Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adanya pengaruh globalisasi yang menjurus ke westermani membuat
perubahan pola hidup dan pola makan masyarakat Indonesia khusunya di kota –
kota besar. Makanan tinggi kalori, tinggi lemak dan kolesterol merupakan
makanan yang banyak digemari masyarakat. Makanan cepat saji yang dinilai
cepat dan praktis juga menjadi prioritas bagi masyarakat yang bekerja dan tidak
memiliki waktu banyak untuk mengolah makanan yang sehat. Kurangnya
waktu, pemahaman dan minat masyarakat untuk mengimbangi dengan
berolahraga juga menjadi masalah besar di masa sekarang.
Keadaan ini berdampak pada naiknya kadar gula darah seseorang yang
disebut dengan hiperglikemi. Menurut WHO ( 1985 ) kadar glukosa normal
darah kapiler pada waktu puasa tidak melebihi 120 mg/dl dan 2 jam sesudah
makan kurang dari 200 mg/dl.
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik, yang ditandai
dengan peninggian kadar glukosa darah akibat berkurangnya kualitas insulin,
sekresi insulin atau keduanya. Penderita diabetes (diabetisi) semakin meningkat
prevalensinya dari tahun ke tahun. Telah diketahui diabetes melitus akan
berhubungan dengan berbagai komplikasi baik mikroangiopati maupun
makroangiopati, terjadinya komplikasi ini sangat erat berhubungan dengan
kontrol glukosa darah. Pengelolqaan DM terdiri dari 5 pilar utama yaitu
perencanaan diet, latihan jasmani, terapi medis, edukasi dan pemantauan gula
darah (Smeltzer & Bare, 2008). Sampai saat ini meskipun telah ditemukan
insulin dan obat hipoglikemik oral yang termasuk dalam jenis terapi medis,
tetapi untuk mengontrol kadar glukosa darah, diet masih merupakan lini pertama
upaya yang dilakukan secara berkepanjangan untuk mencapai target kadar
1
glukosa darah yang diharapkan, sehingga progresifitas penyakit bisa terkendali.
( Munadi, 2008 ).
Di dunia pada tahun 2010 diperkirakan ada sekitar 59 juta orang yang
menderita diabetes melitus dan pada tahun 2030 diperkirakan akan meningkat
2,5 kali lipat sehingga mencapai 145 juta penderita, di Indonesia sendiri Badan
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah penderita diabetes melitus di
Indonesia meningkat tiga kali lipat dari data tahun 2000 dimana jumlah penderita
mencapai 8,4 juta, maka dalam 10 tahun tepatnya tahun 2010 mencapai 21,3
juta orang. Melihat pola pertambahan penduduk di Indonesia saat ini data
terakhir yang dikeluarkan Departemen Kesehatan RI 2010 menyebutkan
prevalensi diabetes melitus secara nasional 5,7% dari penduduk Indonesia atau
sekitar 12 juta jiwa, kalau dibiarakan 12 juta penderita diabetes pada tahun 2010
akan meningkat 2 kali lipat atau menjadi 24 juta jiwa pada tahun 2030.
Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman
berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah
kesehatannya. Pada dasarnya sangat banyak jenis tanaman di alam yang dapat
dimanfaatkan atau telah dimanfaatkan oleh masyarakat, baik sebagai bahan
makanan maupun sebagai bahan obat - obatan. ( Made Oka, dkk. 2012 ).
Tanaman Ashitaba (Angelica keiskei) adalah salah satu tanaman obat asli
Jepang yang dikenal sebagai “Harta Karun” dan “Raja Sayur Mayur” yang
belum banyak dikenal di Indonesia. Menurut sejarah orang Jepang, Ashitaba
merupakan tanaman yang bermanfaat untuk panjang umur yang dulu dicari-cari
oleh kaisar pertama Cina dari Dinasti Chin. Pada masa jaman Edo, Ashitaba juga
dikenal sebagai jamu-jamuan “Umur Panjang”. Karena daya hidupnya yang
kuat, bila dipetik daunnya hari ini maka daun muda yang baru akan bertunas
esok harinya (tomorrow’s leaf). Ashitaba juga dikenal dengan sebutan “Daun
Malaikat” karena kemampuannya menyembuhkan berbagai penyakit (Nagata, et
al., 2007).
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan ingin mengetahui adanya pengaruh
ekstrak ashitaba terhadap penurunan glukosa darah dengan metode pre and post
design dalam beberapa dosis. Dosis-dosis tersebut digunakan agar mendapatkan
2
efisiensi kadar ashitaba dalam menurunkan glukosa darah yang belum dibahas
lanjut dari penelitian – penelitian sebelumnya khususnya di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak Ashitaba dengan penurunan kadar
glukosa darah ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh ekstrak ashitaba dengan penurunan kadar glukosa
darah.
2. Tujuan Khusus
a. Mengukur penurunan kadar gula darah pada mencit dengan diet tinggi
glukosa dengan pemberian ekstrak ahitaba dalam kadar 50gr/100gr BB.
b. Mengukur penurunan kadar gula darah pada mencit dengan diet tinggi
glukosa dengan pemberian ekstrak ahitaba dalam kadar 75gr/100gr BB.
c. Mengukur penurunan kadar gula darah pada mencit dengan diet tinggi
glukosa dengan pemberian ekstrak ahitaba dalam kadar 100gr/100gr BB.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan
Sebagai bahan informasi berkaitan dengan pengobatan alternative pada
kejadian hiperglikemi sehingga dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam menanggulangi kejadian hiperglikemi.
2. Bagi masyarakat
Memberikan wawasan baru kepada masyarakat tentang adanya sumber daya
alam yang dapat digunakan untuk mengatasi kasus hiperglikemi.
3
3. Bagi Penelitian Lanjutan
Sebagai sumber informasi tentang adanya pemanfaatan ekstrak ashitaba
guna menurunkan kadar glukosa, sehingga dapat dimanfaatkan untuk
penelitian lebih lanjut agar hasil pemanfaatan ekstrak ashitaba lebih akurat.
4. Bagi Mahasiswa
Dapat menambah pengetahuan dan wacana serta dapat dijadikan sebagai
refrensi adanya manfaat sumber daya alam yang dapat digali lebih dalam
guna menambah kepustakaan dalam pengembangan ilmu Kedokteran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
A. Diabetes Melitus
1. Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika
pankreas tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak
efisien menggunakan insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang
mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah,
adalah efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang
dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya
pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat
terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal), syaraf (dapat terjadi
stroke) (WHO, 2011).
DM sendiri merupakan penyakit kronis yang akan diderita seumur hidup
sehingga progresifitas penyakit akan terus berjalan, pada suatu saaat akan
menimbulkan komplikasi.
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes Melitus
(DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.
Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia) 2006, seorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar
gula darah puasa > 126 mg/dL. Dan pada tes sewaktu > 200 mg/dL. Kadar
gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan
dan kembali dalam waktu 2 jam.
2. Etiologi
Pada penderita diabetes memiliki kadar gula darah yang tinggi
disebabkan karena pankreas tidak dapat memproduksi insulin atau otot,
5
lemak dan sel-sel hati tidak merespon insulin secara normal, ataupun
kedua-duanya (Soegondo, 2011).
Pada diabetes mellitus type 1, terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel - sel pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
menyebabkan glukosa menjadi menumpuk di dalam peredaran darah karena
tidak dapat diangkut ke dalam sel. Hal ini menyebabkan peningkatan kadar
glukosa darah di dalam sel (Smeltzer & Bare, 2002). Glukosa yang berasal
dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap dalam darah
dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut
dieksresikan dalam urin (glukosuria). Eksresi ini akan disertai oleh
pengeluaran cairan dan elekrolit yang berlebihan, keadaan ini disebut
diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsi).
Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2002) DM tipe II disebabkan
kegagalan relatif sel β dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan
perifer dan untuk menghambat produksi glikosa oleh hati. Sel β tidak
mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi
defensiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya
sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa
bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas
mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
Kekurangan insulin dapat menyebabkan terjadinya sedikit atau tidak ada
ikatan dengan reseptor sehingga proses translokasi transporter glukosa
(GLUT-4) ke membran sel menjadi terhambat. GLUT-4 memfasilitasi
masuknya glukosa ke dalam sel. Bila proses translokasi GLUT-4 terganggu
akan menyebabkan ambilan glukosa dalam darah menjadi terganggu,
6
sehingga terjadi penumpukan glukosa di ekstrasel yang akan mengakibatkan
glukosa darah meningkat atau disebut juga hiperglikemia (Ganong, 2008).
Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap
insulin dapat mempengaruhi metabolisme glukosa pada tubuh. Selain itu
regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan metabolisme glukosa
di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT-2 berfungsi
sebagai kendaraan pengangkut glukosa melewati membran sel kedalam sel.
Dalam hal ini jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur homeostasis
glukosa tubuh (Weyer, 2000).
- Kesemutan atau mati rasa pada ujung saraf ditelapak tangan &
kaki.
7
American Diabetes Association (ADA) dalam Standards of Medical
Care in Diabetes (2009) memberikan klasifikasi diabetes melitus sebagai
berikut:
a. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya
destruksi sel β pankreas yang secara absolut menyebabkan defisiensi
insulin (melalui proses imunologik atau idiopatik).
8
e) Koromosom 2, Neuro D1
- Kelainan genetik pada aktivitas insulin : Resistensi insulin tipe A,
sindrom Rabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik
- Penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis) seperti pancreatitis,
trauma/pankreatektomi, neoplasma
- Endokrinopati : Hipertiroid, sindrom cushing
- Akibat penggunaan obat atau bahan kimia lainnya (terapi pada
penderita AIDS dan terapi setelah transplantasi organ).
d. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau
dialami selama masa kehamilan.
insulin rendah
6. Epidemiologi
9
Secara global, pada 2010, diperkirakan 285 juta orang menderita
diabetes, dengan tipe 2 sekitar 90% dari kasus insiden DM meningkat
dengan cepat, dan pada tahun 2030, jumlah ini diperkirakan hampir dua
kali lipat.
Diabetes mellitus terjadi di seluruh dunia, namun lebih umum
(terutama tipe 2) di negara-negara yang lebih maju. Peningkatan
terbesar dalam prevalensi, dipekirakan terjadi di Asia dan Afrika, di
mana kebanyakan pasien mungkin akan ditemukan pada tahun 2030 .
Peningkatan kejadian di negara berkembang mengikuti tren
urbanisasi dan perubahan gaya hidup. Beberapa juga meyakini adanya
faktor lingkungan, tapi masih sedikit pemahaman tentang
mekanismenya.
WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia
dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
Berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030
nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan
dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%)
maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah urban
dan 8,1 juta di daerah rural.
Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan :
1) Prevalensi nasional DM berdasarkan pemeriksaan gula darah
pada penduduk usia >15 tahun diperkotaan 5,7%.
2) Prevalensi nasional Obesitas umum pada penduduk usia >= 15
tahun sebesar 10.3% dan sebanyak 12 provinsi memiliki
prevalensi diatas nasional, prevalensi nasional Obesitas sentral
pada penduduk Usia >= 15 tahun sebesar 18,8 % dan sebanyak
17 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional.
3) Prevalensi TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) pada penduduk
usia >15 tahun di perkotaan adalah 10.2% dan sebanyak 13
provinsi mempunyai prevalensi diatas prevalensi nasional.
Proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-
10
54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu
14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu
5,8%.
11
Gambar II.2 Langkah – langkah diagnosis Diabetes Mellitus
(https://kadaverboy.wordpress.com/2009/11/22/ketoasidosis-diabetikum/)
B. Ashitaba
1. Definisi
12
Shibata (1994) menyatakan bahwa chalcones mempunyai fungsi
sebagai antitumorigenic. Hasil penelitian Universitas Farmasi Osaka tahun
1990, jumlah kandungan bahan aktif dalam 100 g ashitaba adalah terdapat
xanthoangelol 0,25%, 4-Hydroxyderricin 0,07% dan total chalcone 0,32%
(Baba 1995). Total flavonoid di dalam pucuk ashitaba berkisar 219 mg/100g
per berat basahnya (Yang et al. 2008). Selanjutnya menurut Ma’mun et al.
(2009), di dalam ashitaba terdapat zat asam hexadecanoat 2,42%, asam
palmitat 5,08%, xanthotoxin 3,12%, asam linoleat 9,17%, pyrimidin 2,70%,
strychnidinone 3,18% dan smenochromena 7,55%. Selain zat tersebut di
dalam ashitaba juga terdapat vitamin, asam amino dan unsure mineral.
13
menurut Sigurdsson et al. (2005) ekstrak daun Angelica archangelica
mempunyai aktivitas sebagai antitumor, kanker (paru-paru dan kulit).
Selain itu ashitaba juga berpotensi sebagai sumber antioksidan (Li
et al. 2009). Menurut Wicaksono dan Syafirudin (2003) efek antioksidan
ashitaba melebihi anggur, teh hijau maupun kedelai, yang berfungsi
menjaga organ tubuh dan kerusakan sel akibat radikal bebas serta
memperlambat proses penuaan. Nilai total aktivitas antioksidan dari
ashitaba berkisar 1890±30 mg/g berat kering (Chen et al. 2004). Ashitaba
juga berguna sebagai lactagogen, karena mampu menginduksi sekresi susu
ibu.
Ashitaba yang diberikan untuk sapi sebagai makanannya dapat
meningkatkan produksi susu. Disamping itu juga dapat menyembuhkan
diabetes, asam lambung, hipertensi, jantung koroner, asma, liver,
menurunkan kolesterol, osteoporosis, ginjal, maag dan menambah vitalitas,
penghambat proliferasi HIV dan sebagai antibakteri terutama
Staphyloccocus aureus dan Staphyloccus epidermis. Menurut Enoki et al.
(2007), ashitaba dapat disebut sebagai tanaman insulin karena dapat
menyembuhkan penyakit diabetes.
Secara farmakokinetik, obat yang masuk ke dalam tubuh akan
mengalami absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Ginjal
merupakan organ filtrasi dan eksresi utama yang sangat penting untuk
menyaring dan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh, termasuk zat-zat
toksik yang masuk ke dalam tubuh (Guyton dan Hall, 2008).
Pada penelitian sebelumnya, dituliskan bahwa pemberian ekstrak
etanol daun Ashitaba (Angelica keiskei) dengan dosis 1000 mg/kg bb (0,24
ml) selama 21 hari dapat menimbulkan gangguan gambaran histopatologi
ginjal mencit (Mus musculus) jantan.
Di Indonesia, ashitaba dikembangkan di Malang, Jawa Timur dan
Jawa Barat, di Kebun Percobaan Manoko.
14
2. Klasifikasi Ashitaba
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Sub kelas : sympetalae
Bangsa : Apiales
Keluarga : Apiaceae
Marga : Angelica
Jenis : Angelica keiskei koidzumi
15
4. Efek Farmakologi
Ada beberapa unsur inti yang terkandung dalam Ashitaba dan memiliki
kadar paling besar.
a. Chalcone
Senyawa kalkon (C15H12O), 1,3-difenil-1- propen-1-on atau
benzilidenaasetofenon, merupa- kan senyawa yang sangat penting di
alam. Senyawa kalkon yang terdapat pada tanaman merupakan
precursor dari senyawa flavonoid dan isoflavonoid. Kalkon
mengandung dua cincin aromatis (A dan B) dan satu atom karbon
α,β- tak jenuh. Pada cincin A biasanya terdapat gugus etil, metil atau
gugus alkil yang dapat meningkatkan aktivitas. Cincin B biasanya
mengandung gugus- gugus hidrofob seperti halogen, nitro dan siano
yang juga dapat meningkatkan aktivitas. Ikatan rangkap pada kalkon
juga memegang peranan penting dalam aktivitas, tetapi modifikasi
dari ikatan ini tidak memberikan banyak pengaruh terhadap
perubahan aktivitas. Substituen posisi para pada cincin B
memengang peranan penting di dalam peningkatan aktivitas
dibandingkan posisi orto. Adanya gugus keto dan gugus vinil pada
kalkon telah diamati mempunyai fungsi meningkatkan aktivitas
sebagai antioksidan (Belsare, et al.,2010; Shailendra, et al., 2007)
16
Xanthoangelol dan 4-hydroxyderricin merupakan senyawa
dengan banyak aktivitas biologi. Xanthoangelol menghambat
pertumbuhan tumor dengan cara menghalangi sintesis DNA sel
tumor. Sementara 4-hydroxyderricin menekan tekanan darah
sistolik dan mengurangi LDL alias kolesterol jahat. Sebagai
antidiabetes, kedua senyawa ini berkemampuan seperti insulin:
menurunkan kadar gula darah.
17
5) Chelators atau sequestrants bersifat mengikat logam yang
mampu mengkatalisis reaksi oksidasi misalnya asam sitrat
dan asam amino.
b. Flavonoid
Fakta menunjukkan bahwa hampir semua komponen nutrisi
yang diidentifikasi berperan sebagai agen protektif terhadap
penyakit-penyakit tertentu dalam survei/penelitian mengenai diet,
sejauh ini mempunyai beberapa sifat antioksidatif (Deshpande et al.,
1985). Pada uraian sebelumnya, telah dipaparkan bahwa beberapa
senyawa flavonoid seperti quercetin, kaempferol, myricetin,
apigenin, luteolin, vitexin dan isovitexin terdapat pada sereal,
sayuran, buah dan produk olahannya dengan kandungan yang
bervariasi serta sebagian besar memiliki sifat sebagai antioksidan.
Hal ini telah memperkuat dugaan bahwa flavonoid memiliki efek
biologis tertentu berkaitan dengan sifat antioksidatifnya tersebut.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
korelasi negatif antara asupan flavonoid dengan resiko munculnya
penyakit jantung koroner. Efek kardioprotektif flavonoid sebagai
sumber diet telah ditinjau oleh Cook dan S. Samman (1996).
Antioksidan alami seperti flavonoid yang banyak terdapat pada
minuman dan buah anggur, diketahui memiliki kontribusi dalam
menghambat oksidasi LDL (low density lipoprotein) secara ex-vivo
(Kanner et al., 1994). Produk oksidatif LDL dapat menyebabkan
terjadinya penyempitan pembuluh darah koroner.
Pada metode yang sama, senyawa flavonol yang terdapat
dalam teh diketahui bersifat sebagai antioksidan yang kuat (Vinson
et al., 1995b). Konsumsi tujuh sampai delapan cangkir teh hijau
yang mengandung epigallocathecingallate (kira-kira 100 mL tiap
cangkir) dapat meningkatkan resistensi LDL terhadap oksidasi in
vivo, sehingga dapat menurunkan resiko terkena penyakit
18
kardiovaskuler (Miura et al., 2000). Hasil dari studi yang dilakukan
oleh Zhu et al. (2000) menunjukkan bahwa senyawa-senyawa
flavonoid alami seperti kaempferol, morin, myricetin, dan quercetin
memiliki aktivitas perlindungan yang bervariasi terhadap penurunan
kandungan α-tokoferol dalam LDL sedangkan kaempferol dan
morin kurang efektif dibandingkan dengan myricetin dan quercetin.
Komponen α-tokoferol (bentuk umum vitamin E) dikenal sebagai
antioksidan primer yang dapat melindungi LDL dari oksidasi.
c. Asam Linoleat
Asam linoleat (linoleic acid) tergolong kedalam asam lemak
tidak jenuh ikatan ganda (Polyunsaturated Fatty Acid) yang esensial
untuk tubuh. Asam linoleat berperan dalam pertumbuhan,
pemeliharaan membran sel, pengaturan metabolisme kolesterol,
menurunkan tekanan darah, menghambat lipogenesis hepatik,
transport lipid, prekursor dalam sintesis prostaglandin, membentuk
arakhidonat dan dalam proses reproduksi 3 (Pudjiadi, 1997).
Pergantian diet tinggi asam lemak jenuh dari makanan,
dengan mengkonsumsi asam linoleat telah direkomendasikan dalam
usaha mencegah penyakit jantung koroner (Galli, et.al., 1994).
Tubuh memerlukan asam linoleat 3-6% dari seluruh kalori yang
dibutuhkan (Erasmus, 1996) dan yang direkomendasikan adalah 3
gram per harinya (Recommended Daily Allowance, 2000).
19
harus diperoleh dari luar tubuh (makanan), oleh karena itu asam
linoleat disebut sebagai asam lemak esensial.
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Ekstak
Ashitaba
20
(xanthoangelol, 4-Hydroxyderricin, chalcone, flavonoid, asam hexadecanoat, asam palmitat,
xanthotoxin, asam linoleat, pyrimidin, strychnidinone, smenochromena, vitamin B1,
B2, B3,B5,B6, vitamin C)
Mencit Tinggi Glukosa Stimulator sel β
Pankreas
Sekresi Insulin
Glikogenesis
Glukoneogenesis
Keterangan :
: Yang diteliti
21
untuk mengetahui adanya pengaruh ekstrak ashitaba dalam penurunan glukosa
darah. Kandungan – kandungan ashitaba membantu menstimulasi dari sel β
pancreas. Fungsi dari sel β pancreas adalah mensekresi insulin. Ketika sudah
terdapat insulin yang cukup dalam tubuh, maka akan terjadi peningkatan
glikogenesis yaitu pembentukan glukosa menjadi glikogen sebagai sumber
energi simpanan/cadangan. Glikogen kemudian akan disimpan dalam hati dan
otot.
C. Hipotesis
Terdapat penurunan gula darah pada mencit dengan diet tinggi glukosa yang
BAB IV
METODE PENELITIAN
22
A. Rancangan Penelitian
2. Sample
Sample adalah sebagian yang diambil sebagai sumber data dan dapat
mewakili seluruh populasi yang diteliti (Sugiyono, 2010). Sample
penelitian adalah 30 mencit sehat yang diberi diet tinggi glukosa.
23
Mencit dengan riwayat kesehatan baik, jenis kelamin jantan, usia
dilakukan percobaan.
Keterangan :
24
n : Jumlah Sample
A B C D E
(n-1)(t-1) > 15
(n-1)(5-1) > 15
(n-1) 4 > 15
4n – 4 > 15
4n > 15 + 4
4n > 19
n > 19/4
n > 4,75
Dibulatkan menjadi 5
Jadi minimum jumlah mencit yang digunakan tiap kelompok adalah 5 ekor.
Ditambahkan 1 ekor mencit cadangan disetiap perlakuan. Total mencit yang
diperlukan dalam percobaan ini adalah 30 ekor.
D. Variabel Penelitian
25
Variabel yang digunakan antara lain:
juga diartikan sebagai variabel yang dipengaruhi atau variabel yang terjadi
Yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar glukosa
darah mencit.
26
E. Definisi Operasional
Tabel Definisi Opersional
No. Variabel Definisi Operasional Katagori Alat Ukur Skala
1 Kadar Gula Glukosa darah normal 1. Normal Glukosa Nominal
Darah sekitar 50 - 135 mg/dl. Bila hasil tes test
Dikatakan hiperglikemi menunjukkan nilai
bila nilai glukosa glukosa >135mg/dl
darahnya melebihi nilai 2. Hiperglikemi
normal, yaitu > 135 Bila hasil tes
mg/dl. Dikatakan menunjukkan nilai
hipoglikemi bila kadar glukosa >135mg/dl
gula darah < 50 mg/dl 3. Hipoglikemi
Bila hasil tes
menunjukkan nilai
glukosa < 50 mg/dl
27
3 Gambaran Gula darah pada mencit 1. Bila terjadi Glukosa Nominal
Kadar Gula dipantau setelah penurunan gula Test
Darah diberikan ekstrak darah pada
Ashitaba mencit diet
tinggi glukosa
yang diberi
ekstrak
Ashitaba.
2. Bila tidak
terjadi
penurunan gula
darah pada
mencit diet
tinggi glukosa
yang diberi
ekstrak
Ashitaba
4 Ekstrak Ekstrak Ashitaba 1. Bila glukosa Nominal
Ashitaba ditinjau pengaruhnya darah dapat turun
dalam menurunkan setelah pemberian
kadar glukosa darah ekstrak kadar 50gr
pada mencit yang telah / 100gr bb
diberi diit tinggi 2. Bila glukosa
glukosa. darah dapat turun
setelah pemberian
ekstrak kadar
75gr/100gr bb
3. Bila glukosa
darah dapat turun
setelah pemberian
ekstrak
100gr/100gr bb
28
F. Prosedur Penelitian/ Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Langkah dan Teknik Pengumpulan Data
Kriteria eksklusi
Kriteria inklusi
29
2. Metode Pengumpulan Data
a) Pemeliharaan Mencit
1. Tikus dipelihara dalam ruangan yang berventilasi cukup,
dikandangkan masing-masing secara individu berukuran 30 x 20
x 20 cm.
2. Suhu ruangan berkisar 28o -32o C.
3. Makanan 2x sehari dan minuman diberikan secara ad libitum
dalam bentuk pellet dan pakan tikus. Makanan tikus yang baik
mengandung protein 20 - 25%, lemak lemak 5%, karbohidrat 45
- 50%, serat kasar 5%, abu 4 - 5% ditambah vitamin & mineral.
Setiap hari tikus dewasa diberi makan 12 - 20 gr (Smith, 1988).
c) Ekstrasi Ashitaba
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat
larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan
pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif
yang dapat larut dan senyawa yang tidak larut seperti serat,
karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat
dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan
minyak atsiri, alkaloida, dan flavonoida, dengan diketahuinya
golongan senyawa aktif yang dikandung simplisia maka akan
mempermudah pemisahan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat
(Ditjen POM, 2000). Berdasarkan atas sifatnya eksrak
dikelompokkan sebagai berikut (Voigt, 1995):
30
1. Ekstrak encer (Extractum tenue). Sediaan ini memiliki
konsistensi semacam madu dan dapat dituang.
2. Ekstrak kental (Extractum spissum). Sediaan ini liat dalam
keadaan dingin dan tidak dapat dituang.
3. Ekstrak kering (Extractum siccum). Sediaan ini memiliki
konsistensi kering dan mudah digosokkan.
4. Ekstrak cair (Ectractum fluidum). Dalam hal ini diartikan
sebagai ekstrak cair, yang dibuat sedemikian rupa sehingga 1
bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian (kadang-kadang satu
bagian) ekstrak cair.
d) Pembuatan Simplisia
Simplisia diambil dari daun dan batang tanaman Ashitaba.
Daun dan batang yang telah dipilih dicuci hingga bersih. Tahap
selanjutnya, tanaman yang sudah bersih dikeringkan dengan cara
dianginkan. Proses pengeringan ini dilakukan selama 1 minggu.
Kemudian tanaman yang telah kering ditumbuk hingga berbentuk
bubuk halus. Yang terakhir adalah proses penyaringan dengan
menggunakan kain kasa.
31
3. Kualifikasi dan Jumlah Petugas
Petugas penelitian adalah petugas laboratorium Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
6. Analisis Data
Dengan metode pengumpulan data eksperimen Pre and Post Contol
Design. Untuk meneliti ada tidaknya Hubungan Pemberian Ekstrak
Ashitaba Terhadap Mencit yang Diberi Diit Tinggi Glukosa, data dari
eksperimen dianalisis dengan Koefisien kontingensi(c) dan koefisien Phi
koefisien dalam program SPSS for windows
32
BAB V
HASIL PENELITIAN
B. Hasil Penelitian
rancangan Pre And Post Test Only Control Group Design. Hewan coba yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tikus mencit berjenis kelamin jantan
dengan berat rata-rata 30-40 gram gram dan berumur 2-3 bulan. Kemudian
yang berbeda.
Hasil pengukuran kadar gula darah rata-rata dari seluruh kelompok uji
pada masing-masing waktu dapat dilihat pada tabel V.1 dibawah ini.
33
Tabel V.1 Rata-rata nilai kadar gula darah perkelompok
Tabel diatas dapat dibuat grafik kadar gula darah sebelum dan sesudah
34
masing kelompok. Grafik rata-rata kadar gula darah tikus terhadap masing-
Gula Darah
160
140
Glukosa Darah (mg/dl)
120 K-
100 K+
80
P1
60
P2
40
P3
20
0
Pre Post 1 Post 2
Gambar V.1: Grafik kadar gula darah tikus rata-rata sebelum dan
sesudah perlakuan
Hasil pengamatan pengukuran kadar gula darah tikus akhir (Post test)
pada tikus yang diberi glukosa dapat dilihat pada gambar V.2.
35
Kadar gula darah tikus akhir
160 150.6
140
80
60
40
20
0
K- K+ P1 P2 P3
Mean
pengaruh diet tinggi glukosa terhadap kadar gula darah. Diet tinggi glukosa
pada penelitian ini memberi efek terhadap peningkatan kadar gula darah
hewan coba dengan diet tinggi glukosa ditunjukkan pada kelompok perlakuan
dibandingkan dengan kadar gula darah pada kelompok kontrol positif (KP) dan
positif (KP) memiliki kadar gula darah yang paling tinggi yakni sebesar 150,60
36
mg/dl jika dibandingkan dengan keempat kelompok lain. Sedangkan rata-rata
gula darah terendah ada pada kelompok P3 yaitu kelompok Diet + ekstrak
C. Analisis Data
dilakukan uji One Way Anova jika memenuhi syarat dan uji Kruskal-wallis jika
a. Uji Normalitas
jumlah sampel sebanyak 25. Uji ini dilakukan dengan menggunakan SPSS
versi 25.0 dengan nilai signifikansi (α) = 0,05. Data pengukuran kada gula
jika nilai p < α maka data mempunyai distribusi tidak normal (Ghozali,
bawah ini.
37
Tabel V.2 Uji Normalitas
Gula Darah
N 25
Negative -.164
Kolmogorov-Smirnov Z 1.344
gula darah mempunyai nilai p = 0,054 dengan nilai distribusi normal p >
0,05. Hal ini berarti data pengukuran kadar gula darah mempunyai distribusi
normal.
b. Uji Homogenitas
38
Levene’s Test) yang bertujuan untuk mengetahui kelompok data (K-, K+,
P1, P2, dan P3) mempunyai varians homogen atau tidak. Uji ini dilakukan
0,05. Data pengukuran gula darah dikatakan homogen jika nilai p > α.
Sebaliknya, jika nilai p < α maka data tidak homogen (Ghozali, 2011:36).
Hasil pengujian yang diperoleh disajikan pada tabel V.3 dibawah ini.
Gula Darah
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
4.428 4 20 .010
Berdasarkan tabel V.3 diatas, hasil uji Levene untuk gula darah
mempunyai nilai p = 0,010. Hal ini berarti varians data gula darah tidak
39
2. Uji Hasil beda
uji kruskal wallis, hasil pengujian dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Test Statisticsa,b
Gula Darah
Chi-Square 15.203
Df 4
berbeda (Triton, 2006) maka akan diketahui perlakuan mana yang paling
berpengaruh terhadap penurunan kadar gula pada tikus yang diberi glukosa.
40
Perbandingan gula darah pada masing-masing kelompok dapat dilihat pada
Tabel V.5.
positif, terbukti dengan signifikansi < 0,05. Nilai rata-rata gula darah
terhadap penurunan kadar gula darah tikus yang diberi diet tinggi glukosa.
41
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
keseluruhan sebagai sumber energi. Kadar glukosa dalam darah bervariasi dengan
daya penyerapan, akan menjadi lebih tinggi setelah makan dan akan menjadi turun
bila tidak ada makanan yang masuk selama beberapa jam. Glikogen dapat lewat
dengan bebas keluar dan masuk ke dalam sel dimana glukosa dapat digunakan
sel hati oleh insulin (suatu hormon yang disekresi oleh pankreas). Glikogen akan
diubah kembali menjadi glukosa oleh aksi dari glukogen (hormon lain yang
disekresi oleh pankreas) dan adrenalin yaitu suatu hormon yang disekresi oleh
berlebihan, yang akhirnya akan menjadi penyakit yang disebut Diabetes Melitus
(DM) yaitu suatu kelainan yang terjadi akibat tubuh kekurangan hormone insulin,
akibatnya glukosa tetap beredar di dalam aliran darah dan sukar menembus dinding
sel. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh stress, infeksi, dan konsumsi obat-obatan
42
Diabetes melitus sendiri merupakan kondisi kronis yang ditandai oleh
meningkatnya kadar gula darah dan disertai gejala yang khas berupa urine yang
terasa manis dalam jumlah siphon yang besar. Kadar gula darah yang tinggi tersebut
disebabkan karena cacat pada sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya (Emily,
2015)
Dalam penelitian ini, pakan yang diberikan pada mencit adalah makanan
normal seberat 30 gram/perlakuan dan air minum yang terkontrol. Kadar glukosa
yang diberikan adalah 2g/KgBB dengan berat rata – rata mencit 30g. Sehingga
P1 = 15mg/ekor/hari
P2 = 23 mg/ekor/hari
P3 = 30 mg/ekor/hari
Dilarutkan dalam 0,2 CMC Na. Diberikan selama 7 hari, kontrol positif induksi
glukosa tetap dilanjutkan. Sedangkan kontrol negatif hanya diberikan makan dan
minum.
berpengaruh terhadap penurunan kadar gula darah tikus yang diberi diet tinggi
glukosa.
Rata-rata gula darah tikus tertinggi ada pada kelompok tikus yang diberi diet
tinggi glukosa namun tidak diberi perlakuan apapun yaitu sebesar 150,60 mg/dl.
43
Rata-rata terendah ada pada kelompok P3 yaitu kelompok Diet + ekstrak ashitaba
dibuktikan dengan nilai sig. 0,004 (sig α < 0,05). sehingga ada perbedaan yang
Ashitaba mempunyai efek yakni mampu menurunkan kadar gula darah tikus yang
44
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
dibuktikan dengan nilai sig. 0,004 (sig α < 0,05), sehingga ada perbedaan yang
terhadap penurunan kadar gula darah tikus yang dibuat hiperglikemia dengan diet
tinggi glukosa. Rata-rata gula darah tikus tertinggi ada pada kelompok tikus yang
diberi diet tinggi glukosa namun tidak diberi perlakuan apapun yaitu sebesar 150,60
mg/dl. Rata-rata terendah ada pada kelompok P3 yaitu kelompok Diet + ekstrak
B. Saran
45
2. Penelitian dengan mempertimbangan “dose effect relationship” pada ekstrak
46