat ini (Nimran, 1999:79-80).
Di antaranya adalah:
1. Masalah stres adalah masalah yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan, dan
posisinya sangat penting dalam kaitannya dengan produkttfitas kerja karyawan.
2. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersumber dari luar organisasi,
stress juga banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam
organisasi. Oleh karenanya perlu disadari dan dipahami keberadaannya.
3. Pemahaman akan sumber-sumber stres yang disertai dengan pemahaman
terhadap cara-cara mengatasinya, adalah penting sekali bagi karyawan dan
siapa saja yang terlibat dalam organisasi demi kelangsungan organisasi yang
sehat dan efektif.
4. Banyak di antara kita yang hampir pasti merupakan bagian dari satu atau
beberapa organisasi, baik sebagai atasan maupun sebagai bawahan, pernah
mengalami stres meskipun dalam taraf yang amat rendah.
5. Dalam zaman kemajuan di segala bidang seperti sekarang ini manusia
semakin sibuk. Di situ pihak peraiatan kerja semakin modern dan efisien,
dan di lain pihak beban kerja di satuan-satuan organisasi juga semakin
bertambah. Keadaan ini tentu saja akan menuntut energi pegawai yang lebih
besar dari yang sudah-sudah. Sebagai akibatnya, pengalaman-pengalaman
yang disebut stres dalam taraf yang cukup tinggi menjadi semakin terasa.
Masalah-masalah tentang stres kerja pada dasarnya sering dikaitkan dengan
pengertian stres yang terjadi di lingkungan pekerjaan, yaitu dalam proses interaksi
antara seorang karyawan dengan aspek-aspek pekerjaannya. Di dalam
membicarakan stres kerja ini perlu terlebih dahulu mengerti pengertian stres
secara
umum.

35
A. Dampak Stres Kerja
Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau
yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam
pembangkit tetapi dari beberapa pembangkit stres. Sebagian besar dari waktu
manusia bekerja. Karena itu lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang
besar terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Pembangkit stres di pekerjaan
merupakan pembangkit stres yang besar perannya terhadap kurang berfungsinya
atau jatuh sakitnya seseorang tenaga kerja yang bekerja. Faktor-faktor di
pekerjaan
yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke
dalam lima kategori besar yaitu faktor-faktor intrinsik dalam
pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam
pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi. Hurrel (dalam Munandar, 2001:381

401):
1. Faktor-faktor Intrinsik dalam Pekerjaan
Termasuk dalam kategori ini ialah tuntutan fisik dan tuntutan tugas.
Tuntutan fisik misalnya faktor kebisingan. Sedangkan faktor-faktor tugas
mencakup: kerja malam, beban kerja, dan penghayatan dari resiko dan bahaya.
2. Peran Individu dalam Organisasi.
Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya
setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai
dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh
atasannya. Namun demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan
perannya tanpa menimbulkan masaiah. Kurang baik berfungsinya peran, yang
merupakan pembangkit stres yaitu meiiputi: konflik peran dan ketaksaan peran
(role ambiguity).
3. Pengembangan Karir
Unsur-unsur penting pengembangan karir meliputi:
• Peluang untuk menggunakan ketrampilan jabatan sepenuhnya
• Peluang mengembangkan kctrampilan yang baru

36
• Penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-keputusan yang menyangkut
karir.
Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup
ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi yang kurang.
4. Hubungan dalam Pekerjaan
Hubungan Kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya
kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah
dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan ketaksaan
peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai
antara pekerja dan ketegangan psikologikal dalam bcntuk kepuasan pekerjaan
yang rendah, penurunan dari kodisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan
rekanrekan kerjanya (Kahn dkk, dalam Munandar, 2001:395).
5. Struktur dan iklim Organisasi
Faktor stres yang dikenali dalam kategorf ini adalah terpusat pada sejauh
mana tenaga kerja dapat tcrlihat atau berperan serta pada support sosial.
Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan
berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negalif.
Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan
produktivitas, dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik.
6. Tuntuan dari Luar Organisasi /Pekerjaan
Kategori Pembangkit stres potensial ini mencakup segala unsur kehidupan
seseorang yang dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja
di dalam satu organisasi, dan dapat memberi tekanan pada individu. Isu-isu
tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan-keyakinan
pribadi dan organisasi yang bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan
tuntutan perusahaan, semuanya dapat merupakan tekanan pada individu dalam
pekerjaannya, sebagaimana halnya stres dalam pekerjaan mempunyai dampak
yang negatif pada kehidupan keluarga dan pribadi.
7. Ciri-Ciri Individu
Menurut pandangan interaktifdari stres, stres ditcntukan pula oleh
individunya scndiri, sejauh mana ia melihat situasinya scbagai penuh stres.

37
Reaksireaksi sejauh mana ia melihat situasinya sebagai penuh stres. Reaksi-reaksi
psikologis, fisiologis, dan dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil dari
interaksi situasi dengan individunya, mcncakup ciri-ciri kepribadian yang khusus
dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai,
pengalaman masa lalu, kcadaan kehidupan dan kecakapan (antara lain intcligensi,
pendidikan, pelatihan, pembelajaran). Dengan demikian, faktor-faktor dalam diri
individu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang
merupakan pembangkit stres potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang
menentukan bagaimana, dalam kenyataannya, individu bereaksi terhadap
pembangkit stres potensial.

I. Dampak Stres Kerja Pada Karyawan


Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi
perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan
diharapkan akan rnemacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan
scbaik-baiknya. Reaksi terhadap stress dapat merupakan reaksi bersifat psikis
maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stress akan menunjukkan
perubahan perilaku. Perubahan perilaku tcrjadi pada din manusia sebagai usaha
mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stres
(flight) atau freeze (berdiam diri). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini
biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres.
Perubahan-perubahan ini di tempat kerja merupakan gejala-gejala individu yang
mengalami stres antara lain (Margiati, 1999:78-79) : (a) bekerja melewati batas
kemampuan, (b) kelerlambatan masuk kerja yang sering, (c) ketidakhadiran
pekerjaan, (d) kesulitan membuat kepulusan, (e) kesalahan yang sembrono, (f)
kelaiaian menyelesaikan pekerjaan, (g) lupa akan janji yang telah dibuat dan
kegagalan diri sendiri, (h) kesulitan berhubungan dengan orang lain, (i) kerisauan
tentang kesalahan yang dibuat, (j) Menunjukkan gejala fisik seperti pada alat
pencernaan, tekanan darah tinggi, radang kulit, radang pernafasan.
Strategi Manajemen Stres Kerja
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa

38
memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar
mengatasinya, yakni betajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif. Hampir
sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang
harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan,
sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini
bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk
memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum
masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus
diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan
penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang
mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait
dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya
dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa tingkat, berjajar dari
ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena
kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya
ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai
seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999:76).
Suprihanto dkk (2003:63-64) mengatakan bahwa dari sudut pandang
organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami
stres yang ringan. Alasannya karena pada tingkat stres lertentu akan memberikan
akibat positif, karena hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih
baik.
Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan akan
membuat menurunnya kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan memberikan
keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan
merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan berpikir untuk
menibcrikan tugas yang menyertakan stress ringan bagi karyawan untuk
memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan
sebagai tekanan oleh si pekerja. Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam
mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan
organisasi.

39
II. Dampak Stres Terhadap Perusahaan
Sebuah organisasi dapat dianalogikan sebagai tubuh manusia. Jika salah satu dari
anggota tubuh itu terganggu, maka akan menghambat keseluruhan gerak,
menyebabkan seluruh tubuh merasa sakit dan menyebabkan individunya tidak
dapat berfungsi secara normal. Demikian pula jika banyak di antara karyawan di
dalam organisasi mengalami stress kerja, maka produktivitas dan kesehatan
organisasi itu akan terganggu. Jika stress yang dialami oleh organisasi atau
perusahaan tidak kunjung selesai, maka sangat berpotensi mengundang penyakit
yang lebih serius. Bukan hanya individu yang bisa mengalami penyakit,
organisasi pun dapat memiliki apa yang dinamakan Penyakit Organisasi.
Randall Schuller (1980), mengidentifikasi beberapa perilaku negatif karyawan
yang berpengaruh terhadap organisasi. Menurut peneliti ini, stress yang dihadapi
oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan
ketidakhadiran kerja, serta tendensi mengalami kecelakaan.
Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stress kerja dapat
berupa:
1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional
kerja
2. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja
3. Menurunkan tingkat produktivitas
4. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian finansial yang
dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya
yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya. Banyak
karyawan yang tidak masuk kerja dengan berbagai alasan, atau pekerjaan tidak
selesai pada waktunya entah karena kelambanan atau pun karena banyaknya
kesalahan yang berulang.

Sedangkan gejala stres di tempat kerja, yaitu meliputi:


• Kepuasan kerja rendah
• Kinerja yang menurun
• Semangat dan energi menjadi hilang

40
• Komunikasi tidak lancar
• Pengambilan keputusan jelek
• Kreatifitas dan inovasi kurang
• Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif.

Pendekatan dalam mengelola stres :


1. Pendekatan Individu
Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mcngurangi level stresnya.
Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan waktu,
latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial.
Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat
menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa.
Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga
mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi sires
yang dihadapi pekerja pcrlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai
stratcgi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan roengumpulkan sahabat,
kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi
dirinya
2. Pendekatan Organisasi
Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur
organisasi yang scmuanya dikendalikan oleh manajemen, schingga faktor-faktor
itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh
manajemen untuk mengurangi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan
penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan
partisipatif, komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan. Melalui
strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan
serta adanya hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi
fisik dan mental.
B. Dampak Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Pegawai
Faktor penting yang mempengaruhi prestasi kerja adalah motivasi kerja. Motivasi

41
berasal dari kata motive. Motive adalah keadaan dalam diri seseorang yang
menimbulkan kekuatan, menggerakkan, mendorong, mengarahkan, motivasi.
Menurut Gerungan motivasi adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau
dorongan kerja (Gerungan, 1982: 23). Semakin besar motivasi kerja karyawan
semakin tinggi prestasi kerjanya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
motivasi kerja adalah faktor yang sangat penting dalam peningkatan prestasi
kerja.
Selain ditentukan oleh motivasi kerjanya, prestasi kerja karyawan juga ditentukan
oleh kepuasan kerjanya. Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang
menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka
(As’ad, 1994: 133).
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini
nampak dari sikap karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu di lingkungan
kerjanya. Menurut Handoko (1998: 193):Menjadi kewajiban setiap pemimpin
perusahaan untuk menciptakan kepuasan kerja bagi para karyawannya, karena
kepuasan kerja merupakan faktor yang diyakini dapat mendorong dan
mempengaruhi semangat kerja karyawan agar karyawan dapat bekerja dengan
baik dan secara langsung akan mempengaruhi prestasi karyawan. Seorang
manajer juga dituntut agar memberikan suasana kerja yang baik dan
menyenangkan juga jaminan keselamatan kerja sehingga karyawan akan merasa
terpuaskan. Menurut As’ad (2000: 102):Kepuasan kerja menjadi menarik untuk
diamati karena memberikan manfaat, baik dari segi individu maupun dari segi
kepentingan industri. Bagi individu diteliti tentang sebab dan sumber kepuasan
kerja, serta usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepuasan kerja
individu, sedangkan bagi industri, penelitian dilakukan untuk kepentingan
ekonomis, yaitu pengurangan biaya produksi dan peningkatan produksi yang
dihasilkan dengan meningkatkan kepuasan kerja.
Salah satu cara yang ditempuh departemen personalia untuk meningkatkan
prestasi kerja, adalah melalui pemberian upah berdasarkan sistem insentif. Sistem
insentif adalah sistem pemberian upah berdasarkan prestasi kerja karyawan
(Simamora, 1998: 629). Tujuan sistem insentif pada hakekatnya adalah untuk

42
meningkatkan motivasi karyawan dalam berupaya meningkatkan prestasi kerjanya
dengan menawarkan perangsang finansial bagi karyawan yang mampu mencapai
prestasi kerja tinggi. Menurut Handoko “Bagi mayoritas karyawan, uang masih
tetap merupakan motivasi kuat – atau bahkan paling kuat” (Handoko, 1998: 176).
Atas dasar itulah diperkirakan pemberlakuan sistem insentif akan mampu
membuat karyawan termotivasi untuk meningkatkan prestasi kerjanya, yang pada
akhirnya akan memberikan dampak positif bagi perusahaan.
Peningkatan kepuasan kerja karyawan pada suatu organisasi tidak bisa dilepaskan
dari peranan pemimpin dalam organisasi tersebut, kepemimpinan merupakan
kunci utama dalam manajemen yang memainkan peran penting dan strategis
dalam kelangsungan hidup suatu perusahaan, pemimpin merupakan pencetus
tujuan, merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan dan mengendalikan
seluruh sumber daya yang dimiliki sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai
secara efektif dan efisien. Kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai
suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari
sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya (Handoko, 2001 : 291).
Oleh sebab itu pemimpin suatu organisasi perusahaan dituntut untuk selalu
mampu menciptakan kondisi yang mampu memuaskan karyawan dalam bekerja
sehingga diperoleh karyawan yang tidak hanya mampu bekerja akan tetapi juga
bersedia bekerja kearah pencapaian tujuan perusahaan. Mengingat perusahaan
merupakan organisasi bisnis yang terdiri dari orang-orang, maka pimpinan
seharusnya dapat menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu dengan
kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh hubungan manusiawi (Robbins,
2001:18). Sejalan dengan itu diharapkan seorang pimpinan mampu memotivasi
dan menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga
tercapai kepuasan kerja karyawan yang berimplikasi pada meningkatnya
produktivitas kerja karyawan.
Karakteristik pekerjaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kepuasan kerja karyawan, model karakteristik pekerjaan (job characteristics
models) dari Hackman dan Oldham (1980) adalah suatu pendekatan terhadap
pemerkayaan jabatan (job enrichment) yang dispesifikasikan kedalam 5 dimensi

43
karakteristik inti yaitu keragaman ketrampilan (skill variety), Jati diri dari tugas
(task identity), signifikansi tugas (task significance), otonomi (autonomy) dan
umpan balik (feed back). Setiap dimensi inti dari pekerjaan mencakup aspek besar
materi pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang, semakin
besarnya keragaman aktivitas pekerjaan yang dilakukan maka seseorang akan
merasa pekerjaannya semakin berarti. Apabila seseorang melakukan pekerjaan
yang sama, sederhana, dan berulang-ulang maka akan menyebabkan rasa
kejenuhan atau kebosanan. Dengan memberi kebebasan pada karyawan dalam
menangani tugas-tugasnya akan membuat seorang karyawan mampu
menunjukkan inisiatif dan upaya mereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan,
dengan demikian desain kerja yang berbasis ekonomi ini merupakan fungsi dan
faktor pribadi. Kelima karakteristik kerja ini akan mempengaruhi tiga keadaan
psikologis yang penting bagi karyawan, yaitu mengalami makna kerja, memikul
tanggung jawab akan hasil kerja, dan pengetahuan akan hasil kerja. Akhirnya,
ketiga kondisi psikologis ini akan mempengaruhi motivasi kerja secara internal,
kualitas kinerja, kepuasan kerja dan ketidakhadiran dan perputaran karyawan.
Karakteristik pekerjaan seorang karyawan jelas terlihat desain pekerjaan seorang
karyawan. Desain pekerjaan menentukan bagaimana pekerjaan dilakukan oleh
karena itu sangat mempengaruhi perasaan karyawan terhadap sebuah pekerjaan,
seberapa pengambilan keputusan yang dibuat oleh karyawan kepada
pekerjaannya, dan seberapa banyak tugas yang harus dirampungkan oleh
karyawan.
Rendahnya kepuasan kerja dapat menimbulkan berbagai dampak negatif seperti
mangkir kerja, mogok kerja, kerja lamban, pindah kerja dan kerusakan yang
disengaja. Karyawan yang tingkat kepuasannya tinggi akan rendah tingkat
kemangkirannya dan demikian sebaliknya, organisasi-organisasi dengan
karyawan yang lebih terpuaskan cenderung lebih efektif dari pada organisai-
organisasi dengan karyawan yang tak terpuaskan sehingga dapat meningkatkan
produktivitas organisasi dan salah satu penyebab timbulnya keinginan pindah
kerja adalah kepuasan pada tempat kerja sekarang. (Robbins 2001).
Fungsi kepuasan kerja adalah:

44
a. Untuk meningkatkan disiplin karyawan dalam menjalankan tugasnya.
Karyawan akan datang tepat waktu dan akan menyelesaikan tugasnya sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.
b. Untuk meningkatkan semangat kerja karyawan dan loyalitas karyawan terhadap
perusahaan.
Kepuasan kerja staff merupakan faktor yang diyakini dapat mendorong dan
mempengaruhi semangat kerja staff. Keberhasilan seorang staff dalam bekerja,
akan secara langsung mempengaruhi prestasi kerjanya di kemudian hari.
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja staff, menurut Burt,
meliputi:
1). Faktor Individual (umur, jenis kelamin dan sikap pribadi terhadap pekerjaan)
2). Faktor Hubungan Antar staff, yang di dalamnya termasuk: hubungan antara
manajer dan staff, hubungan sosial diantara sesama, sugesti dari teman sekerja,
faktor fisik dan kondisi tempat kerja, emosi dan situasi kerja.
3). Faktor Eksterna, meliputi: keadaan keluarga, rekreasi, pendidikan. Keberadaan
faktor-faktor tersebut akan meningkatkan motivasi bagi staff untuk memperoleh
tingkat kepuasan kerja.
Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan hal yang bersifat individual. Setiap
individu staff memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan
keinginan dan sistem nilai yang dianutnya. Semakin banyak aspek dalam
pekerjaannya yang sesuai dengan keinginan dan sistem nilai yang dianut individu,
semakin tinggi tingkat kepuasan yang didapat.
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah:
Pertama, efektivitas dan efisiensi. Menurut Prawirosentono (1999: 27) bila suatu
tujuan tertentu akhirnya bias dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan
tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari kegiatan mempunyai
nilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan ketidakpuasan
walaupun efektif dinamakan tidak efisien. Sebaliknya, bila akibat yang dicari-cari
tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efisien.
Kedua, otoritas (wewenang). Arti otoritas menurut Barnard (dalam
Prawirosentono, 1999: 27) adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam

45
suatu organisasi formal yang dimiliki (diterima) oleh seorang anggota organisasi
kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan
kontribusinya (sumbangan tenaganya). Perintah tersebut menyatakan apa yang
boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan dalam organisasi tersebut.
Ketiga, disiplin. Menurut Prawirosentono (1999: 30) disiplin adalah taat kepada
hukum dan peraturan yang berlaku. Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan
karyawan
yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi di
mana dia bekerja.
Keempat, inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreativitas dalam bentuk
ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Jadi,
inisiatif adalah daya dorong kemajuan yang bertujuan untuk mempengaruhi
kinerja organisasi.
BAB IV
PENUTUP
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan
dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua
kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya
tahan stres seorang karyawan.
Faktor-faktor di pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres
dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori besar yaitu faktor-faktor intrinsik
dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam
pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi.
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa
memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar
mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi productivitas kerja pegawai. Pegawai
bekerja secara produktif atau tidak banyak tergantung pada banyak faktor. Faktor
motivasi, kepuasan kerja, tingkat stress, kondisi fisik pekerjaan, sistem
kompensasi, desain pekerjaan dan aspek-aspek ekonomis sangatlah ikut berperan.

46
Pegawai dengan tingkat motivasi kerja yang tinggi, sebagai sumber daya
penggerak, pengguna dan pemberi manfaat bagi sumber daya lainnya memberi
kontribusi besar dalam keberhasilan perusahaan. Perusahaan dengan modal besar,
nama besar , dan sistem operasi yang sudah teruji keberhasilannya sekalipun akan
mengalami hambatan dalam mempertahankan usaha jika mengabaikan aspek
sumber daya manusia. Agar pegawai dapat bekerja dengan baik, maksimal, dan
mempunyai motivasi tinggi perusahaan harus memperhatikan kepuasan kerja
pegawai.
Salah satu penentu kepuasan kerja pegawai adalah faktor pekerjaan itu sendiri.
Pegawai yang menganggap pekerjaannya membosankan, kurang menantang dan
tidak membantu dirinya berkembang, tidak akan dapat berkonsentrasi penuh
dalam bekerja sehingga apa yang mereka hasilkan menjadi tidak maksimal.
Sebaliknya pegawai yang merasa pekerjaannya menantang, berguna bagi orang
banyak, dan membantu mereka dalam berkembang akan secara maksimal
melakukan pekerjaannnya dan bermotivasi tinggi.
Dalam konteks meningkatkan kepuasan kerja, maka seorang manajer dituntut
untuk memberikan suasana kerja yang baik dan menyenangkan, adanya
jaminan/keselamatan kerja sehingga karyawan akan merasa terpuaskan.
Secara empirik, ada hubungan antara kepuasan kerja dengan produktivitas.
Kepuasan kerja pegawai yang tinggi dapat membuat pegawai bekerja dengan
lebih baik yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas.
Kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri. Pegawai dengan kepuasan
kerja tinggi akan mencapai kematangan psikologis. Pegawai yang mendapatkan
kepuasan kerja yang baik biasanya mempunyai catatan kehadiran, perputaran
kerja dan prestasi kerja yang baik dibandingkan dengan pegawai yang tidak
mendapatkan kepuasan kerja. Oleh karena itu kepuasan kerja memiliki arti yang
sangat penting untuk memberikan situasi yang kondusif di lingkungan
perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Wibowo, SE.,M.Phil. , 2007. Manajemen Kinerja, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.

47
James A.F. Stoner / Charles Wankel. 1988. Manajemen, Edisi Ketiga. CV.
Intermedia Jakarta.
Purwoto Wanasentana, DR, Materi Kuliah Evaluasi Kinerja, Program
Pascasarjana, Magister Manajemen, Universitas Krisnadwipayana
I.G.A.K. Wardani, dll, 2007. Buku Materi Pokok, Teknik Menulis Karya Ilmiah, ,
Jakarta : BPK-Pusat Penerbitan UT

48

You might also like