You are on page 1of 6

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS

A. DEFINISI

Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang menrupakan inflamasi akut


dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas
badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001).
Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya
merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara
tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.
Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu,
yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat.

Klasifikasi :
a. Kolesistitis Kalkulus
Adalah batu kandung empedu menyumbat saluran keluar empedu akan menimbulkan
suatu reaksi kimia, terjadi otolisis serta edema dan pembuluh darah dalam kandung empedu
akan terkompresi sehingga suplai vaskulernya terrganggu. Sebagai konsekwensinya dapat
terjadi gangren pada kandung empedu disertai perforasi.
b. Kolesistitis Akalkulus
Merupakan inflamasi kandung empedu akut tanpa adanya obstruksi oleh batu empedu.
Kolesistitis Akalkulus timbul sesudah tindakan bedah mayor, trauma berat atau luka bakar.
Faktor lain yang berkaitan dengan tipe ini mencakup : obstruksi duktus sistikus akibat torsi,
infeksi primer bakterial pada kandung empedu, dan transfusi darah yang dilakukan berkali-kali.
Kolesistitis akalkukus terjadi akibat perubahan cairan dan elektrolit serta aliran darah regional
dalam sirkulasi viceral. (Bruner & Suddarth, 1996).

B. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko utama untuk kolesistitis, memiliki peningkatan prevalensi di kalangan
orang-orang keturunan Skandinavia, Pima India, dan populasi Hispanik, cholelithiasis
sedangkan kurang umum di antara orang dari sub-Sahara Afrika dan Asia. Beberapa faktor
resiko yang lain sebagai berikut:
1. adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya
2. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
3. Usia lebih dari 40 tahun .
4. Kegemukan (obesitas).
5. Faktor keturunan
6. Aktivitas fisik
7. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
8. Hiperlipidemia
9. Diet tinggi lemak dan rendah serat
10. Pengosongan lambung yang memanjang
11. Nutrisi intravena jangka lama
12. Dismotilitas kandung empedu
13. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
14. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis
dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)

C. ETIOLOGI

1. Statis cairan empedu


2. Infeksi kuman (E.Coli, klebsiella, Streptokokus, Stapilokokus, Clostridium).
3. Iskemik dinding kandung empedu.
4. Kepekatan cairan empedu.
5. Kolesterol.
6. Lisolesitin.
7. Prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti reaksi
supurasi dan inflamasi.

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejalanya bersifat akut dan kronis, Gangguan epigastrium : rasa penuh, distensi
abdomen, nyeri samar pada perut kanan atas, terutama setelah klien konsumsi makanan
berlemak / yang digoreng.

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut :


1. Nyeri dan kolik bilier, jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung
empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi.
2. Pasien akan menderita panas,
3. teraba massa padat pada abdomen, pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri
hebat pada abdomen kanan atas yang menjalar kepunggung atau bahu kanan ,
4. rasa nyeri disertai mual dan muntah, dan akan bertambah hebat dalam waktu beberapa
jam sesudah makan dalam porsi besar.
5. Pasien akan gelisah dan membalik-balikkan badan, merasa tidak nyaman, nyerinya
bukan kolik tetapi persisten. Seorang kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi
kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh
batu.
6. Adanya nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika inspirasi dalam.
7. Ikterus. Biasanya terjadi obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah
empedu keduodenum akan menimbulkan gejala yang khas : getah empedu tidak dibawa
keduodenum tetapi diserap oleh darah sehingga kulit dan mukosa membran berwarna kuning,
disertai gatal pada kulit.
8. Perubahan warna urine tampak gelap dan feses warna abu-abu serta pekat karena
ekskresi pigmen empedu oleh ginjal.
9. Terjadi defisiensi vitamin ADEK. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu
pembekuan darah yang normal. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut akan
mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.

E. PATOFISIOLOGI
Kandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan empedu dan
memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit.
Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
Pada individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung empedu pada saat
katup Oddi tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu dipekatkan dengan
mengabsorpsi air. Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi
zat-zat padat.
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Perubahan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis
empedu, dapat menyebabkan infeksi kandung empedu.

F. KOMPLIKASI

Komplikasi yag dapat terjadi pada pasien kolesistitis:

 Empiema, terjadi akibat proliferasi bakteri pada kandung empedu yang tersumbat.
Pasien dengan empiema mungkin menunjukkan reaksi toksin dan ditandai dengan lebih
tingginya demam dan leukositosis. Adanya empiema kadang harus mengubah metode
pembedahan dari secara laparoskopik menjadi kolesistektomi terbuka.
 Ileus batu kandung empedu, jarang terjadi, namun dapat terjadi pada batu berukuran
besar yang keluar dari kandung empedu dan menyumbat di ileum terminal atau di duodenum
dan atau di pilorus.
 Kolesistitis emfisematous, terjadi ± pada 1% kasus dan ditandai dengan adanya udara
di dinding kandung empedu akibat invasi organisme penghasil gas seperti Escherichia coli,
Clostridia perfringens, dan Klebsiella sp. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien
dengan diabetes, lebih sering pada laki-laki, dan pada kolesistitis akalkulus (28%). Karena
tingginya insidensi terbentuknya gangren dan perforasi, diperlukan kolesitektomi darurat.
Perforasi dapat terjadi pada lebih dari 15% pasien.
Komplikasi lain diantaranya sepsis dan pankreatitis.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Non Pembedahan (farmakoterapi, diet

a. Penatalaksanaan pendukung dan Diet adalah: istirahat, cairan infus, NGT, analgetik
dan antibiotik, diet cair rendah lemak, buah yang masak, nasi, ketela, kentang yang dilumatkan,
sayur non gas, kopi dan teh.
b. Untuk makanan yang perlu dihindari sayur mengandung gas, telur, krim, daging babi,
gorengan, keju, bumbu masak berlemak, alkohol.
c. Farmakoterapi asam ursedeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksiolat (chenodiol,
chenofalk) digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran kecil dan
terutama tersusun dari kolesterol. Jarang ada efek sampingnya dan dapat diberikan dengan dosis
kecil untuk mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya menghambat sintesis kolesterol
dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi disaturasi getah empedu. Batu yang sudah ada
dikurangi besarnya, yang kecil akan larut dan batu yang baru dicegah pembentukannya.
Diperlukan waktu terapi 6 – 12 bulan untuk melarutkan batu.
d. Pelarutan batu empedu tanpa pembedahan : dengan cara menginfuskan suatu bahan
pelarut (manooktanoin / metil tersier butil eter ) kedalam kandung empedu. Melalui selang /
kateter yang dipasang perkuatan langsung kedalam kandung empedu, melalui drain yang
dimasukkan melalui T-Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat
pembedahan, melalui endoskopi ERCP, atau kateter bilier transnasal.
e. Ektracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL). Metode ini menggunakan gelombang
kejut berulang yang diarahkan pada batu empedu dalam kandung empedu atau duktus
koledokus untuk memecah batu menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut tersebut
dihasilkan oleh media cairan oleh percikan listrik yaitu piezoelektrik atau muatan
elektromagnetik. Energi disalurkan kedalam tubuh lewat rendaman air atau kantong berisi
cairan. Setelah batu pecah secara bertahap, pecahannya akan bergerak perlahan secara
spontan dari kandung empedu atau duktus koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau
dilarutkan dengan pelarut atau asam empedu peroral.

2. Pembedahan
a. Intervensi bedah dan sistem drainase.
b. Kolesistektomi : dilakukan pada sebagian besar kolesistitis kronis / akut. Sebuah drain
ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan menjulur keluar lewat luka operasi untuk
mengalirkan darah, cairan serosanguinus, dan getah empedu kedalam kassa absorben.
c. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar 4 cm,
bisa dipasang drain juga, beaya lebih ringan, waktu singkat.
d. Kolesistektomi laparaskopi
e. Kolesistektomi endoskopi: dilakukan lewat luka insisi kecil atau luka tusukan melalui
dinding abdomen pada umbilikus.

3. Pendidikan pasien pasca operasi :


a. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala komplikasi
intra abdomen yang harus dilaporkan : penurunan selera makan, muntah, rasa nyeri, distensi
abdomen dan kenaikan suhu tubuh.
b. Saat dirumah perlu didampingi dan dibantu oleh keluarga selama 24 sampai 48 jam
pertama.
c. Luka tidak boleh terkena air dan anjurkan untuk menjaga kebersihan luka operasi dan
sekitarnya
d. Masukan nutrisi dan cairan yang cukup, bergizi dan seimbang
e. Anjurkan untuk kontrol dan minum obat rutin.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
A. 1 Pengkajian pasien Pre operasi meliputi :
1. Identitas klien/pasien
2. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan.
Tanda : Gelisah.

3. Sirkulasi
Tanda : Takikardia, berkeringat.

4. Eliminasi
Gejala : Perubahan warna urin dan feses.
Tanda : Distensi abdomen, Teraba massa pada kuadran kanan atas, Urine
gelao, pekat, Feses warna tanah liat, steatorea.

5. Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah, Tidak toleran terhadap lemak dan makanan
“pembuat gas”; regurgitas berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan, flatus, dyspepsia.
Tanda : Kegemukan, adanya penurunan berat badan.

6. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan.
Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.
Nyeri mulai tiba – tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit.
Tanda : Nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan ;
tanda Murphy positif.
7. Pernapasan
Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan.
Pernapasan tertekan ditandai oleh napas pendek, dangkal.
8. Keamanan
Tanda : Demam,menggigil.
Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gatal (puritus).
Kecendrungan perdarahan (kekurangan Vitamin K).

9. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Kecenderungan keluarga untuk terjadi bata empedu.
Adanya kehamilan/melahirkan ; riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias darah.
Pertimbangan : DRG menunjukkan rata – rata lama dirawat 3 – 4 hari.
Rencana pemulangan : Memerlukan dukungandalam perubahan diet/ penurunan berat
badan.
A. 2 Pengkajian pasien Post operasi meliputi :
1. Sirkulasi
Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau
stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
2. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya
financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
3. Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ;
malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan /
periode puasa pra operasi).
4. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
5. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune
(peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi
kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat
penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat
transfuse darah / reaksi transfuse.Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
6. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid,
antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau
tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol
(risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga
potensial bagi penarikan diri pasca operasi).

B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Laboratorium
Darah lengkap : lekositosis sedang ( akut), Bilirubin dan amilase serum meningkat,
enzim hati serum AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH agak meningkat, alkali fosfat dan 5-
nukleuttidase : ditandai peningkatan obstruksi bilier.
Kadar protrombin menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan
absorbsi vitamin K.

2) USG
Menyatakan kalkuli, dan distensi kandung empedu dan atau duktus empedu.

3) Kolangiopankreatografi Retrograd Endoscopik


Memperlihatkan percabangan bilier dengan kanulasi duktus koledukus melalui
doedonum.

4) Kolangiografi Transhepatik Perkutaneus


Pembedaan gambaran dengan fluroskopi antara penyakit kandung empedu dan kanker
pangkreas (bila ikterik ada)

5) Kolesistogram (untuk kolesistitis kronis)


Menyatakan batu pada sistim empedu. Catatan : kontra indikasi [pada kolesistitis karena
pasien lemah untuk menelan zat lewat mulut)

6) CT scan
Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu dan membedakan
antara ikterik obstruksi/non obstruksi
7) Scan Hati (dengan zat radio aktif)
Menunjukkan obstruksi perrcabangan bilier.

8) Foto abdomen (multiposisi)


Menyatakan gambaran radiologi (kalsifikasi) batu empedu, kalsifikassi dinding atau
pembesaran kandung empedu.

9) Foto Dada :
Menunjukkan pernafasan yang menyebabkan nyeri

You might also like